Anda di halaman 1dari 2

B.1.

Manusia Merdeka: Berdaya dalam Memilih (Teori Pilihan)

Ki Hadjar Dewantara pernah mengingatkan pada kita tentang konsep manusia


merdeka, yaitu: mereka tidak terperintah, mereka dapat menegakkan dirinya, tertib
mengatur perikehidupannya, sekaligus tertib mengatur perhubungan mereka dengan
kemerdekaan orang lain. Dengan begitu, pendidikan seyogyanya adalah upaya sadar untuk
menumbuhkan manusia-manusia yang merdeka. Dalam pernyataannya yang lain, Ki Hadjar
Dewantara (Dasar-dasar Pendidikan, 1936), menyampaikan bahwa: “Maksud pendidikan
itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia,
maupun anggota masyarakat.”

Gambar 9. Interpretasi atas maksud pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Jika kita maknai sedikit mendalam pernyataan tersebut, maka pendidikan harus
mampu menuntun anak untuk memilih jalan kodrat yang menguatkan mereka sebagai
manusia dan anggota masyarakat. Kita kemudian dapat juga melihat bahwa “sebagai
manusia”, kita perlu memperhatikan hubungan kita dengan Tuhan, diri kita sendiri,
sesama, dan semesta. Sebagai manusia ber-Tuhan, sebagai makhluk dengan otak paling
canggih, kita harus menyadari peran penting kita dalam harmonisasi antara individu
manusia dengan manusia lain, makhluk lain, dan ibu bumi. Semakin harmonis hubungan
kita, maka makin besar kesempatan kita mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Kita juga dapat melihat bahwa “sebagai anggota masyarakat”, kita adalah bagian
dari berbagai lingkungan sekaligus. Kita adalah anggota dari suatu keluarga, kita juga
anggota dari masyarakat di lingkungan rumah tinggal, kita juga anggota masyarakat di
kelas-sekolah dan lingkungan sekitar sekolah, kita juga anggota masyarakat lokal
(kabupaten/kota/provinsi), kita pun adalah anggota masyarakat di tingkat nasional,
regional, dan global. Ketika kita paham bahwa sebagai individu kita adalah anggota
masyarakat yang lebih luas, maka kita juga harus paham bahwa secara individu, kita
berkontribusi, serta membawa potensi diri kita (baik potensi kebaikan maupun
keburukan) ke dalam semua lingkungan tersebut. Dengan demikian, kita perlu secara
sadar, sepenuh hati dan pikiran, menjadi seseorang yang makin berdaya dalam memilih
sehingga semakin bijaksana dalam menjalani kemerdekaan kita itu.
William Glasser (1998) pernah menyatakan dalam “teori pilihan”, bahwa perilaku
seorang manusia adalah buah dari pilihan yang dibuat oleh manusia itu sendiri (baca
Bacaan 1. Aksioma terkait pilihan). Setiap hari, manusia selalu berada dalam situasi untuk
memilih. Apakah harus bangun pagi atau tidur lagi, apakah harus bereaksi keras atas berita
yang menyinggung perasaan walaupun belum pasti kebenarannya atau mengecek dahulu
kebenarannya dahulu, dan lain sebagainya. Untuk itu, kita perlu terus berlatih untuk:
(1) fokus pada apa yang terjadi saat ini bukan masa lalu;
(2) menghindari 7-kebiasaan buruk yang secara eksternal “mengganggu” relasi dengan
orang lain: mengkritik, menyalahkan, mengeluh, menjengkelkan, mengancam, menghukum,
menyuap (memberi reward) untuk mengendalikan orang lain;
(3) menjalankan 7-kebiasaan mempedulikan orang lain: mendukung, mendorong,
mendengarkan, menerima, mempercayai, menghormati, dan menegosiasikan perbedaan;
(4) menghindari membuat dalih dan alasan karena menghalangi kita membangun relasi;
(5) bersabar.
[sumber: Glasser, 2011]

Anda mungkin juga menyukai