Anda di halaman 1dari 7

Nama : Azam Fatahilla Eldzar

Kelas : XII MIPA 1

5 Pelanggaran HAM yang disebut Kejahatan Genosida :

1. Konflik Bosnia
Wilayah Bosnia yang terletak di jantung dari Federasi Yugoslavia, yang
menjadi daerah perebutan pengaruh sejak zaman Kerajaan Austro-
Hungaria melawan pengaruh Kerajaan Turki pada saat Kekaisaran “Ottoman”.
Bubarnya Yugoslavia lama, tampaknya oleh negara-negara sekitarnya maupun
dari negara-negara Big Power/luar menginginkan agar “Yugoslavia mini” ini
ikut bubar. Adanya pemerintahan yang diatur bergilir oleh tiga etnis dominant
di Bosnia (Muslim, Serbia dan Kroat), ikut menambah kerawanan negeri ini,
karena pengaruh pada salah satu etnis dari negara tetangga ataupun dari luar,
dapat segera membakar kearah pertikaian.
Penguasaan Bosnia secara bulat oleh Republik-Republik di sekitarnya ataupun
menjadi suatu negara yang berdasarkan konstitusi Islam, akan dipandang cukup
membahayakan negara-negara Eropa. Dilihat dari segi Sosial Budaya maka
keberadaan tiga etnis dominan yang terdiri dari 3 suku yang berbasis pada
agama yang berbeda, setelah kesadaran beragama mulai terusik sedangkan
konstitusi mereka tidak mengatur tentang kerukunan hidup beragama karena
tidak adanya suatu idiologi yang mengikat kesadaran berbangsa, maka
perbedaan di antara penduduk semakin tajam. Perbedaan ini menjadi bertambah
berbahaya ketika pimpinan politik dan pengaruh luar ikut mengeksploitir
kekuasaan berdasarkan etnis dan agama ini.
Pada saat Tito berkuasa, mereka dipersatukan oleh kepemimpinan Tito yang
kharismatik, program “Unity and Brotherhood” yang cukup baik sehingga
wilayah ini menjadi sangat potensial bagi keberadaan Yugoslavia pada waktu
itu. Dari kacamata ekonomi, kekayaan alam dan bahan tambang yang
dikandung dalam wilayah Bosnia Herzegovina, merupakan daya tarik lainnya
bagi siapa yang menguasai wilayah ini. Hampir 80% medan gunung-gunung
dengan sungai yang berjeram merupakan daerah yang menguntungkan bagi
penyediaan listrik tenaga air (Hydropower plant). Demikian juga kekayaan akan
tambang bauxit, magnesium, asbes, dalomit, batubara, minyak, lignit, garam
dan lain-lain, merupakan tambang yang potensial bagi berjalannya
industrialisasi. Sewaktu Tito berkuasa, wilayah ini kemudian menjadi pilihan
ditempatkannya lebih dari 60% pabrik-pabrik milik Yugoslavia.
Oleh sebab itu Bosnia Herzegovina merupakan mesin utama bagi jalannya
perindustrian Yugoslavia. Daerah-daerah industri yang ada di Bosnia
Herzegovina di antaranya ialah Pabrik senjata artileri dan mortir di Novitravnik,
Pabrik tank/kendaraan lapis baja di Bosanki Brod, Oil Refinery di Slavonski
Brod, Pabrik aluminium dan pesawat terbang di Mostar, Pabrik bahan kimia
di Sabac dan Tuzla, Pabrik senjata ringan “Pretis” di Vogasca (dekat Sarajevo),
Pabrik senjata dan munisi “Igman” di Konjic, Pabrik kimia, mesin, ranjau,
tambang batubara dan lignit di Tuzla, Pabrik besi dan baja di Zenica, Pabrik
minyak roket, bahan ledak, bubuk mesiu di Vitez, Pabrik munisi di Gorazde,
Pabrik battery di Luskovac, Pabrik perlengkapan militer
di Foca dan Capljina dan lain-lain. Kota di mana pabrik-pabrik serta wilayah
tambang tersebut di atas pada umumnya di dalam kekuasaan etnis Muslim dan
etnis Kroat, sehingga saat itu merupakan daerah perebutan kekuasaan (trouble
spot). Beberapa di antaranya dilindungi oleh PBB/UNPROFOR untuk
mencegah penghancuran daerah-daerah krisis tersebut.
Dari pandangan Strategi Militer, keberadaan pabrik-pabrik bagi keperluan
militer yang lebih dari 60% berada di wilayah Bosnia Herzegovina merupakan
daya tarik utama akan penguasaan wilayah ini. Pada masa Tito berkuasa,
dengan pertimbangan keamanan, dan perlindungan alam yang baik maka Bosnia
Herzegovina dipilih untuk kedudukan wilayah industri militer, karena
dipandang aman dari ancaman Pakta Warsawa maupun Pakta NATO. Ditinjau
dari segi etnis, bahasa dan sosial budaya, Yugoslavia sebagai negara "sosialis
swakelola" merupakan tujuan utama bagi para teknokrat eks Pakta Warsawa
untuk keluar dari Uni Soviet. Tidak mustahil bila mereka berhasil masuk ke
Yugoslavia dalam keadaan bersatu, maka Yugoslavia akan dapat menjadi
negara adidaya dalam bidang pertahanan dan keamanan dikemudian hari.
Dengan terpusatnya industri militer Yugoslavia berada di Bosnia Herzegovina,
maka ahli-ahli tersebut dikhawatirkan akan berada di wilayah ini. Untuk
mencegah hal tersebut negara-negara “Big Power” terutama dari Blok Barat,
tentunya menjadikan wilayah Bosnia Herzegovina sebagai wilayah
kepentingannya. Di sisi lain dengan bubarnya Pakta Warsawa maka Eropa
dikhawatirkan akan kebanjiran stok senjata eks Blok Timur, yang akan
bermuara pada meningkatnya organisasi senjata secara liar di Eropa dan
selanjutnya akan membahayakan keamanan Eropa. Dengan adanya perang
Bosnia maka aliran senjata lebih tersebut secara tidak langsung akan mengarah
ke wilayah ini. Dengan menumpuknya beberapa kepentingan di wilayah Bosnia
Herzegovina maka wilayah ini layak untuk disebut daerah rawan atau titik kritis
bagi negara-negara di Eropa.
2. Genosida Muslim Rohingya

Konflik yang terjadi di Myanmar melibatkan dua etnis yakni etnis Rohingya
sebagai minoritas dan etnis Rakhine sebagai mayoritas. Konflik ini bisa dibilang
tak bisa dipisahkan dari faktor sejarah. Kata Rohingya sendiri berasal dari
Rohang, yang merupakan nama lama dari negara bagian Arakan.

Sementara Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah


dikuasai secara bergantian oleh orang Hindu, Budha, dan Muslim.

Pengaruh Islam mulai masuk ke wilayah Arakan pada tahun 1203 M, dan pada
akhir 1440 M Arakan resmi menjadi sebuah negara muslim yang ditandai
dengan Perjanjian Yandabo yang menyebabkan Burma, Arakan dan Tenasserim
dimasukkan ke wilayah British-India. Selama 350 tahun kerajaan Muslim
berdiri di Arakan dan Umat Islam hidup dengan tenang.

Namun, pada 24 September 1784 M Raja Boddaw Paya dari Burma menginvasi
Arakan dan menguasainya. Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama kali
pecah. Perang ini berakhir pada 24 Februari 1426. Tahun 1935 diputuskan
bahwa Burma terpisah dari British-India tepatnya mulai tanggal 1 April 1937
melalui keputusan ini pula digabungkanlah Arakan menjadi bagian British-
Burma.

Hal ini bertentangan dengan keinginan mayoritas penduduknya yang beragama


Islam dan ingin bergabung dengan India.Hingga pada akhirnya Arakan menjadi
bagian Burma yang merdeka pada Tahun 1948.

Tak seperti etnis lain yang setidaknya diakui kewarganegaraannya oleh


Myanmar, masyarakat Rohingya dianggap sebagai penduduk sementara.
Dianggap sebagai "orang asing" membuat masyarakat Rohingya tidak
diperbolehkan bekerja sebagai pengajar, perawat, abdi masyarakat atau dalam
layanan masyarakat mereka dianggap sebagai orang-orang yang tak bernegara
dan tidak diakui oleh pemerintah Myanmar. Egoisme pemerintah Myanmar
yang tidak mengakui adanya etnis Rohingya di Myanmar membuat adanya
pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Rohingya. Akibat konflik
tersebut, puluhan ribu warga Rohingya terlunta-lunta mengungsi ke negara lain,
termasuk Indonesia.

Di Myanmar, etnis Rohingya tidak diakui sebagai warga negara. Mereka


kesulitan memperoleh akses kesehatan, pendidikan dan perumahan yang layak.
Kekerasan pun terus terjadi seperti tak berkesudahan. Penyebab konflik di
Provinsi Rakhine yang melibatkan etnis Rakhine dan Rohingya disebabkan oleh
banyak faktor di antaranya sebagai berikut:

-Pemerkosan Ma Thida Htwe

-Warga Rohingya Etnis Bengali Tidak Diakui Sebagai Penduduk Asli Myanmar

-Diskriminasi Budaya Oleh Pemerintah

3. Genosida Westerling
Pasukan khusus yang dinamakan Depot Special Forces atau yang dikenal
dengan nama DST dan dipimpin langsung oleh Raymond Westerling. DST tiba
di Sulawesi pada tanggal 15 November 1946 dan mendirikan markas di
Makassar. Westerling sendiri baru tiba pada tanggal 5 Desember 1946. Bersama
120 pasukan DST, ia menyusun strategi penumpasan pemberontakan terhadap
rakyat yang kontra akan pemerintahan Belanda. Penumpasan pertama dilakukan
pada tanggal 12 Desember 1946, pukul 4 pagi. Westerling bersama 58
pasukannya mengepung desa sekitar Batua dan mengumpulkan semuanya.
Mereka kemudian memisahkan laki-laki dari anak-anak dan perempuan.

Dengan bantuan kepala desa, Westerling berhasil mengidentifikasi 35 orang


yang dianggap sebagai pejuang kemerdekaan dan mengeksekusi mati mereka di
depan warga desa untuk memberikan efek jera kepada siapa pun yang berani
memberontak kepada pemerintahan Belanda.
Selain warga desa Batua, Westerling juga melakukan sweeping ke sejumlah
desa di Sulawesi Selatan. Pola yang diberlakukan selalu sama yaitu mengepung
desa, mengumpulkan seluruh warganya dan kemudian menembak mati orang-
orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan.

Selain membunuh para pejuang, Westerling dan pasukannya kerap kali


menembak penduduk tidak berdosa. Pembantaian Westerling sendiri
berlangsung selama tiga bulan dari bulan Desember 1946 hingga Februari 1947.
Hingga kini, tidak ada yang tahu pasti berapa jumlah korban dalam aksi keji ini.

Meski begitu, delegasi Indonesia untuk PBB menyampaikan bahwa ada 40.000
orang tewas dalam Pembantaian Westerling.

4. Perang Saudara Sudan Selatan

Pada Desember 2013, terjadi perebutan kekuasaan politik antara Presiden


Kiir melawan mantan wakilnya Riek Machar. Sang presiden menuduh
bahwa Machar dan sepuluh orang lainnya berupaya
melancarkan kudeta. Machar menampik tuduhan ini, melarikan diri dan
kemudian menyerukan agar Kiir mengundurkan diri. Pertempuran meletus
antara Gerakan Pembebasan Sudan Selatan melawan Gerakan Pembebasan
Sudan Selatan - Perjuangan dan memicu perang saudara.
Pasukan Uganda dikirim untuk membantu pemerintah Sudan Selatan
dalam upaya pemadaman pemberontakan. Pada Januari 2014, perjanjian
gencatan senjata pertama ditandatangani. Pertempuran terus berlanjut dan
kemudian perjanjian-perjanjian gencatan senjata lainnya disepakati.

Diperkirakan 300.000 orang tewas akibat perang ini, termasuk korban jiwa
dalam kejahatan-kejahatan perang seperti pembantaian Bentiu
2014. Meskipun kedua belah pihak didukung oleh orang-orang yang
berasal dari kelompok etnis yang berbeda, perang pada akhirnya terkait
dengan perpecahan etnis. Kelompok etnis Dinka yang merupakan
kelompok etnis Presiden Kiir dituduh melakukan serangan terhadap
kelompok etnis lain, sementara kelompok etnis Nuer yang merupakan
kelompok etnis Machar dituduh melakukan serangan terhadap suku
Dinka. Lebih dari 1.000.000 orang menjadi pengungsi internal di Sudan
Selatan dan lebih dari 400.000 orang telah melarikan diri ke negara-negara
tetangga, terutama Kenya, Sudan, dan Ugan.
5. Genosida Rwanda
Genosida Rwanda adalah sebuah pembantaian 800.000
suku Tutsi dan Hutu moderat oleh sekelompok ekstremis Hutu yang dikenal
sebagai Interahamwe yang terjadi dalam periode 100 hari pada tahun 1994.
Rwanda sendiri adalah sebuah negeri berpenduduk 7,4 juta jiwa dan merupakan
negara terpadat di Afrika Tengah.
Peristiwa ini bermula pada tanggal 6 April 1994,
ketika Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana menjadi korban penembakan
saat berada di dalam pesawat terbang. Beberapa sumber menyebutkan Juvenal
Habyarimana tengah berada di dalam sebuah helikopter pemberian
pemerintah Prancis. Saat itu, Habyarimana yang berasal dari etnis Hutu berada
dalam satu heli dengan Presiden Burundi, Cyprien Ntarymira. Mereka baru saja
menghadiri pertemuan di Tanzania untuk membahas masalah Burundi.
Sebagian sumber menyebutkan pesawat yang digunakan bukanlah helikopter
melainkan pesawat jenis jet kecil Dassault Falcon 50.
Disinyalir, peristiwa penembakan keji itu dilakukan sebagai bentuk protes
terhadap rencana Presiden Habyarimana untuk masa depan Rwanda.
Habyarimana berencana melakukan persatuan etnis di Rwanda dan pembagian
kekuasaan kepada etnis-etnis itu. Rencana itu telah disusun setahun
sebelumnya, seperti tertuang dalam Piagam Arusha (Arusha Accord) pada
tahun 1993. Untuk diketahui, Habyarimana menjadi Presiden Rwanda sejak
tahun 1993. Sebelumnya ia menempati posisi sebagai Menteri Pertahanan
Rwanda. Pada tahun 1990-an Habyarimana merintis suatu pemerintahan yang
melibatkan tiga etnis di Rwanda yakni Hutu (85%), Tutsi (14%) dan Twa (1%).
Habyarimana mengangkat Perdana Menteri Agathe Uwilingiyama dari suku
Tutsi. Pengangkatan dari suku berbeda jenis ini jelas tidak diterima oleh
kelompok militan yang ingin mempertahankan sistem pemerintahan satu suku.
Kekhawatiran sekaligus kekecewaan berlebihan inilah yang akhirnya
memuncak menjadi tindak pembunuhan terhadap presiden sendiri. Habyarimana
akhirnya dibunuh bersama Presiden Burundi oleh kelompok militan
penentangnya ketika mereka berada di dalam pesawat (atau helikopter)
pemberian Presiden Prancis Francois Mitterand
Peristiwa tragis penembakan Presiden Habyarimana kontan mengakhiri masa 2
tahun pemerintahannya. Lebih mengerikan lagi, peristiwa ini memicu
pembantaian etnis besar-besaran di Rwanda. Hanya dalam beberapa jam setelah
Habyarimana terbunuh, seluruh tempat di Rwanda langsung diblokade. Dalam
seratus hari pembantaian berbagai kalangan tercatat tidak kurang dari 800.000
jiwa atau paling banyak sekitar satu juta jiwa etnis Tutsi menjadi korban
pembantaian. Kemudian setelah Kigali jatuh ke tangan oposisi RPF pada 4
Juli 1994, sekitar 300 mayat masih saja terlihat di alam terbuka di Kota
Nyarubuye berjarak 100 km dari Timur Kigali. Korban yang jatuh di etnis lain
(Twa dan Hutu) tidak diketahui, akan tetapi kemungkinan besar ada walaupun
tidak banyak jumlahnya.
Sayangnya, pembunuhan besar-besaran di Rwanda tidak mendapatkan perhatian
besar dari dunia internasional khususnya Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Salah satu penyebab paling dominan adalah karena negeri ini tidak memiliki
nilai kepentingan strategis di mata internasional

2. Bagaimana Cara Mencegah Pelanggaran Genosida?

Dalam definisinya Genosida adalah tindakan terencana yang


ditujukan untuk menghancurkan eksistensi dasar dari sebuah bangsa
atau kelompok sebuah entitas, yang diarahkan pada individu-individu
yang menjadi anggota kelompok bersangkutan.

 Untuk mencegah terjadinya Genosida, langkah utama yang harus


dilakukan adalah mengidentifikasi faktor (praktik-praktik
diskriminasi). Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui penyebab
semakin parahnya disparitas dalam sebuah masyarakat yang beragam.
Selain itu, juga mencari cara untuk menghilangkan segala penyebab
yang mungkin menyebabkan kekerasan genosidal.

Anda mungkin juga menyukai