id
SKRIPSI
Oleh:
LAMBANG TRIARSOTOMO
K 4407028
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Oleh:
LAMBANG TRIARSOTOMO
K 44007028
Skripsi
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Selasa
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
The purpose of this study was to describe: (1) The emergence of the Press
in Indonesia over, (2) Role of the Youth Congress press II in 1928, (3) The role of
the press in the Youth Congress II in 1928.
This study uses the historical method. Source data used are newspapers,
books, and other resources related to this thesis. Data collection techniques using
literature study. Techniques of data analysis using the techniques of historical
analysis, ie analysis that prioritizes sharpness in processing a data history.
Research procedures to go through four stages of activities, namely: heuristics,
criticism, interpretation, and historiography.
Based on these results we can conclude: (1) The press in Indonesia
experienced rapid development in the early 20th century. This is because of
changes in government regulations the Dutch East Indies in the first preventive
become repressive so that the emerging press in the local language, Malay, and
Chinese. (2) The press in Indonesia is divided into three groups, namely a) The
Colonial Press releases are held by people of Indo-Dutch and Dutch. Press the
Dutch colonial government favored. b) Press the Chinese press is held by the
Chinese and Peranakan Chinese. One of them is Sin Po using the Malay language.
To rekindle the spirit of Indonesian nationalism, Sin Po often writing down the
translation of This independence movement that occurred in India, Filipinos,
Morocco and other places. c) Native, the press is held by residents of a region
(Indonesia). Releases can be viewed indigenous convey all the necessary
organization, so that the cultivation of awareness can be accomplished more
effectively, for example: planting spirit of nationalism that carried magazines and
Indonesia Raya Indonesia Merdeka. (3) The role of the press in the Youth
Congress II there are four, namely: first, the information center that gives the
press conference announcing the results to all youth and invite all youth to
participate in the Youth Congress II and became the main information center.
Secondly, influence the opinion of the press is actively fighting and spearheaded
the struggle for independence for the Indonesian people by instilling spirit of
national unity of Indonesia. Third, help the implementation of the Youth Congress
II through its representatives. There are two people who are representing the press
and actively participate in the Youth Congress II on the WR Supratman (Sin Po)
and S.M. Kartosoewirjo representatives Hoofdbestuur P.S.I. and press Fadjar
Asia. Fourth, disseminate the contents of the Youth Congress II.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
Pena memang tidak setajam pisau dan sekeras besi, namun dapat
meruntuhkan kekuasaan yang besar.
(Lambang)
Satu batang lidi memang mudah dipatahkan tapi segenggam lidi akan
sulit untuk dipatahkan
(NN)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk
memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan
Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak
akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui
atas permohonan skripsi ini.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan
ijin atas penyusunan skripsi ini.
4. Dra. Sri Wahyuning., M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Djono., M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah
membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang
setimpal.
Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id 1
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
surat pembaca yang menampung “curhat” tentang berbagai hal dari para
pembacanya.
Dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya “Medan Prijaji” pada
tahun 1907 dan sejak 1910 sebagai harian. Medan Priyayi adalah surat kabar
pertama yang dikelola kaum pribumi dan dianggap sebagai pelopor pers Nasional.
Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita
terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Belanda menyebutnya
Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin redaksinya yakni R. M.
Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar
adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Dia boleh dikata
merupakan bangsa kita yang memelopori kebebasan. (Haryadi Suadi, 2006)
Saruhum dalam buku Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia (1977:
23) berpendapat: “Tumbuhnya perusahaan-perusahaan suratkabar Nasional,
sebenarnya sebagian besar adalah sejalan dengan tumbuhnya kebangkitan
nasional Indonesia, yaitu sesudah tahun 1908”
Pada umumnya surat kabar Indonesia muncul sebagai terompet dari
partai-partai politik yang turut muncul setelah tanggal 20 Mei 1908. Di antaranya
adalah harian “Sedio Tomo” di Jogjakarta yang sebenarnya merupakan lanjutan
dari harian “Budi Utomo” dalam tiga edisi, bahasa Jawa, Indonesia dan Belanda,
didirikan dalam bulan Juni 1920. Pers dan partai politik merupakan bagian yang
tidan dapat dipisahkan. Sehingga wartawan merupakan patriot yang ikut berperan
aktif dan bekerja sama dengan perintis pergerakan yang menentang penjajahan.
Bahkan wartawan menyandang dua peran pada masa pergerakan nasional, yaitu
sebagai pekerja di bidang pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan
penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional, dan juga sebagai pelaku
politik yang melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan membangun
perlawanan terhadap penjajahan. (Tribuana Said, 1980: 15)
Pers Indonesia berkembang membawa suatu misi nasionalisme bangsa
yang memang sangat penting dalam persatuan bangsa. Dalam hal ini,
Perhimpunan Indonesia dengan majalah “Indonesia Merdeka” memiliki peran
penting dalam penyebarluasan commit to user Perhimpunan Indonesia dapat
Nasionalisme.
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id
berperan aktif dalam pergerakan nasional di luar negeri dan dapat memberikan
inspirasi serta dorongan moral kepada pergerakan nasional di dalam negeri.
Misalnya dalam “Gedenkboek 1908-1923 Indonesische vereeniging” yang terbit
tahun 1924 untuk memperingati berdirinya perhimpunan Mahasiswa Indonesia di
Belanda ke-15, terdapat artikel yang ditulis Moh. Hatta yang berjudul ”Indonesia
di tengah-tengah Revolusi Asia” yang berisikan sejarah gerakan kemerdekaan di
India dan proses pembaharuan pandangan hidup di Turki dibawah pengaruh dan
kepemimpinan Mustafa Kamal (Sudiyo,2004: 95-102).
Pengaruh pers sangat besar dalam berbagai bidang, salah satunya pada
Kongres Pemuda II tahun 1928. Kongres Pemuda II merupakan tonggak awal
terbentuknya Indonesia dan menghasilkan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda
merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia
dilahirkan (Sudiyo, 2003:3-6). Rasa nasionalisme telah merasuk kedalam jiwa
peserta Kongres Pemuda II. Frans Magnis (1998: 150) dalam buku berjudul
Mencari Makna Kebangsaan menyatakan: “yang mempersatukan bangsa
Indonesia bukanlah suatu yang alami, melainkan tekad untuk bersama. Tekad itu
tumbuh dalam sejarah Pengalaman bersama yang sebagian merupakan sejarah
penderitaan dan penindasan yang melahirkan pengalaman perjuangan bersama
demi kemerdekaan.”
Pers Nasional berusaha merangkai semua kejadian dalam bentuk tulisan
yang disertai dengan Ide Nasionalis. Dengan adanya pers yang membawa
semangat nasionalisme yang mempengaruhi para pemuda sehingga membawa
perubahan bangsa, maka timbul ketertarikan penulis untuk mengkaji dan
mempelajari pers beserta Kongres Pemuda II menuju ke arah persatuan bangsa
Indonesia, dan kemudian mengambil judul “PERANAN PERS DALAM
KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
2. Manfaat Praktis
a) Dapat menarik minat peneliti lain untuk ikut serta berpartisipasi dalam
mengkaji perkembangan pers dan pengaruhnya di Indonesia untuk
mengetahui mana yang benar dan yang belum terjangkau dalam
penelitian ini.
b) Dapat menambah koleksi penelitian di perpustakaan khususnya,
mengenai Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.
c) Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana
pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan Jurusan
IPS Program Studi Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Kolonialisme
a. Pengertian Kolonialisme.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat kaya akan hasil
bumi. Mulai dari hasil perkebunan, pertanian dan kekayaan barang tambang yang
melimpah. Ketika masih berbentuk kerajaan, Indonesia merupakan pusat rempah-
rempah yang banyak dicari oleh negara di Eropa. Sehingga dengan adanya
Penjelajahan samudra, Indonesia menjadi sasaran bagi pedagang Eropa.
Bangsa Indonesia pernah mengalami masa penjajahan selama tiga
setengah abad dijajah Belanda dan tiga setengah tahun dijajah oleh Jepang.
Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran disegala bidang, baik
dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan
merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi
penjajah. Berbagai cara telah ditempuh untuk mengusir kaum penjajah sejak awal,
tetapi tidak juga membawa hasil yang menggembirakan. Salah satu sebabnya
karena bangsa Indonesia belum memiliki rasa persatuan dan kesatuan. Hal itulah
yang terlihat sebelum tahun 1928.
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea satu menyatakan bahwa
“penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan”. Dari kalimat tersebut membuktikan bahwa
bangsa Indonesia tidak menginginkan adanya kolonialisme atau penjajahan.
Selain itu juga dapat dipastikan bahwa bangsa-bangsa di dunia juga tidak
menginginkan adanya kolonialisme, sebab tidak ada satupun bangsa yang ingin di
kuasai oleh bangsa yang lain.
Secara etimologi, kata “kolonialisme” berasal dari kata “koloni” yang
commit to user
artinya daerah jajahan tempat menempatkan penduduk atau kelompok orang yang
8
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id
bermukim di daerah bam yang merupakan daerah asing, jauh dari tanah air, yang
tetap merpertahankan ikatan dengan tanah air atau tanah asal. Dalam Ensiklopedia
Politik (1983: 75), kolonialisme di ambil dari nama seorang petani Romawi yang
pergi jauh untuk mencari tanah yang belum di kerjakan.
Menurut Suhartoyo Hardjosatoto (1985: 77), ”kolonialisme merupakan
nafsu untuk menguasai dan sistem penguasaan wilayah bangsa atau negara lain”.
Hal tersebut dapat diartikan sebagai nafsu untuk menguasai daerah atau bangsa
lain beserta perangkat sistem yang digunakan untuk mengatur wilayah yang
dikuasai. Sadangkan menurut Suharsa dan Ana Retnoningsih (2005: 258)
kolonialisme berarti penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain
dengan maksud untuk memperluas negara asal.
Jika kolonialis mempunyai koloni-koloni di daerah lain dan berusaha
untuk menyatukan menjadi satu sistem penguasaan, maka hal itu disebut dengan
imperialisme. Sedangkan imperialisme itu sendiri berarti poiitik eksploitasi
bangsa lain untuk kepentingan imperialis. Jadi dapat di katakan bahwa
kolonialisme identik dengan imperialisme.
Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa dalam masyarakat
kolonial terdapat dua kekuatan yang berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa
sebagai penjajah dan bangsa yang terjajah, yang pada akhirnya menimbulkan
konflik dalam berbagai aspek kehidupan. Munculnya kemiskinan, masalah
kesehatan, dan kebodohan yang diakibatkan adanya ekploitasi dalam bebagai
bidang kehidupan di daerah koloni (Indonesia) semakin memperkuat konflik yang
ada. Sehingga kondisi tersebut menimbulkan reaksi rakyat jajahan untuk berusaha
mempertahan dan melepaskan diri dari belenggu kesengsaraan. Hal itulah yang
membuat pemerintah kolonial berusaha mempengaruhi pemikiran para bangsawan
maupun pejabat Belanda melalui dibentuknya pers kolonial/Belanda. Karena
banyaknya pers yang kemudian bermunculan maka di keluarkannya peraturan-
peraturan supaya dapat mengendalikan pers yang beredar dalam masyarakat.
Selain itu, pers memberikan informasi secara sehingga apabila ada perlawanan
maka pemerintah pusat dapat segera meredam berbagai pemberontakan yang
terjadi di daerah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id
b. Ciri-ciri kolonialisme.
Dalam kolonialisme terdapat dua bagian penting, yakni bangsa terjajah
dan bangsa penjajah. Ciri-ciri dari bangsa penjajah sangat dipengaruhi oleh faktor
obyektif negerinya, seperti perbedaan mengenai kekayaan alam, kemajuan
teknologi, dan sistem produksi barang. Penggolongan bangsa penjajah menurut
Subartoyo Hardjosatoto (1985: 83-85) dibedakan manjadi empat, yaitu:
1) Penjajah yang kaya dan royal, artinya kaya akan bahan tambang dan
industrinya maju sehingga tidak menghisap kekayaan alam bangsa
terjajah, bahkan taraf hidup dan pendidikan pribumi dimajukan dan kelak
akan dijadikan partner,
2) Penjajah yang semi kaya, artinya penjajah ini tidak banyak memiliki
bahan tambang, tetapi industrinya maju sehingga memerlukan pemasaran
hasil industri.
3) Penjajah miskin, artinya penjajah ini industrinya telah maju tapi tidak
memiliki bahan baku dan bahan bakar bagi industrinya, sehingga
mendatangkan dari daerah jajahannya dengan pertimbangan ekonomi
upah buruh pribumi dibuat rendah. Contohnya adalah penjajahan Belanda
atas Indonesia.
4) Penjajah sangat miskin, artinya penjajah ini miskin bahan tambang dan
tanahnya tidak subur. Biasanya penjajah ini menekan dan menghisap
semua yang ada dari negara jajahannya. Sebagai contoh adalah
penjajahan Portugis atas Timor Timur.
Ciri-ciri pokok imperialisme Belanda di Indonesia maupun di negara-
negara yang dijajah yaitu:
1) Membeda-bedakan warna kulit (Color Line) yang berakibat terciptanya
sistem kasta dimana orang kulit putih menduduki tingkatan tertingi.
2) Perbaikan sosial-ekonomi bangsa penjajah (Belanda). Sebagai efek dari
sistem eksploitasi yang diterapkan oleh setiap penjajahan. Apalagi
belanda yang merupakan negara miskin sebelum dapat menduduki
commitsebab
Hindia Belanda (Indonesia), to user
semua kebutuhan negara Belanda
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id
d. Bentuk-bentuk Kolonialisme
Supaya memperlancar kolonialisme, dibentuklah VOC (Verenigde Oost
Indische Compagnie) agar seluruh proses kolonialisme terutama pengerukan
sumber daya alam dapat terpusat dan memperoleh pendapatan yang lebih banyak.
Hal ini terlihat dari alasan pendirian VOC yaitu untuk mendapatkan monopoli
serta menghindarkan persaingan diantara orang-orang Belanda sendiri. Usaha
yang dilakukan yaitu menggunakan politik adu domba (devide et impera) dan
VOC menuntut dari bupati-bupati untuk menyerahkan hasil-hasil tanah, pekerja
rodi dan waktu perang meminta bantuan rakyat (Mulyoto, 1989: 1-3).
Pada tahun 1800 VOC bangkrut sehingga Pemerintah Belanda
mengambil alih peranan VOC dan sistem kolonialisme berubah menjadi
konservatif. Gubernur Jendral Daendels sebagai pemimpin tertinggi Hindia
Belanda mengesampingkan para Bupati dan membuat sistem administrasi yang
kuat serta bersentral pada Napoleon (Mulyoto, 1989: 8-10).
Tahun 1811 pemerintahan commit to user
Belanda beralih pada Inggris. Raffles ditunjuk
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
e. Pengaruh Kolonialisme
Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran di segala bidang,
baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan
merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi
penjajah, sehingga pada masyarakat kolonial terdapat dua kekuatan yang
berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa sebagai penjajah dan bangsa yang
commit to user
terjajah, yang pada akhirnya menimbulkan pemberontakan dari kaum terjajah
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
2. Pers
a. Pengertian Pers.
Istilah pers berasal dari bahasa Belanda dan dalam bahasa Inggris berarti
“Press”. Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara makna berarti penyiaran
secara tercetak atau publikasi secara di cetak (Effendy, 1994: 97). Pers adalah
lembaga sosial yang merupakan subsistem pemerintahan di negara dimana pers
beroperasi bersama-sama dengan subsistem lainnya. pers yaitu suatu lembaga
sosial dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Pers dalam pengertian sempitnya dapat diartikan sebagai media massa
cetak seperti surat kabar, majalah tabloid, dan sebagainya. Dalam pengertian
luasnya pers berarti suatu lembaga/media massa cetak maupun elektronik (radio
commitsebagai
siaran, televisi, internet dan lain-lain) to user media yangg menyiarkan karya
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id
apa yang diinginkan untuk diketahui oleh masyarakat dan aktualisasi dari
realistas kehidupan masyarakat. Sehingga timbul ketertarikan dari pembaca
yang berakibat pada fungsi pers yang lainnya.
2). Fungsi mendidik.
Fungsi mendidik adalah pers yang memuat tulisan-tulisan yang
mengandung pengetahuan (education), sehingga khalayak pembaca
bertambah ilmu pengetahuannya. Fungsi mendidik secara implisit terdapat
pada tajuk rencana, cerita bersambung atau berita bergambar. Kadang tulisan
orang terpandang yang berfungsi mendidik masyarakat, memasyarakatkan
kebijakan politik maupun sosial. Pendidikan politik dari surat kabar ini
amatlah berhara sebab dapat membuat orang-oran Indonesia lebih mengerti
akan keadaan bangsanya .
3). Fungsi menghibur.
Merupakan fungsi surat kabar untuk mengimbangi berita-berita berat (hard
news) dan artikel-artikel berbobot. Maksud pemuatan isi surat kabar yang
bersifat hiburan ini semata-mata untuk melemaskan pikiran pembaca setelah
di hidangi berita dan artikel berat. Pada fungsi hiburan, pers Indonesia saat itu
belumlah sampai pada tahap ini. Pers saat itu lebih berfungsi menunjang
pergerakan nasional ketimbang sebagai sarana hiburan.
4). Fungsi mempengaruhi.
Fungsi mempengaruhi pada pers menyebabkan pers memegang peranan
penting dalam kehidupan masyarakat. Pers dapat mempengaruhi masyarakat
melalui berita-beritanya, yang menyebabkan pers harus berhati-hati dalam
menyampaikan berita agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.
Fungsi mempengaruhi dari pers ini secara implisit terdapat pada tajuk rencana
dan artikel.
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat (2005: 27-29) lebih
memperjelas fungsi pers yang berdasarkan teori bertanggung jawab menjadi
delapan, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
1. Fungsi informatif
Yaitu memberikan informasi, atau berita, kepada khalayak ramai
dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap
berguna dan penting bagi orang banyak, kemudian menuliskannya
dalam kata-kata.
2. Fungsi kontrol
Pers yang bertanggung jawab adalah masuk ke balik panggung
kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan.
3. Fungsi interpretatif dan direktif
Yaitu memberikan interpretasi dan bimbingan kepada masyarakat.
Pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu
kejadian. Kadang pers juga menganjurkan tindakan yang seharusnya
diambil oleh masyarakat.
4. Fungsi menghibur
Para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan
menarik. Mereka menceritakan kisah yang lucu untuk diketahui
meskipun kisah itu tidak terlalu penting.
5. Fungsi regeneratif
Yaitu menceritakan bagaimana suatu itu dilakukan dimasa lampau,
bagaimana dunia ini dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu itu
dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu diselesaikan, dan apa yang
dianggap oleh dunia itu benar atau salah.
6. Fungsi pengawalan hak-hak warga negara
Yaitu mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi. Dalam
beberapa hal rakyat hendaknya diberi kesempatan untuk menulis
dalam media untuk melancarkan kritiknya terhadap segala sesuatu
yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.
7. Fungsi ekonomi
Yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Iklan menjadi
penghasilan tambahan untuk meningkatkan pendapatan selain dari
penjualan surat kabar.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id
8. Fungsi swadaya
Yaitu pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya
sendiri sendiri agar dapat membebaskan dirinya dari pengaruh serta
tekanan dalam bidang keuangan.
Pers yang muncul di Indonesia berkembang dari berbagai golongan dan
kepentingan, sehingga mempengaruhi pada fungsi pers. Dari berbagai fungsi
diatas dapat disimpulkan bahwa pers masa sebelum tahun 1928 berfungsi:
1. Fungsi Informasi
Pers menyampaikan informasi yang tersaji dalam berita kepada
khalayak umum. Informasi yang dimaksud berupa peristiwa-
peristiwa yang terjadi, gagasan dan pikiran orang lain, serta apa yang
dikatakan orang lain. Informasi pers ini berupa aktualisasi dari
realitas kehidupan masyarakat.
2. Fungsi Mempengaruhi.
Pers dapat mempengaruhi masyarakat melalui berita-beritanya, yang
menyebabkan pers harus berhati-hati dalam menyampaikan berita
agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Selain itu,
pemikiran-pemikiran dari penulis dimasukkan untuk mengerucutkan
pendapat masyarakat dalam suatu peristiwa.
3. Fungsi Ekonomi
Yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Dapat dilihat dari
koran kolonial yaitu Vendu Nieuws(berita lelang) dan pers tionghoa
yaitu Perniagaan.
4. Fungsi Swadaya
Pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya sendiri
agar dapat membebaskan dirinya dari pengaruh serta tekanan dalam
bidang keuangan. Hal ini dilakukan melalui iklan dan penjualan surat
kabar dan majalah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id
5. Fungsi Mendidik
Pers yang memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan
(education), sehingga pembaca bertambah ilmu pengetahuannya.
Namun disini pers mempengaruhi berbagai aspek serta menjadi ajang perdebatan
sebab pers kolonial (pada umumnya) dan pers nasional mempunyai pengaruh
yang berbeda dalam masyarakat. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pers masa
kolonial masih dipengaruhi oleh pemerintah Hindia Belanda. Sehingga Gandhi
(1985: 77) menyebutkan bahwa pers nasional berperan seirama dan sejalan
dengan perjuangan rakyat sehingga menyebutkan fungsi pers di zaman pergerakan
sebagai oponen (lawan) penjajah.
c. Bentuk Pers
Dalam sejarah perkembangannya, beberapa tokoh seperti Fres S. Siebert,
Theodore Peterson dan Wilbur Schramm telah merumuskan empat teori pers.
Dalam bukunya yang berjudul “Four Theories of the Press” dimuat tentang
empat teori pers, yang meliputi: authoritarian press (pers otoritarian), libertarian
press, soviet communist (press atau pers komunis soviet), dan social responsibility
press atau pers tanggung jawab social.
a) Pers Otoritarian (Authoritrian Press)
Pers Otoritarian identik dengan situasi dimana kebenaran dianggap sebagai
milik para pemegang kekuasaan. Tidak perduli apakah kebijkan sang penguasa
tersebut menindas rakyat atau sebagainya, karena kekuasaan adalah segalanya.
Masa ini muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans Eropa, beberapa
waktu setelah ditemukannya mesin cetak. Dalam kondisi masyarakat seperti itu,
kebenaran adalah suatu hal yang dianggap bukanlah hasil dari masa rakyat,
melainkan dari sekelompok kecil para pemegang tangguk kekuasaan.
Pers Otoritarian meletakkan kebenaran lebih dekat dengan pusat
kekuasaan. Penguasa dalam menjalankan kekuasaannya menggunakan pers
sebagai alat untuk memberi informasi kepada rakyat tentang kebijakan-kebijakan
penguasa yang harus didukung. Hanya dengan ijin khusus penguasa pers boleh
dimiliki oleh swasta, dan ijin commit to user
ini dapat dicabut kapan saja tergantung dari
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
3. Nasionalisme
a. Pengertian Nasionalisme.
Gelombang globalisasi semakin lama mengikis paham nasionalisme
dewasa ini. Inilah yang sering kita dengan belakangan ini, sehingga perlunya
semangat kebangsaan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, sebab rasa cinta
tanah air ini penting bagi suatu negara. Hal ini karena dengan adanya rasa cinta
tanah air akan memajukan suatu negara dan terwujud persatuan. Rasa cinta tanah
air ini juga sering dikaitkan dengan nasionalisme. Di Indonesia nasionalisme
muncul pada abad ke-20, dimana pada saat itu bangsa sedang berjuang melawan
Kolonialisme Belanda dan menuntut kemerdekaan.
Menurut Hans Kohn (2007: 16), bahwa nasionalisme merupakan
commit to
rumusan pemikiran yang menghendaki user tertinggi individu dicurahkan
loyalitas
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
kepada negara bangsa. Dalam kamus poiitik yang dikutip oleh Suhartoyo
Hardjosatoto (1985 : 42) makna natie dan nasionalisme yaitu:
Natie : batja : naatsi : nasion. Yang dinamakan nation adalah masyarakat yang
bentuknya diwujudkan oleh sejarah. Kesatuan bahasa adalah salah satu sifat
dari suatu nasion, begitu juga kesatuan daerah. Selanjutnya sifat-sifat lain dari
suatu nasion adalah: kesatuan hidup ekonomis (economis leaven), hubungan
ekonomis, kesatuan keadaan jiwa, yang terlukis dalam kesatuan kebudayaan.
Nasionalisme adalah kesadaran diri yang mengikat dan diwujudakan oleh
kecintaannya yang melimpah pada negeri dan bangsa sendiri dan kadang-
kadang disertai akibat pengecilan arti dan sifat bangsa-bangsa lain.
Nasionalisme di Indonesia timbulnya sudah tahun 1905 dengan menangnya
Jepang atas Rusia dan timbulnya pergerakan Budi Utomo pada tahun 1908.
Meriam Budiharjo (1984: 44) yang berpendapat bahwa nasionalisme
merupakan suatu perasaan subyektif pada sekelompok manusia bahwa mereka
satu bangsa dan bahwa cita-cita serta aspirasi mereka bersama hanya dapat
tercapai jika mereka bergabung dalam satu negara atau nation.
Berdasarkan beberapa definisi nasionalisme diatas, maka dapat
dinyatakan bahwa nasionalisme muncul karena adanya reaksi terhadap
kolonialisme dan imperialisme. Nasionalisme merupakan keinginan untuk bersatu
dalam satu pendirian yang dimiliki sejumlah inividu yang terbentuk dalam kurun
waktu yang tertentu menuju tercapainya cita-cita.
b. Sebab-sebab Nasionalisme.
Nasionalisme diberbagai negara muncul karena adanya persamaan nasib,
sejarah, dan tempat. Semua ada karena terbukanya pengetahuan orang-orang yang
sadar adanya kesalahan dalam pemerintahan maupun kehidupan sosial, ekonomi,
dan budaya. Hal ini senada dari kutipan buku Nasionalisme Menjelang abat XXI
yang dikarang E.J. Hobsbawm (1992: 117) yaitu;
“Sekali perkembangan Eropa telah mencapai tingkat tertentu, komunitas rakyat
yang linguistik dan kultural, setelah secara diam-diam menjadi matang
diseluruh negeri, muncul dari dunia eksistensi sebagai rakyat yang pasif
(Passiver volksheit). Mereka menjadi sadar akan dirinya sebagai sesuatu
kekuatan dengan suatu takdir historis. Mereka menuntut penendalian terhadap
negara sebagai instrumen kekuatan yang paling tinggi yang bisa diperoleh, dan
menuntut penentuan sendiri politik mereka. Hari lahir gagasan politik
commit tokesadaran
mengenai bangsa dan tahun kelahiran user baru ini adalah 1789, tahun
Revolusi Perancis.”
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
rnencapai kebebasan pers agar terbebas dari tekanan-tekanan yang di berikan oleh
kolonial Belanda kepada pers Pribumi. Dan sebagai langkah besar menuju proses
Nasionalisme yang luas yaitu Kongres Pemuda II tahun 1928 yang menjadi
tonggak awal persatuan nasional, bukan lagi bersifat kedaerahan.
B. Kerangka Berpikir
Kolonialisme
Pers di Indonesia
Fungsi Pers
Nasionalisme
Kongres Pemuda II
Tahun 1928
Penjelasan:
Para pejabat kompeni Belanda memerintah dengan otoriter dan
mempertahankan sistem kasta, sebagai ciri masyarakat kolonial, dalam mengatur
kehidupan dan penghidupan di Hindia Belanda. Suatu media massa, yang dapat
membuka kemungkinan untuk mengeluarkan pendapat umum terhadap
kebijaksanaan pemerintah, tidak mendapat izin untuk terbit (Abdurrachman
Surjomihardjo.2002: 25). Baru pada tahun 1744, dibawah pemerintahan Gubernur
Jendral Van Inhoff yang berpandangan bebas, telah berkenan memberikan ijin
atau “octrooi” kepada Jan Erdmancommit to pedagang
Jordens, user merangkap sekretaris kantor
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
sekretariat Jendral pada waktu itu, untuk menerbitkan suratkabar, untuk tiga tahun
lamanya. Dengan Octrooi tersebut di Jakarta terbitlah surat kabar “Bataviasche
Nouvelles en Politique Raisonnementen”. Nomor pertama terbit pada tanggal 7
Agustus 1744. Bataviasche Nouvelles hanya bertahan dua tahun dengan
penerbitan terakhir pada tanggal 20 Juni 1746 (Samsudjin Probohardjono, 1985).
Para pengusaha di masa itu telah meramalkan bahwa dunia pers di masa
mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak
heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda
berani membuka pers(Haryadi Suadi, 2006). Namun karena peraturan yang
bersifat preventif sehingga pers pada abad ke-18 dan 19 kurang berkembang.
Pers kolonial berkembang pesat pada abad-20 dan tampak sekali tempat
terbit serta penyebaranya terbatas pada kota-kota besar, yang penting bagi
administrasi ataupun sebagai pusat perdagangan perusahaan-perusahaan Belanda.
Awal abad ke-20 beberapa pers Belanda mewakili orientasi politik tertentu,
namun bercorak mempertahankan hubungan kolonial di Indonesia.
Setelah munculnya pers kolonial kemudian pada akhir abad ke-19
muncullah pers Tionghoa yang pada awalnya bekerja dalam surat kabar yang
diselenggarakan oleh Indo-Belanda. Pelopor pers Tionghoa yang terkenal adalah
Lie Kim Hok. Munculnya pers Tionghoa dipengaruhi nasionalisme di daratan
Tionghoa kemudian menjalar ke daerah Asia Tenggara, nasionalisme yang
berkembang yaitu nasionalisme kultural. Hal ini dipengaruhi oleh adanya sikap
diskriminasi terhadap orang Tionghoa sehingga banyak yang menggantungkan
kepada Negara Cina. Namun timbulnya kesamaan nasib orang Tionghoa dengan
pribumi menyebabkan Nasionalisme di kalangan Tionghoa (terutama peranakan).
Pers pribumi pertama kali muncul karena faktor ekonomi. Pertama kali
dipelopori oleh Medan Prijaji pada tahun 1907-1910 dengan pimpinan redaksi
R.M. Tirtoadisuryo. Sesuai dengan namanya, Medan Prijaji merupakan suara
golongan Priayi, lingkungan pembaca yang ingin dicapai ialah “Anak Hindia”.
Pers Pribumi berkembang sejalan dengan berkembangnya pergerakan nasional.
Munculnya kemiskinan, masalah kesehatan, dan kebodohan yang diakibatkan
adanya ekploitasi dalam bebagai bidang kehidupan di daerah koloni (Indonesia)
commit
semakin memperkuat konflik yang ada,to hal
userini dimuat dalam pers kolonial
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id
(Locomotief), pers Tionghoa (Sin Po) dan pers pribumi. Sehingga kondisi tersebut
menimbulkan reaksi rakyat jajahan untuk berusaha mempertahan dan melepaskan
diri dari belenggu kesengsaraan. Hal itulah yang mendorong dan memperkuat
tumbuhnya pergerakan nasional dan Nasionalisme di Indonesia untuk
mewujudkan kemerdekaan bangsa lepas dari belenggu penjajahan. Sedangkan
pers digunakan sebagai sarana yang ampuh untuk memobilisir kekuatan-kekuatan
bangsa kita untuk mengenyahkan penjajah.
Fungsi pers dari Onong U Efendi yang digunakan oleh penulis yaitu:
1. Fungsi informasi
2. Fungsi mempengaruhi.
3. Fungsi menghibur
4. Fungsi Mendidik
Pers pribumi berfungsi sebagai alat agar tercapainya tujuan organisasi.
Namun ada beberapa organisasi yang sudah memasukkan ideologi nasionalis. Pers
yang paling banyak membuat propaganda persatuan yaitu Indonesia Merdeka
yang dibuat oleh Perhimpunan Indonesia (Drs Sudiyo. 2003). Tahun 1925
Indische Vereeniging berubah menjadi Perhimpunan Indonesia dengan tujuannya
Indonesia merdeka serta merubah nama majalah yang diterbitkan menjadi
“Indonesia Merdeka”.
Majalah “Indonesia Merdeka” membuat Soegondo Djojopuspito
terinspirasi terhadap persatuan Indonesia. Yang kemudian memimpin Kongres
Pemuda Indonesia Kedua dan menghasilkan Sumpah Pemuda, dengan motto: Satu
Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa: Indonesia. Kemudian kalangan pers sendiri
ikut berperan aktif dalam Kongres Pemuda II, diantaranya yaitu WR. Soepratman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II
Tahun 1928”, penulis melaksanakan penelitian dengan teknik pengumpulan data
melalui studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan untuk melaksanakan
penelitian ini, antara lain:
a. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan P. IPS FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
c. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
d. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
e. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.
f. Perpustakaan Daerah Surakarta.
g. Perpustakaan Monumen Pers Surakarta.
h. Library Centre Yogyakarta.
i. Perpustakaan Daerah Yogyakarta.
j. Perpustakaan Propinsi Yogyakarta
k. Perpustakaan Universitas Gajah Mada.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah sejak pengajuan judul
skripsi yaitu bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Adapun
kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu penelitian tersebut adalah
commit to user
mengumpulkan sumber, melakukan kritik untuk menyelidiki keabsahan sumber,
32
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id
menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan
terakhir menyusun laporan hasil penelitian.
B. Metode Penelitian
sumber sejarah tersebut untuk dijadikan suatu cerita sejarah yang obyektif,
menarik dan dapat dipercaya.
C. Sumber Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik
analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman
(1999: 64), interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut dengan analisis
sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda
dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis dan sintesis, dipandang sebagai
metode-metode utama dalam interpretasi. Menurut Helius Syamsuddin (1996: 89)
teknik analisis data historis adalah analisis data sejarah yang menggunakan kritik
sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang digunakan dalam
penulisan sejarah.
Menurut Berkhofer yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64),
analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh
dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta
itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Menurut Sartono Kartodirdjo
(1992: 2) analisis sejarah ialah menyediakan suatu kerangka pemikiran atau
kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai
dalam membuat analisis itu. Data yang telah diperoleh diinterpretasikan, dianalisis
isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka teori yang dipakai sehingga
commit
menghasilkan fakta-fakta yang relevan to user
dengan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id
F. Prosedur Penelitian
Heuristik Kritik
Interpretasi Historiografi
Sumber
Fakta Sejarah
Keterangan:
1. Heuristik
Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 55) heuristik berasal dari kata
Yunani, Heuriskein yang artinya memperoleh. Menurut Helius Syamsuddin
commit to user
(1996: 99) heuristik adalah pengumpulan sumber-sumber sejarah. Heuristik
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id
adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan data dan peninggalan masa lampau
baik berupa bahan-bahan tertulis dan tercetak.
Pada tahap ini, penulis berusaha mengumpulkan sumber atau data-data
yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji. Dalam hal ini penulis
melakukan pengumpulan data dan sumber dibeberapa perpustakaan seperti
Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas
Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Monumen Pers
Surakarta, Perpustakaan Daerah Surakarta, Perpustakaan Daerah Yogyakarta, dan
Perpustakaan Universitas Gajah Mada. Sumber - sumber sejarah dalam penelitian
ini adalah berupa Arsip-Arsip dan Dokumen.
2. Kritik
Kritik yaitu kegiatan untuk menyelidiki apakah sumber-sumber sejarah itu
sejati atau otentik dan dapat dipercaya atau tidak. Pada tahap ini kritik sumber
dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Menurut Dudung
Abdurrahman (1999: 58) kritik ekstern yaitu menguji suatu keabsahan tentang
keaslian sumber (otentisitas) sedangkan kritik intern menguji keabsahan tentang
kesahihan sumber (kredibilitas).
Kritik ekstern dilakukan pada sumber tertulis dengan menyeleksi segi-
segi fisik dari sumber yang ditemukan dilihat dari jenis kertasnya, gaya
penulisannya, bahasa yang digunakan, tahun pembuatan, siapa yang membuat,
dan dimana buku, arsip atau surat kabar tersebut dibuat. Usaha yang dilakukan
didalam kritik ekstern lain yaitu dengan penyeleksian sumber-sumber pustaka
berdasarkan cerita, seperti profesionalisme pengarang, ketebalan buku, tahun
penerbitan, dan penerbit, misalnya pada sumber primer dari “Poetoesan Congres
Pemoeda-Pemoeda Indonesia” dalam Soeloeh Ra’jat Indonesia November 1928
dan majalah Persatoean Indonesia. Kedua majalah tersebut diterbitkan pada tahun
1928 dan penulisan dengan gayacommit
bahasa tolama,
user misalnya kata “pemoeda” dibaca
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id
3. Interpretasi
Dalam penelitian ini, interpretasi dilakukan dengan cara menghubungkan
atau mengaitkan sumber sejarah yang satu dengan sumber sejarah lain, sehingga
dapat diketahui hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa masa lampau yang
commit
menjadi obyek penelitian. Kemudian to usertersebut ditafsirkan, diberi makna
sumber
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id
dan ditemukan arti yang sebenarnya sehingga dapat dipahami makna tersebut
sesuai dengan pemikiran yang logis berdasarkan obyek penelitian yang dikaji.
Dengan demikian dari kegiatan kritik sumber dan interpretasi tersebut dihasilkan
fakta sejarah atau sintesis sejarah. Langkah interpretasi data dalam penelitian ini
menyangkut kegiatan menyeleksi dan membuat periodisasi sejarah.
Langkah – langkah operasional dalam interpretasi penelitian ini adalah :
1. Membaca buku – buku, majalah, surat kabar yang berisi tentang
peristiwa yang berkaitan dengan penelitian. Membandingkan dengan
sumber lain sehingga penulis dapat memilih fakta – fakta yang relevan
dan menyingkirkan fakta – fakta yang tidak relevan.
2. Langkah selanjutnya, penulis menghubungkan fakta yang satu dengan
fakta yang lain sehingga dapat diketahui hubungan sebab – akibat
antara peristiwa satu dengan yang lain.
3. Yang terakhir penulis melakukan penafsiran semua hasil data yang
telah dibuat untuk di hubungkan antara data yang satu dengan yang
lain. Sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh
kemudian menjadi suatu fakta sejarah.
Untuk merekonstruksikan peristiwa sejarah berdasar hasil interpretasi dari
data – data sejarah yang ada, juga diperlukan eksplanasi. Eksplanasi dalam ilmu
sejarah adalah menjelaskan atau menerangkan data sejarah yang ada sehingga
didapat hubungan antara data yang satu dengan yang lain.
4. Historiografi
Historiografi merupakan kegiatan menyusun fakta sejarah menjadi suatu
kisah sejarah yang menarik dan dapat dipercaya kebenarannya. Langkah-langkah
yang dilakukan yaitu dengan menulis jejak-jejak sejarah yang telah dikumpulkan
kemudian dianalisa dan ditafsirkan. Dalam hal ini imajinasi penulis sangat
diperlukan untuk merangkai fakta satu dengan yang lain sehingga menjadi suatu
kisah sejarah yang menarik dan juga diperlukan kemahiran dalam memilih dan
merangkai kalimat serta penggunaan bahasa yang baik dan benar. Peneliti juga
tidak lupa memperlihatkan unsurcommit to user
keindahan bahasa sehingga didapatkan cerita
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
BAB IV
PEMBAHASAN
43
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id
menyebabkan pers dapat dinikmati oleh hampir semua golongan. Pers merupakan
sarana komunikasi yang efektif pada waktu itu, sehingga pers menjadi jalan bagi
semua pihak untuk mencapai keinginannya.
umum. Oleh karena itu tidak mengherankan bila kemudian berbagai aliran dan
gerakan mempunyai pers sendiri yang berperan sebagai juru bicara (Sartono
Kartodirdjo, 1999: 112-114).
Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak lepas dari sejarah politik
Indonesia. Pada masa pergerakan sampai masa kemerdekaan, pers di Indonesia
terbagi menjadi tiga golongan yaitu pers kolonial/ Belanda, pers Cina/ Tionghoa,
dan pers nasional/ pribumi.
a. Pers Kolonial/ Belanda
Pada awalnya pers Belanda melakukan cetak karena dorongan untuk
mencari keuntungan (komersiil) dan berisi berita-berita tentang Indonesia dan
berita-berita Eropa. Pers Belanda memiliki tempat terbit dan penyebaran terbatas
pada kota-kota besar, yang penting bagi administrasi ataupun sebagai pusat
perdagangan perusahaan-perusahaan Belanda. Dapat dilihat dari tabel mengenai
persebaran surat kabar Belanda di Indonesia dibawah ini:
Tempat Nama surat kabar Tahun terbit
Batavia 1. Bataviase Nouvelles 1744
2. Vendunieuws menjelma menjadi 1811
Bataviasche Courant
3. Javasche Courant 1828
4. Bataviasche Advertentieblad 1857
5. Nederlandsche Indishe Handelsblad 1829
6. Java Bode 1853
7. Biang Lala dan Bintang Barat 1867
8. Hindia Nederland dan Bintang Djohar 1869
Surabaya 1. Soerabaia Courant: surat kabar swasta 1937
pertama.
2. Oostpost dan Soerabaiasch Nieuws 1853
Advertentieblad.
3. Soerabaia Nieuwsbode 1861
4. Soerat Kabar bahasa Melajoe 1856
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id
berakibat bagi pembaca yang hanya membaca pers kolonial akan terhasut
dan menganggap semua berita tersebut benar. Selain itu, kaum pergerakan
selalu diserang dengan kritik-kritik yang merugikan, pers Kolonial
menyatakan itu merupakan kritik yang sehat dan merupakan bagian dari
kebebasan berpendapat. Sehingga pers disini digunakan untuk
mempengaruhi para penguasa dan kritik-kritik yang dikeluarkan menjadi
senjata pemerintah Kolonial untuk menekan pergerakan nasional.”
Surat kabar Belanda yang tumbuh pada akhir abad ke-19 hingga awal abad
ke-20 baik langsung atau tidak, menjadi sarana pendidikan dan latihan bagi orang-
orang Indonesia ikut serta di dalam kegiatan pers. Orang yang terjun dalam pers
Belanda tersebut mempunyai peran yang sangat penting dalam pergerakan
nasional maupun dalam pers pribumi. Mereka ini antara lain: Wahidin
Soedirohoesodo, Abdul Muis, Abdul Rivai, Ki Hajar dewantara, RM
Tirtoadisuryo, Marco Kartodikromo dan RM Bintarti.(Tribuana Said. 1988: 16-
17)
1977: 13). Isi Li Po banyak memuat karangan bahkan ajaran filsuf Tiongkok kuno
yaitu ajaran Konghucu dan berkaitan dengan berdirinya Tiong Hoa Hwee Koan
(THHK) di Jakarta pada tahun 1900. Li Po tidak mengalami perkembangan.
Selama enam tahun (1901-1907) terus berbentuk kecil dan dan terbit seminggu
sekali. Isinya tidak ada kemajuan dan tidak terbaca berita sebagaimana terdapat
pada surat kabar lain (Abdurrachman.2002: 56). Tak lama kemudian muncul
sejumlah surat kabar lainnya, seperti Pewarta Soerabaia (Surabaya-1902), Warna
Warta (Semarang, 1902), Kabar Perniagaan (Jakarta, 1903), Djawa Tengah
(Semarang, 1909), dan Sin Po (Jakarta, 1910). (Soebagijo I.N. 1977: 13)
Pewarta Soerabaia memiliki pemimpin redaksi yang bernama HWR
Kommer, mantan kontrolir Belanda. R.M. Bintarti pernah menjadi penanggung
jawab redaksi di Pewarta Soerabaia. Setelah tujuh tahun terbit, surat kabar ini
mengalami masalah krisis manajemen sehingga terus berganti-ganti
kepengurusan. Walaupun demikian, surat kabar ini dapat terus terbit sampai
kedatangan Jepang. Selain surat kabar Pewarta Soerabaia, muncul Warna Warta di
Semarang (Achmad Djais, 1994: 12-13 ). Warna Warta merupakan surat kabar
yang cukup berani menyerang pemerintah Hindia Belanda. Hal tersebut membuat
pimpinan redaksi yaitu J.P.H. Pangemanan sering dipanggil ke pengadilan karena
tulisannya (Sartono Kartodirdjo, 1975: 297-298).
Pada awalnya Kabar Perniagaan terbit berupa mingguan, baru setelah 1
Maret 1904 Kabar Perniagaan menjadi harian. Redaksinya terdiri dari seorang
Indonesia dan seorang Tionghoa yang bernama F.D.J. Pangemanan dan Gow
Peng Liang (Sartono Kartodirdjo, 1975: 297). Kabar Perniagaan pada tanggal 1
Maret 1904 yang pada awalnya berisi perniagaan dan Advertentie, kemudian
mewartakan segala karangan yang berfaidah, kabar perang, kabar kawat dan
lainnya(Abdurrachman. 2002: 56-57). Kabar Perniagaan merupakan salah satu
surat kabar yang terpenting sebab pembacanya tersebar di seluruh Jawa dan
menyuarakan cita-cita gerakan Cina modern (Sartono Kartodirdjo, 1975: 297).
Surat kabar Sin Po adalah majalah Tionghoa yang menggunakan bahasa
Melayu. Diterbitkan pertamakali di Jakarta pada bulan Oktober 1910. Dua tahun
berselang Sin Po berubah menjadicommit to user
surat kabar harian. Surat kabar Sin Po memuat
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id
berita luar negeri, ulasan berita, ruangan pajak, dan tajuk rencana. Menurut Abdul
Wakhid, meskipun surat kabar Sin Po berhaluan ke nasionalisme Tiongkok, bukan
berarti mereka mengabaikan perjuangan nasional Indonesia. Apalagi, kelompok
Sin Po juga menolak kewarganegaraan Belanda. Mereka tetap menjalin hubungan
dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia. (http://indocina.wordpress.
com. Diunduh 30 Januari 2011. 14.00). Hubungan antara tokoh pergerakan
dengan Sin Po diungkapkan oleh Yan Goan yang merupakan anggota redaksi Sin
Po pada tahun 1921. Yan Goan menyadari bahwa warga Tionghoa dan warga
Indonesia sama mengalami perlakuan tidak adil dan diskriminasi akibat
penindasan kolonial Belanda. Dalam kapasitasnya sebagai anggota redaksi, Sin Po
edisi bahasa Melayu sangat bersimpati terhadap penderitaan dan perjuangan
rakyat Indonesia. Pada waktu itu anggota redaksi Sin Po banyak menerima
karangan para pemimpin nasional Indonesia yang mencerminkan ketidakpuasan
mereka terhadap pemerintah Kolonial Belanda (http://dennysakrie63.Wordpress.
com.Diunduh 30 Januari 2011. 14.00).
Untuk mengobarkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia, Sin Po
sering menurunkan tulian terjemahan tentang pergerakan kemerdakaan yang
terjadi di India, Philipina, Maroko dan tempat-tempat lain. Akhirnya pembaca Sin
Po yang warga Indonesia, akrab dengan nama-nama seperti Gandhi, Nehru dan
Janna. Sin Po juga merupakan koran yang mendukung aspirasi para pemimpin
pergerakan Indonesia dengan menyebarluaskan istilah ‘Indonesia” untuk
mengganti istilah “Hindia Belanda”, dan istilah “orang Indonesia” untuk
mengganti “Inlander” yang dikonstruksi kolonial Belanda. Hal ini didukung
pendapat Houw bahwa “Sin Po adalah koran pertama yang tidak menggunakan
kata inlander untuk menyebut orang Indonesia dan menggantinya dengan sebutan
orang Indonesia.” Saat itu Belanda membagi masyarakat menjadi tiga kelas orang
Eropa yang di dalamnya termasuk orang Jepang dan Thailand, orang Tionghoa
dan orang Timur Asia lainnya, dan inlander untuk pribumi
(http://dennysakrie63.wordpress.com. Diunduh 30 Januari 2011. 14.00). Kata
inlander ini juga di tolak digunakan oleh Perhimpunan Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id
yang dapat bertahan dari masa kolonial Belanda, Jepang dan masa kemerdekaan
(J.M. Kiveron, 1934: 21-22).
Menurut Nio Joe Lan, fungsi pers bukan sekadar memberikan informasi
dan penyuluhan, tapi juga memberikan pendidikan masyarakat. Dari segi
penyajian, bahasa yang dipakai pers Tionghoa peranakan adalah bahasa Melayu,
sehingga secara tak langsung juga memasyarakatkan bahasa Melayu yang ketika
itu sedang dikampanyekan sebagai bahasa persatuan di Indonesia melalui Sumpah
Pemuda. Pers sebagai media informasi dan pendidikan perjaungan ini, paling
tidak juga ikut andil dalam menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat
Indonesia (http://indocina.wordpress.com. Diunduh 30 januari 2011. 14.00).
Dalam buku 45 tahun sumpah pemuda, Abdurrachman Surjomihardjo
menyatakan “Di Indonesia sendiri perkembangan pers berbahasa melayu dinilai
sangat penting peranannya, karena pers itu dapat langsung mencapai pembaca
penduduk bumi putra, golongan penduduk yang terbanyak jumlahnya disamping
golongan Belanda dan Tionghoa.”(1974: 293) Pers yang berbahasa Melayu,
dalam perjuangan bangsa Indonesia, amat penting karena dapat menarik pembaca
dari kelompok Bumi Putra. Keberadaan pers yang berbahasa Melayu merupakan
ancaman bagi pers Belanda. Oleh karena itu, dalam usaha untuk menarik
pembaca, pemerintah Belanda juga menerbitkan pers berbahasa Melayu. Pers
mampu memberikan sumbangan terhadap timbulnya kesadaran bangsa Indonesia.
c. Pers Pribumi
Salah satu hal mendasar yang dialami oleh para pejuang, khususnya pada
masa pergerakan nasional adalah bagaimana mengkomunikasikan perjuangan
pada pihak lain. Kurangnya komunikasi ini dapat memberikan dampak negatif
dalam sebuah perjuangan. Komunikasi sangat bermanfaat dalam upaya
mengkoordinasikan perjuangan. Salah satu sarana yang dapat dipergunakan untuk
mengkomunikasikan perjuangan itu adalah melalui pers. Ketajaman “pena” pers
itu dapat memberikan motivasi pada para pejuang, sebab bagaimanapun sebuah
terbitan pasti memiliki “warna” dan nuansa yang subjektif. Secara umum, pers
harus mampu memperjuangkancommit to user menjadi alat pendidikan, alat
objektivitas,
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id
penyalur aspirasi, sebagai lembaga pengawasan dan juga sebagai upaya untuk
penggalangan opini umum (http://www.crayonpedia.org. Diunduh 2 Juni 2011
pukul 15.00).
Pergerakan nasional dan pers pribumi dapat diibaratkan sebagai kembar
siam, kedua bidang kegiatan bangsa indonesia yang hidup berdampingan. Apabila
pergerakan nasional dapat dipandang sebagai proses mobilisasi rakyat untuk
berpartisipasi dalam mewujudkan cita-cita nasional, hal ini berarti fungsi pokok
pergerakan nasional ialah mensosialisaskan politik dikalangan masyarakat. Media
massa dipandang dapat menyampaikan semua yang dibutuhkan organisasi,
sehingga penggarapan kesadaran dapat terlaksana secara lebih efektif.
Berbagai orgaisasi yang muncul awal abad ke-20 membawa perubahan
yang sangat besar bagi perkembangan pers. Dalam tahun-tahun 1913 keatas atau
setelah perang dunia pertama, perkembangan pers Pribumi memang sangat hebat
dan pesat. Bersama-sama dan bergandengan gerakan kebangsaan, baik yang
berdasarkan agama maupun yang berazaskan kebangsaan semata, pers nasional
merupakan gambaran serta cermin yang nyata dari kehidupan kebangsaan;
sekaligus pers menjadi penyebar semangat nasionalisme. Ada kerjasama yang
timbal balik antara kedua pihak itu, yang menguntungkan kedua belah pihak (Pers
Indonesia. 1978: 18-19). Hal ini dapat dilihat dari data hubungan organisasi
pergerakan nasional, yaitu:
Table. 1.2
bahan batik (S. Silalahi. 2001: 2). SDI sendiri merupakan gagasan dari R. M. Tirto
Adisuryo (pimpinan majalah Medan Priyayi), didirikan tahun 1905 di Jakarta dan
1911 di Bogor. Setelah itu Tirto Adisuryo berkeliling keseluruh pulau Jawa,
terutama ke kota-kota besar. Akhirnya sampai di Solo dan membuka cabang
bersama H. Samanhudi dengan semboyan “kebebasan ekonomi”, rakyat
tujuannya, Islam jiwanya. Hal itu untuk kekuatan dan persatuan (Cahyo Budi
Utomo. 1995:56).
Pada tahun 1912 SDI berubah menjadi Sarekat Islam (SI) karena gerakan
itu tidak lagi membatasi diri hanya dalam bidang perdagangan, melainkan
mencakup bidang lainnya. Pada awalnya Sarekat Islam merupakan gerakan reaktif
terhadap situasi kolonial, maka gerakan itu melangkah kearah rekonstruksi
kehidupan bangsa, untuk selanjutnya menentukan identitas dan akhirnya beralih
ke perjuangan politik untuk menentukan nasib sendiri. Tambah pula di dalam
gerakan itu agama Islam berfungsi sebagai ideologi sehingga gerakan itu lebih
merupakan revivalisme, yaitu kehidupan kemali kepercayaan dengan jiwa atau
semangat yang berkobar-kobar (Sartono Kartodirdjo. 1990: 107-108).
Sarekat Islam, dengan organnya Oetoesan Hindia langsung diasuh oleh
Haji Oemar Said Tjokroaminoto dinilai sangat radikal, terutama tulisan-tulisan
dari pembantu-pembantunya seperti Haji Agus Salim, Abdoel Moeis,
Soerjopranoto, Samsi dan lain-lain, dianggap sangat berpengaruh kepada
komunitasnya. Bahkan penerbitan di luar Jawa sering pula mengambil tulisan dari
Oetoesan Hindia. Sayang sekali, karena sebagian pembaca Oetoesan Hindia
kurang rajin membayar uang langganan, maka akhirnya surat kabar tadi terpaksa
menghentikan penerbitannya (1923). Oetoesan Hindia bukan satu-satunya organ
Sarekat Islam. Misalnya: di Saroetomo wartawan muda Mas Marco (Soemarko
Kartodikromo) sering menulis artikel-artikel yang menyebabkan dia sering
berurusan dengan pengadilan (www.stikosa-aws.ac.id. diunduh 30 januari 2011
pukul 14.00). Namun disini SI terpecah karena disusupi paham komunis.
Selain SI muncul juga Indische Partij yang didirikan oleh 3 orang tokoh
yaitu Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi
commit toPartij
Soerjaningrat pada tahun 1912. Indische user memiliki tujuan Indie merdeka,
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id
kaum pergerakan di tanah air. Tahun 1922 dibawah kepemimpinan dr. Soetomo,
Indische Vereniging diubah namanya menjadi Indonesische Vereeniging dengan
tujuan dan gerakan yang sudah bersifat politis. Dalam perkembangan selanjutnya,
saat diketuai oleh Dr. Sukiman nama Indonesische Vereeniging diubah namanya
menjadi “Perhimpunan Indonesia” dan nama majalahnya diubah namanya
menjadi “Indonesia Merdeka”. Perubahan nama tersebut dilakukan pada tahun
1925. Sedangkan tujuan Perhimpunan Indonesia dalam anggaran dasarnya
dipertegas menjadi Kemerdekaan Indonesia. Untuk menunjukan identitas
nasional, setiap anggota Perhimpunan Indonesia diharuskan memakai Kopiah
(Peci) nasional. (Sudiyo, 2004: 45).
Majalah Indonesia Merdeka secara sembunyi-sembunyi dikirim ke
Indonesia. Majalah ini dapat sampai pada para tokoh pergerakan nasional karena
jasa dari para pegawai pos bangsa Indonesia yang bertugas menyortir surat dan
kiriman dari negeri Belanda. Karena para pegawai pos tersebut banyak menaruh
simpati kepada pergerakan pemuda/pelajar Indonesia dan kaum pergerakan
nasional. Apabila ada majalah Indonesia Merdeka atau surat-surat lain yang
dianggap rahasia, maka dengan cepat para pegawai pos mengambil dengan diam-
diam dimasukan ke dalam bajunya untuk diserahkan kepada pemuda/pelajar dan
tokoh-tokoh pergerakan nasional di Indonesia (Sudiyo. 2004: 54).
Pada tahun 1925, Soegondo Djojopoespito menumpang di rumah pegawai
pos di gang Rijksman jalan Segara. Dari seorang Klerk yang bekerja mensortir
surat-surat, Soegondo mendapatkan majalah Indonesia Merdeka. Dengan
membaca majalah tersebut hati Soegondo semakin terbuka dan semakin tahu apa
arti persatuan. Indonesia Merdeka ternyata sangat mempengaruhi Soegondo
terutama ketertarikan terhadap pergerakan bangsanya. Oleh karena itu, dia sering
datang kerumah Haji Agus Salim untuk berdiskusi dan belajar politik. Di samping
itu dia juga berdiskusi dengan kawan-kawannya dan Soegondo meneruskan
majalah Indonesia Merdeka kepada teman-temannya (Sri Sutjiatiningsih. 1999:
21-23).
Ali Sastroamidjojo yang turut aktif mengisi majalah Indonesia Merdeka
commit
juga mendapat tugas untuk menyebar to user
luaskan majalah itu ke Indonesia, terutama
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id
edisi dalam bahasa Indonesia yang terbit dalam beberapa waktu. Dia memasukkan
secara sembunyi-sembunyi dengan cara meyobek halaman-halaman majalah
Indonesia Merdeka dan ditempelkan di halaman majalah-majalah Belanda seperti:
Haagsche Post, De Groene Amsterdammer, dan lain sebagainya, karena majalah-
majalah Belanda tersebut masuk ke Indonesia tanpa adanya kontrol oleh polisi
kolonial Belanda (Sudiyo. 2004: 64 - 121).
Di Indonesia sendiri suratkabar berkembang pada tahun 1920-an. Tercatat
ada 400 penerbit dalam berbagai corak dan tersebar diseluruh Indonesia pada awal
tahyn 1920. Diantaranya: kota Bandung terbit Sora Mardika (1920) dan
Sipatahoenan (1923), Samarinda terbit Perasaan kita (1928), Pontianak terbit
Warta Borneo, dan lain-lain. Pers Indonesia sudah berani memuat mengenai
persatuan dan rasa nasionalisme walaupun masih secara tersirat. Hal ini terutama
ketika ada peraturan yang merugikan maupun bentuk-bentuk penindasan
pemerintah kolonial. Hal ini terpengaruh dari besarnya langganan majalah
Indonesia Merdeka di Hindia Belanda yang mencapai 280 orang, dengan
perincian; Aceh (3), Sumatra Utara (18), Sumatra Barat (37), Riau (1), Bengkulu
(2), Sumatra Selatan (3), Jakarta/Batavia (45), Jawa Barat (29), Jawa Tengah (68),
Jawa Timur (21), Kalimantan (7) dan Sulawesi (2) (Abdurrachman. 2002: 82).
Yang terpenting majalah tersebut sampai pada anggota-anggota PPPI
(Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) yang mengambil inisiatif untuk
mengadakan Kongres Pemuda II (Sudiyo. 2004: 54).
Dalam tulisan Hamka dengan karya Mukhtar Luthfi dan ilyas Ya Cub
(Seruan Azhar dan pilihan Timur) dalam buku Bunga Rampai Sumpah Pemuda 50
tahun (1978: 106-107): Pada Tahun 1926, dua tahun sebelum Sumpah Pemuda,
dari kalangan mahasiswa Islam Indonesia di Kairo, mesir, mengeluarkan sebuah
surat kabar Bernama “Seruan Azhar” yang mengemudikan majalah itu adalah
Mukhtar Luthfi dan Ilyas Ya’qub. Dan harus diingat pula bahwa yang menjadi
tata Usaha ialah H. Taufiqurrahman Kafrawi, seorang pemuda berasal dari Jawa
Timur. Simpulan dari Isi majalah Seruan Azhar ialah membangkitkan semangat di
Tanah Airnya sendiri agar berjuang untuk kemerdekaan. Yang dimaksud dengan
commit to user
Tanah Air yaitu Indonesia dan Semenanjung (Malaysia). Umur Mukhtar Luthfi
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id
dan Ilyas Ya’qub di waktu itu barulah sekitar 25 dan 28 tahun. Gerakan
kemerdekaan di Mesir telah memberikan Inspirasi kepada kedua pemuda itu buat
menyampaikan cita-cita kemerdekaan dalam Tanah airnya sendiri (Indonesia).
Dan oleh karena Sumpah pemuda belum ada, mereka meyakinkan bahwa
Indonesia ialah Tanah Air kita. Namun Kita sendiri adalah bangsa Melayu
Minangkabau, dan tulisan yang menonjol pada waktu itu ialah huruf Jawi atau
huruf Melayu yang di Jawa biasa disebut Huruf Pegon (Hamka, 1978: 107).
Dalam Fikiran Rakjat 1930 artikel yang berjudul Pers dan Pergerakan
mengupas pers pribumi sebagai berikut:
“Pada tiap perjuangan kemerdekaan serta meninggikan derajat bangsa dan
tanah air, untuk memperbaiki nasibnya adalah pers yang menjadi pembantu
terbesar. Dalam sebuah negara yang tidak merdeka, surat kabar menjadi
pembantu atau senjata dari kaum pergerakan, karena bisa menyebarkan atau
mempropagandakan cita-cita dan kemauan dari kaum pergerakan nasional
kepada rakyat. Dengan surat kabar dapat mengeluarkan buah pikiran dan
kemauannya, bisa menentukan apa yang dikehendakinya dan menyampaikan
segala isi hati keberbagai pelosok serta sudut negeri.”
Surat kabar yang berkembang pada awal abad ke-20 membawa aliran-
aliran menurut golongan maupun organisasi yang dibawanya. Ada lairan
nasionalis, agamis dan sosialis. Sehingga secara langsung akan membawa
pengaruh pada isi surat kabar mengarah pada aliran-aliran organisasi. Menurut
Jakob Oetomo dalam buku berjudul “Perspektif Pers Indonesia” (1987: 151-152),
ada beberapa hal yang menonjol, yaitu:
1. Pers mempunyai komitmen kuat pada idealism, baik yang nasional
maupun yang aliran.
2. Pers Indonesia pertama-tama berfungsi sebagai sarana perjuangan,
maka; aspek komersial dari pers Indonesia kurang diperhatikan,
bahkan uumnya lemah.
3. Pluralism aliran politik yang dominan menjadi satu penghambat
tumbuhnya Koran independen yang bersirkulasi luas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id
Banyak surat kabar yang meliput kegiatan para pemuda, terutama dalam
persiapan Kongres Pemuda II. PPPI yang menjadi penggagas Kongres pemuda II
menganggap penting peran surat kabar. Majalah “Indonesia Raya” dijadikan alat
bagi PPPI untuk menyebarkan paham persatuan dan menjadi pusat informasi bagi
para pemuda (Sudiyo. 2004: 121). Hal ini terutama dalam persiapan Kongres
Pemuda II, Soegondo yang menjadi ketua kongres sekaligus menjadi ketua PPPI
pasti menjadi pusat informasi yang utama dan akurat bagi majalah Indonesia
Raya. Persiapan yang dilakukan PPPI yaitu persiapan-persiapan secara tehnis dan
persiapan-persiapan secara ideologis yang dilakukan sebelum Kongres Pemuda II
(Tim Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah. 1974: 60).
Persiapan tehnis yang dilakukan meliputi membuat susunan acara dan
kepanitiaan. PPPI mengumumkan susunan acara kongres ke dalam surat kabar
Persatuan Indonesia (Pengurus Kongres, 1928), sebagai berikut:
Rapat pertama
(27 Oktober 1928, malam minggu. 7.30- 11.30 di gedung K. Jongelengen
Bond, Waterlooplein).
1. Membuka kerapatan oleh Tn. Soegondo.
2. Menerima salam dan menyukai kerapatan.
3. Dari hal persatuan dan kebangsaan Indonesia, oleh Muh Yamin.
Rapat kedua
(28 Oktober 1928, hari minggu. 8-12 Oost Java Bioscop, Koningsplein
Noord). Membicarakan perkara pendidikan oleh:
Mej. Poernamawoelan
t.S. Mangoensarkoro
t. Djokosarwono
t. Kjai Adjar Dewantoro
Rapat ketiga
(28 Oktober 1928, malam Senen 5.30-7.30 di gedung Indonesia Clubhuis
Kramat 106)
1. Arak-arakan Pandu (Padvinderij)
commit
2. Dari hal pergerakan to user
Pandu oleh T. Ramelan
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id
persiapan Ideologis yang dilakukan PPPI juga dilakukan melalui surat kabar. Hal
ini memiliki tujuan untuk mempersatukan seluruh organisasi kedalam pemikiran
nasionalisme. Pertemuan-pertemuan serta perbincangan antar pengurus organisasi
yang sering dilakukan di berbagai gedung pertemuan terutama Gedung Kramat
106 mendapatkan sorotan dari kalangan pers. Dengan adanya informasi tentang
persiapan Kongres Pemuda II memudahkan tercapainya tujuan kongres yaitu:
1. Membentuk satu wadah organisasi kepemudaan, yang bersifat nasional
dengan berasaskan persatuan Indonesia.
2. Menghilangkan segala perbedaan, yang menjadi hambatan terbentuknya
persatuan Indonesia. (Sudiyo. 2003: 78)
b. Mempengaruhi Opini
Pers dapat memusatkah perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang
ditulisnya. Dalam masyarakat modern, gambaran kita tentang lingkungan yang
jauh diperoleh dari pers dan media massa lainnya. Berbagai tulisan mengenai
keadaan pribumi yang menderita karena penjajahan menimbulkan pemikiran-
pemikiran kaum intelektual maupun kalangan pemuda. Selain itu, ideology yang
berada dibelakang pers sangat berpengaruh dalam isi surat kabar.
Pada awalnya pers mempengaruhi penggunaan bahasa melayu sebagai
bahasa yang sering digunakan dibandingkan bahasa Belanda. Hal ini sangat
penting dalam mempengaruhi pemikiran pemuda, terutama dalam kongres
Pemuda II, sebab pada awal mulanya ada beberapa pertentangan antar pemuda.
Ada tiga pilihan dalam Kongres Pemuda I yaitu bahasa Jawa, bahasa Belanda, dan
bahasa Melayu. Terdapat banyak penyanggahan terutama bahasa Belanda karena
dianggap sebagai bahasa Kolonial. Bahasa Jawa juga banyak mendapat protes
sebab memiliki tingkatan-tingkatan dan jarang digunakan oleh masyarakat di luar
Jawa. Bahasa Melayu juga jarang digunakan, namun dengan berkembangnya pers
berbahasa Melayu maka bahasa Melayu digunakan sebagai inti Bahasa Indonesia
dengan berbagai penyesuaian. Di antaranya menambahkan kosa kata dari bahasa
Jawa maupun bahasa Belanda. Selain itu juga memberikan imbuan dan merubah
commit
susunan katanya (Sartono Kartodirdjo, to user
1975: 288).
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id
Sejak tahun 1925 pemuda yang memiliki pemikiran maju dan mengambil
sikap perjuangan non-koperasi mulai dihimpun oleh tokoh muda, yaitu Ir.
Soekarno. Nama organisasi pemuda pelajar pimpinan Soekarno bernama
Algemeene Studie Club. Organisasi ini pada awalnya memang tidak bergerak pada
bidang politik, namun Ir. Soekarno memasukkan ide-ide tentang Nasionalisme
kepada para pelajar. Banyak buku mengenai wawasan kebangsaan yang
diperkenalkan, antara lain buku karya H.O.S Cokroaminoto tentang Islam dan
Sosialisme, buku Renan yang berjudul “Qu’est ce cu’une Nation” (Apa bangsa
itu?). (Sartono Kartodirdjo, 1975: 214). Soekarno sendiri aktif dalam menulis
artikel-artikel kebangsaan, diantaranya pada tahun 1926 di Suluh Indonesia Muda
yang berjudul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Soekarno menulis suatu
artikel mengenai perlunya persatuan antara semua golongan untuk
memperjuangkan Indonesia Merdeka sebagai lawan dari pemerintah Hindia
Belanda. Dengan persatuan ketiga pergerakan rakyat yang bersifat Nasionalistis,
Islamistis dan Marxistis akan membawa kita kearah Indonesia Merdeka. (Moh.
Sidky Daeng Materu, 1985: 31-32)
Dua organisasi kepemudaan yang memiliki inisiatif menyelenggaraan
Kongres Pemuda II yaitu PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) dan
Pemuda Indonesia. PPPI merupakan gabungan dari organisasi pemuda
kedaerahan, namun menjelang terselenggaranya Kongres Pemuda II sifat
kedaerahan mulai dilepaskan, sehingga memperlancar jalannya sidang.
Sebenarnya PPPI dan Pemuda Indonesia memiliki hubungan dengan organisasi
lain yang lebih dekat dan mempengaruhi arah pemikiran kedua organisasi
kepemudaan ini. PPPI mengarah pada Perhimpunan Indonesia, sedangkan
Pemuda Indonesia lebih dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) ( Sudiyo,
2003: 80).
Perhimpunan Indonesia aktif berjuang dan mempelopori perjuangan
kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan berjiwa persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia. Kegiatan pergerakan Perhimpunan Indonesia yaitu
Nasional-demokratis, non-kooperasi dan meninggalkan sikap kerjasama dengan
kaum penjajah. Melalui majalahcommit to user
“Indonesia Merdeka” Perhimpunan Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id
Moh. Hatta dan Jong Sumatra berperan dalam Kongres Pemuda II yaitu dengan
mengirimkan wakilnya untuk menjadi bagian dalam pengurus kongres (Moh.
Yamin) (Sudiyo, 2004: 42-70).
Pengaruh persatuan dan perjuangan bangsa juga dirasakan oleh W.R.
Supratman. W.R. Supratman adalah penggubah lagu Indonesia Raya yang
diperdengarkan dalam Kongres Pemuda II merupakan seorang komponis dan
wartawan. Ketika bekerja di Firma Hukum (Makasar) Mr. Schulten, Supratman
sering mendapat bacaan dari berbagai Koran yang sebagian dari Koran tersebut
dikelola oleh kalangan pergerakan. Dia juga mendengarkan ceramah dari
Sneevliet yang membuatnya menjadi nasionalis yang pantang mundur (Momon
Abdul Rahman. 2007: 12-13).
Pada saat bekerja sebagai wartawan, banyak sekali tulisan yang dibaca
oleh Supratman, diantaranya berita luar negeri, yaitu “republik Cina harus
menjadi negara yang merdeka dalam arti yang seluas-luasnya. Bukan hanya
merdeka dalam nama, sedangkan dalam kenyataan tidak mempuyai wewenang
untuk mengatur keadaan dalam negeri sendiri” (Soebagijo I.N, 1985: 29).
Sedangkan berita dari dalam negeri, pada majalah Timboel yang terbit di
Soloyang berisi “Manakah komponis Indonesia membangkitkan semangat
rakyat?”. Membaca tulisan itu W.R. Soepratman tergerak, tulisan itu seakan
ditujukan kepada dirinya (Momon Abdul Rahman. 2007: 34). Melalui Koran yang
dibaca, Supratman sedikit demi sedikit mulai mengenal pergolakan dunia dan
tentang pergerakan kebangsaan ( Soebagijo I.N, 1985: 29).
Berbagai surat kabar maupun majalah yang diterbitkan oleh orang
Belanda, Tionghoa dan pribumi membawa pengaruh yang sangat besar dalam
mengerucutkan pemikiran-pemikiran kearah nasionalisme. Selain itu dapat
mengobarkan semangat dari individu maupun organisasi yang berperan serta
dalam Kongres Pemuda II. Pers yang membawa ideologi organisasi akan
berpengaruh pada konsep pemikiran individu yang membaca. PPPI menyebarkan
ideologi nasionalis supaya adanya kesamaan tujuan dalam organisasi kepemudaan
maupun nasional yaitu Indonesia Merdeka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id
seluruh orang Indonesia pada umumnya. Sehingga tidak ada suatu penghalang
yang terjadi antara suku maupun daerah untuk menjaga persatuan. Hal ini
mungkin mengarah pada kesulitan yang dialami pada kongres Pemuda I, dimana
bahasa menjadi salah satu penghambat adanya keputusan yang bulat mengenai
persatuan. Selain itu adanya pergerakan nasional harus berdasarkan nasional dan
tidak lagi mengarah pada sifat-sifat kedaerahan. (Tim Museum Sumpah Pemuda.
2005: 15).
Pada rapat kedua dimulai dengan pembicara Mej. Poernomowoelan yang
berbicara tentang pendidikan (Museum Sumpah Pemuda. 2005: 24). Pidato
Poernomowoelan banyak menekankan tentang pendidikan Indonesia yang masih
harus diperbaiki dan mempunyai sistem sendiri. Pidato Poernomowoelan tersebut
masih menggunakan bahasa Belanda, dan diterjemahkan oleh Moh. Yamin ke
dalam bahasa nasional (Sudiyo. 2004: 152). Setelah pidato selesai, Soegondo
menanyakan kalau ada yang mau berpendapat. Ada lima pendapat yaitu dari: inoe,
Sigit, Emma Poeradiredja, Antapermana dan karosuwirjo. Kartosuwirjo meminta
ijin untuk menanggapi. Namun sebelumnya Kartosuwirjo menanyakan kepada
pemimpin kongres, “apakah dia harus berbicara atas nama wakil Hoofdbestuur
P.S.I. atau atas nama sendiri?”. Pemimpin kongres tidak keberatan kalau
menggunakan namanya sendiri. Kartosuwirjo mula-mula menerangkan bahwa
beberapa pembicara masih mencari-cari dan meraba-raba. Apakah disini tidak ada
atau belum ada peraturan pendidikan yang tetap? Dengan terus terang
Kartosuwiryo berkata” yang dimaksudnya adalah pendidikan secara Islam. Baik
secara rohani maupun dalam perihal jasmani (Fadjar Asia. 3 November 1928).
Kartosuwirjo sebenarnya ingin menyimpulkan berbagai pendapat dari
Sigit dan menyanggah pendapat Antapermana Sigit menyarankan adanya lima hal
pendidikan melalui aturan kebangsaan, yaitu Interaksi, banyak membaca,
organisasi Pemuda, sekolah berastrama dan keharmonisan kekeluargaan. Serta
kesalahan pendidikan Indonesia adalah adanya anggapan bahwa derajat
perempuan dibawah laki-laki. Sedangkan Antapermana berbicara tentang kawin
paksa, kawin dibawah umur dan poligami. (Tim Museum Sumpah Pemuda. 2005:
commit to usermaka Kartosuwirjo menjelaskan
15). Dari pendapat Sigit dan Antapermana,
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id
bahwa kesemuanya terdapat pada pendidikan Islam yang memang sudah ada pada
waktu itu. Pendidikan yang menggunakan sistem pondok dan ada aturan-aturan
yang mengatur mengenai perkawinan. Sehingga mematahkan pendapat kedua
orang tersebut.
Pada rapat ketiga, Kartosuwirjo juga mengecam tindakan PID(Polietike
Inlichtigen Dienst) yang berusaha menghentikan rapat karena dianggap
membahayakan. PID merupakan polisi atau penegak hukum yang dibentuk
Belanda untuk mengawasi segala bentuk usaha menggangu ketertiban umum atau
hendak merobohkan maupun menghancurkan kekuasaan yang sah, baik yang ada
di negeri Belanda maupun yang ada di Hindia Belanda, secara langsung ataupun
tidak langsung. Hampir hadir di setiap rapat yang diadakan oleh pergerakan
nasional(Sudiyo. 2003: 64). Dengan penjelasan dan tanggapan dari peserta
maupun ketua rapat maka rapat dapat dilanjutkan.
b) W. R. Supratman
Setelah pidato pada rapat ketiga selesai, rapat ditunda untuk istirahat. W.R
Supratman datang pada Soegondo dengan permintaan “apakah bila rapat sudah
dibuka kembali dia dapat memperdengarkan karangannya, yang dinamakan
“Indonesia Raya?”. Syair lagu sebelumnya telah diedarkannya dibeberapa
kalangan, antara lain para pandu yang telah berusaha mempelajari bersama kata-
katanya (Achmad Hamami, 1973: 195). Karena dalam syair Indonesia Raya
terdapat banyak kata “Indonesia” dan Soegondo menyatakan bahwa Soepratman
boleh memperdengarkan lagunya tetapi jangan menyanyikan Syairnya (Tim
Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah, 1974: 68).
Sebelum putusan kongres dibacakan Soegondo meminta perhatian para
hadirin tentang lagu yang akan diperdengarkan Soepratman. Soepratman segera
memperdengarkan lagu Indonesia Raya dengan biolanya. Dr. Raden Soeharto
dalam karya Panca Dasa Warsa Sumpah Pemuda di buku Bunga Rampai
Soempah Pemoeda 50th (1978: 134) mengatakan:
Hanya dengan irama biola dan tanpa dinyanyikan syairnya, namun sebagian besar
orang yang berada pada kongres sebenarnya sudah mengetahui syair lagu
Indonesia Raya sebelumnya. Demikian lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan
dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 oktober 1928.
penggambaran jalannya kongres yang mengarah pada makna yang tersirat dan arti
penting Kongres Pemuda II. Persatuan Indonesia berisi penjelasan bahwa Kongres
Pemuda II berbeda dengan Kongres Pemuda I, perbedaannya yaitu:
1. Kongres Tabrani (Kongres pemuda I) ialah didirikan atas nama suatu
komite yang tidak berhubungan sama sekali dengan perhimpunan-
perhimpunan pemuda, sedangkan kerapatan yang belakangan
(Kongres Pemuda II) terdiri dari wakil-wakil perhimpunan-
perhimpunan pemuda.
2. Kongres yang pertama hanya bermaksud untuk menyiarkan
(propaganda) perasaan persatuan Indonesia, sedangkan kerapatan
yang kedua bermaksud untuk penguatan perasaan persatuan dan
kebangsaan, yang dimasa ini telah hidup di dalam hati tiap-tiap
pemuda Indonesia.
Perselisihan antara PID (Politieke Inlichtingen Dienst) yang terjadi dalam
Kongres Pemuda II tidak luput dari pemberitaan. PID melarang penggunaan kata
Merdeka dan hamper saja menggagalkan acara kongres pemuda II. Selain itu
berbagai perkataan yang berbau politik dilarang oleh PID sebab pemuda dilarang
untuk berbicara masalah politik, apabila mengandung politik maka anak yang
berumur dibawah 18 tahun tidak boleh mengikuti acara kongres. Mr Sartono
menjelaskan masalah politik yang telah mempelajari ilmu hukum baik Indonesia
maupun Belanda kepada PID (Persatuan Indonesia. 1928).
Surat kabar Fadjar Asia lebih lengkap dan lima hari mengupas isi kongres,
mulai dari tanggal 30 Oktober, 31 Oktober, 2 November sampai tanggal 3
November dan 5 November 1928. Pada tanggal 30 Oktober berisikan sambutan
dari Mr. Sartono(PNI dan PPPKI), Abdulrahman (Budi Utomo), Mr. Sunaryo
(PAPI dan INPO), Inoe (PNI), Dr. Amir (DI), Saerun (Keng Po dan pers
Indonesia lainnya), SM kartosuwiryo (Hoofdbestuur PSI dan pers Fadjar Asia),
Sigit (IC), Muhidin (Pasundan), dan Manonutu (Perserikatan Minahasa).
Pada tanggal 31 Oktober berisi pidato dari Moh. Yamin. Moh. Yamin
berbicara mengenai sejarah Indonesia mulai dari kerajaan Majapahit sampai
commit menghubungkan
dengan kejadian sekarang. Kemudian to user dengan persatuan dan
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id
menjadi Kami putra dan putri Indonesia mengaku bahasa satu, bahasa Indonesia.
Walau hanya berbeda beberapa kata, namun efek yang ditimbulkan sangat besar,
yaitu mulai lunturnya bahasa daerah. Padahal yang dimaksudkan pada Kongres
Pemuda II bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan masih menjaga bahasa
daerah sebagai bahasa asli. Sehingga persatuan tetap terbentuk melalui bahasa
persatuan yang sama.
Pemberitaan–pemberitaan yang luas dan banyak tidak lepas dari kesadaran
Soegondo (Ketua Kongres Pemuda II) bahwa pers merupakan sarana terbaik
dalam menyebarkan hasil kongres maupun jalannya Kongres Pemuda II. Sehingga
Soegondo memberikan segala bahan pembicaraan serta keputusan yang diambil
oleh panitia kepada Soepratman. Kemudian Soepratman mengolahnya menjadi
berita untuk seterusnya disiarkan dalam surat kabar. Dalam kenyataannya pers
memang tidak sedikit membantu menyebarluaskan keputusan-keputusan yang
diambil dalam kongres (Soebagio I.N. 1985: 46-47).
Suatu yang mengesankan bahwa ada pengharapan yang ditulis pada akhir
putusan Kongres Pemuda II yang tertulis: “Supaya putusan dalam Kongres
Pemuda II disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan dimuka rapat
perkumpulan-perkumpulan kita” (S.M. Kartosuwirdjo: 1928). Jadi dalam tiap
rapat adanya proses memupuk rasa persatuan. Persatuan merupakan suatu hal
yang paling penting dalam sebuah negara baik yang merdeka maupun yang belum
merdeka.
Berita mengenai Sumpah pemuda tidak hanya diterima oleh orang yang
berada di Indonesia. Moh Hatta yang sedang berada di Belanda menyatakan:
“Kami baca dalam surat kabar Belanda, bahwa di Jakarta telah terjadi
sumpah Pemuda yang mengaku mereka dari satu bangsa, bangsa Indonesia, dari
satu tanah air, tanah air Indonesia, mempunyai satu bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Dalam surat kabar Belanda tentu tidak sesuai benar teks ucapan itu.
Baru kira-kira sebulan sesudah itu bunyi teksnya tepat kami baca dalam surat-
surat kabar Indonesia.”(Sudiyo. 2004: 130)
Lagu “Indonesia Raya” gubahan W.R. Supratman juga dimuat dalam surat
kabar Sin Po pada bulan November. Pada surat kabar Sin Po pada bulan
commit
November 1928 jelas terlihat nama lagu toIndonesia
user Raya pada awalnya berjudul
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id
Indonesia kebangsaanku,
kebangsaan tanah air ku,
marilah kita berseru,
Indonesia bersatu,
Hiduplah tanahku,
Hiduplah negeriku,
Bangsaku, jiwaku semuanya,
Bangunlah rakyatnya,
Bangunlah badannya,
Untuk Indonesia raya,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis kemukakan diatas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Penerbitan suratkabar cetak di Indonesia baru muncul tahun 1744, dibawah
pemerintahan Gubernur Jendral Van Inhoff yang berpandangan bebas, telah
berkenan memberikan ijin atau “octrooi” kepada Jan Erdman Jordens, untuk
menerbitkan suratkabar. Dengan Octrooi tersebut di Jakarta terbitlah surat
kabar “Bataviase Nouvelles en Politique Raisonnementen”. Pers tionghoa
muncul akhir abad ke 19, yang didahului lahirlah kalangan intelektual
peranakan Tionghoa di Indonesia. Rasa nasionalisme Tionghoa yang timbul
akibat kolonialisme. Sejak lahirnya Budi Utomo di Jakarta tahun 1908,
organisasi ini memperhatikan pentingnya penerbitan dan surat kabar sebagai
penyambung suara organisasi. Perjuangan pers di Indonesia tidaklah
semudah yang dilihat, tahun 1856 pemerintah Hindia belanda mengeluarkan
Reglement op de Drukwerken in Nederlandesch Indie yang lazim disebut
Drukpers Reglement atau UU tentang percetakan dan Pers. Aturan ini pada
1906 diperbaiki menjadi bersifat represif, yang menuntut setiap penerbit
mengirim karya cetak ke pemerintah sebelum dicetak. Sejak diberlakunya
ketentuan liberalisasi, khususnya keputusan penguasa kolonial untuk
menghapus Pra-sensor mulai tahun 1906, wartawan Indonesia memperoleh
peluang untuk menerbitkan surat kabar sendiri.
2. Pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan yaitu Pers Kolonial/
Belanda, Pers Cina/ Tionghoa, dan Pers Nasional/ Pribumi. 1) Pers Kolonial,
menutup mata bagi keadaan dalam masyarakat Indonesia, bahkan untuk
mengetahui apa yang terdapat dalam pers Indonesia saja dirasa tidak perlu,
kecuali Bataviaash Nieuwsblad dan Locomotief. Surat kabar Nieuws van den
Dag voor Nederlandsche-Indie di Jakarta dengan redaksinya Karel
commit to userterkenal karena kritik-kritiknya
Wijbrand, yang dalam kedudukannya
80
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id
yang memang mewakili pers dan berperan aktif dalam Kongres Pemuda II
yaitu W.R. Supratman (Sin Po) dan S.M. Kartosoewirjo merupakan wakil
Hoofdbestuur P.S.I. dan pers Fadjar Asia. Menyebarluaskan isi Kongres
Pemuda II, dengan peran pers terutama Pers Nasional dan Pers peranakan
Tionghoa yang secara terus menerus memberikan pengaruh dan pendidikan
mengenai nasionalisme dalam setiap terbitan. Selain itu, ikut sertanya dalam
kongres. Hal ini membuktikan peran penting pers dalam Kongres Pemuda II.
B. Implikasi
1. Teoritis
Secara teoritis pers memiliki peran sebagai alat pembaharu sosial dan
pembaharu masyarakat, serta memiliki fungsi informasi, mempengaruhi,
mendidik, swadaya, dan ekonomi. Namun dalam Kongres Pemuda II fungsipers
yang paling menonjol yaitu fungsi informasi dan mempengaruhi. Hal ini dapat
terlihat dari pers sebagai pusat informasi, mempengaruhi opini dan
menyebarluaskan hasil kongres. Selain berhubungan dengan fungsi pers,Kongres
Pemuda II juga berhubungan dengan masing-masing individu atau bagian dari
pers yang membantu jalannya kongres. Seorang wartawan tidak hanya
melakukan tugas jurnalistik namun juga melakukan tugas individu sebagai bagian
dari bangsa Indonesia. Rasa nasionalisme yang besar membuatnya menjalankan
tugas jurnalistik dan membantu jalannya Kongres Pemuda II.
2. Praktis
Perkembangan pers di Indonesia turut memberian sumbangan yang besar
bagi perjuangan mencapai kemerdekaan. Selain itu pers memperjuangkan
kebebasannya agar terbebas dari tekanan-tekanan yang diberikan oleh pemerintah
kolonial Belanda. Pers juga menjadi jalan menuju nasionalisme yang luas yaitu
dalam Kongres Pemuda II yang dapat dikatakan sebagai tonggak awal
perkembangan persatuan nasional. Hal ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat
Indonesia bahwa persatuan nasional tidak mudah dicapai dan melalui proses yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id
3. Metodologis
Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode
historis. Pemilihan metode ini berdasarkan pada kegiatan pemecahan masalah
dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan
permasalahan yang akan dikaji, untuk memahami kejadian pada masa lalu.
Kemudian menguji dan menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari
hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Dari sumber sejarah tersebut dijadikan
suatu rangkaian cerita sejarah yang objektif, menarik, dan dapat dipercaya.
Pengumpulan data dilakukan melalui teknik studi pustaka dengan mengadakan
riset di perpustakaan terhadap sumber-sumber seperti arsip atau dokumen, buku,
dan majalah.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam pencarian sumber-sumber
koran atau dokumen tertulis. Sumber surat kabar, majalah serta buku-buku yang
memuat tentang peran pers tahun 1900-1928 sangat jarang dan banyak yang
hilang. Oleh karena itu sumber primer, sekunder dan tersier yang ditemukan tidak
bisa secara lengkap dan menyeluruh.
C. Saran
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah harus berperan serta untuk menjaga dan menumbuhkan jiwa
nasionalisme di dalam dirinya maupun didalam masyarakat seperti yang
dilakukan oleh pers pribumi, terutama menanamkannya pada penerus bangsa
melalui bidang pendidikan. Para pejabat harus meneladani sikap para wartawan
yang membawa nama surat kabar dan menjadi bagian dari sebuah bangsa. Pejabat
selain menjadi bagian dari partai (kelompok) harus bisa juga menjadi bagian dari
Negara yang menjunjung tinggi jiwa nasionalisme sehingga seluruh lembaga
yang ada pada pemerintah dapat berjalan dengan baik seperti apa yang
diharapkan para pendahulu kita. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id
2. Bagi Pendidik
Bagi para guru sejarah, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan kesejarahan mengenai peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun
1928. Selain itu, dalam perkembangan pendidikan sejarah belum banyak materi
yang membahas mengenai peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928,
kebanyakan yang di tuangkan hanya organisasi nasional dan Kongres Pemuda II,
namun tidak menampilkan pers sebagai alat pergerakan nasional. Materi dari
hasil penelitian ini juga dapat disisipkan pada materi IPS maupun pelajaran
sejarah pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar kelas 5 serta Sekolah Menengah
Pertama kelas VIII semester genap pada kompetensi dasar Pergerakan Nasional
Indonesia.
3. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa sejarah, hendaknya penelitian ini dapat dijadikan referensi
untuk menambah pemahaman mengenai Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia,
terutama mengenai peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928. Hal ini
dikarenakan kurangnya materi yang diajarkan dalam perkuliahan terutama yang
membahas mengenai pers. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan para
mahasiswa akan meneliti mengenai pers untuk lebih memperdalam materi yang
terdapat didalamnya. Pers sangat berperan dalam munculnya semangat
nasionalisme dan persatuan di Indonesia. Pers juga menjadi bagian penting dalam
berbagai bidang. Terutama mendukung perjuangan pergerakan Nasional
indonesia. Dengan adanya penelitian ini dapat diambil pelajarannya bahwa
sebuah perjuangan yang keras pasti akan menghasilkan sesuatu yang berharga.
commit to user