Anda di halaman 1dari 96

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928

SKRIPSI

Oleh:
LAMBANG TRIARSOTOMO
K 4407028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928

Oleh:
LAMBANG TRIARSOTOMO
K 44007028

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Selasa

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Lambang Triarsotomo. K 4407028. PERANAN PERS DALAM KONGRES


PEMUDA II TAHUN 1928. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, November 2011.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Munculnya Pers


di Indonesa, (2) Peranan pers Kongres Pemuda II tahun 1928, (3) Peranan pers
dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.
Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang
digunakan adalah surat kabar, buku-buku, dan sumber lain yang berhubungan
dengan skripsi ini. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan.
Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisis yang
mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian
dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Pers di Indonesia
mengalami perkembangan pesat pada awal abad ke-20. Hal ini dikarenakan
adanya perubahan peraturan pemerintah Hindia Belanda yang pada awalnya
bersifat preventif menjadi represif sehingga bermunculan pers dengan bahasa
daerah, melayu, maupun Tionghoa. (2) Pers di Indonesia terbagi menjadi tiga
golongan yaitu a) Pers Kolonial merupakan pers yang diadakan oleh orang-orang
Belanda maupun Indo-Belanda. Pers Belanda lebih berpihak pada pemerintah
kolonial. b) Pers Tionghoa merupakan pers yang diadakan oleh orang Tionghoa
maupun peranakan Tionghoa. Salah satunya yaitu Sin Po yang menggunakan
bahasa Melayu. Untuk mengobarkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia, Sin
Po sering menurunkan tulisan terjemahan tentang pergerakan kemerdakaan yang
terjadi di India, Philipina, Maroko dan tempat-tempat lain. c) Pribumi, merupakan
pers yang diadakan oleh penduduk suatu daerah (Indonesia). Pers pribumi
dipandang dapat menyampaikan semua yang dibutuhkan organisasi, sehingga
penggarapan kesadaran dapat terlaksana secara lebih efektif, contoh: penanaman
jiwa nasionalisme yang dilakukan majalah Indonesia Merdeka dan Indonesia
Raya. (3) Peran pers dalam Kongres Pemuda II ada 4, yaitu: pertama, pusat
informasi yaitu pers memberikan mengumumkan hasil rapat kepada seluruh
pemuda dan mengundang seluruh pemuda untuk ikut serta dalam Kongres
Pemuda II serta menjadi pusat informasi yang utama. Kedua, mempengaruhi opini
yaitu pers aktif berjuang dan mempelopori perjuangan kemerdekaan untuk seluruh
rakyat Indonesia dengan menanamkan jiwa persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia. Ketiga, membantu pelaksanaan Kongres Pemuda II melalui wakil-
wakilnya. Ada dua orang yang memang mewakili pers dan berperan aktif dalam
Kongres Pemuda II yaitu W.R. Supratman (Sin Po) serta S.M. Kartosoewirjo
merupakan wakil Hoofdbestuur P.S.I. dan pers Fadjar Asia. Keempat,
Menyebarluaskan isi Kongres Pemuda II.

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Lambang Triarsotomo. K 4407028. ROLE OF PRESS IN YOUTH


CONGRESS II IN 1928. Thesis, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, November 2011.

The purpose of this study was to describe: (1) The emergence of the Press
in Indonesia over, (2) Role of the Youth Congress press II in 1928, (3) The role of
the press in the Youth Congress II in 1928.
This study uses the historical method. Source data used are newspapers,
books, and other resources related to this thesis. Data collection techniques using
literature study. Techniques of data analysis using the techniques of historical
analysis, ie analysis that prioritizes sharpness in processing a data history.
Research procedures to go through four stages of activities, namely: heuristics,
criticism, interpretation, and historiography.
Based on these results we can conclude: (1) The press in Indonesia
experienced rapid development in the early 20th century. This is because of
changes in government regulations the Dutch East Indies in the first preventive
become repressive so that the emerging press in the local language, Malay, and
Chinese. (2) The press in Indonesia is divided into three groups, namely a) The
Colonial Press releases are held by people of Indo-Dutch and Dutch. Press the
Dutch colonial government favored. b) Press the Chinese press is held by the
Chinese and Peranakan Chinese. One of them is Sin Po using the Malay language.
To rekindle the spirit of Indonesian nationalism, Sin Po often writing down the
translation of This independence movement that occurred in India, Filipinos,
Morocco and other places. c) Native, the press is held by residents of a region
(Indonesia). Releases can be viewed indigenous convey all the necessary
organization, so that the cultivation of awareness can be accomplished more
effectively, for example: planting spirit of nationalism that carried magazines and
Indonesia Raya Indonesia Merdeka. (3) The role of the press in the Youth
Congress II there are four, namely: first, the information center that gives the
press conference announcing the results to all youth and invite all youth to
participate in the Youth Congress II and became the main information center.
Secondly, influence the opinion of the press is actively fighting and spearheaded
the struggle for independence for the Indonesian people by instilling spirit of
national unity of Indonesia. Third, help the implementation of the Youth Congress
II through its representatives. There are two people who are representing the press
and actively participate in the Youth Congress II on the WR Supratman (Sin Po)
and S.M. Kartosoewirjo representatives Hoofdbestuur P.S.I. and press Fadjar
Asia. Fourth, disseminate the contents of the Youth Congress II.

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Pers adalah instrumen paling baik dalam pencerahan dan meningkatkan


kualitas manusia sebagai makhluk rasional, moral, dan sosial.
(Thomas Jefferson)

Pena memang tidak setajam pisau dan sekeras besi, namun dapat
meruntuhkan kekuasaan yang besar.
(Lambang)

Satu batang lidi memang mudah dipatahkan tapi segenggam lidi akan
sulit untuk dipatahkan
(NN)

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta.


2. Kedua kakakku tersayang.
3. Kedua keponakan yang aku
sayang.
4. Seluruh keluarga besarku.
5. Teman-teman Pendidikan
Sejarah angkatan 2007.
6. Almamater.

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk
memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan
Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak
akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui
atas permohonan skripsi ini.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan
ijin atas penyusunan skripsi ini.
4. Dra. Sri Wahyuning., M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Djono., M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah
membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang
setimpal.
Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, November 2011

Penulis

commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
ABSTRAK ... ….. ......................................................................................... v
ABSTRACT . ............................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI.............. .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. . xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori .......................................................................... 8
1. Kolonialisme .................................................................. 8
2. Pers ................................................................................. 15
3. Nasionalisme .................................................................. 25
B. Kerangka Berfikir................................................................. . 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 32
B. Metode Penelitian.................................................................. 33
C. Sumber Data ......................................................................... 34
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 36
E. Teknik Analisis Data ............................................................. 37
F. Prosedur Penelitian................................................................ 38
BAB IV HASIL PENELITIANcommit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Sejarah Munculnya Pers di Indonesia ................................... 42


B. Peran Pers Sebelum Peristiwa Kongres Pemuda II tahun 1928 47
1. Pers Kolonial/Belanda..................................................... 48
2. Pers Cina/Tionghoa ....................................................... 52
3. Pers Pribumi................................ ................................... 56
C. Peranan Pers Dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 ........... 64
1. Pusat Informasi ............................................................. 64
2. Mempengaruhi Opini ..................................................... 72
3. Membantu pelaksanaan Kongres Pemuda II melalui
Wakil-wakilnya ............................................................. 64
a) S.M Kartosuwirjo ...................................................... 71
b) W. R. Supratman ....................................................... 73
4. Menyebarluaskan Isi Kongres Pemuda II ....................... 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 80
B. Implikasi ................................................................................ 82
1. Teoritis......................................................................... ... 82
2. Praktis ........................... ................................................. 82
3. Metodologis …………. ........................................... ....... 83
C. Saran...................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 85
LAMPIRAN ...... ......................................................................................... 90

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia.


Majalah Fadjar Asia. 30 Oktober 1928. ............................ 91
Lampiran II. Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia.
Majalah Fadjar Asia. 31 Oktober 1928. ............................ 93
Lampiran III. Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia.
Majalah Fadjar Asia. 2 November 1928 ........................... 94
Lampiran IV. Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia.
Majalah Fadjar Asia. 3 dan 5 November 1928 .................. 95
Lampiran V. Kerapatan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah
Persatoean Indonesia... ...................................................... 96
Lampiran VI. Pers dan Pergerakan. Majalah Fikiran Rakyat tahun
1933.... ............................................................................... 99
Lampiran VII. Oktober 1928. Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda
Indonesia di Weltevreden. Majalah Persatoean
Indonesia.... ....................................................................... 101
Lampiran VIII. Poetoesan Congres Pemoeda-pemoeda Indonesia.
Majalah Persatoean Indonesia 12 November 1928.... ....... 103
Lampiran IX. Makloemat Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda
Indonesia di Weltevreden. Majalah Persatoean
Indonesia.... ....................................................................... 106
Lampiran X. Indonesia. Sin Po edisi November 1928 .......................... 107
Lampiran XI. Foto Soegondo Djojopoespito ........................................... 108
Lampiran XII. Foto Moh. Yamin .............................................................. 109
Lampiran XIII. Foto W.R. Supratman ........................................................ 110
Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ...................................................... 111
Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ................. 112

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id 1
digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam berbagai segi kehidupan, komunikasi sangat penting artinya bagi


manusia. Hal ini berkaitan dengan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak
bisa hidup tanpa berhubungan dengan orang lain. Komunikasi pada awalnya
berbentuk sederhana yaitu sebatas menggunakan panca indra. Namun, seiring
dengan kemajuan jaman dengan ditemukannya tulisan, maka manusia mulai
menggunakan tulisan sebagai sarana komunikasi. Kemudian muncul pers yang
berfungsi sebagai sarana publikasi umum.
Pers sangat memegang arti penting dalam setiap masa. Sejarah pers
dimulai dengan ditemukannya alat pers atau alat cetak. Oleh karena alat cetak,
mesin cetak atau pers/ presse itu memungkinkan adanya surat kabar, maka lama
kelamaan sebutan pers menjadi nama yang mudah atau ringkas dan umum untuk
sebutan persurat kabaran (Samsudjin Probohardjono. 1985: 5-6).
Alat cetak sudah ada di Timur jauh pada akhir abad ke-8, disana sudah ada
cetakan diatas kertas yang terbuat dari bilah-bilah kayu sampai ratusan ribu
banyaknya. Pada abad itu kaisar wanita Jepang Shotoku, memerintahkan agar
membuat sejuta lembar kertas sembah Hyang Budhis dicetak. Pada abad ke-
sebelas di Cina telah ditemukan alat cetak yang dapat digerakkan, alat ini dapat
mencetak sangat cepat, sampai ratusan atau ribuan lembar (Samsudjin
Probohardjono. 1985: 10-11).
Di Eropa tahun 1484 alat cetak sudah ditemukan. Laurens Jan’szoon
Coster dari negeri Belanda telah menemukan alat cetak, di Belgia Johann
Guttenberg juga menemukan alat cetak. Akan tetapi, perkembangan pers dengan
di cetak berkembang sangat lamban. Alat cetak hanya digunakan untuk mencetak
nada musik, ayat-ayat kitab suci dan sebagainya. Baru pada tahun 1609, Johan
Corulus di Strasburg negara Jerman menerbitkan surat kabar bernama “Relation
commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

Aller Furnemen und Gedenkwurdigen Historien enz.” (Samsudjin Probohardjono.


1985: 12-13)
Sejak abad ke-17 dunia pers di Eropa memang sudah mulai dirintis.
Sekalipun masih sangat sederhana, baik penampilan maupun mutu
pemberitaannya. Surat kabar dan majalah merupakan suatu kebutuhan bagi
masyarakat di masa itu. Bahkan, para pengusaha meramalkan bahwa dunia pers di
masa mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak
heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda
sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang
penerbitan di Batavia. Kendati demikian, tujuan mereka bukan cuma sekadar
untuk memperoleh keuntungan uang. Namun, mereka telah menyadari bahwa
media massa di samping sebagai alat penyampai berita kepada para pembacanya
dan menambah pengetahuan, juga punya peran penting dalam menyuarakan isi
hati pemerintah, kelompok tertentu, dan rakyat pada umumnya( Haryadi Suadi,
2006). Walaupun demikian pers dianggap sebagai ancaman bagi Pemerintah
Hindia Belanda sebab dianggap mengganggu usaha pemerintah maupun tidak
sesuai dengan pemerintah Hindia Belanda. Sehingga terjadi pemberedelan-
pemberedelan maupun peringatan terhadap surat kabar yang dianggap
membahayakan (Abdurrachman Surjomihardjo. 2002: 192-193).
Di Surakarta pada tanggal 29 maret 1855, Harteveldt dan Co menerbitkan
surat kabar mingguan umum diberi nama Bromartani. Bromartani memakai
bahasa dan aksara Jawa, sehingga mengangkat R. Ng. Ronggowarsito sebagai
pimpinan redaksi (Samsudjin Probohardjono. 1985: 32-35). Pada suatu saat ada
sebuah artikel yang dimuat di Bramartani. Isinya menyerang pemerintah Belanda.
Tentu saja Hendrik Mac Gillavry, Residen Surakarta waktu itu sangat marah.
Penanggung jawab surat kabar tersebut Jones Portier dipanggil dan mendapat
peringatan dari tuan Residen. Namun, dasar orang Belanda yang bersifat licik.
Tanggung jawab yang seharusnya ada dipundaknya dilempar ke R.Ng.
Ronggowarsito. Hal ini karena segala artikel bahasa Jawa selalu melalui
penelitian dari Redaksi yang ahli sastra jawa yaitu R.Ng. Ronggowarsito.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

Kemudian R.Ng. Ronggowarsitomengundurkan diri (atau dipaksa mundur?).


(Anjar Ari. 1989: 64)
Sampai akhir abad ke-19, surat kabar yang terbit di Batavia sebagian besar
memakai bahasa Belanda dan pembacanya adalah masyarakat yang mengerti
bahasa Belanda. Karena surat kabar di masa itu diatur oleh pihak Binnenland
Bestuur (penguasa dalam negeri), kabar beritanya boleh dikatakan kurang menarik
dan “kering”. Yang diberitakan cuma hal-hal yang biasa dan ringan, dari aktivitas
pemerintah yang monoton, kehidupan para raja, dan sultan di Jawa, sampai berita
ekonomi dan kriminal. Namun awal abad 20, tepatnya di tahun 1903, koran mulai
menghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antara pemerintah dan
masyarakat mulai diberitakan. Parada Harahap, tokoh pers terkemuka, dalam
bukunya “Kedudukan Pers Dalam Masjarakat” (1951) menulis, bahwa zaman
menghangatnya koran ini, akibat dari adanya dicentralisatie wetgeving (aturan
yang dipusatkan). Akibatnya beberapa kota besar di kawasan Hindia Belanda
menjadi kota yang berpemerintahan otonom sehingga ada para petinggi
pemerintah, yang dijamin oleh hak onschenbaarheid (tidak bisa dituntut), berani
mengkritik dan mengoreksi kebijakan atasannya (Haryadi Suadi, 2006).
Kritik biasanya dilontarkan pada sidang-sidang umum yang
diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah. Kritik dan koreksi ini
kemudian dimuat di berbagai surat kabar dalam ruangan Verslaag (Laporan) agar
diketahui masyarakat. Berita-berita Verslaag ini tentu saja menjadi sasaran bagi
para wartawan. Berita itu kemudian telah didramatisasi sedemikian rupa sehingga
jadilah suatu berita sensasi yang menggegerkan. Namun, cara membumbui berita
Verslaag semacam ini, lama-kelamaan menjadi hal biasa. Bahkan, cara-cara
demikian akhirnya disukai oleh para pengelolanya karena bisa mendatangkan
keuntungan dan berita sensasi memang disukai pembacanya (Haryadi Suadi,
2006).
Para petinggi pemerintah yang kena kritik juga tidak merasa jatuh
martabatnya. Bahkan, ada yang mengubah sikapnya dan membuat kebijaksanaan
baru yang menguntungkan penduduk. Keberanian menyatakan saran dan kritik ini
akhirnya menular ke masyarakat.commit
Tidak to user koran yang menyajikan ruangan
sedikit
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

surat pembaca yang menampung “curhat” tentang berbagai hal dari para
pembacanya.
Dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya “Medan Prijaji” pada
tahun 1907 dan sejak 1910 sebagai harian. Medan Priyayi adalah surat kabar
pertama yang dikelola kaum pribumi dan dianggap sebagai pelopor pers Nasional.
Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita
terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Belanda menyebutnya
Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin redaksinya yakni R. M.
Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar
adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Dia boleh dikata
merupakan bangsa kita yang memelopori kebebasan. (Haryadi Suadi, 2006)
Saruhum dalam buku Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia (1977:
23) berpendapat: “Tumbuhnya perusahaan-perusahaan suratkabar Nasional,
sebenarnya sebagian besar adalah sejalan dengan tumbuhnya kebangkitan
nasional Indonesia, yaitu sesudah tahun 1908”
Pada umumnya surat kabar Indonesia muncul sebagai terompet dari
partai-partai politik yang turut muncul setelah tanggal 20 Mei 1908. Di antaranya
adalah harian “Sedio Tomo” di Jogjakarta yang sebenarnya merupakan lanjutan
dari harian “Budi Utomo” dalam tiga edisi, bahasa Jawa, Indonesia dan Belanda,
didirikan dalam bulan Juni 1920. Pers dan partai politik merupakan bagian yang
tidan dapat dipisahkan. Sehingga wartawan merupakan patriot yang ikut berperan
aktif dan bekerja sama dengan perintis pergerakan yang menentang penjajahan.
Bahkan wartawan menyandang dua peran pada masa pergerakan nasional, yaitu
sebagai pekerja di bidang pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan
penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional, dan juga sebagai pelaku
politik yang melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan membangun
perlawanan terhadap penjajahan. (Tribuana Said, 1980: 15)
Pers Indonesia berkembang membawa suatu misi nasionalisme bangsa
yang memang sangat penting dalam persatuan bangsa. Dalam hal ini,
Perhimpunan Indonesia dengan majalah “Indonesia Merdeka” memiliki peran
penting dalam penyebarluasan commit to user Perhimpunan Indonesia dapat
Nasionalisme.
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

berperan aktif dalam pergerakan nasional di luar negeri dan dapat memberikan
inspirasi serta dorongan moral kepada pergerakan nasional di dalam negeri.
Misalnya dalam “Gedenkboek 1908-1923 Indonesische vereeniging” yang terbit
tahun 1924 untuk memperingati berdirinya perhimpunan Mahasiswa Indonesia di
Belanda ke-15, terdapat artikel yang ditulis Moh. Hatta yang berjudul ”Indonesia
di tengah-tengah Revolusi Asia” yang berisikan sejarah gerakan kemerdekaan di
India dan proses pembaharuan pandangan hidup di Turki dibawah pengaruh dan
kepemimpinan Mustafa Kamal (Sudiyo,2004: 95-102).
Pengaruh pers sangat besar dalam berbagai bidang, salah satunya pada
Kongres Pemuda II tahun 1928. Kongres Pemuda II merupakan tonggak awal
terbentuknya Indonesia dan menghasilkan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda
merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia
dilahirkan (Sudiyo, 2003:3-6). Rasa nasionalisme telah merasuk kedalam jiwa
peserta Kongres Pemuda II. Frans Magnis (1998: 150) dalam buku berjudul
Mencari Makna Kebangsaan menyatakan: “yang mempersatukan bangsa
Indonesia bukanlah suatu yang alami, melainkan tekad untuk bersama. Tekad itu
tumbuh dalam sejarah Pengalaman bersama yang sebagian merupakan sejarah
penderitaan dan penindasan yang melahirkan pengalaman perjuangan bersama
demi kemerdekaan.”
Pers Nasional berusaha merangkai semua kejadian dalam bentuk tulisan
yang disertai dengan Ide Nasionalis. Dengan adanya pers yang membawa
semangat nasionalisme yang mempengaruhi para pemuda sehingga membawa
perubahan bangsa, maka timbul ketertarikan penulis untuk mengkaji dan
mempelajari pers beserta Kongres Pemuda II menuju ke arah persatuan bangsa
Indonesia, dan kemudian mengambil judul “PERANAN PERS DALAM
KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928”.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan


yang akan dibahas dalam penelitian ini dibagi dalam tiga pokok bahasan, yaitu:
1. Bagaimana sejarah munculnya pers di Indonesia?
2. Bagaimana peran Pers sebelum peristiwa Kongres Pemuda II tahun
1928?
3. Bagaimanakah peran pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan


ini adalah :
1. Mengetahui sejarah munculnya pers di Indonesia.
2. Mengetahui peran Pers sebelum peristiwa Kongres Pemuda II tahun
1928.
3. Mengetahui peran pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini meskipun sederhana, diharapkan dapat memberikan


manfaat, baik secara pribadi maupun bagi masyarakat pada umumnya. Manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
a) Menambah wawasan pemikiran dan pengetahuan bagi peneliti.
b) Memberikan pengetahuan lebih luas Ilmu Pengetahuan Sosial dan
Sejarah Indonesia baru bagi peneliti dan pembaca terutama mengenai
pers dan peranannya dalam upaya pemersatuan pemuda indonesia
dalam suatu ikrar yang commit to user
dinamakan Sumpah Pemuda.
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

2. Manfaat Praktis
a) Dapat menarik minat peneliti lain untuk ikut serta berpartisipasi dalam
mengkaji perkembangan pers dan pengaruhnya di Indonesia untuk
mengetahui mana yang benar dan yang belum terjangkau dalam
penelitian ini.
b) Dapat menambah koleksi penelitian di perpustakaan khususnya,
mengenai Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.
c) Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana
pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan Jurusan
IPS Program Studi Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Kolonialisme
a. Pengertian Kolonialisme.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat kaya akan hasil
bumi. Mulai dari hasil perkebunan, pertanian dan kekayaan barang tambang yang
melimpah. Ketika masih berbentuk kerajaan, Indonesia merupakan pusat rempah-
rempah yang banyak dicari oleh negara di Eropa. Sehingga dengan adanya
Penjelajahan samudra, Indonesia menjadi sasaran bagi pedagang Eropa.
Bangsa Indonesia pernah mengalami masa penjajahan selama tiga
setengah abad dijajah Belanda dan tiga setengah tahun dijajah oleh Jepang.
Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran disegala bidang, baik
dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan
merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi
penjajah. Berbagai cara telah ditempuh untuk mengusir kaum penjajah sejak awal,
tetapi tidak juga membawa hasil yang menggembirakan. Salah satu sebabnya
karena bangsa Indonesia belum memiliki rasa persatuan dan kesatuan. Hal itulah
yang terlihat sebelum tahun 1928.
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea satu menyatakan bahwa
“penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan”. Dari kalimat tersebut membuktikan bahwa
bangsa Indonesia tidak menginginkan adanya kolonialisme atau penjajahan.
Selain itu juga dapat dipastikan bahwa bangsa-bangsa di dunia juga tidak
menginginkan adanya kolonialisme, sebab tidak ada satupun bangsa yang ingin di
kuasai oleh bangsa yang lain.
Secara etimologi, kata “kolonialisme” berasal dari kata “koloni” yang
commit to user
artinya daerah jajahan tempat menempatkan penduduk atau kelompok orang yang

8
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

bermukim di daerah bam yang merupakan daerah asing, jauh dari tanah air, yang
tetap merpertahankan ikatan dengan tanah air atau tanah asal. Dalam Ensiklopedia
Politik (1983: 75), kolonialisme di ambil dari nama seorang petani Romawi yang
pergi jauh untuk mencari tanah yang belum di kerjakan.
Menurut Suhartoyo Hardjosatoto (1985: 77), ”kolonialisme merupakan
nafsu untuk menguasai dan sistem penguasaan wilayah bangsa atau negara lain”.
Hal tersebut dapat diartikan sebagai nafsu untuk menguasai daerah atau bangsa
lain beserta perangkat sistem yang digunakan untuk mengatur wilayah yang
dikuasai. Sadangkan menurut Suharsa dan Ana Retnoningsih (2005: 258)
kolonialisme berarti penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain
dengan maksud untuk memperluas negara asal.
Jika kolonialis mempunyai koloni-koloni di daerah lain dan berusaha
untuk menyatukan menjadi satu sistem penguasaan, maka hal itu disebut dengan
imperialisme. Sedangkan imperialisme itu sendiri berarti poiitik eksploitasi
bangsa lain untuk kepentingan imperialis. Jadi dapat di katakan bahwa
kolonialisme identik dengan imperialisme.
Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa dalam masyarakat
kolonial terdapat dua kekuatan yang berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa
sebagai penjajah dan bangsa yang terjajah, yang pada akhirnya menimbulkan
konflik dalam berbagai aspek kehidupan. Munculnya kemiskinan, masalah
kesehatan, dan kebodohan yang diakibatkan adanya ekploitasi dalam bebagai
bidang kehidupan di daerah koloni (Indonesia) semakin memperkuat konflik yang
ada. Sehingga kondisi tersebut menimbulkan reaksi rakyat jajahan untuk berusaha
mempertahan dan melepaskan diri dari belenggu kesengsaraan. Hal itulah yang
membuat pemerintah kolonial berusaha mempengaruhi pemikiran para bangsawan
maupun pejabat Belanda melalui dibentuknya pers kolonial/Belanda. Karena
banyaknya pers yang kemudian bermunculan maka di keluarkannya peraturan-
peraturan supaya dapat mengendalikan pers yang beredar dalam masyarakat.
Selain itu, pers memberikan informasi secara sehingga apabila ada perlawanan
maka pemerintah pusat dapat segera meredam berbagai pemberontakan yang
terjadi di daerah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

b. Ciri-ciri kolonialisme.
Dalam kolonialisme terdapat dua bagian penting, yakni bangsa terjajah
dan bangsa penjajah. Ciri-ciri dari bangsa penjajah sangat dipengaruhi oleh faktor
obyektif negerinya, seperti perbedaan mengenai kekayaan alam, kemajuan
teknologi, dan sistem produksi barang. Penggolongan bangsa penjajah menurut
Subartoyo Hardjosatoto (1985: 83-85) dibedakan manjadi empat, yaitu:
1) Penjajah yang kaya dan royal, artinya kaya akan bahan tambang dan
industrinya maju sehingga tidak menghisap kekayaan alam bangsa
terjajah, bahkan taraf hidup dan pendidikan pribumi dimajukan dan kelak
akan dijadikan partner,
2) Penjajah yang semi kaya, artinya penjajah ini tidak banyak memiliki
bahan tambang, tetapi industrinya maju sehingga memerlukan pemasaran
hasil industri.
3) Penjajah miskin, artinya penjajah ini industrinya telah maju tapi tidak
memiliki bahan baku dan bahan bakar bagi industrinya, sehingga
mendatangkan dari daerah jajahannya dengan pertimbangan ekonomi
upah buruh pribumi dibuat rendah. Contohnya adalah penjajahan Belanda
atas Indonesia.
4) Penjajah sangat miskin, artinya penjajah ini miskin bahan tambang dan
tanahnya tidak subur. Biasanya penjajah ini menekan dan menghisap
semua yang ada dari negara jajahannya. Sebagai contoh adalah
penjajahan Portugis atas Timor Timur.
Ciri-ciri pokok imperialisme Belanda di Indonesia maupun di negara-
negara yang dijajah yaitu:
1) Membeda-bedakan warna kulit (Color Line) yang berakibat terciptanya
sistem kasta dimana orang kulit putih menduduki tingkatan tertingi.
2) Perbaikan sosial-ekonomi bangsa penjajah (Belanda). Sebagai efek dari
sistem eksploitasi yang diterapkan oleh setiap penjajahan. Apalagi
belanda yang merupakan negara miskin sebelum dapat menduduki
commitsebab
Hindia Belanda (Indonesia), to user
semua kebutuhan negara Belanda
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

berhasil terpenuhi bahkan surplus.


3) Jarak sosial yang jauh antara bangsa penjajah dengan bangsa terjajah
karena setiap posisi penting diduduki oleh orang kalangan atas dan
adanya mobilitas sosial tertutup yang diterapkan di Indonesia.
Setiap kali penjajahan dilakukan, akan menimbulkan reaksi dari bangsa
yang terjajah seperti yang terjadi di Indonesia. Namun semuanya sia-sia karena
sifat kedaerahan yang masih kental. Hal ini mulai berubah dengan adanya
perubahan kebijakan pemerintah Belanda. Perubahan kebijaksanaan ini tidak lepas
dari kemenangan golongan liberalis dalam persidangan di Parlemen Belanda.
Perubahan kebijakan yang dimaksud adalah Politik Etis.
Politik Etis terdiri dari Imigrasi, Irigasi, dan Edukasi. Namun dari ke
tiganya yang bermanfaat bagi rakyat hanya bidang Edukasi. Walaupun pemerintah
Kolonial Belanda sudah sangat hati-hati menyelenggarakan sekolah di Hindia
Belanda, namun melalui pendidikan barat ini dapat berubah pemikiran rakyat
Indonesia. (Sudiyo. 2003: 17)
Pendidikan merupakan corong pusat semua Informasi dan pemikiran-
pemikiran yang lebih rapi dalam menyusun usaha menuju kemerdekaan.
Sehingga memunculkan organisasi melalui lembaga pendidikan. Melalui STOVIA
(School tot Opleiding van Inlandsche Arsen) para tokoh pergerakan Nasional
Muncul. Sebagai direktur yaitu dr. H.F. Roll, yang memberikan kemudahan-
kemudahan terhadap para pelajar untuk memproses lahirnya pergerakan nasional
pertama di Indonesia.( Sudiyo. 2003: 20-21) Selain itu juga muncul tokoh pers
yang sangat flamboyan yaitu Tirto Adhi Suryo. Tirto Adhi Suryo dengan
kemampuan jurnalistik yang mengesankan dan membuat resah Belanda sehingga
berulang-ulang di panggil dan kemudian diasingkan. (Metro File, 2011)
Akibat dari kolonialisme Belanda yang dilakukan di Indonesia, banyak
daerah kehilangan kebebasan politik, perekonomian, serta kebudayaannya.
Sehingga kaum pergerakan nasional melihat bahwa pers merupakan bagian
penting dalam menyebarkan cita-cita, pemikiran maupun nasionalisme yang
memiliki tujuan untuk membebaskan diri dari kolonialisme pemerintah Hindia
commit to user
Belanda. Selain itu kebijakan pemerintah Hindia Belanda yaitu sistem kelas
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

berdasarkan warna kulit berakibat munculnya perlawanan dari peranakan Belanda


dan peranakan Tionghoa sebab merasa tidak adanya keadilan dalam daerah
kolonial yang ikut berperan dalam perkembangan pers di Indonesia.

c. Keterkaitan Kolonialisme dengan Imperialisme.


Kata imperialisme berasal dari kata “imperium” yang berarti perintah,
kemudian berubah arti menjadi hak memerintah atau kekuasaan memerintah,
kemudian berubah lagi menjadi daerah dimana kekuasaan itu di lakukan.
Imperialisme dapat di bedakan menjadi dua yakni imperialisme kuno dan
imperialisme modern. Imperialisme kuno adalah ambisi untuk mencari tanah
jajahan dengan tujuan utama mennguasai perdagangan yang mempunyai ciri
utamanya yaim Gold, Gospel dan Glory (kekayaan, penyebaran agama dan
kejayaan). Sedangkan imperialisme modern adalah perluasan daerah jajahan
sebagai tempat pemasaran hasil industri, mencari bahan mentah, dan bahkan
untuk mendapatkan tenaga kerja buruh yang murah.
Menurut Sukarno (1983: 14) imperialisme adalah suatu nafsu, suatu
sistem menguasai atau mempengarahi ekonomi bangsa lain. Sedangkan menurut
Suhartoto Harjosatoto (1985: 11) Imperialisme adalah nafsu untuk menguasai satu
sistem wilayah bangsa lain. Adapun tujuan di berlakukannya Imperialisme
menumt Soermarsono Mestoko (1985: 33) adalah:
1). Perjuangan untuk memperoleh daerah strategis, basis militer, serta
urat nadi lalu lintas.
2). Keinginan untuk membangun imperium ekonomi demi kesejahteraan
bangsa yang mendominasi.
3). Keinginan untuk mendapatkan daerah baru untuk menanamkatt
modalsurplus yang terdapat pada negara yang mendominasi.
4). Usaha untuk mencari sumber bahan mentah bagi keperluan bangsa
yang mendominasi.
5). Untuk mencari pasaran dan bagi pemasaran barang-barang bangsa
yang mendominasi.
commit toprestasi
6). Keinginan imtuk memperoleh user yang datang sebagai akibat dari
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

timbulnya imperium baru.


Dari berbagai penjelasan di atas, terlihat keterkaitan kolonialisme dengan
imperialisme yaitu sama-sama untuk menguasai dan mempengaruhi bangsa lain
dalam segala bidang kehidupan. Pokok imperialisme adalah eksploitasi terhadap
bangsa lain untuk kepentingan kaum Imperialis (Mother Country). Karena itu,
pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara kolonialisme dengan imperialisme.
Belanda selalu berusaha mempengaruhi Indonesia melalui berbagai cara,
mulai dari politik adu domba (devide at impera), pers dan lain sebagainya. Pers
dipakai karena pers memiliki fungsi untuk mempengaruhi. Selain itu ada berbagai
pengusaha Belanda yang menganggap pers akan membawa keuntungan yang
besar. Samsudjin Probohardjono dalam buku Sejarah Pers dan Wartawan di
Surakarta mengutip buku “Drie en dertig jaren op java” yang berisi atas perintah
Jan Pieterszoon Coen dan mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal Laurens
Reaal, di Jakarta telah diterbitkan semacam surat kabar yang ditulis dengan tangan
pada tahun 1615, dengan nama “Memories der Nouvelles”.

d. Bentuk-bentuk Kolonialisme
Supaya memperlancar kolonialisme, dibentuklah VOC (Verenigde Oost
Indische Compagnie) agar seluruh proses kolonialisme terutama pengerukan
sumber daya alam dapat terpusat dan memperoleh pendapatan yang lebih banyak.
Hal ini terlihat dari alasan pendirian VOC yaitu untuk mendapatkan monopoli
serta menghindarkan persaingan diantara orang-orang Belanda sendiri. Usaha
yang dilakukan yaitu menggunakan politik adu domba (devide et impera) dan
VOC menuntut dari bupati-bupati untuk menyerahkan hasil-hasil tanah, pekerja
rodi dan waktu perang meminta bantuan rakyat (Mulyoto, 1989: 1-3).
Pada tahun 1800 VOC bangkrut sehingga Pemerintah Belanda
mengambil alih peranan VOC dan sistem kolonialisme berubah menjadi
konservatif. Gubernur Jendral Daendels sebagai pemimpin tertinggi Hindia
Belanda mengesampingkan para Bupati dan membuat sistem administrasi yang
kuat serta bersentral pada Napoleon (Mulyoto, 1989: 8-10).
Tahun 1811 pemerintahan commit to user
Belanda beralih pada Inggris. Raffles ditunjuk
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

sebagai pemegang kekuasaan, Raffles ingin menciptakan sistem ekonomi Jawa


yang bebas, sehingga petani dapat menentukan tanaman dagang yang hendak
ditanam di luar negara. Tiga azas yang dipakai Raffles yaitu: Pertama, segala
bentuk penyerahan wajib maupun kerja rodi dihapuskan. Kedua, peranan Bupati
sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai penggantinya Bupati dijadikan
bagian yang integral dari pemerintah. Ketiga, pemerintah kolonial adalah pemilik
tanah, maka petani dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Semua
azas ini dipengaruhi kebijakan Inggris di India sehingga tidak dapat berjalan
sesuai dengan kemauan Raffles (Sartono kartodirdjo. 1975: 57-65).
Pemerintahan Inggris hanya berlangsung lima tahun dan berakhir tahun
1816. Belanda membuat sistem baru yaitu Tanam Paksa (Cultuurstelsel). Sistem
Tanam Paksa pada hakekatnya berarti pemulihan sistem ekploitasi berupa
penyerahan wajib yang pernah dilaksanakan VOC. (Sartono kartodirdjo. 1975:
88-89). Kemenangan Golongan liberal di parlemen Belanda membawa perubahan
besar di tanah jajahan. Pemerintah membuka tanah di Indonesia untuk disewakan
bagi orang-orang Eropa sehinga perkebunan berkembang pesat di Indonesia.
Sehingga pemilik tanah bekerja kepada pemodal asing sehingga terjadi penjajahan
massal. Sistem liberal ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat
meningkatkan pendapatan pemerintah kolonial (Mulyoto, 1989: 19-21). Namun
hal itu membawa pengaruh besar bagi bangsa Indonesia sebab adanya
peningkatan prasarana dan politik Etis. Politik Etis terdiri dari imigrasi, irigasi,
dan edukasi. Namun dari ke tiganya yang bermanfaat bagi rakyat hanya bidang
edukasi. (Sudiyo. 2003: 17)

e. Pengaruh Kolonialisme
Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran di segala bidang,
baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan
merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi
penjajah, sehingga pada masyarakat kolonial terdapat dua kekuatan yang
berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa sebagai penjajah dan bangsa yang
commit to user
terjajah, yang pada akhirnya menimbulkan pemberontakan dari kaum terjajah
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

untuk memperoleh kemerdekaan. Belanda yang merupakan penjajah menerapkan


berbagai kebijakan yang diterapkan dalam berbagai bidang untuk mendukung
kolonialisme maupun imperialisme yang terjadi di Indonesia. Salah satunya
membentuk pers sebagai sarana komunikasi, baik antar pejabat maupun antara
pusat dengan daerah. Kebijakan pemerintah lain, terutama politik etis membuat
berkembangnya pendidikan untuk pribumi, sehingga muncul organisasi
pergerakan nasional (Sudiyo. 2003: 24-25).
Pada abad ke-20 berkembang pergerakan nasional dan pers pribumi
sebagai kembar siam, kedua bidang kegiatan bangsa indonesia yang hidup
berdampingan(http://top73.blogspot.com. Diunduh 27 Februari 2011 pukul
14.00). Sehingga gerakan rakyat yang tampil dalam bentuk-bentuk seperti surat
kabar dan jurnal, rapat dan pertemuan, serikat buruh dan pemogokan, organisasi
dan partai, novel, nyanyian dan teater, serta pemberontakan, merupakan fenomena
kebangkitan bumiputera. (Takashi Shiraishi, 1997: 57).

2. Pers
a. Pengertian Pers.
Istilah pers berasal dari bahasa Belanda dan dalam bahasa Inggris berarti
“Press”. Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara makna berarti penyiaran
secara tercetak atau publikasi secara di cetak (Effendy, 1994: 97). Pers adalah
lembaga sosial yang merupakan subsistem pemerintahan di negara dimana pers
beroperasi bersama-sama dengan subsistem lainnya. pers yaitu suatu lembaga
sosial dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Pers dalam pengertian sempitnya dapat diartikan sebagai media massa
cetak seperti surat kabar, majalah tabloid, dan sebagainya. Dalam pengertian
luasnya pers berarti suatu lembaga/media massa cetak maupun elektronik (radio
commitsebagai
siaran, televisi, internet dan lain-lain) to user media yangg menyiarkan karya
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

jurnalistik. Pers dalam menjalankan fungsinya merupakan bagian dari subsistem


dari sistem pemerintahan yang melakukan fungsi kontrol sosial terhadap
pemerintah dalam membuat dan menetapkan suatu kebijakan. (F. Rachmadi 1990:
9-10). Sedangkan menurut Onong U Efendi, Pers yaitu penyiaran penyiaran,
pikiran, gagasan atau berita-berita dengan kata-kata tertulis.
Dari berbagai pengertian pers di atas sehingga pers pada masa kolonial
merupakan suatu lembaga dan wahana komunikasi massa yang menjalankan
kegiatan jurnalistik dan disampaikan menggunakan media cetak (surat kabar dan
majalah) yang melakukan fungsi kontrol sosial terhadap pemerintah.

b. Peran Dan Fungsi Pers.


Pers mempunyai peran penting sebagai alat perubahan sosial dan
pembaharuan masyarakat. Akap tetapi, perannya lebih menunjuk pada peran yang
"membangun", untuk memberi informal, mendidik, dan menggerakkan
masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu, pers juga berperan
dalam penyampaian kebijaksanaan. Di samping itu masyarakat juga dapat
menggunakan pers sebagai penyalur aspirasi dan pendapat serta kritik atau kontrol
sosial.
Peran pers selain melakukan pemberitaan yang sesuai dengan fakta, juga
berperan dalam pembentukan pendapat umum. Bahkan dapat berperan aktif dalam
meningkatkan kesadaran politik rakyat. Berkaitan dengan perannya, sebagai agen
perubahan sosial memiliki beberapa tugas yang dapat dilakukan untuk menunjang
pembangunan sebagai salah satu tempat terjadinya pembaharuan dan perubahan
sosial. Menurut F. Rachmadi (1990: 17), tugas pers adalah:
1). Pers dapat memperluas pandangan. Melalui pers, orang dapat
mengetahui kejadian-kejadian yang dialami negara lain.
2). Pers dapat memusatkah perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang
ditulisnya, Dalam masyarakat modem, gambaran kita tentang
lingkungan yang jauh diperoleh dari pers dan media massa lainnya.
Masyarakat mulai menggantungkan pengetahuan pada pers dan media
massa lainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

3). Pers mampu menumbuhkan aspirasi. Dengan penguasaan media,


suatu masyarakat dapat mengubah kehidupan mereka dengan cara
meniru apa yang telah disampaikan oleh media tersebut.
4). Pers mampu menciptakan suasana membangun. Melalui pers dan
media massa dapat disebar luaskan informasi kepada masyarakat. Pers
dapat memperluas cakrawala pemikiran serta membangun simpati.
Peranan pers di atas memperlihatkan apa yang dapat dilakukan oleh pers
dan media massa sebagai agen perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat.
Selain hal tersebut di atas, tentu saja masih banyak lagi peranan yang dapat
dilakukan oleh pers.
Pers juga mempunyai fungsi yang penting dalam komunikasi massa.
Fungsi pers pada hakekatnya bersifat relatif dan bertalian dangan keperluan yang
beraneka ragam di dalam masyarakat dan negara yang berbeda-beda. Pers tidak
lepas dari struktur masyarakat, oleh karena itu struktur sosial dan poiitik sifatnya
menentukan bagi corak, sepak terjang, serta tujuan yang hendak dicapai pers.
Sebagai salah satu media komunikasi, pers turut ambil bagian dalam proses
perubahan masyarakat dan pers dapat memberikan sumbangannya yang cukup
besar sebagai alat perubahan sosial dalam usaha pembangunan bangsa.
Secara umum, pers berfungsi sebagai alat penyebaran gagasan, cita-cita,
serta pikiran manusia. Menurut pendapat Wilbur Schram yang dikutip oleh F.
Rachmadi (1970: 20) mengatakan bahwa surat kabar merupakan buku harian
tercetak bagi manusia, dan merupakan sumber informasi terperinci serta
interpretasi tentang masalah-masalah umum. Dari pemyataan tersebut, terlihat
bahwa pentingnya surat kabar itu terletak pada aspek edukasi yang dibawakannya.
Onong U Efendi (1986: 207), mengemukakan tentang empat fungsi pers.
Ke empat fungsi pers tersebut adalah:.
1). Fungsi menyiarkan informasi
Menyiarkan merupakan fungsi pers yang pertama dan utama. Khalayak
yang membeli surat kabar memerlukan informasi mengenai peristiwa-
peristiwa yang terjadi, gagasan dan pikiran orang lain, serta apa yang
commit
dikatakan orang lain. Informasi pers to
iniuser
dapat dibedakan menjadi dua, yakni
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

apa yang diinginkan untuk diketahui oleh masyarakat dan aktualisasi dari
realistas kehidupan masyarakat. Sehingga timbul ketertarikan dari pembaca
yang berakibat pada fungsi pers yang lainnya.
2). Fungsi mendidik.
Fungsi mendidik adalah pers yang memuat tulisan-tulisan yang
mengandung pengetahuan (education), sehingga khalayak pembaca
bertambah ilmu pengetahuannya. Fungsi mendidik secara implisit terdapat
pada tajuk rencana, cerita bersambung atau berita bergambar. Kadang tulisan
orang terpandang yang berfungsi mendidik masyarakat, memasyarakatkan
kebijakan politik maupun sosial. Pendidikan politik dari surat kabar ini
amatlah berhara sebab dapat membuat orang-oran Indonesia lebih mengerti
akan keadaan bangsanya .
3). Fungsi menghibur.
Merupakan fungsi surat kabar untuk mengimbangi berita-berita berat (hard
news) dan artikel-artikel berbobot. Maksud pemuatan isi surat kabar yang
bersifat hiburan ini semata-mata untuk melemaskan pikiran pembaca setelah
di hidangi berita dan artikel berat. Pada fungsi hiburan, pers Indonesia saat itu
belumlah sampai pada tahap ini. Pers saat itu lebih berfungsi menunjang
pergerakan nasional ketimbang sebagai sarana hiburan.
4). Fungsi mempengaruhi.
Fungsi mempengaruhi pada pers menyebabkan pers memegang peranan
penting dalam kehidupan masyarakat. Pers dapat mempengaruhi masyarakat
melalui berita-beritanya, yang menyebabkan pers harus berhati-hati dalam
menyampaikan berita agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.
Fungsi mempengaruhi dari pers ini secara implisit terdapat pada tajuk rencana
dan artikel.
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat (2005: 27-29) lebih
memperjelas fungsi pers yang berdasarkan teori bertanggung jawab menjadi
delapan, yaitu:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

1. Fungsi informatif
Yaitu memberikan informasi, atau berita, kepada khalayak ramai
dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap
berguna dan penting bagi orang banyak, kemudian menuliskannya
dalam kata-kata.
2. Fungsi kontrol
Pers yang bertanggung jawab adalah masuk ke balik panggung
kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan.
3. Fungsi interpretatif dan direktif
Yaitu memberikan interpretasi dan bimbingan kepada masyarakat.
Pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu
kejadian. Kadang pers juga menganjurkan tindakan yang seharusnya
diambil oleh masyarakat.
4. Fungsi menghibur
Para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan
menarik. Mereka menceritakan kisah yang lucu untuk diketahui
meskipun kisah itu tidak terlalu penting.
5. Fungsi regeneratif
Yaitu menceritakan bagaimana suatu itu dilakukan dimasa lampau,
bagaimana dunia ini dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu itu
dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu diselesaikan, dan apa yang
dianggap oleh dunia itu benar atau salah.
6. Fungsi pengawalan hak-hak warga negara
Yaitu mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi. Dalam
beberapa hal rakyat hendaknya diberi kesempatan untuk menulis
dalam media untuk melancarkan kritiknya terhadap segala sesuatu
yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.
7. Fungsi ekonomi
Yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Iklan menjadi
penghasilan tambahan untuk meningkatkan pendapatan selain dari
penjualan surat kabar.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

8. Fungsi swadaya
Yaitu pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya
sendiri sendiri agar dapat membebaskan dirinya dari pengaruh serta
tekanan dalam bidang keuangan.
Pers yang muncul di Indonesia berkembang dari berbagai golongan dan
kepentingan, sehingga mempengaruhi pada fungsi pers. Dari berbagai fungsi
diatas dapat disimpulkan bahwa pers masa sebelum tahun 1928 berfungsi:
1. Fungsi Informasi
Pers menyampaikan informasi yang tersaji dalam berita kepada
khalayak umum. Informasi yang dimaksud berupa peristiwa-
peristiwa yang terjadi, gagasan dan pikiran orang lain, serta apa yang
dikatakan orang lain. Informasi pers ini berupa aktualisasi dari
realitas kehidupan masyarakat.
2. Fungsi Mempengaruhi.
Pers dapat mempengaruhi masyarakat melalui berita-beritanya, yang
menyebabkan pers harus berhati-hati dalam menyampaikan berita
agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Selain itu,
pemikiran-pemikiran dari penulis dimasukkan untuk mengerucutkan
pendapat masyarakat dalam suatu peristiwa.
3. Fungsi Ekonomi
Yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Dapat dilihat dari
koran kolonial yaitu Vendu Nieuws(berita lelang) dan pers tionghoa
yaitu Perniagaan.
4. Fungsi Swadaya
Pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya sendiri
agar dapat membebaskan dirinya dari pengaruh serta tekanan dalam
bidang keuangan. Hal ini dilakukan melalui iklan dan penjualan surat
kabar dan majalah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

5. Fungsi Mendidik
Pers yang memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan
(education), sehingga pembaca bertambah ilmu pengetahuannya.
Namun disini pers mempengaruhi berbagai aspek serta menjadi ajang perdebatan
sebab pers kolonial (pada umumnya) dan pers nasional mempunyai pengaruh
yang berbeda dalam masyarakat. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pers masa
kolonial masih dipengaruhi oleh pemerintah Hindia Belanda. Sehingga Gandhi
(1985: 77) menyebutkan bahwa pers nasional berperan seirama dan sejalan
dengan perjuangan rakyat sehingga menyebutkan fungsi pers di zaman pergerakan
sebagai oponen (lawan) penjajah.

c. Bentuk Pers
Dalam sejarah perkembangannya, beberapa tokoh seperti Fres S. Siebert,
Theodore Peterson dan Wilbur Schramm telah merumuskan empat teori pers.
Dalam bukunya yang berjudul “Four Theories of the Press” dimuat tentang
empat teori pers, yang meliputi: authoritarian press (pers otoritarian), libertarian
press, soviet communist (press atau pers komunis soviet), dan social responsibility
press atau pers tanggung jawab social.
a) Pers Otoritarian (Authoritrian Press)
Pers Otoritarian identik dengan situasi dimana kebenaran dianggap sebagai
milik para pemegang kekuasaan. Tidak perduli apakah kebijkan sang penguasa
tersebut menindas rakyat atau sebagainya, karena kekuasaan adalah segalanya.
Masa ini muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans Eropa, beberapa
waktu setelah ditemukannya mesin cetak. Dalam kondisi masyarakat seperti itu,
kebenaran adalah suatu hal yang dianggap bukanlah hasil dari masa rakyat,
melainkan dari sekelompok kecil para pemegang tangguk kekuasaan.
Pers Otoritarian meletakkan kebenaran lebih dekat dengan pusat
kekuasaan. Penguasa dalam menjalankan kekuasaannya menggunakan pers
sebagai alat untuk memberi informasi kepada rakyat tentang kebijakan-kebijakan
penguasa yang harus didukung. Hanya dengan ijin khusus penguasa pers boleh
dimiliki oleh swasta, dan ijin commit to user
ini dapat dicabut kapan saja tergantung dari
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

bagaimana pers tersebut menjalankan fungsinya, apakah mendukung atau malah


membelot dari kebijakan pemerintah. Kegiatan penerbitan lembaga pers pada
masa ini haruslah mengacu pada kontrak persetujuan antara pemegang kekuasaan
dengan penerbit. Isi perjanjianpun selalu menyamping pada kepentingan
penguasa, dimana pertama memberikan sebuah hak monopoli kepada penerbit dan
yang terakhir memberikan dukungan terhadap kebijakan penguasa.
Para pemegang kekuasaan mempunyai hak untuk membuat dan merubah
kebijaksanaan yang telah disepakati sebelumnya. Penguasa pun memiliki hak
untuk menyensor isi pemberitaan yang akan diterbitkan. Hal ini jelas kontras
dengan fungsi pers sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan
juga dalam menyampaikan kebenaran objektif kepada masyarakat. Informasi yang
diterbitkan adalah kontaminasi dari kepentingan para pemegang kekuasaan.
Secara umum, pers masa Otoritarian memiliki ciri antara lain sebagai
berikut:
1. Kebenaran adalah milik pemegang kekuasaan.
2. Pers diatur oleh penguasa sehingga pers kehilangan fungsinya sebagai
media kontrol terhadap pemerintahan.
3. Isi pemberitaan harus mendukung kebijakan pemerintah dan tidak boleh
membelot dari kepentingan penguasa.
4. Penguasa memiliki kewenangan untuk menyensor isi pemberitaan
sebelum dicetak.
b) Pers Liberitarian
Dalam Libertarian, pers bukanlah lagi instrument pemerintah yang
dijadikan alat penopang kekuasaan melainkan berperan sebagai kontrol
pemerintahan. Pers pada masa ini berperan sebagai sebuah alat untuk menyajikan
bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang banyak untuk
mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya.
Pers Libertarian lahir pada saat tumbuhnya demokrasi politik dan paham
kebebasan yang berkembang pada abad ke-17. Hal ini muncul sebagai akibat
revolusi industri dan digunakannya sistem ekonomi laissez-faire.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

c) Pers Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)


Pers tanggung jawab sosial berkembang sebagai akibat kesadaran pada
abad ke-20, dengan berbagai macam perkembangan media massa (khususnya
media elektronik), menuntut kepada media massa untuk memiliki suatu tanggung
jawab sosial yang baru. Teori tanggung jawab sosial punya asumsi utama: bahwa
kebebasan pers mutlak, banyak mendorong terjadinya dekadensi moral. Oleh
karena itu, teori ini memandang perlu adanya pers dan sistem jurnalistik yang
menggunakan dasar moral dan etika.
Pers mengerti tanggung jawabnya dan menjadikan landasan kebijaksanaan
operasional mereka, maka sistem libertarian akan dapat memuaskan kebutuhan
masyarakat. Jika pers tidak mau menerima tanggung jawabnya, maka harus ada
badan lain dalam masyarakat yang menjalankan fungsi komunikasi massa. Pada
dasarnya fungsi pers dibawah teori tanggung jawab sosial sama dengan fungsi
pers dalam teori Libertarian. Digambarkan ada enam tugas pers :
1. Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi dan
perdebatan tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
2. Memberi penerangan kepada masyarakat, sedemikian rupa sehingga
masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri.
3. Menjadi penjaga hak-hak perorangan dengan bertindak sebagai anjing
penjaga yang mengawasi pemerintah.
4. Melayani system ekonomi dengan mempertemukan pembeli dan penjual
barang atau jasa melalui medium periklanan,
5. Menyediakan hiburan
6. Mengusahakan sendiri biaya financial, sehingga bebas dari tekanan-
tekanan orang yang punya kepentingan
d) Pers Totalitarian (Soviet Komunis)
Tugas pokok pers dalam system pers komunis adalah menyokong,
menyukseskan, dan menjaga kontinuitas system social Soviet atau pemerintah
partai. Dan fungsi pers komunis itu sendiri adalah memberi bimbingan secara
cermat kepada masyarakat agar terbebas dari pengaruh-pengaruh luar yang dapat
commit
menjauhkan masyarakat dari cita-cita to user
partai.
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Antara teori totalitarian dengan teori otoritarian sama-sama menggunakan


kata kebebasan untuk masyarakat. Namun kebebasan masyarakat bagi otoritarian
adalah kepentingan bisnis, sedangkan bagi totalitarian berarti kepentingan partai.
Teori pers yang tepat dalam skripsi ini yaitu mengenai teori pers
otoritarian karena pers pada waktu itu dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda.
Sehingga pers yang berkembang dikuasai oleh penguasa. Dan bagi yang
membangkang dapat dihukum. Seperti banyak kasus yang terjadi. Mulai dari Tirto
Adisuryo, tiga serangkai (Douwes Dekker, Suwardi, dan Cipto Mangun Kusumo),
Soekarno, dan Moh. Hatta. Banyak lagi orang yang ditahan karena tulisannya
yang dianggap mengancam kedudukan Belanda. Selain itu ada juga pembredelan
terhadap pers yang dianggap membahayakan kedudukan Pemerintah kolonial.

d. Keadaan Pers Di Indonesia.


Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, Belanda melakukan tekanan
terhadap pers Indonesia sehingga tidak jarang kaum pers Indonesia mengalami
tekanan secara fisik maupun larangan untuk menerbitkan surat kabamya. Dengan
kata lain bahwa pers pada masa kolonialisme Belanda adalah pers yang selalu
berjuang untuk rnencapai kemerdekaan Indonesia dan kemerdekaan pers dari
tekanan penjajah (Kurniawan Junaidhie, 1991: 210).
Pers juga memegang peranan penting dalam melawan ketidak adilan
pemerintah kolonial Belanda dalam segala bidang. Perlawanan tersebut di
wujudkan berupa tulisan-tulisan yang menyerang dan mengkritik pemerintah
kolonial. Selain itu, pers juga bisa mempengaruhi pendapat orang banyak,
sehingga pers dapat menghimpun kekuatan massa (1933. Majalah Fikiran
Rakyat).
Pers juga dianggap sebagai pembantu bagi kaum pergerakan karena bisa
menyebarkan atau mempropagandakan cita-cita dan kemauan kepada rakyat.
Dengan suarat kabar dapat pula menyampaikan buah pikiran dan kemauan
disemua pelosok dan sudut negeri, disegala tempat yang jauh sehingga pers
sangatlah penting bagi kaum pergerakan (1933. Majalah Fikiran Rakyat).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Ditinjau dari sistem, pers merupakan sistem terbuka yang probablilistik.


Terbuka artinya bahwa pers tidak bebas dari pengaruh lingkungan tetapi dilain
pihak pers juga mempengaruhi lingkungan probablilitas berarti hasilnya tidak
dapat diduga secara pasti (Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat,
2005: 26). Hal ini karena pers pada masa Kolonial masih berbentuk koran maupun
majalah yang merupakan kumpulan berita dari berbagai aspek kehidupan di
Hindia Belanda maupun yang berkembang diluar Hindia Belanda. Selain itu pers
telah merubah cara berfikir masyarakat yang pada awal mula bersifat kedaerahan
menjadi Nasionalis.
Berdasarkan keterangan di atas dapat di simpulkan bahwa pers
memegang peranan penting dalam perjuangan rakyat Indonesia melawan
ketidakadilan pemerintah kolonial Belanda dalam segala bidang termasuk pers.
Perlawanan tersebut di wujudkan berupa tulisan-tulisan yang menyerang dan
mengkritik kepada pemerintah kolonial. Pers nasional mempunyai fungsi-fungsi
penting dalam menginformasikan, mendidik, dan mempengaruhi masyarakat
secara langsung maupun tidak langsung akan membawa pemikiran-pemikiran
kritis kepada masyarakat. Sehingga muncul pemikiran nasionalisme kepada
masyarakat.

3. Nasionalisme
a. Pengertian Nasionalisme.
Gelombang globalisasi semakin lama mengikis paham nasionalisme
dewasa ini. Inilah yang sering kita dengan belakangan ini, sehingga perlunya
semangat kebangsaan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, sebab rasa cinta
tanah air ini penting bagi suatu negara. Hal ini karena dengan adanya rasa cinta
tanah air akan memajukan suatu negara dan terwujud persatuan. Rasa cinta tanah
air ini juga sering dikaitkan dengan nasionalisme. Di Indonesia nasionalisme
muncul pada abad ke-20, dimana pada saat itu bangsa sedang berjuang melawan
Kolonialisme Belanda dan menuntut kemerdekaan.
Menurut Hans Kohn (2007: 16), bahwa nasionalisme merupakan
commit to
rumusan pemikiran yang menghendaki user tertinggi individu dicurahkan
loyalitas
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

kepada negara bangsa. Dalam kamus poiitik yang dikutip oleh Suhartoyo
Hardjosatoto (1985 : 42) makna natie dan nasionalisme yaitu:
Natie : batja : naatsi : nasion. Yang dinamakan nation adalah masyarakat yang
bentuknya diwujudkan oleh sejarah. Kesatuan bahasa adalah salah satu sifat
dari suatu nasion, begitu juga kesatuan daerah. Selanjutnya sifat-sifat lain dari
suatu nasion adalah: kesatuan hidup ekonomis (economis leaven), hubungan
ekonomis, kesatuan keadaan jiwa, yang terlukis dalam kesatuan kebudayaan.
Nasionalisme adalah kesadaran diri yang mengikat dan diwujudakan oleh
kecintaannya yang melimpah pada negeri dan bangsa sendiri dan kadang-
kadang disertai akibat pengecilan arti dan sifat bangsa-bangsa lain.
Nasionalisme di Indonesia timbulnya sudah tahun 1905 dengan menangnya
Jepang atas Rusia dan timbulnya pergerakan Budi Utomo pada tahun 1908.
Meriam Budiharjo (1984: 44) yang berpendapat bahwa nasionalisme
merupakan suatu perasaan subyektif pada sekelompok manusia bahwa mereka
satu bangsa dan bahwa cita-cita serta aspirasi mereka bersama hanya dapat
tercapai jika mereka bergabung dalam satu negara atau nation.
Berdasarkan beberapa definisi nasionalisme diatas, maka dapat
dinyatakan bahwa nasionalisme muncul karena adanya reaksi terhadap
kolonialisme dan imperialisme. Nasionalisme merupakan keinginan untuk bersatu
dalam satu pendirian yang dimiliki sejumlah inividu yang terbentuk dalam kurun
waktu yang tertentu menuju tercapainya cita-cita.

b. Sebab-sebab Nasionalisme.
Nasionalisme diberbagai negara muncul karena adanya persamaan nasib,
sejarah, dan tempat. Semua ada karena terbukanya pengetahuan orang-orang yang
sadar adanya kesalahan dalam pemerintahan maupun kehidupan sosial, ekonomi,
dan budaya. Hal ini senada dari kutipan buku Nasionalisme Menjelang abat XXI
yang dikarang E.J. Hobsbawm (1992: 117) yaitu;
“Sekali perkembangan Eropa telah mencapai tingkat tertentu, komunitas rakyat
yang linguistik dan kultural, setelah secara diam-diam menjadi matang
diseluruh negeri, muncul dari dunia eksistensi sebagai rakyat yang pasif
(Passiver volksheit). Mereka menjadi sadar akan dirinya sebagai sesuatu
kekuatan dengan suatu takdir historis. Mereka menuntut penendalian terhadap
negara sebagai instrumen kekuatan yang paling tinggi yang bisa diperoleh, dan
menuntut penentuan sendiri politik mereka. Hari lahir gagasan politik
commit tokesadaran
mengenai bangsa dan tahun kelahiran user baru ini adalah 1789, tahun
Revolusi Perancis.”
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Menurut Hertz dalam F. Isjwara (1982: 127), rnenyebutkan ada empat


cita-cita yang terkandung dalam nasionalisme, yaitu:
1) Perjuangan mewujudkan cita-cita nasional yang meliputi persatuan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan dan
persekutuan serta adanya, solidaritas.
2). Perjuangan untuk mewujudkan kebebasan nasional yang meliputi
kebebasan dari penguasaan asing atau campur tangan dunia, dan
kebebasan dari kekuatan intern yang tidak bersifat nasional atau yang
hendak mengesampingkan bangsa dan negara.
3). Perjuangan mewujudkan kemandirian, pembedaan, individualitas,
keaslian, dan keistimewaan.
4). Perjuangan untuk mewujudkan pembedaan diantara bangsa-bangsa yang
meliputi perjuangan untuk memperoleh kehormatan, kewibawaan,
gengsi, dan pengaruh.
Mengenai timbulnya nasionalisme di Indonesia mempunyai ikatan yang
sangat erat dengan kolonialisme Belanda. Nasionalisme Indonesia pada tingkat-
tingkat pertama juga dikenal sebagai nasionalisme sempit, yang bersifat lokal atau
kedaerahan. Nama-nama seperti Sarekat Ambon, Roekoen Minahasa, Pasoendan,
Sarekat Soematera menunjukkan sifat kedaerahan dan kesukuan (Sartono
Kartodirjo, 1992: 239).
Roeslan Abdulgani (1957: 29), mengatakan bahwa: Nasionalisme
Indonesia lahir sebagai reaksi terhadap kolonial Eropa karena kolonial itu
mengandung dimensi-dimensi eksploitasi politik, ekonomi; dan penetrasi
kebudayaan. Maka nasionalisme Indonesia mempunyai tiga dimensi yang
mengandung arti ingin menumbangkan dominasi politik kolonial untuk
membangun negara nasional yang demokratis yang menghentikan eksploitasi
ekonomi untuk membangun suatu masyarakat yang berkeadilan sosial dan
mcnghentikan penetrasi kultural untuk menghidupkan kembali kepribadiannya.
Muncullah persatuan dengan dibentuknya berbagai jiwa nasionalisme
melalui gerakan politik. Menurut Stephen van Evera, nasionalisme sebagai
commit to user
gerakan politik memiliki 2 ciri yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

1) Anggota gerakan nasionalisme itu memberikan loyalitas mereka kepada


komunitas etnik atau nasional; loyalitas ini mengalahkan loyalitas yang
diberikan pada pengelompokan lain, misalnya berdasarkan keluarga dan
ideologi politik.
2) Komunitas etnik atau nasionalisme tersebut menginginkan negara
merdeka milik mereka.
Nasionalisme Indonesia dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo pada
tahun 1908. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi untuk bergerak secara
nasional adalah:
1) Adanya tekanan dan penderitaan yang terus menerus, sehingga rakyat
Indonesia harus bangkit melawan penjajah.
2) Adanya rasa senasib sepenanggungan yang hidup dalam cengkraman
penjajah, sehingga timbul semangat bersatu membentuk negara.
3) Adanya rasa kesadaran nasional dan harga diri karena kehendak
memiliki tanah air dan hak menentukan nasib sendiri (Depdikbud,
1997: 14).
Berkaitan dengan perjuangan pers di Indonesia , timbulnya nasionalisme
dalam bidang pers khususnya, terutama sekali dimulai sejak timbulnya organisasi
pergerakan nasional, Seperti kita ketahui bahwa masing-masing organisasi
pergerakan nasional pada masa itu kebanyakan memiliki penerbitan surat kabar
sendiri yang digunakan sebagai sarana mengobarkan semangat perjuangan dalam
membebaskan bangsa dari kolonialisme Belanda. Sebagai contoh, Budi Utomo
dengan Darmo Kondo, dijelaskan oleh Samsudjin Probohardjono (1985: 49-50)
dalam buku berjudul sejarah pers dan wartawan di Surakarta bahwa “Sejak
lahirnya ‘Budi Utomo’ surat-surat kabar dan majalah Nasional yang terbit di
Surakarta dan juga di seluruh Indonesia pada umumnya, setapak-demi setapak
sudah berani memuat tulisan-tulisanyang mengandung maksud politik menuju
kebebasan dan kemerdekaan.”
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pers Indonesia
turut memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi perjuangan rnencapai
commit dalam
kemerdekaan. Selain itu juga bcrjuang to user bidang pers sendiri, yaitu untuk
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

rnencapai kebebasan pers agar terbebas dari tekanan-tekanan yang di berikan oleh
kolonial Belanda kepada pers Pribumi. Dan sebagai langkah besar menuju proses
Nasionalisme yang luas yaitu Kongres Pemuda II tahun 1928 yang menjadi
tonggak awal persatuan nasional, bukan lagi bersifat kedaerahan.
B. Kerangka Berpikir

Kolonialisme

Pergerakan Nasional Kebijakan Pemerintah


Hindia Belanda

Pers di Indonesia

Fungsi Pers

Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi


Informasi Mempengaruhi Mendidik menghibur

Nasionalisme

Kongres Pemuda II
Tahun 1928
Penjelasan:
Para pejabat kompeni Belanda memerintah dengan otoriter dan
mempertahankan sistem kasta, sebagai ciri masyarakat kolonial, dalam mengatur
kehidupan dan penghidupan di Hindia Belanda. Suatu media massa, yang dapat
membuka kemungkinan untuk mengeluarkan pendapat umum terhadap
kebijaksanaan pemerintah, tidak mendapat izin untuk terbit (Abdurrachman
Surjomihardjo.2002: 25). Baru pada tahun 1744, dibawah pemerintahan Gubernur
Jendral Van Inhoff yang berpandangan bebas, telah berkenan memberikan ijin
atau “octrooi” kepada Jan Erdmancommit to pedagang
Jordens, user merangkap sekretaris kantor
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

sekretariat Jendral pada waktu itu, untuk menerbitkan suratkabar, untuk tiga tahun
lamanya. Dengan Octrooi tersebut di Jakarta terbitlah surat kabar “Bataviasche
Nouvelles en Politique Raisonnementen”. Nomor pertama terbit pada tanggal 7
Agustus 1744. Bataviasche Nouvelles hanya bertahan dua tahun dengan
penerbitan terakhir pada tanggal 20 Juni 1746 (Samsudjin Probohardjono, 1985).
Para pengusaha di masa itu telah meramalkan bahwa dunia pers di masa
mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak
heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda
berani membuka pers(Haryadi Suadi, 2006). Namun karena peraturan yang
bersifat preventif sehingga pers pada abad ke-18 dan 19 kurang berkembang.
Pers kolonial berkembang pesat pada abad-20 dan tampak sekali tempat
terbit serta penyebaranya terbatas pada kota-kota besar, yang penting bagi
administrasi ataupun sebagai pusat perdagangan perusahaan-perusahaan Belanda.
Awal abad ke-20 beberapa pers Belanda mewakili orientasi politik tertentu,
namun bercorak mempertahankan hubungan kolonial di Indonesia.
Setelah munculnya pers kolonial kemudian pada akhir abad ke-19
muncullah pers Tionghoa yang pada awalnya bekerja dalam surat kabar yang
diselenggarakan oleh Indo-Belanda. Pelopor pers Tionghoa yang terkenal adalah
Lie Kim Hok. Munculnya pers Tionghoa dipengaruhi nasionalisme di daratan
Tionghoa kemudian menjalar ke daerah Asia Tenggara, nasionalisme yang
berkembang yaitu nasionalisme kultural. Hal ini dipengaruhi oleh adanya sikap
diskriminasi terhadap orang Tionghoa sehingga banyak yang menggantungkan
kepada Negara Cina. Namun timbulnya kesamaan nasib orang Tionghoa dengan
pribumi menyebabkan Nasionalisme di kalangan Tionghoa (terutama peranakan).
Pers pribumi pertama kali muncul karena faktor ekonomi. Pertama kali
dipelopori oleh Medan Prijaji pada tahun 1907-1910 dengan pimpinan redaksi
R.M. Tirtoadisuryo. Sesuai dengan namanya, Medan Prijaji merupakan suara
golongan Priayi, lingkungan pembaca yang ingin dicapai ialah “Anak Hindia”.
Pers Pribumi berkembang sejalan dengan berkembangnya pergerakan nasional.
Munculnya kemiskinan, masalah kesehatan, dan kebodohan yang diakibatkan
adanya ekploitasi dalam bebagai bidang kehidupan di daerah koloni (Indonesia)
commit
semakin memperkuat konflik yang ada,to hal
userini dimuat dalam pers kolonial
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

(Locomotief), pers Tionghoa (Sin Po) dan pers pribumi. Sehingga kondisi tersebut
menimbulkan reaksi rakyat jajahan untuk berusaha mempertahan dan melepaskan
diri dari belenggu kesengsaraan. Hal itulah yang mendorong dan memperkuat
tumbuhnya pergerakan nasional dan Nasionalisme di Indonesia untuk
mewujudkan kemerdekaan bangsa lepas dari belenggu penjajahan. Sedangkan
pers digunakan sebagai sarana yang ampuh untuk memobilisir kekuatan-kekuatan
bangsa kita untuk mengenyahkan penjajah.
Fungsi pers dari Onong U Efendi yang digunakan oleh penulis yaitu:
1. Fungsi informasi
2. Fungsi mempengaruhi.
3. Fungsi menghibur
4. Fungsi Mendidik
Pers pribumi berfungsi sebagai alat agar tercapainya tujuan organisasi.
Namun ada beberapa organisasi yang sudah memasukkan ideologi nasionalis. Pers
yang paling banyak membuat propaganda persatuan yaitu Indonesia Merdeka
yang dibuat oleh Perhimpunan Indonesia (Drs Sudiyo. 2003). Tahun 1925
Indische Vereeniging berubah menjadi Perhimpunan Indonesia dengan tujuannya
Indonesia merdeka serta merubah nama majalah yang diterbitkan menjadi
“Indonesia Merdeka”.
Majalah “Indonesia Merdeka” membuat Soegondo Djojopuspito
terinspirasi terhadap persatuan Indonesia. Yang kemudian memimpin Kongres
Pemuda Indonesia Kedua dan menghasilkan Sumpah Pemuda, dengan motto: Satu
Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa: Indonesia. Kemudian kalangan pers sendiri
ikut berperan aktif dalam Kongres Pemuda II, diantaranya yaitu WR. Soepratman.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II
Tahun 1928”, penulis melaksanakan penelitian dengan teknik pengumpulan data
melalui studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan untuk melaksanakan
penelitian ini, antara lain:
a. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan P. IPS FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
c. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
d. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
e. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.
f. Perpustakaan Daerah Surakarta.
g. Perpustakaan Monumen Pers Surakarta.
h. Library Centre Yogyakarta.
i. Perpustakaan Daerah Yogyakarta.
j. Perpustakaan Propinsi Yogyakarta
k. Perpustakaan Universitas Gajah Mada.

2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah sejak pengajuan judul
skripsi yaitu bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Adapun
kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu penelitian tersebut adalah
commit to user
mengumpulkan sumber, melakukan kritik untuk menyelidiki keabsahan sumber,

32
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan
terakhir menyusun laporan hasil penelitian.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan


mengenai “Peranan Pers Dalam Kongres Pemuda II Tahun 1928”. Mengingat
peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa lampau, maka
metode yang digunakan adalah metode sejarah atau metode historis.
Nawawi (1995: 78-79) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah
adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau
peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang
berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang. Gilbert J.
Garraghan yang dikutip Abdurrahman (1999: 43) mengemukakan bahwa metode
penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk
mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis,
dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Louis
Gottschalk yang dikutip Abdurrahman (1999: 44) menjelaskan metode sejarah
sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data
yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu
menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.
Menurut Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang dimaksud metode
sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan
peninggalanpeninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-
bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita sejarah yang
dapat dipercaya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan
sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji untuk
memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan menganalisa secara
commit
kritis dan mengajukan sintesis dari hasil to userdicapai dalam bentuk tertulis dari
yang
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

sumber sejarah tersebut untuk dijadikan suatu cerita sejarah yang obyektif,
menarik dan dapat dipercaya.

C. Sumber Data

Sumber data sering disebut juga data sejarah. Menurut Kuntowijoyo


(1995: 94) perkataan ”data” merupakan bentuk jamak dari kata tunggal datum
(bahasa latin) yang berarti pemberitaan. Menurut Dudung Abdurrachman (1999:
30) data sejarah merupakan bahan sejarah yang memerlukan pengolahan,
penyeleksian, dan pengkategorian. Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun
(1996: 61) sumber sejarah ialah bahan-bahan yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Sumber sejarah dapat berupa lisan, tertulis ataupun benda-benda sejarah.
Sumber sejarah dapat dibedakan menjadi sumber primer dan sumber sekunder.
Sumber primer dalam penelitian sejarah adalah sumber yang disampaikan
langsung oleh saksi mata. Dikatakan sebagai sumber sekunder karena tidak
disampaikan langsung oleh saksi mata dan bentuknya dapat berupa buku-buku,
artikel, koran, majalah (Dudung Abdurrahman, 1999: 56). Louis Gottschalk
(1975: 17) berpendapat bahwa penelitian historis tergantung kepada dua macam
data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari sumber primer,
yaitu peneliti secara langsung melakukan observasi atau penyaksian yang
dituliskan pada waktu peristiwa terjadi. Data sekunder diperoleh dari sumber
sekunder, yaitu penulis melaporkan hasil observasi orang lain yang satu kali atau
lebih lepas dari aslinya. Diantara kedua sumber tersebut, sumber primer
dipandang memiliki otoritas sebagai bukti tangan pertama dan diberi prioritas
dalam pengumpulan data.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer tersebut diantara lain: lagu
Indonesia Raya karya W. R. Soepratman, Bunga Rampai Soempah Pemoeda 50th,
Laporan Kongres Pemuda Pertama, “Vlugsschriften van het Comite Boemi
Poetra/Soerat-soerat Edaran dari commit
ComitetoBoemi
user Poetra”. 1913, majalah Soeloeh
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Ra’jat Indonesia 1930, Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia dalam


Soeloeh Ra’jat Indonesia November 1928, dan majalah Persatoean Indonesia
tahun 1928.
Sumber data sekunder yang digunakan seperti buku karangan Sudiyo
dengan judul “Perhimpunan Indonesia”, Taufik Abdullah dengan judul
“Nasionalisme dan Sejarah”, Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda, buku
karangan M.C. Ricklefs “Sejarah Indonesia Modern 1200-2004”, Sudiyo tahun
2003. dengan judul “Arus Perjuangan Pemuda dari Masa ke Masa”, Soebagijo
I.N. dengan judul “Sejarah Pers Indonesia”, Abdurrachman Surjomihardjo dengan
judul “Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia”, buku berjudul
“Pers Jawa Timur dari Masa ke Masa”, Tribuana Said dengan judul “Sejarah Pers
Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila”, Samsudjin Probohardjono dengan
judul “Sejarah Pers dan Wartawan di Surakarta”, Sri Sutjiatiningsih dengan judul
“Soegondo Djoyopuspito: Hasil Karya dan Pengabdian”, Wawan Tunggul Alam
dengan judul “Mutiara kata Bung Karno”, Arbi sanit dengan judul “Sistem politik
Indonesia: kestabilan, peta kekuatan politik dan pembangunan”, Soekarno dengan
judul “Indonesia Menggugat”, Sartono Kartodirdjo dengan judul “Pengantar
Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai
Nasionalisme”, Cahyo Budi Utomo dengan judul “Dinamika Pergerakan
Kebangsaan Indonesia dari Kebangkitan hingga Kemerdekaan”, S. Silalahi
dengan judul “Dasar-dasar Indonesia Merdeka”, Sumono Mustoffa dengan judul
“Kebebasan Pers Fungsional sebagai Salah Satu Sarana Perjuangan Kemerdekaan
di Indonesia”, Momon Abdul Rahman dengan judul “Wage Rudolf Supratman:
Sang Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya”, Sartono Kartodirdjo dengan
judul “Sejarah Nasional Indonesia V”. I. Taufik dengan judul “Sejarah dan
Perkembangan Pers di Indonesia”, dan “Surat Kabar Indonesia Pada Tiga Zaman”
serta majalah Pers Indonesia bulan Juli 1975 dan Januari 1978.
Berdasarkan uraian di atas, pengumpulan data dalam penelitian ini
digunakan teknik kepustakaan atau studi pustaka, yaitu melakukan pengumpulan
data tertulis dengan menggali data dari buku-buku, majalah dan bentuk pustaka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

lainnya. Sumber-sumber ini diperoleh melalui kunjungan pustaka, analisis dan


lain-lain.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian historis, pengumpulan data dinamakan heuristik.Teknik


pengumpulan data dalam penelitian historis merupakan salah satu langkah yang
penting. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka dalam
pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka. Menurut Koenjaraningrat
(1986: 36), bahwa keuntungan dari studi pustaka ada empat hal, yaitu: (1)
memperdalam kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan pemikiran, (2)
memperdalam pengetahuan akan masalah yang diteliti, (3) mempertajam konsep
yang digunakan sehingga memperdalam dalam perumusan, (4) menghindari
terjadinya pengulangan suatu penelitian.
Menurut Florence M.A. Hilbish, mengemukakan bahwa catatan-catatan
dalam pengumpulan data ada tiga bentuk, yaitu: (1) quation (kutipan langsung),
(2) citation atau indirect quation (kutipan tidak langsung), (3) summary
(ringkasan) dan comment (komentar)
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data melalui studi pustaka yang
dilakukan terhadap arsip, buku, majalah, surat kabar yang terbit pada masa itu
atau yang terbit kemudian. Bahan ini dapat digunakan untuk menjelaskan
peristiwa yang diteliti. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dilaksanakan sebagai berikut:
1) Mengumpulkan sumber primer dan sekunder yang berupa buku-buku
literatur dengan tema Peranan Pers dalam Pongres Pemuda II tahun
1928 yang tersimpan di beberapa perpustakaan diantaranya adalah
Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Perpustakaan Fakultascommit to user dan Politik, Universitas Sebelas
Ilmu Sosial
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Maret Surakarta, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret


Surakarta, Perpustakaan Daerah Surakarta, Perpustakaan Monumen
Pers Surakarta, Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Perpustakaan
Universitas Gajah Mada.
2) Membaca, mencatat, meminjam dan memfotokopi buku-buku literatur
karangan sejarawan yang dianggap penting dan relevan dengan tema
penelitian yang tersimpan di perpustakaan berdasarkan periodisasi
waktu atau secara kronologis.
3) Mengumpulkan data yang telah diperoleh dari perpustakaan untuk
digunakan dalam menyusun karya ilmiah.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik
analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman
(1999: 64), interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut dengan analisis
sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda
dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis dan sintesis, dipandang sebagai
metode-metode utama dalam interpretasi. Menurut Helius Syamsuddin (1996: 89)
teknik analisis data historis adalah analisis data sejarah yang menggunakan kritik
sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang digunakan dalam
penulisan sejarah.
Menurut Berkhofer yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64),
analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh
dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta
itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Menurut Sartono Kartodirdjo
(1992: 2) analisis sejarah ialah menyediakan suatu kerangka pemikiran atau
kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai
dalam membuat analisis itu. Data yang telah diperoleh diinterpretasikan, dianalisis
isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka teori yang dipakai sehingga
commit
menghasilkan fakta-fakta yang relevan to user
dengan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

Analisis data merupakan langkah yang penting dimulai dari melakukan


kegiatan mengumpulkan data kemudian melakukan kritik ekstern dan intern untuk
mencari otensitas dan kredibilitas sumber yang didapatkan. Dari langkah ini dapat
diketahui sumber yang benar-benar dibutuhkan dan relevan dengan materi
penelitian. Selain itu, membandingkan data dari sumber sejarah tersebut dengan
bantuan seperangkat kerangka teori dan metode penelitian sejarah, kemudian
menjadi fakta sejarah. Agar memiliki makna yang jelas dan dapat dipahami, fakta
tersebut ditafsirkan dengan cara merangkaikan fakta menjadi karya yang
menyeluruh dan masuk akal.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal yaitu


persiapan pembuatan proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Adapun
prosedur penelitian ini adalah melalui empat tahap yang merupakan proses
metode sejarah. Empat langkah itu terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi. Adapun prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Heuristik Kritik
Interpretasi Historiografi
Sumber

Fakta Sejarah

Keterangan:
1. Heuristik
Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 55) heuristik berasal dari kata
Yunani, Heuriskein yang artinya memperoleh. Menurut Helius Syamsuddin
commit to user
(1996: 99) heuristik adalah pengumpulan sumber-sumber sejarah. Heuristik
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan data dan peninggalan masa lampau
baik berupa bahan-bahan tertulis dan tercetak.
Pada tahap ini, penulis berusaha mengumpulkan sumber atau data-data
yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji. Dalam hal ini penulis
melakukan pengumpulan data dan sumber dibeberapa perpustakaan seperti
Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas
Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Monumen Pers
Surakarta, Perpustakaan Daerah Surakarta, Perpustakaan Daerah Yogyakarta, dan
Perpustakaan Universitas Gajah Mada. Sumber - sumber sejarah dalam penelitian
ini adalah berupa Arsip-Arsip dan Dokumen.

2. Kritik
Kritik yaitu kegiatan untuk menyelidiki apakah sumber-sumber sejarah itu
sejati atau otentik dan dapat dipercaya atau tidak. Pada tahap ini kritik sumber
dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Menurut Dudung
Abdurrahman (1999: 58) kritik ekstern yaitu menguji suatu keabsahan tentang
keaslian sumber (otentisitas) sedangkan kritik intern menguji keabsahan tentang
kesahihan sumber (kredibilitas).
Kritik ekstern dilakukan pada sumber tertulis dengan menyeleksi segi-
segi fisik dari sumber yang ditemukan dilihat dari jenis kertasnya, gaya
penulisannya, bahasa yang digunakan, tahun pembuatan, siapa yang membuat,
dan dimana buku, arsip atau surat kabar tersebut dibuat. Usaha yang dilakukan
didalam kritik ekstern lain yaitu dengan penyeleksian sumber-sumber pustaka
berdasarkan cerita, seperti profesionalisme pengarang, ketebalan buku, tahun
penerbitan, dan penerbit, misalnya pada sumber primer dari “Poetoesan Congres
Pemoeda-Pemoeda Indonesia” dalam Soeloeh Ra’jat Indonesia November 1928
dan majalah Persatoean Indonesia. Kedua majalah tersebut diterbitkan pada tahun
1928 dan penulisan dengan gayacommit
bahasa tolama,
user misalnya kata “pemoeda” dibaca
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

“pemuda”. Penulis majalah Persatoean Indonesia yaitu Kartosuwiryo yang ikut


serta dalam Kongres Pemuda II.
Kritik intern dilakukan dengan membandingkan antara isi sumber yang
satu dengan isi sumber yang lain sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya
dan dapat memberikan sumber yang dibutuhkan. Hal tersebut dilaksanakan agar
dapat mengetahui bagaimana isi sumber sejarah dan relevansinya dengan masalah
yang dikaji. Kritik intern sumber data tertulis dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengidentifikasi gaya, tata bahasa, dan ide yang digunakan penulis,
sumber data, dan permasalahannya kemudian dibandingkan dengan sumber data
lainnya. Kritik ini bertujuan untuk menguji apakah isi, fakta dan cerita dari suatu
sumber sejarah dapat dipercaya dan dapat memberikan informasi yang diperlukan.
Misalnya dengan membaca buku karangan Sri Sutjiatiningsih dengan judul
“Soegondo Djoyopuspito: Hasil Karya dan Pengabdian”, Buku Panduan Museum
Sumpah Pemuda serta buku karangan Sudiyo yang berjudul “Perhimpunan
Indonesia”. Dari ketiga buku tersebut banyak didukung data primer serta
potongan surat kabar yang sangat berhubungan dengan pers serta membandingkan
berbagai sumber sejenis agar didapat sumber yang relevan dan fakta.
Kebenaran isi dari sumber tersebut dapat dilihat dari isi pernyataan dan
berita yang ditulis dari sumber yang satu dengan sumber yang lain. Kritik intern
dalam penelitian ini dilaksanakan dengan studi komparatif berbagai sumber.
Langkah ini ditempuh untuk menyoroti pengarang atau pembuat sumber, yang
memberikan informasi mengenai masa lampau yang ingin diketahui, dan harus
ada kepastian bahwa kesaksiannya dapat dipercaya. Kerja kritik adalah
membandingkan isi sumber. Hasil dari kritik sumber ialah fakta yang merupakan
unsur-unsur bagi penyusunan atau rekonstruksi sejarah.

3. Interpretasi
Dalam penelitian ini, interpretasi dilakukan dengan cara menghubungkan
atau mengaitkan sumber sejarah yang satu dengan sumber sejarah lain, sehingga
dapat diketahui hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa masa lampau yang
commit
menjadi obyek penelitian. Kemudian to usertersebut ditafsirkan, diberi makna
sumber
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

dan ditemukan arti yang sebenarnya sehingga dapat dipahami makna tersebut
sesuai dengan pemikiran yang logis berdasarkan obyek penelitian yang dikaji.
Dengan demikian dari kegiatan kritik sumber dan interpretasi tersebut dihasilkan
fakta sejarah atau sintesis sejarah. Langkah interpretasi data dalam penelitian ini
menyangkut kegiatan menyeleksi dan membuat periodisasi sejarah.
Langkah – langkah operasional dalam interpretasi penelitian ini adalah :
1. Membaca buku – buku, majalah, surat kabar yang berisi tentang
peristiwa yang berkaitan dengan penelitian. Membandingkan dengan
sumber lain sehingga penulis dapat memilih fakta – fakta yang relevan
dan menyingkirkan fakta – fakta yang tidak relevan.
2. Langkah selanjutnya, penulis menghubungkan fakta yang satu dengan
fakta yang lain sehingga dapat diketahui hubungan sebab – akibat
antara peristiwa satu dengan yang lain.
3. Yang terakhir penulis melakukan penafsiran semua hasil data yang
telah dibuat untuk di hubungkan antara data yang satu dengan yang
lain. Sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh
kemudian menjadi suatu fakta sejarah.
Untuk merekonstruksikan peristiwa sejarah berdasar hasil interpretasi dari
data – data sejarah yang ada, juga diperlukan eksplanasi. Eksplanasi dalam ilmu
sejarah adalah menjelaskan atau menerangkan data sejarah yang ada sehingga
didapat hubungan antara data yang satu dengan yang lain.

4. Historiografi
Historiografi merupakan kegiatan menyusun fakta sejarah menjadi suatu
kisah sejarah yang menarik dan dapat dipercaya kebenarannya. Langkah-langkah
yang dilakukan yaitu dengan menulis jejak-jejak sejarah yang telah dikumpulkan
kemudian dianalisa dan ditafsirkan. Dalam hal ini imajinasi penulis sangat
diperlukan untuk merangkai fakta satu dengan yang lain sehingga menjadi suatu
kisah sejarah yang menarik dan juga diperlukan kemahiran dalam memilih dan
merangkai kalimat serta penggunaan bahasa yang baik dan benar. Peneliti juga
tidak lupa memperlihatkan unsurcommit to user
keindahan bahasa sehingga didapatkan cerita
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

sejarah yang diharapkan mampu menarik minat pembaca. Dari langkah-langkah


tersebut dapat tersusun sebuah hasil karya penelitian yang berwujud skripsi
dengan judul “Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928”.
Kegiatan historiografi dalam penelitian ini dilakukan dengan memaparkan
hasil interpretasi penulis terhadap sumber-sumber sejarah yang telah dikumpulkan
pada tahap heuristik dan telah diverifikasi pada tahap kritik. Dalam penulisan
penelitian ini penulis berusaha memaparkan hasil penelitian yang obyektif
berdasarkan data-data sumber sejarah yang telah melalui tahap heuristik, kritik,
interpretasi, sehingga apa yang dituliskan merupakan data yang dapat
dipertanggungjawabkan validitasnya sesuai dengan permasalahan yang dikaji.
Dalam penelitian ini tempo atau waktu masalah yang dikaji adalah masa lalu,
maka dalam kegiatan historiografinya penelitian ini lebih berdasarkan sumber
fakta sejarah masa lalu. Fakta-fakta diungkap dan dirangkaikan oleh penulis
menjadi gambaran atau sejarah mengenai bagaimana pers dapat berperan penting
dalam terjadinya kongres pemuda II tahun 1928.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Pers di Indonesia


Kolonialisme yang terjadi di Indonesia kebanyakan membawa pengaruh
buruk bagi rakyat maupun persatuan. Namun segala sesuatu pasti ada sisi positif
dan negatif. Tidak mungkin sepenuhnya hanya negatif atau keburukan saja.
Kolonialisme juga memiliki segi positif. Dengan adanya politik etis yang berisi
imigrasi, irigasi dan pendidikan membawa pengaruh positif, terutama pendidikan.
pendidikan mendorong munculnya semangat nasionalisme dari rakyat Indonesia
karena pemikiran mengenai perjuangan kemerdekaan negara lain dapat dilihat
melalui membaca buku (Sudiyo, 2003: 1-15 ). Selain itu, teknologi yang dibawa
bangsa Barat ke Indonesia membawa perubahan besar. Antara lain, dengan
dibawanya mesin cetak dari negeri Belanda pada tahun 1717. Walaupun secara
keseluruhan baru ada dua buah percetakan di Indonesia, namun dengan adanya
percetakan dapat membuka jalan menuju perkembangan pers di Indonesia. Pada
mulanya percetakan itu hanya digunakan untuk keperluan Kompeni (Soebagijo
I.N. 1977 : 7).
C.W. Wormser di dalam catatannya “Drie en dertig jaren op java”
diterbitkan oleh Ten Have, Amsterdam, negeri Belanda pada tahun 1944,
menerangkan bahwa Indonesia lebih dulu menerbitkan surat kabar dari pada di
negeri Belanda. Atas perintah Jan Pieterszoon Coen dan mendapat persetujuan
dari Gubernur Jenderal Laurens Reaal, di Jakarta telah diterbitkan semacam surat
kabar yang ditulis dengan tangan pada tahun 1615, dengan nama “Memories der
Nouvelles”. Surat kabar ini diberikan kepada orang yang berkepentingan, agar
dapat mengetahui peringatan-peringatan, kejadian-kejadian, peraturan yang
penting-penting yang berlaku dan terjadi dikalangan orang Belanda (Samsudjin
Probohardjono, 1985: 15). Sedangkan di negeri Belanda muncul surat kabar tahun
1619 yang berisikan proses tuntutan hukuman mati Johan V.Olden Barnevelt.
(Tim Departemen Penerangan, 1978: 23)
commit to user

43
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

Penerbitan surat kabar cetak di Indonesia baru muncul tahun 1744,


dibawah pemerintahan Gubernur Jendral Van Inhoff yang berpandangan bebas,
telah berkenan memberikan ijin atau “octrooi” kepada Jan Erdman Jordens,
pedagang merangkap sekretaris kantor sekretariat Jendral pada waktu itu, untuk
menerbitkan suratkabar, dengan jangka waktu selama tiga tahun. Dengan Octrooi
tersebut di Jakarta terbitlah surat kabar “Bataviase Nouvelles en Politique
Raisonnementen”. Nomor pertama terbit pada tanggal 7 Agustus 1744. Akan
tetapi “zeventien” atau “Dewan Tujuhbelas” yang merupakan pengurus kompeni
Belanda mendapat berita tentang akibat dari penerbitan itu, lalu memutuskan pada
tanggal 20 November 1745, memerintahkan melarang terbitnya surat kabar
tersebut. Bunyi keputusan tersebut antara lain adalah seperti berikut: “dewijl van
het drukken en uitgaven van de couranten te batavia . . . al nadelig gevolgen hier
te lande heeft bespeurd, zoo zal U E D aanstonds na de ontvangst dezer het
drukken en uitgeven van de couranten verbieden”. Perintah tersebut terpaksa
dipatuhi dan dijalankan, meskipun ada ijin penerbitan selama tiga tahun.
Penerbitan terakhir Bataviase Nouvelles” pada tanggal 20 Juni 1746 (Samsudjin
Probohardjono, 1985:14-15).
Selain surat kabar pemerintah, ada pula surat kabar swasta yang terbit di
Surabaya pada bulan Maret 1836, diberi nama Surabayasche Advertentieblad,
yang hanya berisi berita-berita iklan. Pada tahun 1853 berganti haluan dan
berganti nama menjadi Surabayasche Nieuws en Advertentieblad. Sesuai dengan
namanya disamping isi berita-berita iklan, surat kabar ini juga mementingkan
berita-berita umum, meskipun masih sangat terbatas dan ada dibawah pengawasan
yang ketat (Samsudjin Probohardjono, 1985: 17). Kemudian ditahun 1845 di
Semarang terbit Semarangsch Advertentieblad, akan tetapi hanya bertahan satu
tahun (Soebagijo I.N. 1977: 9).
Kesadaran orang-orang Tionghoa akan pentingnya pendidikan mendorong
mereka untuk berusaha mendirikan sekolah-sekolah bagi kalangan etnis
Tionghoa, sehingga muncul kelompok intelektual peranakan Tionghoa di
Indonesia. Kelompok intelektual peranakan Tionghoa baik secara langsung
commitmunculnya
maupun tidak, menumbuhkan dampak to user minat orang-orang Tionghoa
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

membaca surat-surat kabar yang di terbitkan orang-orang Belanda. Dari besarnya


minat pembaca dari kalangan etnis Tionghoa maka bermunculan penerbitan surat
kabar dari kelompok peranakan Tionghoa (Soebagijo I.N. 1977: 13). Surat kabar
peranakan Tionghoa muncul bersamaan dengan bangkitnya nasionalisme
Tionghoa. Hal ini dikarenakan situasi Kolonialisme yang menimbulkan
diskriminasi antara orang Belanda dengan orang Tionghoa, misalnya adanya
aturan Passenstelsel dan Wijkenstelsel.
Etnis Tionghoa melalui aturan Passenstelsel dan Wijkenstelsel itu ternyata
menciptakan konsentrasi kegiatan ekonomi orang Tionghoa di perkotaan. Ketika
perekonomian dunia beralih ke sektor industri, orang-orang Tionghoa paling siap
berusaha dengan spesialisasi usaha makanan-minuman, jamu, peralatan rumah
tangga, bahan bangunan, pemintalan, batik, kretek dan transportasi
(http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia. diunduh 30 Januari 2011).
Karena kebutuhan untuk menjual barang dagangan maka dibutuhkannya iklan.
Pers Tionghoa muncul dua macam pers yaitu: pers yang mementingkan ekonomi
sehingga berisikan banyak iklan dan pers yang berhaluan nasionalisme yang
berisikan kejadian penting di negeri Tiongkok serta kejadian di Hindia Belanda.
Perkembangan surat-surat kabar di Indonesia dipengaruhi oleh pers
Belanda dan penerbitan-penerbitan yang dimiliki orang Belanda serta Tionghoa.
Tirtoadisuryo adalah pengusaha Indonesia pertama yang bergerak dibidang
penerbitan dan percetakan. Dia membuat surat kabar dengan nama “Medan
Priyayi” (Sartono Kartodirdjo, 1975: 301). Medan Priyayi terbit pada tahun 1907
di Betawi dengan filialnya di Bandung. Melalui Medan Priyayi, Tirtoadisuryo
berhasil menggunakan Surat kabar sebagai alat pembentuk pendapat umum.
Sebagai haluan surat kabar Medan Priyayi tercantum tebal dibawah judul yaitu
“Organ boeat sebagi bangsa yang terperintah di HO (Hindia Olanda atau Hindia
Belanda). Tempat akan memboeka swaranya anak-Hindia” (Abdurrachman. 2002:
82).
Menurut Soedarjo Tjokrosisworo, batu dasar jurnalistik modern telah
diletakkan oleh Tirtoadisuryo. Tirtoadisuryo yang memulai pembaharuan dalam
commitMedan
mengolah isi surat kabar. Surat kabar to userPriyayi memuat karangan, berita,
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

pengumuman, pemberitaan, iklan dan lain-lain. Tirtoadisuryo dianggap sebagai


wartawan Indonesia yang pertama-tama menggunakan surat kabar sebagai alat
untuk membentuk pendapat umum. (Sartono Kartodirdjo, 1975: 301)
Budi Utomo yang lahir di Jakarta tahun 1908, sangat memperhatikan
pentingnya surat kabar sebagai penyambung suara organisasi. Walaupun surat
kabar yang terbit bercorak lunak seperti sikap Budi Utomo; namun redakturnya
selalu menulis dan memberitakan hal-hal yang penting bagi kemajuan dan
kesejahteraan. Langkah yang demikian akhirnya diikuti berbagai organisasi
pergerakn nasional lainnya, di antaranya Sarekat Islam, Indische Partij, Partai
Komunis indonesia dan organisasi lain(Samsudjin Probohardjono, 1985:27).
Perjuangan pers di Indonesia tidaklah semudah yang dilihat. Dalam buku
Pers Jawa Timur dari Masa ke Masa (Achmad Djais, 1994 : 7) dijelaskan karena
penerbitan pers semakin bertambah, tahun 1856 pemerintah Hindia belanda
mengeluarkan Reglement op de Drukwerken in Nederlandesch Indie yang lazim
disebut Drukpers Reglement atau UU tentang percetakan dan Pers. UU itu berisi
“Semua karya cetak sebelum diterbitkan, satu eksemplar harus dikirimkan dulu
kepada Kepala Pemerintahan setempat, pejabat justisi dan algemeene Secretarie.
Pengiriman ini harus dilakukan oleh pihak pencetakan dan penerbitan untuk
mendapatkan persetujuan dari Kepala Pemerintahan setempat, pejabat justisi dan
algemeene Secretarie. Kalau ketentuan ini tidak dipatuhi, karya cetak tersebut
disita. Tindakan ini bisa disertai dengan penyegelan percetakan atau tempat
penyimpanan barang-barang percetakan tersebut”. Peraturan ini bersifat
pengawasan preventif. Aturan ini pada 1906 diperbaiki menjadi bersifat represif,
yang menuntut setiap penerbit mengirim karya cetak ke pemerintah sebelum
dicetak. Sejak diberlakunya ketentuan liberalisasi, khususnya keputusan penguasa
kolonial untuk menghapus Pra-sensor mulai tahun 1906, wartawan Indonesia
memperoleh peluang untuk menerbitkan surat kabar sendiri (Tribuana Said. 1988:
24-25).
Pers pada awalnya merupakan bentukan dari pemerintah Hindia Belanda
yang sangat dipengaruhi oleh kolonialisme dan terbatas dari kalangan tertentu.
Namun dengan berkembangnyacommit to user
berbagai pengetahuan serta beberapa faktor
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

menyebabkan pers dapat dinikmati oleh hampir semua golongan. Pers merupakan
sarana komunikasi yang efektif pada waktu itu, sehingga pers menjadi jalan bagi
semua pihak untuk mencapai keinginannya.

B. Peran Pers Sebelum Kongres Pemuda II tahun 1928


Pers pada perkembangannya telah membuat revolusi komunikasi, antara
lain mengubah pola komunikasi tradisional yang terutama oral (lisan) sifatnya
menjadi tertulis sehingga menjadi lebih mantap dalam arti bahwa tidak berubah-
ubah dan menjadi sumber terjaga keasliannya apabila dibaca lagi nanti. Yang
lebih penting pers menciptakan sistem komunikasi terbuka, dimana informasi
dapat diperoleh semua orang dari golongan sosial mana pun.
Saluran pers lebih bersifat satu arah (pers bersifat aktif sedangkan
pembaca bersifat pasif atau hanya menerima berita yang dibacanya), namun pers
mempunyai potensi membangkitkan kesadaran kolektif, antara lain yang berkaitan
dengan kepentingan umum. Salah satu contoh adalah tulisan Suwardi
Suryoningrat dalam “Gagasan Kaoem Hindia Tentang Permainan Pesta
Kemerdikaan Bangsa Belanda di Djadjahannja” yaitu “Jika saya seorang Belanda
saya tidak akan merayakan hari ulang tahun pembebasan tanah air di tengah-
tengah rakyat yang sedang terjajah...”. Dengan adanya tulisan ini para pribumi
sadar bahwa Belanda telah menginjak-injak harga diri mereka, maka timbul
kesamaan nasib dari kalangan pribumi. Hal ini juga terjadi pada golongan
Tionghoa maupun Indo-Belanda yang juga tertekan. (Sudiyo. 2004: 35-36)
Selain berita-berita dalam negeri, berita-berita mengenai luar negeri secara
tidak langsung menambah kesadaran politik pembacanya. Misalnya
dipaparkannya sistem politik dan kejadian-kejadian besar di berbagai Negeri,
antara lain kemenangan Jepang atas Rusia (1905), gerakan Turki Muda di bawah
Kemal Ataturk (1908) dan Revolusi Cina dibawah Sun Yat Sen (1911). Hal ini
membangkitkan kecenderungan untuk membandingkan situasi politik luar negeri
dengan di dalam negeri, sehingga timbul pemikiran-pemikiran dan pandangan
kritis tentang terhadap lingkungan politik. Di sini fungsi pers sangat membantu
tumbuhnya masa kritikal dalam commit to user
masyarakat, kesadaran kolektif, dan solidaritas
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

umum. Oleh karena itu tidak mengherankan bila kemudian berbagai aliran dan
gerakan mempunyai pers sendiri yang berperan sebagai juru bicara (Sartono
Kartodirdjo, 1999: 112-114).
Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak lepas dari sejarah politik
Indonesia. Pada masa pergerakan sampai masa kemerdekaan, pers di Indonesia
terbagi menjadi tiga golongan yaitu pers kolonial/ Belanda, pers Cina/ Tionghoa,
dan pers nasional/ pribumi.
a. Pers Kolonial/ Belanda
Pada awalnya pers Belanda melakukan cetak karena dorongan untuk
mencari keuntungan (komersiil) dan berisi berita-berita tentang Indonesia dan
berita-berita Eropa. Pers Belanda memiliki tempat terbit dan penyebaran terbatas
pada kota-kota besar, yang penting bagi administrasi ataupun sebagai pusat
perdagangan perusahaan-perusahaan Belanda. Dapat dilihat dari tabel mengenai
persebaran surat kabar Belanda di Indonesia dibawah ini:
Tempat Nama surat kabar Tahun terbit
Batavia 1. Bataviase Nouvelles 1744
2. Vendunieuws menjelma menjadi 1811
Bataviasche Courant
3. Javasche Courant 1828
4. Bataviasche Advertentieblad 1857
5. Nederlandsche Indishe Handelsblad 1829
6. Java Bode 1853
7. Biang Lala dan Bintang Barat 1867
8. Hindia Nederland dan Bintang Djohar 1869
Surabaya 1. Soerabaia Courant: surat kabar swasta 1937
pertama.
2. Oostpost dan Soerabaiasch Nieuws 1853
Advertentieblad.
3. Soerabaia Nieuwsbode 1861
4. Soerat Kabar bahasa Melajoe 1856
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

5. Bintang Timor 1862


Semarang 1. Semarangsch Advertentieblad 1845
2. De Locomotief 1863
3. Semarangsch Courant 1846
4. Slompret Melajoe 1860
Solo Bromartani 1855
Table 1.1 pers Belanda (M. Gani, 1978: 34-35 ).
Surat kabar Nieuws van den Dag voor Nederlandsche-Indie terbit di
Jakarta dengan redaksinya Karel Wijbrand, yang dalam kedudukannya terkenal
karena kritik-kritiknya kepada pemerintah Belanda. Tampaknya Karel Wijbrand
seorang radikal, tetapi sebenarnya dia seorang pendukung Kolonial
(Abdurrachman. 2002: 31-32). Selain Nieuws van den Dag voor Nederlandsche-
Indie muncul pula Java Bode yang merupakan surat kabar resmi, dan selalu
membela kebijaksanaan pemerintah. Untuk itu, Java Bode mendapat berita-berita
pemerintah secara khusus. Meski Java Bode merupakan surat kabar resmi, namun
pada tahun 1864 dan 1873 tetap terkena delik pers (Tribuana Said, 1988: 16). Isi
Java Bode adalah lembaran-lembaran penerangan bagi apa saja yang terjadi di
kalangan pemerintah, seperti pengangkatan dan pemindahan pegawai, rencana-
rencana peraturan pemerintah dan lain-lain. Oleh karena itu, pemimpin
redaksinya, C.A. Kruseman menjadi sasaran kecaman Wijbrands, sebagai upaya
mempertahankan surat kabarnya (Abdurrachman. 2002: 32-33).
Surat kabar yang dapat dikatakan netral dan melihat berbagai aspek
kehidupan pribumi yaitu Bataviaasch Nieuwsblad. Bataviaasch Nieuwsblad
dipimpin oleh F.K.H. Zaalberg, seorang Indo-Belanda yang menanjak dengan
kekuatannya sendiri, dari pembantu korektor sampai menjadi pimpinan redaksi.
Hal ini karena Zaalberg yang merupakan Indo-Belanda sangat pandai menulis dan
terutama mencerminkan perasaan kaum Indo-Belanda yang sedang menderita
kemelaratan serta kehilangan banyak kesempatan, terutama sejak mengalir banyak
Belanda Totok di Indonesia(Hindia Belanda). Pada tahun 1907, Bataviaasch
Nieuwsblad mempunyai redaktur yang handal yaitu E.F.E. Douwes Dekker.
commit to user
Douwes Dekker dan Zaalberg menyimpulkan penyebab kemelaratan kaum Indo-
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

Belanda adalah tata susunan eksploitasi modal kolonial. (Abdurrachman. 2002:


33-34). Pada tahun 1909 Douwes Dekker telah menilai mengenai pers di
Indonesia yaitu pers berbahasa Melayu lebih penting daripada pers Belanda.
Karena pers itu langsung dapat menarik minat pembaca-pembaca pribumi. Hal ini
membuat surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad mempunyai watak dan keyakinan
keras untuk tidak menjadi alat Kolonial seperti Nieuws van den Dag voor
Nederlandsche-Indie dan Java Bode. (Sartono Kartodirdjo, 1975: 296)
Di Surabaya terbit Soerabaia Courant pada tahun 1837. Surat kabar ini
bertahan lama dan setelah 26 tahun, Soerabaia Courant yang pada awalnya
mingguan berubah menjadi surat kabar harian. Isinya terutama berita dan
advertensi. Tajuk rencana menguraikan soal setempat, pertanian dan perdagangan.
Kutipan berita dari surat kabar negeri Belanda, Singapura, India dan Cina (M.
Gani, 1978: 35). Selain Soerabaia Courant terbit Het Soerabajaasch
Handelsblad, yang didukung oleh kaum pengusaha pabrik gula Belanda di Jawa
Timur. Dengan pimpinan redaksinya van Geuns, disebut sebagai orang liberalis
dari aliran kuno. Van Geuns percaya bahwa satu-satunya kemajuan dan
kemakmuran Hindia Belanda tergantung dari perkembangan perkebunan-
perkebunan barat yang mengadakan ekspor. Soerabajaasch Handelblad
merupakan reaksioner terhadap pertumbuhan pergerakan nasional (Achmad Djais,
1994: 6-7).
Pada pertengahan abad ke-19 banyak muncul surat kabar yang
menggunakan bahasa daerah maupun melayu. Pada tahun 1855 di Surakarta terbit
surat kabar pertama dalam bahasa Jawa dengan nama Bromartani. Surat kabar
pertama yang menggunakan bahasa melayu adalah “Surat Kabar Bahasa
Melajoe”, terbit di Surabaya pada tahn 1856. Dengan adanya surat kabar itu,
mendorong munculnya surat kabar lainnya, diantaranya: Soerat Chabar Betawie
(1858), Selompret Melajoe (Semarang, 1860), Bintang Timor (Surabaya, 1862),
Djoeroe Martani (Surakarta, 1864), dan lain-lain (Tribuana Said, 1988). Bintang
Timor dicetak oleh Gebr. Gimberg dan Co, Bintang Timor dipimpin oleh TCE
Bouquet. Walaupun dipimpin oleh orang Belanda, surat kabar Bintang Timor
commit
berani menurunkan suara rakyat bumito putra.
user Pada edisi 3, seorang yang
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

menggunakan nama samaran Banteng Tanah Merah menulis kritik terhadap


pemerintah karena kenaikan pajak dan keadaan rakyat miskin semakin melarat
(Achmad Djais, 1994: 10-11).
Pada tahun 1845 di Semarang terbit Semarangsch Advertentieblad, akan
tetapi hanya berumur satu tahun. Kemudian muncul De Locomotief pada tahun
1863 dengan penerbit Firma De Groot Kolff dan Co. Dalam waktu tujuh tahun,
surat kabar ini menjadi dagblad (harian). Douwes Dekker (Multatuli) pernah
mengirimkan tulisannya ke De Locomotif. De Locomotif menerbitkan surat kabar
dengan lampiran-lampiran berbahasa Jawa, Tionghoa, dan melayu. Surat kabar ini
bertahan lama dengan mengalami tiga zaman (kolonialisme Belanda, Jepang dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia) (Samsudjin Probohardjono, 1985: 18-19).
Surat kabar ini berperan dalam mengumumkan berdirinya Budi Utomo dan
mengenai persiapan-persiapan kongres pertama Budi Utomo. Di dalam De
Locomotif memuat surat edaran mengenai Budi Utomo sehingga dapat dikatakan
bahwa De Locomotief merupakan surat kabar yang penting pada saat itu (Sartono
Kartodirdjo, 1975: 307).
Di luar Jawa juga muncul beberapa surat kabar, diantaranya Medan dan
sekitarnya mempunyai korannya sendiri, Mula-mula terbit Deli Courant yang
dianggap sebagai pembawa suara kaum direksi. Kemudian muncul Sumatera Post
yang dianggap lebih demokratis dan lebih mementingkan masyarakat Belanda
sendiri. Juga golongan Katholik, mempunyai surat kabar De Koerier, sedangkan
golongan Indo-Belanda dengan surat kabar Onze Courant. Kaum Protestan yang
tergabung dalam Christelijke Staatkundig Partij memiliki mingguan De Banier,
Golongan Belanda yang tergabung dalam Vaderlandse Dub organnya bernama
Nederlandsch Indie. Sedangkan Baars dan Sneevliet, pembawa faham komunis ke
Indonesia, tahun 1920-an mempunyai Het Vrije Woord (www.stikosa-aws.ac.id,
diunduh 30 januari 2011 pukul 14.00 ).
Dalam “Fikiran Rakjat” 1930 artikel yang berjudul “Pers dan Pergerakan”
mengupas pers kolonial sebagai berikut:
“Pers Kolonial berpihak pada Eropa dan memberikan hasutan-hasutan pada
commit
petinggi suatu daerah maupun to user yang membacanya. Pers Kolonial
masyarakat
sering kali memberikan berita yang tidak sesuai dengan kebenaran, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

berakibat bagi pembaca yang hanya membaca pers kolonial akan terhasut
dan menganggap semua berita tersebut benar. Selain itu, kaum pergerakan
selalu diserang dengan kritik-kritik yang merugikan, pers Kolonial
menyatakan itu merupakan kritik yang sehat dan merupakan bagian dari
kebebasan berpendapat. Sehingga pers disini digunakan untuk
mempengaruhi para penguasa dan kritik-kritik yang dikeluarkan menjadi
senjata pemerintah Kolonial untuk menekan pergerakan nasional.”

Surat kabar Belanda yang tumbuh pada akhir abad ke-19 hingga awal abad
ke-20 baik langsung atau tidak, menjadi sarana pendidikan dan latihan bagi orang-
orang Indonesia ikut serta di dalam kegiatan pers. Orang yang terjun dalam pers
Belanda tersebut mempunyai peran yang sangat penting dalam pergerakan
nasional maupun dalam pers pribumi. Mereka ini antara lain: Wahidin
Soedirohoesodo, Abdul Muis, Abdul Rivai, Ki Hajar dewantara, RM
Tirtoadisuryo, Marco Kartodikromo dan RM Bintarti.(Tribuana Said. 1988: 16-
17)

b. Pers Cina/ Tionghoa


Pers lokal baru bangkit awal 1900-an setelah kolonial Belanda
mengizinkan kaum Tionghoa mengelola media cetak. Tionghoa di Batavia, sejak
akhir abad ke-19 dan jelang abad ke-20 banyak memiliki percetakan. Ketika
Tionghoa mulai menerbitkan surat kabar, orang-orang bumiputra juga mulai
belajar mengelola koran. (http://indocina.wordpress.com. Diunduh 30 Januari
2011. 14.00).
Pers milik Tionghoa peranakan muncul setelah timbulnya gerakan Pan-
China di Jawa akibat pengaruh propaganda nasionalisme Dr Sun Yat Sen di China
daratan. Pers milik Tionghoa peranakan memakai bahasa Melayu. Sebab, mereka
sudah banyak yang tak paham lagi dengan bahasa asli Tiongkok. Kebiasaan
mereka juga sudah berbeda karena banyak yang menyerap dan terserap dalam
budaya local pribumi (Abdurrachman. 2002: 44).
Pada awal mula berdirinya pers Tionghoa masih menggunakan redaktur
dari orang Indo-Belanda, karena dianggap orang peranakan Belanda lebih
mengerti dan sudah banyak mengelola tulisan dalam pers. Surat kabar Tionghoa
commit to user
pertama di Pulau Jawa adalah Li Po yang terbit di Sukabumi (Soebagijo I.N.
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

1977: 13). Isi Li Po banyak memuat karangan bahkan ajaran filsuf Tiongkok kuno
yaitu ajaran Konghucu dan berkaitan dengan berdirinya Tiong Hoa Hwee Koan
(THHK) di Jakarta pada tahun 1900. Li Po tidak mengalami perkembangan.
Selama enam tahun (1901-1907) terus berbentuk kecil dan dan terbit seminggu
sekali. Isinya tidak ada kemajuan dan tidak terbaca berita sebagaimana terdapat
pada surat kabar lain (Abdurrachman.2002: 56). Tak lama kemudian muncul
sejumlah surat kabar lainnya, seperti Pewarta Soerabaia (Surabaya-1902), Warna
Warta (Semarang, 1902), Kabar Perniagaan (Jakarta, 1903), Djawa Tengah
(Semarang, 1909), dan Sin Po (Jakarta, 1910). (Soebagijo I.N. 1977: 13)
Pewarta Soerabaia memiliki pemimpin redaksi yang bernama HWR
Kommer, mantan kontrolir Belanda. R.M. Bintarti pernah menjadi penanggung
jawab redaksi di Pewarta Soerabaia. Setelah tujuh tahun terbit, surat kabar ini
mengalami masalah krisis manajemen sehingga terus berganti-ganti
kepengurusan. Walaupun demikian, surat kabar ini dapat terus terbit sampai
kedatangan Jepang. Selain surat kabar Pewarta Soerabaia, muncul Warna Warta di
Semarang (Achmad Djais, 1994: 12-13 ). Warna Warta merupakan surat kabar
yang cukup berani menyerang pemerintah Hindia Belanda. Hal tersebut membuat
pimpinan redaksi yaitu J.P.H. Pangemanan sering dipanggil ke pengadilan karena
tulisannya (Sartono Kartodirdjo, 1975: 297-298).
Pada awalnya Kabar Perniagaan terbit berupa mingguan, baru setelah 1
Maret 1904 Kabar Perniagaan menjadi harian. Redaksinya terdiri dari seorang
Indonesia dan seorang Tionghoa yang bernama F.D.J. Pangemanan dan Gow
Peng Liang (Sartono Kartodirdjo, 1975: 297). Kabar Perniagaan pada tanggal 1
Maret 1904 yang pada awalnya berisi perniagaan dan Advertentie, kemudian
mewartakan segala karangan yang berfaidah, kabar perang, kabar kawat dan
lainnya(Abdurrachman. 2002: 56-57). Kabar Perniagaan merupakan salah satu
surat kabar yang terpenting sebab pembacanya tersebar di seluruh Jawa dan
menyuarakan cita-cita gerakan Cina modern (Sartono Kartodirdjo, 1975: 297).
Surat kabar Sin Po adalah majalah Tionghoa yang menggunakan bahasa
Melayu. Diterbitkan pertamakali di Jakarta pada bulan Oktober 1910. Dua tahun
berselang Sin Po berubah menjadicommit to user
surat kabar harian. Surat kabar Sin Po memuat
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

berita luar negeri, ulasan berita, ruangan pajak, dan tajuk rencana. Menurut Abdul
Wakhid, meskipun surat kabar Sin Po berhaluan ke nasionalisme Tiongkok, bukan
berarti mereka mengabaikan perjuangan nasional Indonesia. Apalagi, kelompok
Sin Po juga menolak kewarganegaraan Belanda. Mereka tetap menjalin hubungan
dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia. (http://indocina.wordpress.
com. Diunduh 30 Januari 2011. 14.00). Hubungan antara tokoh pergerakan
dengan Sin Po diungkapkan oleh Yan Goan yang merupakan anggota redaksi Sin
Po pada tahun 1921. Yan Goan menyadari bahwa warga Tionghoa dan warga
Indonesia sama mengalami perlakuan tidak adil dan diskriminasi akibat
penindasan kolonial Belanda. Dalam kapasitasnya sebagai anggota redaksi, Sin Po
edisi bahasa Melayu sangat bersimpati terhadap penderitaan dan perjuangan
rakyat Indonesia. Pada waktu itu anggota redaksi Sin Po banyak menerima
karangan para pemimpin nasional Indonesia yang mencerminkan ketidakpuasan
mereka terhadap pemerintah Kolonial Belanda (http://dennysakrie63.Wordpress.
com.Diunduh 30 Januari 2011. 14.00).
Untuk mengobarkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia, Sin Po
sering menurunkan tulian terjemahan tentang pergerakan kemerdakaan yang
terjadi di India, Philipina, Maroko dan tempat-tempat lain. Akhirnya pembaca Sin
Po yang warga Indonesia, akrab dengan nama-nama seperti Gandhi, Nehru dan
Janna. Sin Po juga merupakan koran yang mendukung aspirasi para pemimpin
pergerakan Indonesia dengan menyebarluaskan istilah ‘Indonesia” untuk
mengganti istilah “Hindia Belanda”, dan istilah “orang Indonesia” untuk
mengganti “Inlander” yang dikonstruksi kolonial Belanda. Hal ini didukung
pendapat Houw bahwa “Sin Po adalah koran pertama yang tidak menggunakan
kata inlander untuk menyebut orang Indonesia dan menggantinya dengan sebutan
orang Indonesia.” Saat itu Belanda membagi masyarakat menjadi tiga kelas orang
Eropa yang di dalamnya termasuk orang Jepang dan Thailand, orang Tionghoa
dan orang Timur Asia lainnya, dan inlander untuk pribumi
(http://dennysakrie63.wordpress.com. Diunduh 30 Januari 2011. 14.00). Kata
inlander ini juga di tolak digunakan oleh Perhimpunan Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

Pemberitaan Sin Po tidak mengabaikan peristiwa-peristiwa penting di


Indonesia hingga bisa memberikan kesadaran dan inspirasi bagi perjuangan.
Dalam beberepa periode, Sin Po banyak memakai wartawan bumiputra dan
banyak memuat berita pergerakan. WR Supratman juga tercatat sebagai wartawan
Sin Po. Melalui Sin Po juga lagu Indonesia Raya gubahan WR Supratman
menjadi lagu kebangsaan Indonesia pertama kali dipublikasikan tahun 1925.
Sementara Ir Soekarno juga dikenal dekat dengan Sin Po
(http://indocina.wordpress.com. Diunduh 30 januari 2011. 14.00).
The Young Republican terbit 15 oktober 1918, dengan redaktur Oeij
Tjiong Yan, Tjoa Jan Hie, Tjiook Soe Tjioe dan Oeij Kiem Koei. Direktur
perusahaannya Ong Ing Hwei. Mutu cetakannya cukup bagus dan berisik lebih
banyak artikel mengenai pergerakan kaum muda Tionghoa (J.M. Kiveron, 1934:
17). Dengan semakin banyaknya artikel maupun berita dari luar mengenai
pergerakan pemuda, secara langsung maupun tidak langsung akan memunculkan
pemikiran-pemikiran dari golongan muda untuk melakukan tindakan yang sama.
Sebuah berita dapat menguatkan pemikiran yang ada untuk segera dilakukan.
Pers Tionghoa dapat bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan pers
pribumi/nasional karena adanya permodalan dan dukungan dari pengusaha-
pengusaha Tionghoa. Dalam sebuah surat kabar dapat terus berkembang dan
menjadi besar karena jumlah pembaca yang besar dan banyaknya iklan yang
dimuat. Selain itu pers Tionghoa merupakan pers netral yang berarti tidak
membenarkan suatu tindakan dari kaum kolonial maupun pribumi. Semua berita
yang dihadirkan sebagian besar merupakan kejadian di Tiongkok. Walaupun
kadang adanya suatu kritik, namun kritik yang diambil merupakan bagian dari
refleksi keadaan di sekitar. Sehingga jarang terkena pembredelan pers.
Java Herald, pada penerbitan pertama tak kurang 50 iklan yang
dimuatnya. Sin Jit Po, bertahan dari tahun 1924 sampai tahun 1942 dan berisi
tulisan mengenai tiongkok dan masyarakat yang cukup menonjol yang diimbangi
tulisan luar negeri(60%), Sin Po yang terbit 1910 sampai 1960, dan lain-lain.
Walau ada yang juga bertahan tidak lama, namun pers Tionghoa merupakan pers
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

yang dapat bertahan dari masa kolonial Belanda, Jepang dan masa kemerdekaan
(J.M. Kiveron, 1934: 21-22).
Menurut Nio Joe Lan, fungsi pers bukan sekadar memberikan informasi
dan penyuluhan, tapi juga memberikan pendidikan masyarakat. Dari segi
penyajian, bahasa yang dipakai pers Tionghoa peranakan adalah bahasa Melayu,
sehingga secara tak langsung juga memasyarakatkan bahasa Melayu yang ketika
itu sedang dikampanyekan sebagai bahasa persatuan di Indonesia melalui Sumpah
Pemuda. Pers sebagai media informasi dan pendidikan perjaungan ini, paling
tidak juga ikut andil dalam menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat
Indonesia (http://indocina.wordpress.com. Diunduh 30 januari 2011. 14.00).
Dalam buku 45 tahun sumpah pemuda, Abdurrachman Surjomihardjo
menyatakan “Di Indonesia sendiri perkembangan pers berbahasa melayu dinilai
sangat penting peranannya, karena pers itu dapat langsung mencapai pembaca
penduduk bumi putra, golongan penduduk yang terbanyak jumlahnya disamping
golongan Belanda dan Tionghoa.”(1974: 293) Pers yang berbahasa Melayu,
dalam perjuangan bangsa Indonesia, amat penting karena dapat menarik pembaca
dari kelompok Bumi Putra. Keberadaan pers yang berbahasa Melayu merupakan
ancaman bagi pers Belanda. Oleh karena itu, dalam usaha untuk menarik
pembaca, pemerintah Belanda juga menerbitkan pers berbahasa Melayu. Pers
mampu memberikan sumbangan terhadap timbulnya kesadaran bangsa Indonesia.

c. Pers Pribumi
Salah satu hal mendasar yang dialami oleh para pejuang, khususnya pada
masa pergerakan nasional adalah bagaimana mengkomunikasikan perjuangan
pada pihak lain. Kurangnya komunikasi ini dapat memberikan dampak negatif
dalam sebuah perjuangan. Komunikasi sangat bermanfaat dalam upaya
mengkoordinasikan perjuangan. Salah satu sarana yang dapat dipergunakan untuk
mengkomunikasikan perjuangan itu adalah melalui pers. Ketajaman “pena” pers
itu dapat memberikan motivasi pada para pejuang, sebab bagaimanapun sebuah
terbitan pasti memiliki “warna” dan nuansa yang subjektif. Secara umum, pers
harus mampu memperjuangkancommit to user menjadi alat pendidikan, alat
objektivitas,
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

penyalur aspirasi, sebagai lembaga pengawasan dan juga sebagai upaya untuk
penggalangan opini umum (http://www.crayonpedia.org. Diunduh 2 Juni 2011
pukul 15.00).
Pergerakan nasional dan pers pribumi dapat diibaratkan sebagai kembar
siam, kedua bidang kegiatan bangsa indonesia yang hidup berdampingan. Apabila
pergerakan nasional dapat dipandang sebagai proses mobilisasi rakyat untuk
berpartisipasi dalam mewujudkan cita-cita nasional, hal ini berarti fungsi pokok
pergerakan nasional ialah mensosialisaskan politik dikalangan masyarakat. Media
massa dipandang dapat menyampaikan semua yang dibutuhkan organisasi,
sehingga penggarapan kesadaran dapat terlaksana secara lebih efektif.
Berbagai orgaisasi yang muncul awal abad ke-20 membawa perubahan
yang sangat besar bagi perkembangan pers. Dalam tahun-tahun 1913 keatas atau
setelah perang dunia pertama, perkembangan pers Pribumi memang sangat hebat
dan pesat. Bersama-sama dan bergandengan gerakan kebangsaan, baik yang
berdasarkan agama maupun yang berazaskan kebangsaan semata, pers nasional
merupakan gambaran serta cermin yang nyata dari kehidupan kebangsaan;
sekaligus pers menjadi penyebar semangat nasionalisme. Ada kerjasama yang
timbal balik antara kedua pihak itu, yang menguntungkan kedua belah pihak (Pers
Indonesia. 1978: 18-19). Hal ini dapat dilihat dari data hubungan organisasi
pergerakan nasional, yaitu:

NAMA ORGANISASI KOTA NAMA PERS TAHUN

BUDI UTOMO SURAKARTA DARMO KONDO 1903


YOGYAKARTA BOEDI OETOMO 1920

SAREKAT DAGANG SURAKARTA SARO TAMA 1914


ISLAM SEMARANG SINAR DJAWA 1914

SAREKAT ISLAM SURABAYA OETOESAN HINDIA 1916


BANDUNG SIMPAJ 1916
SURAKARTA SAROTOMO 1916
MALANG SRI SOERAPATI 1910
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

SERANG MIMBAR 1919


PALEMBANG TERAJOE 1919
YOGYAKARTA TJABALAKA 1920
MALANG SOEARA KITA 1921
GARUT BALATENTARA ISLAM 1924

INDISCHE PARTIJ BANDUNG DE EXPRES 1912


SEMARANG HINDIA PUTRA 1920

JONG JAVA JAKARTA JONG JAVA 1920


SURAKARTA SISWO GOEPITO 1924

Table. 1.2

Budi Utomo merupakan suatu organisasi pergerakan nasional yang


pertama didirikan tanggal 20 Mei 1908 dengan bentuk modern. Tujuan awal
Boedi Oetomo adalah mencapai kemakmuran yang harmonis untuk nusa dan
bangsa jawa dan madura (de harmonische ontwikkeling van land en vol van Java
en Madura). Untuk mencapai tujuannya dirumuskan beberapa usaha, yaitu:
memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, industri, dan
menghidupkan kembali kebudayaan. Namun disini nasionalisme yang diangkat
oleh Budi Utomo hanya terbatas pada wilayah Jawa dan Madura (Cahyo Budi
Utomo. 1995: 49-51). Dalam perkembangannya, Budi Utomo didominasi oleh
golongan ningrat atau aristokrat dan jaringan sosial yang terbentuk menjadi
terbatas pada subkultur regional serta subkultur priyayi. Hal ini menimbulkan
reaksi dari golongan lain, sehingga muncullah organisasi-organisasi sejenis yang
semuanya merupakan manifestasi dari identitas golongan masing-masing, baik
identitas subkultural etnis maupun subkultural kelas atau golongan sosialnya.
Misalnya: Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong minahasa, Sarekat Islam, Paguyuban
Pasundan dan lain-lain (Sartono Kartodirdjo. 1990: 104-105).
Pada tahun 1911, H. Samanhudi mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI)
di Solo sebagai usaha koperasi untuk memajukan perdagangan pribumi sekaligus
commit to user
sebagai reaksi terhadap pedagang-pedagang Tionghoa yang memonopoli bahan-
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

bahan batik (S. Silalahi. 2001: 2). SDI sendiri merupakan gagasan dari R. M. Tirto
Adisuryo (pimpinan majalah Medan Priyayi), didirikan tahun 1905 di Jakarta dan
1911 di Bogor. Setelah itu Tirto Adisuryo berkeliling keseluruh pulau Jawa,
terutama ke kota-kota besar. Akhirnya sampai di Solo dan membuka cabang
bersama H. Samanhudi dengan semboyan “kebebasan ekonomi”, rakyat
tujuannya, Islam jiwanya. Hal itu untuk kekuatan dan persatuan (Cahyo Budi
Utomo. 1995:56).
Pada tahun 1912 SDI berubah menjadi Sarekat Islam (SI) karena gerakan
itu tidak lagi membatasi diri hanya dalam bidang perdagangan, melainkan
mencakup bidang lainnya. Pada awalnya Sarekat Islam merupakan gerakan reaktif
terhadap situasi kolonial, maka gerakan itu melangkah kearah rekonstruksi
kehidupan bangsa, untuk selanjutnya menentukan identitas dan akhirnya beralih
ke perjuangan politik untuk menentukan nasib sendiri. Tambah pula di dalam
gerakan itu agama Islam berfungsi sebagai ideologi sehingga gerakan itu lebih
merupakan revivalisme, yaitu kehidupan kemali kepercayaan dengan jiwa atau
semangat yang berkobar-kobar (Sartono Kartodirdjo. 1990: 107-108).
Sarekat Islam, dengan organnya Oetoesan Hindia langsung diasuh oleh
Haji Oemar Said Tjokroaminoto dinilai sangat radikal, terutama tulisan-tulisan
dari pembantu-pembantunya seperti Haji Agus Salim, Abdoel Moeis,
Soerjopranoto, Samsi dan lain-lain, dianggap sangat berpengaruh kepada
komunitasnya. Bahkan penerbitan di luar Jawa sering pula mengambil tulisan dari
Oetoesan Hindia. Sayang sekali, karena sebagian pembaca Oetoesan Hindia
kurang rajin membayar uang langganan, maka akhirnya surat kabar tadi terpaksa
menghentikan penerbitannya (1923). Oetoesan Hindia bukan satu-satunya organ
Sarekat Islam. Misalnya: di Saroetomo wartawan muda Mas Marco (Soemarko
Kartodikromo) sering menulis artikel-artikel yang menyebabkan dia sering
berurusan dengan pengadilan (www.stikosa-aws.ac.id. diunduh 30 januari 2011
pukul 14.00). Namun disini SI terpecah karena disusupi paham komunis.
Selain SI muncul juga Indische Partij yang didirikan oleh 3 orang tokoh
yaitu Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi
commit toPartij
Soerjaningrat pada tahun 1912. Indische user memiliki tujuan Indie merdeka,
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

dasarnya adalah nasional Indische. Dengan semboyan Indie untuk Indier,


organisasi ini berusaha membangunkan rasa cinta tanah air dari semua Indier dan
berusaha untuk mewujudkan kerja sama yang erat untuk kemajuan tanah air dan
menyiapkan kemerdekaan (Cahyo Budi Utomo. 1995: 70-71). Indische Partij,
juga mempunyai penerbitannya sendiri, namun yang terkenal ialah De Expres.
Pendiri sekaligus penulis dalam De Expres yaitu Ernest Douwes Dekker, Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat banyak mengemukakan kritik
tajam terhadap pemerintah Hindia Belanda (www.stikosa-aws.ac.id. Diunduh 30
januari 2011 pukul 14.00). Oleh karena itu, pihak pemerintah dengan cepat
menangkap para pendiri Indische Partij dan dibuang ke negeri Belanda. Tulisan
yang dianggap membahayakan terhadap pemerintah dan mengganggu keamanan
dan ketertiban adalah tulisan R.M. Suwardi Suryoningrat (Ki Hajar Dewantara).
Didalam buku yang ditulis Sudiyo dengan judul Perhimpunan Indonesia (2004 :
36) mengutip Tulisan Suwardi Suryoningrat yaitu “Jika saya seorang Belanda
saya tidak akan merayakan hari ulang tahun pembebasan tanah air di tengah-
tengah rakyat yang sedang terjajah...”
Dengan datangnya ketiga tokoh Indische Partij yang dibuang ke negeri
Belanda mempunyai pengaruh kuat terhadap pemikiran para pelajar Indonesia di
negeri Belanda (Indische Vereniging). Pemikiran untuk bergerak dalam bidang
politik di kalangan Indische Vereniging diperkuat lagi oleh kedatangan suatu
Panitia Ketahanan Hindia Belanda (Comite Indie Weerbaar) yang terdiri dari
R.Ng. Dwidjosewoyo, Abdul Muis, dan Kolonel Rhemrev. Panitia ini
mengusulkan kepada pihak pemerintah Belanda untuk memperkuat ketahanan
Hindia Belanda di Waktu menghadapi perang. Namun ditolak, sehingga hal ini
menimbulkan pemikiran para pelajar bahwa Belanda tidak memiliki niat untuk
memberikan kesempatan orang Indonesia untuk berfikir secara luas, tetapi hanya
untuk diperintah dan diatur (Sudiyo. 2004: 36-37).
Indische Vereniging berdiri tahun 1908 yang bergerak pada sosiokultural,
namun secara bertahap terjadi perubahan pergerakan dari Indische Vereniging.
Indische Vereeniging lalu mendirikan majalah Hindia Poetra dan melalui majalah
tersebut para mahasiswa dapat commit
menulistogagasan,
user ide-ide politik untuk dibaca
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

kaum pergerakan di tanah air. Tahun 1922 dibawah kepemimpinan dr. Soetomo,
Indische Vereniging diubah namanya menjadi Indonesische Vereeniging dengan
tujuan dan gerakan yang sudah bersifat politis. Dalam perkembangan selanjutnya,
saat diketuai oleh Dr. Sukiman nama Indonesische Vereeniging diubah namanya
menjadi “Perhimpunan Indonesia” dan nama majalahnya diubah namanya
menjadi “Indonesia Merdeka”. Perubahan nama tersebut dilakukan pada tahun
1925. Sedangkan tujuan Perhimpunan Indonesia dalam anggaran dasarnya
dipertegas menjadi Kemerdekaan Indonesia. Untuk menunjukan identitas
nasional, setiap anggota Perhimpunan Indonesia diharuskan memakai Kopiah
(Peci) nasional. (Sudiyo, 2004: 45).
Majalah Indonesia Merdeka secara sembunyi-sembunyi dikirim ke
Indonesia. Majalah ini dapat sampai pada para tokoh pergerakan nasional karena
jasa dari para pegawai pos bangsa Indonesia yang bertugas menyortir surat dan
kiriman dari negeri Belanda. Karena para pegawai pos tersebut banyak menaruh
simpati kepada pergerakan pemuda/pelajar Indonesia dan kaum pergerakan
nasional. Apabila ada majalah Indonesia Merdeka atau surat-surat lain yang
dianggap rahasia, maka dengan cepat para pegawai pos mengambil dengan diam-
diam dimasukan ke dalam bajunya untuk diserahkan kepada pemuda/pelajar dan
tokoh-tokoh pergerakan nasional di Indonesia (Sudiyo. 2004: 54).
Pada tahun 1925, Soegondo Djojopoespito menumpang di rumah pegawai
pos di gang Rijksman jalan Segara. Dari seorang Klerk yang bekerja mensortir
surat-surat, Soegondo mendapatkan majalah Indonesia Merdeka. Dengan
membaca majalah tersebut hati Soegondo semakin terbuka dan semakin tahu apa
arti persatuan. Indonesia Merdeka ternyata sangat mempengaruhi Soegondo
terutama ketertarikan terhadap pergerakan bangsanya. Oleh karena itu, dia sering
datang kerumah Haji Agus Salim untuk berdiskusi dan belajar politik. Di samping
itu dia juga berdiskusi dengan kawan-kawannya dan Soegondo meneruskan
majalah Indonesia Merdeka kepada teman-temannya (Sri Sutjiatiningsih. 1999:
21-23).
Ali Sastroamidjojo yang turut aktif mengisi majalah Indonesia Merdeka
commit
juga mendapat tugas untuk menyebar to user
luaskan majalah itu ke Indonesia, terutama
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

edisi dalam bahasa Indonesia yang terbit dalam beberapa waktu. Dia memasukkan
secara sembunyi-sembunyi dengan cara meyobek halaman-halaman majalah
Indonesia Merdeka dan ditempelkan di halaman majalah-majalah Belanda seperti:
Haagsche Post, De Groene Amsterdammer, dan lain sebagainya, karena majalah-
majalah Belanda tersebut masuk ke Indonesia tanpa adanya kontrol oleh polisi
kolonial Belanda (Sudiyo. 2004: 64 - 121).
Di Indonesia sendiri suratkabar berkembang pada tahun 1920-an. Tercatat
ada 400 penerbit dalam berbagai corak dan tersebar diseluruh Indonesia pada awal
tahyn 1920. Diantaranya: kota Bandung terbit Sora Mardika (1920) dan
Sipatahoenan (1923), Samarinda terbit Perasaan kita (1928), Pontianak terbit
Warta Borneo, dan lain-lain. Pers Indonesia sudah berani memuat mengenai
persatuan dan rasa nasionalisme walaupun masih secara tersirat. Hal ini terutama
ketika ada peraturan yang merugikan maupun bentuk-bentuk penindasan
pemerintah kolonial. Hal ini terpengaruh dari besarnya langganan majalah
Indonesia Merdeka di Hindia Belanda yang mencapai 280 orang, dengan
perincian; Aceh (3), Sumatra Utara (18), Sumatra Barat (37), Riau (1), Bengkulu
(2), Sumatra Selatan (3), Jakarta/Batavia (45), Jawa Barat (29), Jawa Tengah (68),
Jawa Timur (21), Kalimantan (7) dan Sulawesi (2) (Abdurrachman. 2002: 82).
Yang terpenting majalah tersebut sampai pada anggota-anggota PPPI
(Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) yang mengambil inisiatif untuk
mengadakan Kongres Pemuda II (Sudiyo. 2004: 54).
Dalam tulisan Hamka dengan karya Mukhtar Luthfi dan ilyas Ya Cub
(Seruan Azhar dan pilihan Timur) dalam buku Bunga Rampai Sumpah Pemuda 50
tahun (1978: 106-107): Pada Tahun 1926, dua tahun sebelum Sumpah Pemuda,
dari kalangan mahasiswa Islam Indonesia di Kairo, mesir, mengeluarkan sebuah
surat kabar Bernama “Seruan Azhar” yang mengemudikan majalah itu adalah
Mukhtar Luthfi dan Ilyas Ya’qub. Dan harus diingat pula bahwa yang menjadi
tata Usaha ialah H. Taufiqurrahman Kafrawi, seorang pemuda berasal dari Jawa
Timur. Simpulan dari Isi majalah Seruan Azhar ialah membangkitkan semangat di
Tanah Airnya sendiri agar berjuang untuk kemerdekaan. Yang dimaksud dengan
commit to user
Tanah Air yaitu Indonesia dan Semenanjung (Malaysia). Umur Mukhtar Luthfi
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

dan Ilyas Ya’qub di waktu itu barulah sekitar 25 dan 28 tahun. Gerakan
kemerdekaan di Mesir telah memberikan Inspirasi kepada kedua pemuda itu buat
menyampaikan cita-cita kemerdekaan dalam Tanah airnya sendiri (Indonesia).
Dan oleh karena Sumpah pemuda belum ada, mereka meyakinkan bahwa
Indonesia ialah Tanah Air kita. Namun Kita sendiri adalah bangsa Melayu
Minangkabau, dan tulisan yang menonjol pada waktu itu ialah huruf Jawi atau
huruf Melayu yang di Jawa biasa disebut Huruf Pegon (Hamka, 1978: 107).
Dalam Fikiran Rakjat 1930 artikel yang berjudul Pers dan Pergerakan
mengupas pers pribumi sebagai berikut:
“Pada tiap perjuangan kemerdekaan serta meninggikan derajat bangsa dan
tanah air, untuk memperbaiki nasibnya adalah pers yang menjadi pembantu
terbesar. Dalam sebuah negara yang tidak merdeka, surat kabar menjadi
pembantu atau senjata dari kaum pergerakan, karena bisa menyebarkan atau
mempropagandakan cita-cita dan kemauan dari kaum pergerakan nasional
kepada rakyat. Dengan surat kabar dapat mengeluarkan buah pikiran dan
kemauannya, bisa menentukan apa yang dikehendakinya dan menyampaikan
segala isi hati keberbagai pelosok serta sudut negeri.”

Surat kabar yang berkembang pada awal abad ke-20 membawa aliran-
aliran menurut golongan maupun organisasi yang dibawanya. Ada lairan
nasionalis, agamis dan sosialis. Sehingga secara langsung akan membawa
pengaruh pada isi surat kabar mengarah pada aliran-aliran organisasi. Menurut
Jakob Oetomo dalam buku berjudul “Perspektif Pers Indonesia” (1987: 151-152),
ada beberapa hal yang menonjol, yaitu:
1. Pers mempunyai komitmen kuat pada idealism, baik yang nasional
maupun yang aliran.
2. Pers Indonesia pertama-tama berfungsi sebagai sarana perjuangan,
maka; aspek komersial dari pers Indonesia kurang diperhatikan,
bahkan uumnya lemah.
3. Pluralism aliran politik yang dominan menjadi satu penghambat
tumbuhnya Koran independen yang bersirkulasi luas.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

C. Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928


Dengan melihat dari berbagai sudut fungsinya, maka peran pers dalam
Kongres Pemuda II dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pusat Informasi
Pada tahun 1926 banyak kaum nasionalis maupun pergerakan nasional
yang ditangkap oleh polisi kolonial Belanda secara membabi buta akibat
kegagalan pemberontakan PKI (Sudiyo. 2004: 125). Hal ini berakibat sulit
berkembangnya organisasi pergerakan nasional di Indonesia. Adanya kevacuum-
an pergerakan nasional membuat para pemuda berani tampil mengisi kekosongan
tersebut (Sudiyo. 2003: 5). Pers yang melihat perkembangan organisasi
kepemudaan menganggap pentingnya meliput berbagai kegiatan organisasi
kepemudaan (Momon Abdul Rahman. 2007: 18).
Pers melihat gedung Kramat 106 sebagai pusat kegiatan diskusi bagi para
pelajar. Hal ini karena gedung Kramat 106 selain menjadi tempat tinggal, juga
menjadi tempat pertemuan-pertemuan yang berbau politik. Pada mulanya gedung
Kramat 106 merupakan tempat bagi organisasi Jong Java, namun pada
perkembangannya, banyak dipakai oleh golongan mahasiswa nasional lain dan
organisasi kepanduan. Golongan mahasiswa nasional ini terdiri dari berbagai suku
dan berbagai macam perguruan tinggi, dengan adanya diskusi dan pertemuan-
pertemuan sehingga mulai pudarlah sifat kedaerahan dari para pemuda (Mardanas
Safwan. 1996: 22-23). Seringnya terjadi pertemuan dari berbagai golongan
mahasiswa maka pada permulaan tahun 1928 gedung Kramat 106 merupakan
tempat pertemuan pemuda nasional (Sudiyo. 2004: 134).
Berbagai kegiatan yang dilakukan para pemuda tidak lepas dari sorotan
surat kabar. W.R. Soepratman yang juga tertarik dalam aktivitas pergerakan
nasional mengikuti berbagai pertemuan pemuda terutama di gedung Kenari dan
Gedung Kramat 106. Pertemuan yang diadakan oleh para pemuda merupakan
awal terbentuknya gagasan Kongres Pemuda II yang diikuti oleh berbagai
organisasi kepemudaan. Kegiatan pergerakan ini merupakan kegiatan utama yang
diliput W.R. Soepratman untuk surat kabar Sin Po (Momon Abdul Rahman. 2007:
18). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

Banyak surat kabar yang meliput kegiatan para pemuda, terutama dalam
persiapan Kongres Pemuda II. PPPI yang menjadi penggagas Kongres pemuda II
menganggap penting peran surat kabar. Majalah “Indonesia Raya” dijadikan alat
bagi PPPI untuk menyebarkan paham persatuan dan menjadi pusat informasi bagi
para pemuda (Sudiyo. 2004: 121). Hal ini terutama dalam persiapan Kongres
Pemuda II, Soegondo yang menjadi ketua kongres sekaligus menjadi ketua PPPI
pasti menjadi pusat informasi yang utama dan akurat bagi majalah Indonesia
Raya. Persiapan yang dilakukan PPPI yaitu persiapan-persiapan secara tehnis dan
persiapan-persiapan secara ideologis yang dilakukan sebelum Kongres Pemuda II
(Tim Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah. 1974: 60).
Persiapan tehnis yang dilakukan meliputi membuat susunan acara dan
kepanitiaan. PPPI mengumumkan susunan acara kongres ke dalam surat kabar
Persatuan Indonesia (Pengurus Kongres, 1928), sebagai berikut:
Rapat pertama
(27 Oktober 1928, malam minggu. 7.30- 11.30 di gedung K. Jongelengen
Bond, Waterlooplein).
1. Membuka kerapatan oleh Tn. Soegondo.
2. Menerima salam dan menyukai kerapatan.
3. Dari hal persatuan dan kebangsaan Indonesia, oleh Muh Yamin.
Rapat kedua
(28 Oktober 1928, hari minggu. 8-12 Oost Java Bioscop, Koningsplein
Noord). Membicarakan perkara pendidikan oleh:
Mej. Poernamawoelan
t.S. Mangoensarkoro
t. Djokosarwono
t. Kjai Adjar Dewantoro
Rapat ketiga
(28 Oktober 1928, malam Senen 5.30-7.30 di gedung Indonesia Clubhuis
Kramat 106)
1. Arak-arakan Pandu (Padvinderij)
commit
2. Dari hal pergerakan to user
Pandu oleh T. Ramelan
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

3. Pergerakan Pem. Indonesia dan pergerakan pemuda di tanah


luaran oleh t.W. Soenarjo.
4. Mengambil kepoetoesan.
5. Menoetoep kerapatan
Ajakan untuk menghadiri rapat yang akan diadakan pada tanggal 27 dan 28
oktober 1928 di cetak dengan tebal dan memberikan tekanan untuk mengikuti
kongres. Dengan adanya maklumat ini kami (Pengurus) berharap supaya semua
orang dapat membantu kerapatan ini, karena kami yang bertandatangan dibawah
ini percaya kerapatan akan membawa kebaikan dan banyak manfaat bagi tanah air
kita dan bangsa Indonesia.
Pengurus:
Ketua : Soegondo Djojopuspito (PPPI)
Wakit Ketua : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris : Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)
Bendahara : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I : Djohan Mohammad Tjaja (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II : R. Katja Soengkana (Pemuda Indonesia)
Pembantu III : R. C. L. Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV : Johannes Leimena (Jong Ambon)
Pembantu V : Rochjani Soe’oed (Pemuda Kaum Betawi)
Susunan acara dan panitia di atas disertai dengan ajakan yang mengarah
pada undangan secara terbuka (menyeluruh). Dengan adanya undangan yang
menyeluruh sehingga terbukalah Kongres Pemuda II untuk umum. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya peserta Kongres Pemuda II, baik dari wakil pemuda
maupun golongan tua. Dari golongan tua yang hadir diantaranya dari PNI, PSI,
Budi Utomo, Pasundan, Kaum Betawi, Timorsch Verbond dan lain-lain (Persatuan
Indonesia. 1928). Golongan tua banyak membantu, baik pada persiapan, jalannya
kongres, maupun penyebaran hasil kongres. Pers dapat dikatakan berhasil
menyebarluaskan informasi mengenai acara Kongres Pemuda II.
Surat kabar merupakan hal penting yang dapat menjadi sumber informasi
commit toacara
dan bertanya bagi masyarakat sehingga user kongres menjadi jelas. Berbagai
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

persiapan Ideologis yang dilakukan PPPI juga dilakukan melalui surat kabar. Hal
ini memiliki tujuan untuk mempersatukan seluruh organisasi kedalam pemikiran
nasionalisme. Pertemuan-pertemuan serta perbincangan antar pengurus organisasi
yang sering dilakukan di berbagai gedung pertemuan terutama Gedung Kramat
106 mendapatkan sorotan dari kalangan pers. Dengan adanya informasi tentang
persiapan Kongres Pemuda II memudahkan tercapainya tujuan kongres yaitu:
1. Membentuk satu wadah organisasi kepemudaan, yang bersifat nasional
dengan berasaskan persatuan Indonesia.
2. Menghilangkan segala perbedaan, yang menjadi hambatan terbentuknya
persatuan Indonesia. (Sudiyo. 2003: 78)

b. Mempengaruhi Opini
Pers dapat memusatkah perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang
ditulisnya. Dalam masyarakat modern, gambaran kita tentang lingkungan yang
jauh diperoleh dari pers dan media massa lainnya. Berbagai tulisan mengenai
keadaan pribumi yang menderita karena penjajahan menimbulkan pemikiran-
pemikiran kaum intelektual maupun kalangan pemuda. Selain itu, ideology yang
berada dibelakang pers sangat berpengaruh dalam isi surat kabar.
Pada awalnya pers mempengaruhi penggunaan bahasa melayu sebagai
bahasa yang sering digunakan dibandingkan bahasa Belanda. Hal ini sangat
penting dalam mempengaruhi pemikiran pemuda, terutama dalam kongres
Pemuda II, sebab pada awal mulanya ada beberapa pertentangan antar pemuda.
Ada tiga pilihan dalam Kongres Pemuda I yaitu bahasa Jawa, bahasa Belanda, dan
bahasa Melayu. Terdapat banyak penyanggahan terutama bahasa Belanda karena
dianggap sebagai bahasa Kolonial. Bahasa Jawa juga banyak mendapat protes
sebab memiliki tingkatan-tingkatan dan jarang digunakan oleh masyarakat di luar
Jawa. Bahasa Melayu juga jarang digunakan, namun dengan berkembangnya pers
berbahasa Melayu maka bahasa Melayu digunakan sebagai inti Bahasa Indonesia
dengan berbagai penyesuaian. Di antaranya menambahkan kosa kata dari bahasa
Jawa maupun bahasa Belanda. Selain itu juga memberikan imbuan dan merubah
commit
susunan katanya (Sartono Kartodirdjo, to user
1975: 288).
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id

Sejak tahun 1925 pemuda yang memiliki pemikiran maju dan mengambil
sikap perjuangan non-koperasi mulai dihimpun oleh tokoh muda, yaitu Ir.
Soekarno. Nama organisasi pemuda pelajar pimpinan Soekarno bernama
Algemeene Studie Club. Organisasi ini pada awalnya memang tidak bergerak pada
bidang politik, namun Ir. Soekarno memasukkan ide-ide tentang Nasionalisme
kepada para pelajar. Banyak buku mengenai wawasan kebangsaan yang
diperkenalkan, antara lain buku karya H.O.S Cokroaminoto tentang Islam dan
Sosialisme, buku Renan yang berjudul “Qu’est ce cu’une Nation” (Apa bangsa
itu?). (Sartono Kartodirdjo, 1975: 214). Soekarno sendiri aktif dalam menulis
artikel-artikel kebangsaan, diantaranya pada tahun 1926 di Suluh Indonesia Muda
yang berjudul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Soekarno menulis suatu
artikel mengenai perlunya persatuan antara semua golongan untuk
memperjuangkan Indonesia Merdeka sebagai lawan dari pemerintah Hindia
Belanda. Dengan persatuan ketiga pergerakan rakyat yang bersifat Nasionalistis,
Islamistis dan Marxistis akan membawa kita kearah Indonesia Merdeka. (Moh.
Sidky Daeng Materu, 1985: 31-32)
Dua organisasi kepemudaan yang memiliki inisiatif menyelenggaraan
Kongres Pemuda II yaitu PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) dan
Pemuda Indonesia. PPPI merupakan gabungan dari organisasi pemuda
kedaerahan, namun menjelang terselenggaranya Kongres Pemuda II sifat
kedaerahan mulai dilepaskan, sehingga memperlancar jalannya sidang.
Sebenarnya PPPI dan Pemuda Indonesia memiliki hubungan dengan organisasi
lain yang lebih dekat dan mempengaruhi arah pemikiran kedua organisasi
kepemudaan ini. PPPI mengarah pada Perhimpunan Indonesia, sedangkan
Pemuda Indonesia lebih dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) ( Sudiyo,
2003: 80).
Perhimpunan Indonesia aktif berjuang dan mempelopori perjuangan
kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan berjiwa persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia. Kegiatan pergerakan Perhimpunan Indonesia yaitu
Nasional-demokratis, non-kooperasi dan meninggalkan sikap kerjasama dengan
kaum penjajah. Melalui majalahcommit to user
“Indonesia Merdeka” Perhimpunan Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

menyebarkan tujuannya yaitu kemerdekaan Indonesia. Isi majalah Indonesia


Merdeka yang revolusioner anti Belanda mendapat larang dari pemerintah Hindia
Belanda, namun secara illegal (diselundupkan) masuk ke Indonesia (Sudiyo,
2004: 64-121). Majalah yang membawa pesanan cita-cita dan teori-teori
Perhimpunan Indonesia (PI) ini berpengaruhi terhadap pikiran-pikiran dan
gagasan-gagasan politik pemuda-pemuda yang bergabung dalam Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (Tim Museum Sumpah Pemuda, 1974: 257). Karena
PPPI sering mendapatkan kiriman majalah Indonesia Merdeka. Dengan demikian,
apa yang dilakukan Perhimpunan Indonesia diluar negeri dapat diketahui semua
oleh PPPI (Sudiyo, 2003: 80).
Pemuda Indonesia yang lebih dekat dengan Partai Nasional Indonesia
(PNI) daripada PPPI sehingga berpengaruh pada pemikiran mengenai persatuan
dan kesatuan dari PNI. PNI sendiri secara langsung terpengaruh terhadap
pemikiran Perhimpunan Indonesia, sebab ada lima dari delapan orang yang
merupakan pengambil inisiatif untuk mendirikan PNI. Selain itu asas PNI secara
tegas, yaitu:
1. Menolong diri sendiri (self-help)
2. Non-cooperatie
3. Marheinisme. (Moh. Sidky Daeng Materu, 1985: 32)
PPPI melalui majalah Indonesia Raya yang di pimpin redaksi Abu Hanifah
berusaha menyebarkan pemikiran persatuan yang diperoleh melalui majalah
Indonesia Merdeka. Majalah Indonesia Merdeka berisikan artikel-artikel dan
statement-statement tentang perjuangan Perhimpunan Indonesia di Belanda. PPPI
menunjukkan persatuan dan kesatuan sehingga sifat-sifat kedaerahan mulai
dilepaskan. Berbagai majalah yang beredar di Indonesia mulai banyak yang
menyinggung mengenai persatuan walau hanya tersirat ( Sudiyo. 2004 : 120-123).
Jong Sumatra juga terpengaruh majalah Indonesia Merdeka, hal ini
disebabkan Moh. Hatta yang menjadi bagian dari Jong Sumatra juga menjadi
bagian dari Perhimpunan Indonesia. Moh Hatta merupakan ketua Perhimpunan
Indonesia pada tahun 1926 – 1930 dan pernah menjadi bendahara Perhimpunan
commit
Indonesia. Hal ini berpengaruh pada to user Jong Sumatra yang juga diikuti
pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

Moh. Hatta dan Jong Sumatra berperan dalam Kongres Pemuda II yaitu dengan
mengirimkan wakilnya untuk menjadi bagian dalam pengurus kongres (Moh.
Yamin) (Sudiyo, 2004: 42-70).
Pengaruh persatuan dan perjuangan bangsa juga dirasakan oleh W.R.
Supratman. W.R. Supratman adalah penggubah lagu Indonesia Raya yang
diperdengarkan dalam Kongres Pemuda II merupakan seorang komponis dan
wartawan. Ketika bekerja di Firma Hukum (Makasar) Mr. Schulten, Supratman
sering mendapat bacaan dari berbagai Koran yang sebagian dari Koran tersebut
dikelola oleh kalangan pergerakan. Dia juga mendengarkan ceramah dari
Sneevliet yang membuatnya menjadi nasionalis yang pantang mundur (Momon
Abdul Rahman. 2007: 12-13).
Pada saat bekerja sebagai wartawan, banyak sekali tulisan yang dibaca
oleh Supratman, diantaranya berita luar negeri, yaitu “republik Cina harus
menjadi negara yang merdeka dalam arti yang seluas-luasnya. Bukan hanya
merdeka dalam nama, sedangkan dalam kenyataan tidak mempuyai wewenang
untuk mengatur keadaan dalam negeri sendiri” (Soebagijo I.N, 1985: 29).
Sedangkan berita dari dalam negeri, pada majalah Timboel yang terbit di
Soloyang berisi “Manakah komponis Indonesia membangkitkan semangat
rakyat?”. Membaca tulisan itu W.R. Soepratman tergerak, tulisan itu seakan
ditujukan kepada dirinya (Momon Abdul Rahman. 2007: 34). Melalui Koran yang
dibaca, Supratman sedikit demi sedikit mulai mengenal pergolakan dunia dan
tentang pergerakan kebangsaan ( Soebagijo I.N, 1985: 29).
Berbagai surat kabar maupun majalah yang diterbitkan oleh orang
Belanda, Tionghoa dan pribumi membawa pengaruh yang sangat besar dalam
mengerucutkan pemikiran-pemikiran kearah nasionalisme. Selain itu dapat
mengobarkan semangat dari individu maupun organisasi yang berperan serta
dalam Kongres Pemuda II. Pers yang membawa ideologi organisasi akan
berpengaruh pada konsep pemikiran individu yang membaca. PPPI menyebarkan
ideologi nasionalis supaya adanya kesamaan tujuan dalam organisasi kepemudaan
maupun nasional yaitu Indonesia Merdeka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id

c. Membantu Pelaksanaan Kongres Pemuda II Melalui Wakil-wakilnya


Di dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 banyak kalangan pers (wartawan
atau penulis pers) yang menjadi perwakilan organisasi pemuda, tetapi yang sering
disebutkan yaitu Saerun (Keng Po) dan W.R Supratman (Sin Po) karena mereka
secara resmi mewakili kalangan pers. Banyaknya kalangan pers yang datang
dikarenakan pergerakan nasional berkembang bersamaan dengan pers. Apabila
kita kaji mengenai pers dan pergerakan nasional memang sesuatu yang tak bisa
dipisahkan. Hampir semua ketua pergerakan nasional merupakan wartawan atau
penulis dalam setiap surat kabar maupun majalah yang dikeluarkan oleh
organisasi yang dipimpinnya, antara lain De Expres yaitu Ernest Douwes Dekker,
Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Indische Partij), Moh
Hatta (Perhimpunan Indonesia) menulis di majalah Indonesia Merdeka, Oetoesan
Hindia yaitu Haji Oemar Said Tjokroaminoto (SI), Moh Yamin dengan majalah
Jong Sumatra dan lain sebagainya. Ada banyak yang hadir namun kurang
berperan dalam pelaksanaan kongres, antara lain, Saerurn yang hanya
memberikan sambutan yang berisi harapan supaya persatuan dapat kekal dan
hidup dihati setiap orang Indonesia. Namun disini hanya ada dua orang yang
memang mewakili pers dan berperan aktif dalam Kongres Pemuda II yaitu W.R.
Supratman (Sin Po) dan S.M. Kartosoewirjo merupakan wakil Hoofdbestuur
P.S.I. dan pers Fadjar Asia (Fadjar Asia,1928).
a) S.M Kartosuwirjo.
Pada hari pertama, setelah pidato Yamin selesai, hadirin dipersilahkan
untuk memberikan tanggapan. S.M. Kartosoewirjo mengeluarkan tanggapan
mengenai kedudukan bahasa asing sebagai bahasa pergaulan internasional,
Kartosoewirjo sampai pada kesimpulan bahwa bahasa Indonesia harus menjadi
penghubung dalam persatuan Pemuda. Pergerakan nasional harus diserahkan
kepada perkumpulan yang berdasarkan nasional (Tim Museum Sumpah Pemuda.
2005: 22).
Dalam tanggapan Kartosuwiryo dapat diambil kesimpulan bahwa adanya
suatu harapan supaya bahasa Indonesia dapat menjadi suatu bahasa nasional yang
commit
dapat digunakan oleh semua orang dalamtoorganisasi
user pemuda pada khususnya dan
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

seluruh orang Indonesia pada umumnya. Sehingga tidak ada suatu penghalang
yang terjadi antara suku maupun daerah untuk menjaga persatuan. Hal ini
mungkin mengarah pada kesulitan yang dialami pada kongres Pemuda I, dimana
bahasa menjadi salah satu penghambat adanya keputusan yang bulat mengenai
persatuan. Selain itu adanya pergerakan nasional harus berdasarkan nasional dan
tidak lagi mengarah pada sifat-sifat kedaerahan. (Tim Museum Sumpah Pemuda.
2005: 15).
Pada rapat kedua dimulai dengan pembicara Mej. Poernomowoelan yang
berbicara tentang pendidikan (Museum Sumpah Pemuda. 2005: 24). Pidato
Poernomowoelan banyak menekankan tentang pendidikan Indonesia yang masih
harus diperbaiki dan mempunyai sistem sendiri. Pidato Poernomowoelan tersebut
masih menggunakan bahasa Belanda, dan diterjemahkan oleh Moh. Yamin ke
dalam bahasa nasional (Sudiyo. 2004: 152). Setelah pidato selesai, Soegondo
menanyakan kalau ada yang mau berpendapat. Ada lima pendapat yaitu dari: inoe,
Sigit, Emma Poeradiredja, Antapermana dan karosuwirjo. Kartosuwirjo meminta
ijin untuk menanggapi. Namun sebelumnya Kartosuwirjo menanyakan kepada
pemimpin kongres, “apakah dia harus berbicara atas nama wakil Hoofdbestuur
P.S.I. atau atas nama sendiri?”. Pemimpin kongres tidak keberatan kalau
menggunakan namanya sendiri. Kartosuwirjo mula-mula menerangkan bahwa
beberapa pembicara masih mencari-cari dan meraba-raba. Apakah disini tidak ada
atau belum ada peraturan pendidikan yang tetap? Dengan terus terang
Kartosuwiryo berkata” yang dimaksudnya adalah pendidikan secara Islam. Baik
secara rohani maupun dalam perihal jasmani (Fadjar Asia. 3 November 1928).
Kartosuwirjo sebenarnya ingin menyimpulkan berbagai pendapat dari
Sigit dan menyanggah pendapat Antapermana Sigit menyarankan adanya lima hal
pendidikan melalui aturan kebangsaan, yaitu Interaksi, banyak membaca,
organisasi Pemuda, sekolah berastrama dan keharmonisan kekeluargaan. Serta
kesalahan pendidikan Indonesia adalah adanya anggapan bahwa derajat
perempuan dibawah laki-laki. Sedangkan Antapermana berbicara tentang kawin
paksa, kawin dibawah umur dan poligami. (Tim Museum Sumpah Pemuda. 2005:
commit to usermaka Kartosuwirjo menjelaskan
15). Dari pendapat Sigit dan Antapermana,
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

bahwa kesemuanya terdapat pada pendidikan Islam yang memang sudah ada pada
waktu itu. Pendidikan yang menggunakan sistem pondok dan ada aturan-aturan
yang mengatur mengenai perkawinan. Sehingga mematahkan pendapat kedua
orang tersebut.
Pada rapat ketiga, Kartosuwirjo juga mengecam tindakan PID(Polietike
Inlichtigen Dienst) yang berusaha menghentikan rapat karena dianggap
membahayakan. PID merupakan polisi atau penegak hukum yang dibentuk
Belanda untuk mengawasi segala bentuk usaha menggangu ketertiban umum atau
hendak merobohkan maupun menghancurkan kekuasaan yang sah, baik yang ada
di negeri Belanda maupun yang ada di Hindia Belanda, secara langsung ataupun
tidak langsung. Hampir hadir di setiap rapat yang diadakan oleh pergerakan
nasional(Sudiyo. 2003: 64). Dengan penjelasan dan tanggapan dari peserta
maupun ketua rapat maka rapat dapat dilanjutkan.

b) W. R. Supratman
Setelah pidato pada rapat ketiga selesai, rapat ditunda untuk istirahat. W.R
Supratman datang pada Soegondo dengan permintaan “apakah bila rapat sudah
dibuka kembali dia dapat memperdengarkan karangannya, yang dinamakan
“Indonesia Raya?”. Syair lagu sebelumnya telah diedarkannya dibeberapa
kalangan, antara lain para pandu yang telah berusaha mempelajari bersama kata-
katanya (Achmad Hamami, 1973: 195). Karena dalam syair Indonesia Raya
terdapat banyak kata “Indonesia” dan Soegondo menyatakan bahwa Soepratman
boleh memperdengarkan lagunya tetapi jangan menyanyikan Syairnya (Tim
Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah, 1974: 68).
Sebelum putusan kongres dibacakan Soegondo meminta perhatian para
hadirin tentang lagu yang akan diperdengarkan Soepratman. Soepratman segera
memperdengarkan lagu Indonesia Raya dengan biolanya. Dr. Raden Soeharto
dalam karya Panca Dasa Warsa Sumpah Pemuda di buku Bunga Rampai
Soempah Pemoeda 50th (1978: 134) mengatakan:

“Kenang-kenangan dari Indonesische Club (IC) yang mengesankan bagi


commit
saya diantaranya ialah ketika to usermaghrib tanggal 20 Oktober 1928
menjelang
perpustakaan.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id

nyelonong di IC seorang yang kurus, berpakaian sangat sederhana, mengepit


Biola yang sudah agak butut, langsung saja ke emper belakang dan dengan
semangat mendengarkan lagu yang sama berulang-ulang kali dan kadang-
kadang menyanyikan dengan suara yang agak parau dan baru kemudian
saya mengetahui bahwa orang itu adalah W.R. Soepratman dan lagu yang
berulang-ulang diperdengarkan adalah Indonesia Raya. Saya menyaksikan
betapa hebat lagu itu disambut oleh Kongres, dan Soepratman dengan
senyum-senyum dan mata berkaca-kaca menerima ucapan selamat dan
pelukan para hadirin. Petugas-petugas PID (Politieke Inlichtingen Dienst)
yang juga hadir dan biasanya sangat mengganggu rapat-rapat pemuda
dengan tegoran-tegorannya, tampak diam, mungkin karena tidak dapat
menangkap dengan cepat maknanya, mungkin juga karena ikut terharu.”

Hanya dengan irama biola dan tanpa dinyanyikan syairnya, namun sebagian besar
orang yang berada pada kongres sebenarnya sudah mengetahui syair lagu
Indonesia Raya sebelumnya. Demikian lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan
dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 oktober 1928.

d. Menyebarluaskan Isi Kongres Pemuda II


Saerun yang merupakan wartawan dari Keng Po bertugas dalam mencatat
hasil dari Kongres Pemuda II. Hal ini terbukti melalui banyaknya berita yang
berisi pidato dari Soegondo Djoyopuspito yang diterbitkan 29 Oktober 1928
halaman 2. Dengan isi pokok mengenai perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sejak
Budi Utomo dan diuraikan kilas balik sejarah keberhasilan Belanda menguasai
Indonesia. Kunci pokok keberhasilan Belanda yaitu:
1. Politik divide et impera, pada masa itu bangsa Indonesia dapat
dipecah-pecah, diadu domba satu sama lain. Sehingga mudah
ditundukkan.
2. Menanamkn rasa perhambatan atau rasa derajat rendah kepada
Indonesia.
3. Membuat bumi putera tetap bodoh. Jadi politik dan taktik Belanda
yang buruk inilah yang harus dihadapi dan dikalahkan oleh pemuda-
pemuda serta bangsa Indonesia.
Banyak dari pers yang mengutip pidato dari Kongres Pemuda II, antara
lain majalah Persatuan Indonesia dan Fadjar Asia juga. Dalam majalah Persatuan
commit to user
Indonesia seluruh jalannnya kongres di jelaskan secara rinci namun ada juga
perpustakaan.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id

penggambaran jalannya kongres yang mengarah pada makna yang tersirat dan arti
penting Kongres Pemuda II. Persatuan Indonesia berisi penjelasan bahwa Kongres
Pemuda II berbeda dengan Kongres Pemuda I, perbedaannya yaitu:
1. Kongres Tabrani (Kongres pemuda I) ialah didirikan atas nama suatu
komite yang tidak berhubungan sama sekali dengan perhimpunan-
perhimpunan pemuda, sedangkan kerapatan yang belakangan
(Kongres Pemuda II) terdiri dari wakil-wakil perhimpunan-
perhimpunan pemuda.
2. Kongres yang pertama hanya bermaksud untuk menyiarkan
(propaganda) perasaan persatuan Indonesia, sedangkan kerapatan
yang kedua bermaksud untuk penguatan perasaan persatuan dan
kebangsaan, yang dimasa ini telah hidup di dalam hati tiap-tiap
pemuda Indonesia.
Perselisihan antara PID (Politieke Inlichtingen Dienst) yang terjadi dalam
Kongres Pemuda II tidak luput dari pemberitaan. PID melarang penggunaan kata
Merdeka dan hamper saja menggagalkan acara kongres pemuda II. Selain itu
berbagai perkataan yang berbau politik dilarang oleh PID sebab pemuda dilarang
untuk berbicara masalah politik, apabila mengandung politik maka anak yang
berumur dibawah 18 tahun tidak boleh mengikuti acara kongres. Mr Sartono
menjelaskan masalah politik yang telah mempelajari ilmu hukum baik Indonesia
maupun Belanda kepada PID (Persatuan Indonesia. 1928).
Surat kabar Fadjar Asia lebih lengkap dan lima hari mengupas isi kongres,
mulai dari tanggal 30 Oktober, 31 Oktober, 2 November sampai tanggal 3
November dan 5 November 1928. Pada tanggal 30 Oktober berisikan sambutan
dari Mr. Sartono(PNI dan PPPKI), Abdulrahman (Budi Utomo), Mr. Sunaryo
(PAPI dan INPO), Inoe (PNI), Dr. Amir (DI), Saerun (Keng Po dan pers
Indonesia lainnya), SM kartosuwiryo (Hoofdbestuur PSI dan pers Fadjar Asia),
Sigit (IC), Muhidin (Pasundan), dan Manonutu (Perserikatan Minahasa).
Pada tanggal 31 Oktober berisi pidato dari Moh. Yamin. Moh. Yamin
berbicara mengenai sejarah Indonesia mulai dari kerajaan Majapahit sampai
commit menghubungkan
dengan kejadian sekarang. Kemudian to user dengan persatuan dan
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id

kebangsaan. Selain itu Moh. Yamin juga membicarakan mengenai pentingnya


bahasa Indonesia (yang dulu disebut bahasa Melayu) yang dalam kalangan
pribumi dianggap remeh. Padahal bahasa merupakn sesuatu yang sangat penting.
Setelah pidato selesai beberapa orang menanggapi pidato Moh. Yamin (Fadjar
Asia. 1928).
Pada tanggal 2 November berisikan jalannya kongres pada hari kedua yang
bertempat di gedung Oost Java Bioscop, Koningsplein Noord dan menyebutkan
kalangan pers yang hadir yaitu Fadjar Asia, Bintang Timoer, Keng Po, Het Licht,
Sin Po, dan lain-lain. Pada tanggal 3 November dan 5 November 1928 berisi
jalannya kongres pada hari ke 3 (Fadjar Asia. 1928)..
Kongres ditutup dengan terlebih dulu di umumkan hasil perumusan
berdasarkan pokok-pokok pikiran yang berkembang dalam kongres. Soegondo
dengan suara dengan suara keras membaca usul resolusi yang intinya (Persatoean
Indonesia. 1928).:
Pertama: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang
satu, tanah Indonesia.
Kedoea: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
Sebelum disahkan oleh kongres, ketua rapat mempersilahkan Yamin untuk
memberikan penjelasan. Setelah penjelasan dari Moh Yamin maka disahkan
resolusi itu sebagai keputusan kongres. Selanjutnya keputusan tentang kesatuan
tanah air, bangsa, dan bahasa itu dilambangkan pula dengan:
1. Lambang Warna, yang berupa pengibaran bendera Merah Putih.
2. Lambang Suara, dengan melagukan lagu Indonesia Raya.
3. Lambang Lukisan, berupa lencana Garuda Terbang (Sri Sutjiatiningsih.
1999: 31).
Resolusi Kongres Pemuda II tersebut berbeda dengan apa yang sering di
perdengarkan sekarang, yaitu pada resolusi ketiga yang pada awalnya “Kami putra
dan putri Indonesia menjunjungcommit
bahasatopersatuan,
user bahasa Indonesia” berubah
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id

menjadi Kami putra dan putri Indonesia mengaku bahasa satu, bahasa Indonesia.
Walau hanya berbeda beberapa kata, namun efek yang ditimbulkan sangat besar,
yaitu mulai lunturnya bahasa daerah. Padahal yang dimaksudkan pada Kongres
Pemuda II bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan masih menjaga bahasa
daerah sebagai bahasa asli. Sehingga persatuan tetap terbentuk melalui bahasa
persatuan yang sama.
Pemberitaan–pemberitaan yang luas dan banyak tidak lepas dari kesadaran
Soegondo (Ketua Kongres Pemuda II) bahwa pers merupakan sarana terbaik
dalam menyebarkan hasil kongres maupun jalannya Kongres Pemuda II. Sehingga
Soegondo memberikan segala bahan pembicaraan serta keputusan yang diambil
oleh panitia kepada Soepratman. Kemudian Soepratman mengolahnya menjadi
berita untuk seterusnya disiarkan dalam surat kabar. Dalam kenyataannya pers
memang tidak sedikit membantu menyebarluaskan keputusan-keputusan yang
diambil dalam kongres (Soebagio I.N. 1985: 46-47).
Suatu yang mengesankan bahwa ada pengharapan yang ditulis pada akhir
putusan Kongres Pemuda II yang tertulis: “Supaya putusan dalam Kongres
Pemuda II disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan dimuka rapat
perkumpulan-perkumpulan kita” (S.M. Kartosuwirdjo: 1928). Jadi dalam tiap
rapat adanya proses memupuk rasa persatuan. Persatuan merupakan suatu hal
yang paling penting dalam sebuah negara baik yang merdeka maupun yang belum
merdeka.
Berita mengenai Sumpah pemuda tidak hanya diterima oleh orang yang
berada di Indonesia. Moh Hatta yang sedang berada di Belanda menyatakan:
“Kami baca dalam surat kabar Belanda, bahwa di Jakarta telah terjadi
sumpah Pemuda yang mengaku mereka dari satu bangsa, bangsa Indonesia, dari
satu tanah air, tanah air Indonesia, mempunyai satu bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Dalam surat kabar Belanda tentu tidak sesuai benar teks ucapan itu.
Baru kira-kira sebulan sesudah itu bunyi teksnya tepat kami baca dalam surat-
surat kabar Indonesia.”(Sudiyo. 2004: 130)

Lagu “Indonesia Raya” gubahan W.R. Supratman juga dimuat dalam surat
kabar Sin Po pada bulan November. Pada surat kabar Sin Po pada bulan
commit
November 1928 jelas terlihat nama lagu toIndonesia
user Raya pada awalnya berjudul
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id

Indonesia dengan lirik:


INDONESIA
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku,
Disanalah aku berdiri,
Menjaga pandu ibuku,

Indonesia kebangsaanku,
kebangsaan tanah air ku,
marilah kita berseru,
Indonesia bersatu,

Hiduplah tanahku,
Hiduplah negeriku,
Bangsaku, jiwaku semuanya,

Bangunlah rakyatnya,
Bangunlah badannya,
Untuk Indonesia raya,

Indones, Indones, mulia, mulia,


Tanahku negeriku yang ku cinta,
Indones, Indones, mulia, mulia,
Hiduplah Indonesia raya. (yang ke 2 dalam Sin Po, 1928)
Dalam lagu Indonesia Raya terjadi beberapa perubahan beberapa kali sampai
terciptalah bentuk yang sempurna untuk dijadikan lagu kebangsaan.
Lagu Indonesia Raya yang dicetak dalam surat kabar Sin Po semakin
bertambah luas penyebarannya. Melihat perhatian yang besar, maka Sin Po
sengaja mencetaknya banyak-banyak. Orang-orang berebut membelinya, sehingga
dalam waktu singkat lagu Indonesia Raya habis terjual. Pembelinya bukan hanya
orang Batavia, tetapi juga dari daerah lain. Juga dari luar Jawa pesanan pun
berdatangan (Soebagijo I.N, 1985: 57).
Peran pers terutama pers Nasional dan pers peranakan Tionghoa yang
secara terus menerus memberikan pengaruh dan pendidikan mengenai
nasionalisme dalam setiap terbitan. Selain itu, ikut sertanya dalam kongres
pemuda membuktikan peran penting pers dalam Kongres Pemuda II. Dalam
kenyataannya pers memang tidak sedikit membantu menyebarluaskan keputusan-
commit
keputusan yang diambil dalam kongres to user I.N. 1985: 46-47).
(Soebagio
perpustakaan.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id

Puncak kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan yaitu Kongres


Pemuda di Jakarta tahun 1928 yang mencetuskan ikrar satu tanah air, satu bangsa,
dan satu bahasa persatuan yang tebih dikenal dengan sebutan “Sumpah Pemuda”
(Tribuana Said. 1988: 24). Dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 itu, ide
kesukuan dan ide kepulauan itu hilang lenyap laksana embun kena sinar matahari
(Wawan Tunggul Alam. 2001: 109). Sumpah itu mencerminkan tekad persatuan
kebangsaan bukan hanya kaum muda namun juga kaum tua (G. Moedjanto. 1989:
57).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis kemukakan diatas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Penerbitan suratkabar cetak di Indonesia baru muncul tahun 1744, dibawah
pemerintahan Gubernur Jendral Van Inhoff yang berpandangan bebas, telah
berkenan memberikan ijin atau “octrooi” kepada Jan Erdman Jordens, untuk
menerbitkan suratkabar. Dengan Octrooi tersebut di Jakarta terbitlah surat
kabar “Bataviase Nouvelles en Politique Raisonnementen”. Pers tionghoa
muncul akhir abad ke 19, yang didahului lahirlah kalangan intelektual
peranakan Tionghoa di Indonesia. Rasa nasionalisme Tionghoa yang timbul
akibat kolonialisme. Sejak lahirnya Budi Utomo di Jakarta tahun 1908,
organisasi ini memperhatikan pentingnya penerbitan dan surat kabar sebagai
penyambung suara organisasi. Perjuangan pers di Indonesia tidaklah
semudah yang dilihat, tahun 1856 pemerintah Hindia belanda mengeluarkan
Reglement op de Drukwerken in Nederlandesch Indie yang lazim disebut
Drukpers Reglement atau UU tentang percetakan dan Pers. Aturan ini pada
1906 diperbaiki menjadi bersifat represif, yang menuntut setiap penerbit
mengirim karya cetak ke pemerintah sebelum dicetak. Sejak diberlakunya
ketentuan liberalisasi, khususnya keputusan penguasa kolonial untuk
menghapus Pra-sensor mulai tahun 1906, wartawan Indonesia memperoleh
peluang untuk menerbitkan surat kabar sendiri.
2. Pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan yaitu Pers Kolonial/
Belanda, Pers Cina/ Tionghoa, dan Pers Nasional/ Pribumi. 1) Pers Kolonial,
menutup mata bagi keadaan dalam masyarakat Indonesia, bahkan untuk
mengetahui apa yang terdapat dalam pers Indonesia saja dirasa tidak perlu,
kecuali Bataviaash Nieuwsblad dan Locomotief. Surat kabar Nieuws van den
Dag voor Nederlandsche-Indie di Jakarta dengan redaksinya Karel
commit to userterkenal karena kritik-kritiknya
Wijbrand, yang dalam kedudukannya

80
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id

kepada pemerintah Belanda. Nieuws van den Dag voor Nederlandsche-Indie


muncul pula Java Bode yang merupakan surat kabar resmi, dan selalu
membela kebijaksanaan pemerintah. Bataviaasch Nieuwsblad, memiliki
pimpinan redaksi bernama F.K.H. Zaalberg, seorang Indo-Belanda yang
dapat menanjak dengan kekuatannya sendiri dari pembantu korektor sampai
menjadi pimpinan redaksi. Bataviaasch Nieuwsblad berbeda dengan Nieuws
van den Dag voor Nederlandsche-Indie dan Java Bode. Surat kabar
Bataviaasch Nieuwsblad mempunyai watak dan keyakinan keras untuk tidak
menjadi alat Kolonial seperti Nieuws van den Dag voor Nederlandsche-
Indie dan Java Bode. Pers Cina/ Tionghoa, pers Tionghoa dikenal juga
sebagai pers Melayu di Indonesia. Sin Po adalah majalah Tionghoa yang
menggunakan bahasa Melayu. Untuk mengobarkan semangat nasionalisme
rakyat Indonesia, Sin Po sering menurunkan tulisan terjemahan tentang
pergerakan kemerdakaan yang terjadi di India, Philipina, Maroko dan
tempat-tempat lain. Pers Pribumi, Pergerakan nasional dan pers pribumi
dapat diibaratkan sebagai kembar siam, kedua bidang kegiatan bangsa
indonesia yang hidup berdampingan. Apabila pergerakan nasional dapat
dipandang sebagai proses mobilisasi rakyat untuk berpartisipasi dalam
mewujudkan cita-cita nasional, hal ini berarti fungsi pokok pergerakan
nasional ialah mensosialisaskan politik dikalangan masyarakat. Media massa
dipandang dapat menyampaikan semua yang dibutuhkan organisasi,
sehingga penggarapan kesadaran dapat terlaksana secara lebih efektif.
3. Dengan melihat dari berbagai sudut fungsinya, maka peran pers dalam
Kongres Pemuda II ada 4, yaitu: Pusat informasi, Kongres Pemuda II
mengumumkan hasil rapat kepada seluruh pemuda untuk ikut serta dalam
Kongres Pemuda II dan menjadi pusat informasi yang utama. Dengan
adanya undangan yang menyeluruh sehingga terbukalah Kongres Pemuda II
untuk umum. Mempengaruhi opini, Perhimpunan Indonesia aktif berjuang
dan mempelopori perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia
dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Membantu
commit
pelaksanaan Kongres Pemuda to user wakil-wakilnya, ada dua orang
II melalui
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id

yang memang mewakili pers dan berperan aktif dalam Kongres Pemuda II
yaitu W.R. Supratman (Sin Po) dan S.M. Kartosoewirjo merupakan wakil
Hoofdbestuur P.S.I. dan pers Fadjar Asia. Menyebarluaskan isi Kongres
Pemuda II, dengan peran pers terutama Pers Nasional dan Pers peranakan
Tionghoa yang secara terus menerus memberikan pengaruh dan pendidikan
mengenai nasionalisme dalam setiap terbitan. Selain itu, ikut sertanya dalam
kongres. Hal ini membuktikan peran penting pers dalam Kongres Pemuda II.

B. Implikasi
1. Teoritis
Secara teoritis pers memiliki peran sebagai alat pembaharu sosial dan
pembaharu masyarakat, serta memiliki fungsi informasi, mempengaruhi,
mendidik, swadaya, dan ekonomi. Namun dalam Kongres Pemuda II fungsipers
yang paling menonjol yaitu fungsi informasi dan mempengaruhi. Hal ini dapat
terlihat dari pers sebagai pusat informasi, mempengaruhi opini dan
menyebarluaskan hasil kongres. Selain berhubungan dengan fungsi pers,Kongres
Pemuda II juga berhubungan dengan masing-masing individu atau bagian dari
pers yang membantu jalannya kongres. Seorang wartawan tidak hanya
melakukan tugas jurnalistik namun juga melakukan tugas individu sebagai bagian
dari bangsa Indonesia. Rasa nasionalisme yang besar membuatnya menjalankan
tugas jurnalistik dan membantu jalannya Kongres Pemuda II.

2. Praktis
Perkembangan pers di Indonesia turut memberian sumbangan yang besar
bagi perjuangan mencapai kemerdekaan. Selain itu pers memperjuangkan
kebebasannya agar terbebas dari tekanan-tekanan yang diberikan oleh pemerintah
kolonial Belanda. Pers juga menjadi jalan menuju nasionalisme yang luas yaitu
dalam Kongres Pemuda II yang dapat dikatakan sebagai tonggak awal
perkembangan persatuan nasional. Hal ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat
Indonesia bahwa persatuan nasional tidak mudah dicapai dan melalui proses yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id

panjang. Selain itu, pers memiliki peranan besar terhadap pengetahuan,


pendidikan dan memberikan informaasi penting bagi masyarakat.

3. Metodologis
Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode
historis. Pemilihan metode ini berdasarkan pada kegiatan pemecahan masalah
dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan
permasalahan yang akan dikaji, untuk memahami kejadian pada masa lalu.
Kemudian menguji dan menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari
hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Dari sumber sejarah tersebut dijadikan
suatu rangkaian cerita sejarah yang objektif, menarik, dan dapat dipercaya.
Pengumpulan data dilakukan melalui teknik studi pustaka dengan mengadakan
riset di perpustakaan terhadap sumber-sumber seperti arsip atau dokumen, buku,
dan majalah.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam pencarian sumber-sumber
koran atau dokumen tertulis. Sumber surat kabar, majalah serta buku-buku yang
memuat tentang peran pers tahun 1900-1928 sangat jarang dan banyak yang
hilang. Oleh karena itu sumber primer, sekunder dan tersier yang ditemukan tidak
bisa secara lengkap dan menyeluruh.

C. Saran
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah harus berperan serta untuk menjaga dan menumbuhkan jiwa
nasionalisme di dalam dirinya maupun didalam masyarakat seperti yang
dilakukan oleh pers pribumi, terutama menanamkannya pada penerus bangsa
melalui bidang pendidikan. Para pejabat harus meneladani sikap para wartawan
yang membawa nama surat kabar dan menjadi bagian dari sebuah bangsa. Pejabat
selain menjadi bagian dari partai (kelompok) harus bisa juga menjadi bagian dari
Negara yang menjunjung tinggi jiwa nasionalisme sehingga seluruh lembaga
yang ada pada pemerintah dapat berjalan dengan baik seperti apa yang
diharapkan para pendahulu kita. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id

2. Bagi Pendidik
Bagi para guru sejarah, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan kesejarahan mengenai peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun
1928. Selain itu, dalam perkembangan pendidikan sejarah belum banyak materi
yang membahas mengenai peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928,
kebanyakan yang di tuangkan hanya organisasi nasional dan Kongres Pemuda II,
namun tidak menampilkan pers sebagai alat pergerakan nasional. Materi dari
hasil penelitian ini juga dapat disisipkan pada materi IPS maupun pelajaran
sejarah pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar kelas 5 serta Sekolah Menengah
Pertama kelas VIII semester genap pada kompetensi dasar Pergerakan Nasional
Indonesia.
3. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa sejarah, hendaknya penelitian ini dapat dijadikan referensi
untuk menambah pemahaman mengenai Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia,
terutama mengenai peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928. Hal ini
dikarenakan kurangnya materi yang diajarkan dalam perkuliahan terutama yang
membahas mengenai pers. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan para
mahasiswa akan meneliti mengenai pers untuk lebih memperdalam materi yang
terdapat didalamnya. Pers sangat berperan dalam munculnya semangat
nasionalisme dan persatuan di Indonesia. Pers juga menjadi bagian penting dalam
berbagai bidang. Terutama mendukung perjuangan pergerakan Nasional
indonesia. Dengan adanya penelitian ini dapat diambil pelajarannya bahwa
sebuah perjuangan yang keras pasti akan menghasilkan sesuatu yang berharga.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai