Anda di halaman 1dari 11

NILAI KEMANUSIAAN: KEBAJIKAN UNIVERSAL

Sebagaimana dinyatakan dalam kalimat pembuka di atas, pendidikan


harus mampu menumbuhkan manusia yang kuat nilai kemanusiaannya,
yang memegang teguh nilai-nilai kebajikan. Dalam konteks yang
beranekaragam, kita memerlukan pegangan yang mempersatukan. Nilai-
nilai kebajikan yang sifatnya universal lah kemudian yang dapat dijadikan
“landasan bersama”, bagi beragam kepentingan, suku-bangsa, ras, agama,
dan antar-golongan. Semangat untuk mengapresiasi dan berpihak pada
nilai-nilai yang diperlukan dan menguntungkan anak adalah landasan
dalam membawakan peran perubahan di pendidikan.
Konsep tergerak dan bergerak, dan bagaimana menggerakkan manusia.
A.1.1. Cara kerja otak: Sistem berpikir
cepat dan lambat
ada dua sistem berpikir pada manusia yaitu sistem berpikir cepat dan lambat
kedua sistem berpikir ini dapat mempengaruhi bagaimana kita bersikap dan
mengambil keputusan.
seperti kita ketahui di dalam otak manusia masih Tertinggal bagian otak yang
serupa dengan otak mamalia otak reptil serta bagian otak primata yang terhubung
dengan otak Luhur manusia
DANILE KAHNEMAN dalam bukunya THINKING, FAST adan SLOW 2011
menyatakan bahwa sistem berfikir manusia ada 2 yaitu: 1. Sistem berpikir Cepat
dan 2. Sistem berpikir lambat, sistem berpikr cepat yang dikelola oleh otak reptil
dan mamalia sedangkan sistem berpikir lambat yang dikelola oleeh otak primata
dan otak luhur manusia.
untuk menjelaskan Bagaimana kedua sistem tersebut bekerja kita akan
menggunakan perumpamaan eskalator yang bergerak turun

A.1.2. Perumpamaan Otak 3-in-1


(Triune) Manusia Menggunakan Tangan
Perumpamaan Otak 3-in-1 (Triune) Manusia Menggunakan Tangan, otak yang
umumnya berukuran lebih-kurang sebesar dua kepal tangan. Pergelangan tangan
diumpamakan sebagai batang otak, jempol yang disembunyikan dalam 4 jemari
lainnya diumpamakan sebagai sistem limbik (amigdala), dan 4 jemari lain sebagai
otak berpikir atau otak luhur.
1. Otak Reptil, Batang otak mengelola semua otomatisasi dan reflek di tubuh demi
kelangsungan hidup kita.
2. Otak Mamalia, Sistem limbik (amigdala) yang menyerupai otak Mamalia ini,
bertanggung jawab soal emosi. Bagian otak ini adalah pusat emosi (takut, sedih,
marah, senang, jijik, terkejut, dan lin-lain)
3. Otak Berpikir (Otak Luhur – Otak Primata), Otak ini mengelola kemampuan
berpikir (logis, rasional, terstruktur), kemampuan berbahasa, perencanaan dan
pemecahan masalah, berimajinasi (mengenai masa depan, visi).
A.2. Lima (5) Kebutuhan Dasar
Manusia: Kebutuhan Genetis
Disukai atau tidak, manusia adalah makhluk biologis yang memiliki sifat
dasar menjaga keberlanjutan spesiesnya secara genetis. Kebutuhan untuk
bertahan hidup (survival), kebutuhan untuk diterima (love and belonging),
kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan/penguasaan
(power) adalah kebutuhan yang tidak cuma dimiliki oleh manusia,
makhluk lain seperti Burung, Mamalia, dan Primata juga memiliki
kebutuhan yang sama.

Lima Kebutuhan Dasar Manusia : 1. Kebutuhan Bertahan Hidup 2. Kasih sayang


dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima) 3. Kekuasaan dan Penguasaan
(Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan) 4. Kebebasan (Kebutuhan Akan
Pilihan) 5. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)

A.3.1. Tahap tumbuh kembang anak -


Wiraga-wirama Ki Hadjar Dewantara
Setiap insan manusia memiliki cara pandangnya sendiri terhadap
dunia sesuai dengan usia dan tahap tumbuh-kembangnya. Ki
Hadjar Dewantara meyakini bahwa proses belajar harus selaras
dengan kodrat anak. Beliau paham bahwa dalam tiap periode usia
anak memiliki kekhususan yang harus dijadikan bahan
pertimbangan dalam proses belajar. Ki Hadjar Dewantara membagi
periode usia anak ke dalam 3 tingkatan jiwa tiap 8 tahun
Ki Hadjar Dewantara membagi periode usia anak ke dalam 3 tingkatan
jiwa tiap 8 tahun (windu): 1. 1. Wiraga (periode usia 0-8 tahun): Dalam
periode ini jasmani (raga) dan indera anak tumbuh pesat sekali. 2. Wiraga-
Wirama (periode usia 9-16 tahun): Pada periode usia ini, anak mulai
berkembang pikirannya. 3. Wirama (periode usia 17-24 tahun): Guru pada
rentang usia ini, menuntun dan menantang anak dalam hal pengelolaan
diri dan pengenalan potensi dirinya.

A.3.2. Tahap perkembangan psikososial


Erik Erikson
Erik Erikson adalah psikolog yang meyakini bahwa kepribadian seseorang
itu tumbuh dalam rangkaian tahapan (8 tahapan). Tiap tahapan
menggambarkan dampak dari pengalaman sosial pada mereka. Hingga
kini, teori psikososial ini masih menjadi pegangan dalam teori
perkembangan. Untuk keperluan program Guru Penggerak ini, akan
dibahas 6 tahapan saja, pada periode usia 0-40 tahun.

Erik Erikson adalah psikolog yang meyakini bahwa kepribadian seseorang itu
tumbuh dalam rangkaian tahapan (8 tahapan). Tahap 1 (Usia 0-1,5 tahun) 2.
Tahap 2 (Usia 1,5-3 tahun) 3. Tahap 3 (Usia 3-5 tahun) 4. Tahap 4 (Usia 5-12
tahun) 5. Tahap 5 (Usia 12-18 tahun) 6. Tahap 6 (Usia 18-40 tahun)

Tugas A.
Setelah menyimak video dan bacaan pada bagian ini:

1. Bagaimana Bapak/Ibu memahami cara kerja otak, 5 kebutuhan


dasar manusia, tahap tumbuh-kembang anak berserta pengaruhnya
pada pembentukan kebiasaan dan nilai-nilai hidup manusia?
Mengapa demikian?
2. Menurut Bapak/Ibu nilai-nilai apa yang perlu dikuatkan sebagai
guru penggerak? Mengapa demikian?

1. Cara Kerja Otak: Memahami cara kerja otak membantu kita


mengenali bagaimana otak memproses informasi, emosi, dan
pengambilan keputusan. Ilmu pengetahuan tentang otak juga
bermanfaat dalam menjaga kesehatan mental dan fisik kita. 5
Kebutuhan Dasar Manusia: Kebutuhan dasar manusia adalah
makanan, pakaian, tempat tinggal, keamanan, dan kasih sayang.
Memahami kebutuhan ini membantu kita memahami pentingnya
memenuhi kebutuhan fisik, emosional, dan psikologis kita. Tahap
Tumbuh-Kembang Anak: Setiap tahap tumbuh-kembang anak
memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda. Memahami
tahap ini membantu kita memberikan pendekatan yang sesuai dalam
mendidik anak. Pengaruh pada Pembentukan Kebiasaan dan Nilai-
nilai Hidup: Pengalaman selama tahap tumbuh-kembang anak
memengaruhi pembentukan kebiasaan dan nilai-nilai kita. Nilai-nilai
yang ditanamkan pada anak selama masa ini akan membentuk dasar
perilaku dan pandangan hidup mereka di masa depan.
2. Sebagai Guru Penggerak, ada beberapa nilai yang perlu dikuatkan:
Berpihak pada Murid b. Mandiri c. Kolaboratif d.Inovatif d. Reflektif
Kreatif.
Dengan memahami semua ini, kita dapat lebih bijaksana dalam
mengelola perilaku, memahami orang lain, dan membangun
hubungan yang positif dalam hidup kita.

B. BAGAIMANA MANUSIA MERDEKA


BERGERAK

Manusia merdeka adalah manusia yang berdaya dalam memilih dan mereka termotivasi dari
dalam.
Pernyataan ini memiliki makna yang dalam dan relevan dalam konteks kebebasan dan
motivasi individu. Berikut adalah penjelasan mengenai makna pernyataan tersebut:
1. Kebebasan Memilih: Manusia merdeka adalah mereka yang memiliki kebebasan
untuk membuat pilihan. Mereka tidak terikat oleh paksaan atau tekanan dari luar. Ini
mencakup kebebasan dalam memilih jalur hidup, pendidikan, pekerjaan, dan nilai-
nilai yang ingin dipegang.
2. Motivasi dari Dalam: Merdeka dalam hal memilih bukan hanya tentang kebebasan
eksternal, tetapi juga tentang motivasi internal. Manusia merdeka termotivasi dari
dalam diri mereka sendiri. Motivasi ini berasal dari keyakinan, minat, dan tujuan
pribadi. Ketika seseorang termotivasi dari dalam, mereka memiliki semangat dan
tekad untuk mencapai apa yang mereka pilih.

B.1. Manusia Merdeka: Berdaya dalam


Memilih (Teori Pilihan)
Ki Hadjar Dewantara pernah mengingatkan pada kita tentang konsep manusia merdeka, yaitu:
mereka tidak terperintah, mereka dapat menegakkan dirinya, tertib mengatur perikehidupannya,
sekaligus tertib mengatur perhubungan mereka dengan kemerdekaan orang lain. Dengan begitu,
pendidikan seyogyanya adalah upaya sadar untuk menumbuhkan manusia-manusia yang merdeka.
Dalam pernyataannya yang lain, Ki Hadjar Dewantara (Dasar-dasar Pendidikan, 1936), menyampaikan
bahwa: “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,
agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia, maupun anggota masyarakat.”

William Glasser (1998) pernah menyatakan dalam “teori pilihan”, bahwa perilaku seorang manusia
adalah buah dari pilihan yang dibuat oleh manusia itu sendiri (baca Bacaan 1. Aksioma terkait
pilihan). Setiap hari, manusia selalu berada dalam situasi untuk memilih. Apakah harus bangun pagi
atau tidur lagi, apakah harus bereaksi keras atas berita yang menyinggung perasaan walaupun belum
pasti kebenarannya atau mengecek dahulu kebenarannya dahulu, dan lain sebagainya. Untuk itu, kita
perlu terus berlatih untuk: (1) fokus pada apa yang terjadi saat ini bukan masa lalu; (2) menghindari
7-kebiasaan buruk yang secara eksternal “mengganggu” relasi dengan orang lain: mengkritik,
menyalahkan, mengeluh, menjengkelkan, mengancam, menghukum, menyuap (memberi reward)
untuk mengendalikan orang lain; (3) menjalankan 7-kebiasaan mempedulikan orang lain:
mendukung, mendorong, mendengarkan, menerima, mempercayai, menghormati, dan
menegosiasikan perbedaan; (4) menghindari membuat dalih dan alasan karena menghalangi kita
membangun relasi; (5) bersabar.

Aksioma1 terkait “pilihan” (Glasser, 1998)

Bacaan 2. Aksioma1 terkait “pilihan” (Glasser, 1998) Untuk membantu mendefinisikan kembali apa
yang dimaksud dengan “diri kita yang merdeka”. 1. Satu-satunya orang yang perilakunya dapat kita
kendalikan adalah diri kita sendiri. 2. Yang bisa kita berikan kepada orang lain hanyalah informasi. 3.
Semua masalah psikologis yang bertahan lama adalah masalah relasi (hubungan). 4. Masalah relasi
selalu menjadi bagian dari kehidupan kita saat ini. 5. Apa yang terjadi di masa lalu berkaitan dengan
keadaan kita sekarang ini, tetapi kita hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar kita saat ini dan
berencana untuk terus mengejar pemenuhannya di masa depan. 6. Kita hanya dapat memenuhi
kebutuhan kita dengan cara memuaskan gambaran yang kita anggap sebagai realitas di benak kita
sendiri (disebut juga sebagai: Dunia Berkualitas). Setiap manusia memiliki gambaran realitas yang
berbeda dalam memandang dunia mereka, biasanya gambaran itu lahir dari pengalaman hidup
mereka dan biasanya terkait: (1) orang-orang yang paling kita inginkan ada bersama kita, (2) hal-hal
yang paling ingin kita miliki atau alami, dan (3) gagasan atau sistem keyakinan yang kemudian
mengatur sebagian besar respon perilaku kita. 7. Yang kita lakukan hanyalah berperilaku. 8. Setiap
perilaku terdiri dari empat komponen: (1) tindakan, (2) pemikiran, (3) perasaan, dan (4) fisiologis. 9.
Setiap perilaku adalah buah dari pilihan. Kita memiliki kontrol langsung atas komponen tindakan dan
pemikiran. Kita dapat mengontrol komponen perasaan dan fisiologis secara tidak langsung lewat cara
kita memilih komponen tindakan dan pemikiran tadi. 10. Karena setiap perilaku ada dalam kendali
kita sendiri, maka kita perlu fokus pada apa yang dapat dilakukan (fokus pada kata-kerja) untuk
mengambil kendali atas perilaku dalam suatu keadaan bukan berperilaku sebagai korban dari suatu
keadaan.
B.2. Manusia Merdeka: Termotivasi dari
Dalam (Motivasi Intrinsik)
UU RI No. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Ketentuan Umum
Pasal 1, No.1, menyatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.”
Pernyataan tersebut merupakan penguatan bahwa pendidik harus menuntun segala
kekuatan kodrat anak dari dalam. Ryan dan Deci (2000) melalui teori determinasi
diri (self-determination theory), mengisyaratkan bahwa pendidik perlu fokus dalam
menyediakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang memungkinkan anak
menguatkan dan menumbuh-kembangkan motivasi intrinsik mereka. Dalam
penerapannya, suasana belajar dan proses pembelajaran yang disediakan harus
dapat membuat anak senantiasa: merasa kompeten (mampu, dapat, cakap), merasa
saling-terhubung (kebutuhan sosial yang diusahakan oleh individu untuk
membangun hubungan dengan sesamanya), dan merasa otonom (mandiri,
merdeka).
Jadi, jika kita mengharapkan anak memiliki determinasi atau ketetapan hati, dalam
menentukan jalan kodrat mereka, maka anak harus mampu menghayati perasaan
akan kompetensi, otonomi, dan relasi mereka dan mengambil makna positifnya.
Kata "merasa" menjadi kata yang penting untuk diperhatikan karena menunjukkan
bahwa suasana dan proses pembelajaran harus mampu menguatkan anak di
tingkat “perasaan” sehingga bersifat pribadi dan mendalam bagi masing-masing
anak. Dengan demikian, para pendidik harus mulai dan terus menguatkan dirinya
untuk menumbuh-kembangkan motivasi intrinsik.

B.3. Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila


da enam dimensi Profil Pelajar Pancasila yang berakar dari falsafah Pancasila. 1. Beriman, bertakwa
kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia (Akhlak Beragama, Akhlak Pribad, Akhlak kepada manusia,
Akhlak kepada alam, dan Akhlak bernegara.) 2. Berkebinekaan GlobalBerkebinekaan Global
(Mengenal dan menghargai budaya, Komunikasi dan interaksi antar budaya, Refleksi dan tanggung
jawab terhadap pengalaman kebinekaan, dan Berkeadilan Sosial) 3. Gotong Royong (Kolaboras,
Kepedulian, dan Berbagi.) 4. Mandiri ( Pemahaman diri dan situasi, Regulasi diri, ) 5. Bernalar Kritis
(Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, Menganalisa dan mengevaluasi penalaran,
dan Merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri.) 6. Kreatif (Menghasilkan gagasan yang
orisinal, Menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal, dan Memiliki keluwesan berpikir dalam
mencari alternatif solusi permasalahan.) Profil Pelajar Pancasila ini juga tidak harus diajarkan dalam
mata pelajaran khusus, namun memang harus diajarkan secara eksplisit.

B.4. Nilai-nilai Guru Penggerak


Lima nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang guru penggerak: 1. Nilai berpihak pada murid:
Berpihak pada murid maksudnya adalah mengedepankan kepentingan murid. 2. Nilai mandiri: Nilai
Mandiri ini, sGuru Penggerak yang mandiri termotivasi untuk mengembangkan dirinya tanpa harus
menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah, dinas, atau pihak lain. 3. Nilai reflektif:
Nilai Reflektif layaknya adalah model mental yang diharapkan menubuh pada Guru Penggerak
dimana mereka senantiasa memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi
pada diri sendiri maupun pihak lain secara positif-apresiatif-produktif. 4. Nilai Kolaboratif: berarti
seorang Guru Penggerak mampu memperhatikan pentingnya kesalingtergantungan yang positif
terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar
sekolah 5. Nilai inovatif: Guru Penggerakjeli melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya untuk
mendukung dan meningkatkan kualitas pembelajaran murid

Tugas B.
1. Manakah dari nilai-nilai Guru Penggerak yang dikuatkan setelah Bapak/Ibu
memahami teori pilihan dan motivasi intrinsik?
2. Tindakan spesifik apa yang dapat dilakukan untuk menguatkan diri Bapak/Ibu
sendiri untuk memberdayakan murid dalam memilih jalan kodratnya sekaligus
menguatkan tumbuhnya motivasi intrinsik mereka dalam mengejawantahkan Profil
Pelajar Pancasila?

1. Manakah dari nilai-nilai Guru Penggerak yang dikuatkan setelah Bapak/Ibu memahami teori
pilihan dan motivasi intrinsik? Nilai – nilai yang dikuatkan adalah berpihak pada peserta didik,
mandiri,reflektif,kelaboratif dan inovatif .

Sebagai seorang Guru Penggerak, ada beberapa tindakan spesifik yang dapat dilakukan
untuk menguatkan diri sendiri dan memberdayakan murid dalam memilih jalan kodratnya
serta menguatkan tumbuhnya motivasi intrinsik mereka dalam mengejawantahkan Profil
Pelajar Pancasila:
1. Memahami Nilai-nilai Pancasila dengan Mendalam:
o Guru Penggerak perlu memahami secara mendalam nilai-nilai Pancasila. Ini
melibatkan pembacaan, refleksi, dan diskusi tentang makna dan implikasi dari
setiap nilai Pancasila.
o Dengan pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai ini, seorang guru akan
mampu menyampaikan dan menerapkan nilai-nilai tersebut dengan keyakinan
dan konsistensi.
2. Membangun Koneksi Personal dengan Murid:
Salah satu langkah penting dalam memperkuat diri sebagai seorang guru
o
adalah dengan membangun koneksi personal yang kuat dengan murid.
o Mendengarkan dengan empati, memahami kebutuhan dan minat individu
murid, serta memberikan dukungan dan dorongan yang diperlukan untuk
pengembangan mereka.
3. Memberikan Ruang untuk Penemuan Diri:
o Guru Penggerak harus memberikan kesempatan bagi murid untuk
mengeksplorasi dan menemukan jalan kodrat mereka sendiri.
o Mendorong mereka untuk menemukan minat, bakat, dan tujuan hidup yang
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
4. Mendorong Diskusi dan Refleksi:
o Melibatkan murid dalam diskusi tentang nilai-nilai Pancasila dan mengajak
mereka merenungkan bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
o Refleksi bersama tentang pengalaman dan tindakan yang sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila.
5. Menyediakan Teladan yang Positif:
o Guru Penggerak harus menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam tindakan sehari-hari.
o Menunjukkan integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sebagai contoh bagi
murid.

C. BAGAIMANA MENGGERAKKAN MANUSIA:


MENUNTUN KEKUATAN KODRAT MANUSIA
Menurut Bapak/Ibu, bagaimana struktur sistemik lingkungan dalam pembentukan
nilai-nilai dalam diri seseorang?
Lingkungan memainkan peran penting dalam membentuk nilai-nilai dan karakter seseorang.
Struktur sistemik lingkungan terdiri dari berbagai komponen yang saling mempengaruhi.
Berikut adalah aspek-aspek yang memengaruhi pembentukan nilai-nilai dalam diri seseorang:
1. Keluarga:
o Keluarga merupakan lingkungan pertama di mana individu dibentuk.
o Nilai-nilai, keyakinan, dan pola perilaku yang diajarkan oleh orang tua dan
anggota keluarga lainnya menjadi dasar bagi nilai-nilai yang diterima individu.
2. Sekolah:
o Sekolah adalah lingkungan sosial utama di mana individu menghabiskan
banyak waktu.
o Di sini, mereka tidak hanya memperoleh pengetahuan akademis, tetapi juga
belajar tentang kerja sama, toleransi, dan nilai-nilai lainnya melalui interaksi
dengan teman sebaya, guru, dan kegiatan ekstrakurikuler.
3. Teman Sebaya:
o Interaksi dengan teman sebaya juga mempengaruhi pembentukan nilai-nilai.
o Persahabatan, pemodelan sosial, dan tekanan dari teman sebaya dapat
memengaruhi perilaku dan nilai-nilai individu.
C.1. Berpikir strategis dan menguatkan
lingkaran pengaruh
Dalam lingkaran pengaruh, guru diumpamakan sebagai supir, dimana guru yang
memegang kendali arah kendaraan, serta mengatur kecepatannya. Jadi dalam lingkaran
pengaruh, guru punya “kuasa” dan kepercayaan diri untuk menjalankan inisiatif perubahan
pada dimensi: diri, orang lain, institusi, dan lingkungan-masyarakat. Dalam masing-masing
dimensi, guru perlu menguatkan relasi (saling percaya, saling menghormati, saling bebas
berekspresi), agar terbukalah komunikasi (dialog, terhubung hati dengan hati), lalu
memungkinkan kolaborasi, hingga menghadirkan kontribusi Perubahan yang guru
bawakan pasti terjadi di dalam lingkaran pengaruh. Dari waktu ke waktu, seiring dengan
makin kuat dan mampu-nya guru maka lingkaran pengaruh guru pun makin meluas.

ingkaran kuning pada Gambar 11, berusaha menggambarkan pada Bapak/Ibu dua
lingkaran lain, yaitu lingkaran kepedulian dan lingkaran perhatian. Lingkaran kepedulian itu
bagaikan kita di kursi penumpang, tidak punya kuasa langsung atau kuasa cukup untuk
menjalankan dan mempengaruhi perubahan. Dalam perumpamaan supir, penumpang dan
kendaraan tadi, lingkaran perhatian itu berada di luar kendaraan. Bapak/Ibu masih punya
perhatian, tapi sebatas itu saja, perhatian.

18 lagi

Anda mungkin juga menyukai