Anda di halaman 1dari 17

1.

Bosnia-Harzekovina

SEKILAS SEJARAH TRAGEDI BOSNIA-HERZEGOVINA


Sebelum kami paparkan tragedi yang menimpa saudara-saudara muslim kita di Bosnia-
Herzegovina kami akan membentangkan sekilas sejarah Bosnia-Herzegovina berikut letak
geografisnya.
-Republik Bosnia-Herzegovina terletak di samping republik-republik Serbia, Croasia,
Slovenia, Macedonia, semuanya dikenal dengan nama Yugoslavia.
-Sebelum utara Yugoslavia adalah Negara Hongaria dan Austria, di sebelah timur adalah
Rumania dan di sebelah selatan adalah Negara Yunani dan Spanyol, serta disebelah barat
adalah laut Adriatik.
-Letak Bosnia-Herzegovina berada di tengah tengah Yugoslavia yang berbatasan di sebelah
utara dan barat dengan Croasia, di sebelah timur dengan Serbia dan di sebelah selatan dengan
Sernagora (Montenogro).
– Bosnia-Herzegovina dibuka pada masa Kholifah Muhammad Al-Fatih. Antara 46-60% dari
4,5 juta penduduknya masih memeluk Islam hingga penghujung abad ini, dikala Serbia
menindas dan menjarah republik muslim ini. Perlu disebutkan bahwa ibukota Bosnia-
Herzegovina bernama “Siroj Bosnah” kemudian dirubah Serbia dengan nama “Sarajevo
Bosnia” nama salah seorang panglima Serbia.
-Serbia (Kristen Ortodoks) dikenal permusuhannya yang keras terhadap Islam dan kaum
muslimin. Kemudian mulailah mereka menggunakan cara-cara yang keji melawan kaum
muslimin.
1. Pada akhir Perang Dunia I Serbia mengadakan pembantaian masal terhadap kaum
muslimin Bosnia. Membakar 270 perkampungan muslim serta membunuh ribuan orang yang
masuk islam. Baik itu wanita, orang tua, anak-anak. Dan mengakibatkan 300.000 orang
muslim melarikan diri dan meninggalkan Bosnia.
2. Padatahun 1941 Serbia membantai 60.000 muslimin. Melemparkannya ke sungai Foja
(Voca) sehingga air sungai berubah menjadi sungai darah merah… mengenaskan.
3. Setelah Perang Dunia II terjadilah perang antara Serbia (Ortodoks) dengan Croasia
(Katholik) mulai tahun 1941-1945. Perang ini berakhir dengan pembagian Bosnia-
Herzegovina menjadi wilayah Serbia dan wilayah Croasia.
4. Setelah Yugoslavia melepaskan diri dari republik Uni-Yugoslavia, sebagian republik-
republik Yugoslavia menuntut kemerdekaan dan memisahkan diri dari Yugoslavia. Diantara
republik-republik itu adalah Slovenia, Croasia, Bosnia-Herzegovina, Macedonia. Akan tetapi
Serbia tidak rela dengan tuntutan mereka. Serbia rakus dengan warisan Uni-Yugoslavia.
Serbia menguasai 85% kekuatan militer Uni Yugoslavia dan mendapat dukungan dari
republik Montenegro yang bergabung dengan Serbia.
5. Dimulailah serangan terhadap Croasia (Katholik). Pada peristiwa ini dunia bangkit. Paulus
menentang serangan Serbia terhadap Croasia, ia pergi ke Hongaria (30 km dari Croasia)
untuk menghentikan pertempuran. PBB sendiri mengirim misi bantuan dan 14.000 personil
pasukan keamanan untuk menjaga perdamaian. Akhirnya tercapailah gencatan senjata.
6. Setelah Negara Bosnia-Herzegovina melepaskan diri dan memperoleh pengakuan
internasional dari 34 negara (6 April 1992), tentara Serbia membantai kaum muslimin
Bosnia-Herzegovina. Saat ini, kaum muslimin berada dalam penderitaan yang tak
berkesudahan.
-Pembantaian semakin meluas, hingga meliputi sebagian besar republik muslimin. Orang-
orang Serbia telah menguasai dua kota di utara timur Bosnia yaitu kota Belina dan Zornik,
demikian pula Modrisya di utara dan Molistar, Votsya, Ghoradezh, Busanaski dan Kubrs.
– Sekarang kebiadaban merajalela dalam bentuk yang menjijikkan di ibukota Sarajevo.
Pernah seharian kota tersebut dihujani dengan peluru-peluruberat dan kaum Milisi
mengadakan pembantaian dan pembunuhan yang mengerikan.

BAGAIMANA SERBIA MEMBANTAI KAUM MUSLIMIN


Parlermen Serbia Membenarkan Pembantaian.
Doktor Sulaiman Ogholyanin mengatakan, Program Nasional Serbia yang dicanangkan tahun
1844, diperbarui baru-baru ini dalam parlemen Serbia. Telah dikeluarkan peraturan yang
menyeru pembersihan kawasan Sinjaq, Bosnia-Herzegovina dan Kosovo dari kalangan umat
Islam dan Katolik. Oleh karena itu, pemberitaan yang menggembor-gemborkan bahwa
peperangan yang berkecambuk di Bosnia-Herzegovina sebagai perselisihan antara kelompok
kelompok exstrim adalah pemberitaan palsu. Sebab serangan-serangan Serbia yang membabi
buta, memiliki sandaran hukum yang dikeluarkan badan legislarif Serbia.
Di sekolah-sekolah dasar Serbia, dipelajari puisi dengan judul “Tumbuhan Semerbak” yang
ditulis oleh seorang fanatic ortodoks, dengan bunyi sebagai berikut:
Umat Islam menempuh jalan syetan
Mengotori bumi
Memenuhinya dengan najis
Kembalikan kesuburan bumi!
Kira bersihkan dari kotoran kotoran
Mari kita ludahi Al-Quran
Kita penggal kepala orang yang beriman
Kepada Agama para anjing
Dan mengikuti Muhammad
Enyahlah, tiada maaf bagi mereka
Dan mereka yang melakukan pembantaian dari golongan Serbia ini, telah mempelajari puisi
tersebut ketika mereka masih kanak-kanak. Pemahaman tentang pembantaian dimatangkan
bagi mereka diusia remaja, melalui pendeta pendeta gereja Serbia. Mereka didoktrin dengan
keyakinan bahwa pembantaian adalah kewajiban diari Tuhan. Memenuhi janji setia untuk
orang orang yang di azab pada masa Khalifah Utsmaniyah, sebagai balas dendam terhadap
orang orang Turki tersebut.
Penguasa Serbia terus menanamkan rasa dengki itu. Sampai pada batas, dimana belakangan
ini diselenggarakan peringatan kekalahan mereka di Kosovo melawan orang orang Turki dan
Khalifah Utsmaniyah. Para duta besar Negara Negara yang berada di Beograd diundang,
untuk menghadiri perayaan tersebut, dan tidak ada yang hadir kecuali duta besar Turki.
Semua kalangan merasa heran akan adanya sebuah Negara yang merayakan kekalahannya
yang telah berlalu lebih dari 660 tahun. Akan tetapi bagi mereka yang mengetahui hakekat
yang dimaksud tidak menampakkan keheranannya, sebab perayaan tersebut tidak lain adalah
sebuah missi yang ditujukan kepada orang orang Serbia.
Bahkan Croasia ketika melepaskan diri dari Yugoslavia, hanya memberikan
kewarganegaraan kepada orang orang Katolik yang tinggal disana. Sedangkan penduduknya
yang menganut agama Islam, meskipun mempunyai kewarganegaraan Yugoslavia, di anggap
sebagai orang asing keturunan Turki. Tidak diberikan kewarganegaraan kepada orang islam,
kecuali jika orang itu mau bersumpah bahwa mereka adalah golongan Croasia. Sedangkan
Croasia menurut pandangan mereka berarti memeluk agama katholik.
2. Ukraina

Republik Rakyat Ukraina ( Ukraina : Українська Народня Республіка, Ukrayins’ka


Narodnia Respublika , disingkat УНР, UNR ) atau Republik Nasional Ukraina atau Ukraina
adalah pendahulunya negara Ukraina modern yang dinyatakan tanggal 23 Juni 1917 pada
awalnya sebagai bagian dari Pemerintahan Sementara Rusia setelah Revolusi Rusia. Negara
ini memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 25 Januari 1918. Selama
keberadaannya republik pendek ini melalui beberapa transformasi politik dari republik
sosialis lunak dipimpin oleh dewan Tengah dengan perusahaan sekretariat Umum ke nasional
republik, yang dipimpin oleh Direktorat dan Symon Petlyura . Antara April dan Desember
1918 Republik Rakyat Ukraina digulingkan oleh Negara Ukraina dari Pavlo
Skoropadskypada musim gugur 1919 yaitu sekutu dari Republik Polandia Kedua . Tapi saat
itu negara ini secara de-facto tidak ada. Pada 18 Maret 1921 Perjanjian Riga antara Republik
Polandia Kedua, RSFS Rusia (bertindak juga atas nama RSS Byelorusia ) dan Republik
Soviet Ukraina menyegel kekuatan Republik Rakyat Ukraina . Setelah Revolusi Oktober di
Ukraina pemerintahan Republik Rakyat Ukraina yang ada di Kiev dan Republik Soviet
Ukraina yang berada di Kharkiv mengalami konflik permanen antara satu sama lain , yang
mengakibatkan banyak korban di kalangan Ukraina yang berjuang di sisi berlawanan selama
waktu yang disebut Perang Ukraina-Soviet . Uni Soviet setelah Perjanjian Riga ,memasukkan
neagara ini ke dalam Republik Sosialis Soviet Ukraina sebagai bagian dari Uni Soviet.
Peperangan di Ukraina sebenarnya, bukanlah faktor (tunggal) berdiri sendiri yaitu konflik
intrastate antara faksi-faksi di internal Ukraina sendiri, namun lebih terbaca sebagai konflik
antar negara-negara di sekelilingnya, lalu mereka meletakkan Ukraina hanya sebagai medan
tempur (proxy war) belaka. Memang, pasca Perang Dunia (PD) II, pola konfigurasi konflik
global yang dimainkan adidaya sering menggunakan proxy war sebagai modus guna meraih
kepentingannya.
Beberapa perspektif dalam memandang motif konflik di Ukraina Yaitu:
a) Revolusi Oranye
Terlalu panjang jika mengurai latar belakang dan seluk beluk Revolusi Oranye, maka untuk
menyingkat catatan ini, kita awali saja dari pemilihan presiden di Ukraina. Intinya ialah, ada
modus pengerahan massa yang dimainkan oleh Barat dalam rangka menggagalkan
kemenangan Yanukovich yang pro Rusia pada pemilu 2004. Selanjutnya gerakan massa
tersebut dipotret oleh berbagai media (asing) sebagai Revolusi Oranye.
Singkat cerita, kubu Yuschenko pro Barat kalah tipis dalam pemilu (pilpres) melawan
Yanukovich yang pro Rusia. Tetapi melalui pemanfaatkan media-media massa Barat dan
beberapa LSM global, kubu Yuschenko berhasil membentuk opini publik bahwa Yanukovich
berlaku curang saat pemilihan umum. Gejolak massa pun merebak dari kubu Yuschenko.
Episode kekerasan pasca pemilu yang marak, dijadikan dalih oleh pihak internasional untuk
turun menengahi. Barangkali inilah skenario yang memang dipersiapkan, yakni hadirnya
‘organ-organ asing’ di internal Ukraina.
Yuschenko minta pemilu ulang melalui Mahkamah Agung (MA). Akhirnya dilaksanakan
pemilu ulang pada 26 Desember 2004 dan dimenangkan oleh Yuschenko. Kemenangan kubu
Yuschenko yang didukung Barat pada pemilu ulang dikenal sebagai “bangkit”-nya Revolusi
Oranye di negara berpenduduk 46 juta ini. Di sini modus operandi Amerika Serikat (AS)-Uni
Eropa (UE) terlihat sangat masif dan sarat kontroversi.
Pada gilirannya, gerakan rakyat ini sering dijadikan modus oleh kolonialisme Barat dalam
menata ulang “boneka”-nya di dunia, salah satu contohnya ialah gerakan massa pada
beberapa negara di Jalur Sutera yang dikenal dengan sebutan “Musim Semi Arab” atau Arab
Spring.
Manakala hybrid konflik horizontal-vertikal yang diawali dengan aksi massa pro Yuschenko
dinilai sebagai Revolusi Oranye jilid kedua, maka dengan merujuk uraian di atas, sudah bisa
ditebak siapa sesungguhnya bermain di belakang aksi-aksi jalanan sampai aksi kekerasan di
Ukraina hingga sekarang.
b) Buffer Zone, Gas Weapon dan Faktor Geopolitik
Kenapa Ukraina dijadikan ajang perebutan para adidaya? Inilah bahasan yang mungkin lebih
menarik daripada kajian melalui Revolusi Oranye. Tak bisa dielak. Peran Ukraina sebagai
buffer zone (daerah penyangga) sesungguhnya lebih kepada kepentingan geopolitic of
pipeline (jalur pipa). Tampaknya peristiwa ini mirip dengan “takdir” geopolitik Syria yang
juga diperebutkan oleh adidaya Barat dan Timur. Artinya selain faktor geostrategy position di
Jalur Sutera, juga karena keberadaan jalur pipa. Betapa aliran pipa gas dan minyak yang
melewati Syria bersifat antar negara, bahkan lintas benua. Setidaknya, demikian pula jalur
pipa gas Ukraina, meski skalanya tak sebesar punya Syria, tetapi cukup signifikan bagi
negara-negara yang tergantung atas pasokan gas dari Rusia.
Selanjutnya urgensi buffer zone misalnya, tatkala Putin menghentikan pasokan gasnya yang
mengalir melalui pipa di Ukraina pada 1 Januari 2006 sewaktu terjadi sengketa gas (2006-
2009) antara Rusia – Ukraina, ternyata berdampak sangat dahsyat. Tidak cuma Ukraina yang
menjerit kekurangan gas, tetapi hampir merata di seluruh Eropa berteriak kurang pasokan
akibat penutupan kran gas dimaksud. Kenapa demikian, betapa 80% ekspor gas Rusia yang
menuju Uni Eropa (UE) melalui jalur lintasan pipa Ukraina. Maka tatkala diputus atau
dihentikan aliran di-“titik simpul”-nya, niscaya menjerit para (negara) konsumen di hilir jalur
pipa tersebut. Dalam konteks ini, Ukraina adalah simpul jalur gas, sedang posisi UE dan
negara sekitarnya ada di hilir perpipaan. Inilah gas weapon (senjata gas) Beruang Merah
terhadap jajaran UE yang dapat digunakan sewaktu-waktu. UE dan negara lain yang
tergantung atas gas Rusia, sejatinya dalam kendali total Beruang Merah.
Latvia misalnya, tergantung 100% atas gas Rusia termasuk diantaranya Slovakia, Estonia dan
Finlandia. Untuk Bulgaria, Lithuania dan Czech Republik bergantung lebih 80%. Sedang
yang bergantung 60% antara lain Yunani, Austria dan Hongaria. Secara global,
ketergantungan UE atas gas Rusia mencapai 80% lebih. Dan betapa rawan lagi riskan
manakala hampir semua aliran gas dari Rusia untuk UE, mutlak harus melalui jalur pipa di
Ukraina.Sedang dari perspektif geopolitik, perebutan Ukraina lebih terinspirasi oleh teori Sir
Halford Mackinder, British (1861-1946). Ajarannya, entah dijalankan oleh Rusia, atau justru
tengah diterapkan oleh Barat itu sendiri, entah siapa mendahului. Bahwa teori Mackinder
berpangkal pada pernyataannya dalam buku “The Geographical Pivot of History”
(1904):“Who rules East Europe, command the Heartland; Who rules the Heartland, command
the World Islands; Who rules the world islands, command the wolrd”
(Terjemahan bebas: “Siapa mengatur Eropa Timur, akan mengendalikan jantung dunia (Asia
Tengah); Siapa mengatur jantung dunia/Asia Tengah, maka akan mengendalikan Pulau Dunia
(Timur Tengah); Siapa mengatur Timur Tengah maka akan memimpin dunia”).Tampaknya
terjawab sudah, kenapa Ukraina menjadi rebutan para adidaya dalam hal ini Rusia cq
Yanukovich versus Barat (Amerika dan UE) cq Yuschenko. Rekomendasi Mackinder terang
benderang, bahwa bila ingin memimpin dunia, maka siapapun harus mengkontrol Eropa
Timur terlebih dulu, dan Ukraina merupakan pintu pertama menuju Eropa Timur. Akhirnya
bisa dimaklumi bersama, mengapa Ukraina menjadi proxy war antara Rusia melawan Barat,
selain daripada faktor buffer zone di atas.
c) Perang Mata Uang
Dinamika politik global mengajarkan, jika mencermati hegemoni —kekuasaan tertinggi—
sebuah bangsa atas bangsa-bangsa lain, atau menilai kadar pengaruh kekuasaan (power) suatu
negara terhadap negara lain, lihatlah dari beberapa aspek. Terkait judul tulisan ini, saya ingin
melihat dari aspek currency(mata uang), baik peredaran, transaksi, penggunaan, kualitas
bahan, dan lain-lain. Itulah kelaziman yang sering terjadi, meski hal ini baru sebatas asumsi
penulis tetapi sepertinya hampir menjadi semacam teori. Sudah barang tentu, konsekuensi
logis atas peraihan hegemoni dimaksud akan berimplikasi timbulnyacurrency war (perang
mata uang) oleh para adidaya terkait.
Sejarah currency war memang relatif panjang dan uniknya, terjadi diam-diam. Mungkin
boleh disebut ‘perang senyap’. Maksudnya, kendati pertempuran tak tergelar secara terbuka
dan transparan sebagaimana layaknya perang konvensional (militer), tapi diyakini banyak
kalangan bahwa perang tersebut berlangsung secara sistematis lagi terstruktur.
Saya melihat ada dua indikasi (tanda) untuk membuktikan bahwa perang mata uang itu ada
dan nyata, serta terjadi secara massif di muka bumi. Indikasi pertama ialah terbitnya
Kesepakatan Bretton Woods; sedangkan tanda atau indikasi kedua, akan ditelusuri melalui
alasan dari invasi militer koalisi pimpinan AS sewaktu mereka menyerbu Saddam Hussein di
Irak, dan lain-lain.
d) Sekilas Bretton Woods
Rujukan awal perang mata uang dalam catatan ini, adalah Bretton Woods Agreement yang
diprakarsai oleh Paman Sam pasca PD II. Meski pendiriannya, tidak disuratkan secara terang
benderang. Politik praktis itu bukanlah yang tersurat melainkan apa yang tersirat. Maka inilah
potret superpower berupaya (mendominasi) daripada penggunaan mata uang tertentu (dolar
AS) di muka bumi.
Tahun 1944, Paman Sam, sang pemenang Perang Dunia, menggelar Perjanjian Bretton
Woods guna menggagas sistem keuangan internasional. Acara tersebut dihadiri 44 negara
Barat dimana inti kesepakatannya, “bahwa negara-negara tidak lagi menggunakan emas
sebagai alat transaksi internasional, melainkan dengan dolar yang di-back up atau dijamin
emas”. Paman Sam menjamin setiap kertas dolar yang dicetak di-back up oleh emas di bank
dalam jumlah tertentu.Mungkin timbul pertanyaan, kenapa para adidaya lainnya semacam
Inggris, Prancis, Jerman, dll begitu “patuh” serta menerima perjanjian tersebut? Betapa para
adidaya saat itu dalam kondisi lemah akibat PD I dan PD II. Selain itu, bank AS tercitra dan
dicitrakan (propaganda) memiliki cadangan emas terbanyak di dunia. Negara-negara lain
diminta mempercayai mata uang dolar, sebab bank-bank AS menyimpan dua pertiga emas
dunia.
Akan tetapi dalam perjalanan Bretton Woods, AS pun menyerah. Ia tak mampu menjamin
setiap dolar yang dicetak dengan emas karena permintaan terus meningkat. Berbagai isue pun
menyeruak bahwa kondisi itu memang diciptakan serta dianggap sebagai tahap dari sebuah
grand stategy para elit penggagas Bretton Woods.
Logikanya, jumlah emas itu terbatas, sedang kebutuhan dolar — dari waktu ke waktu—
niscaya akan meningkat dan meningkat. Sementara dolar terus dicetak serta disebar semau si
pemilik percetakan (The Fed) dan sudah barang tentu, emas penjamin di belakang dolar tidak
lagi sesuai (sebanding) harapan pada Perjanjian Bretton Woods.
Tahun 1971 lebih mengejutkan lagi, karena secara sepihak AS keluar dari kesepakatan
tersebut serta menyatakan tidak lagi terikat pada Bretton Woods. Maknanya dolar tidak ada
lagi di back-up oleh emas. Dunia terhenyak seketika. Inilah yang dikhawatirkan banyak
kalangan di awal pendiriannya dulu. Apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Dunia
terlambat menyikapi. Dolar terlanjur mengglobal serta menjadi idola di berbagai penjuru
dunia. Ia menjadi alat tukar (transaksi) internasional. Logika awam pun menyeru, bahwa
sejak dekade 1971-an, sebenarnya publik global telah jatuh dalam penjajahan bank AS yang
secara leluasa mencetak dolar.
Sementara di AS sendiri, satu-satunya lembaga pencetak dolar ialah The Fed (Federal
Reserve Bank of New York). Tetapi sungguh ironis, (awalnya) bank ini bukan bagian atau
milik pemerintah AS, tetapi murni swasta bahkan dimiliki bukan oleh warga negara Paman
Sam, melainkan kepunyaan konglomerat Yahudi-Zionis dari klan Rothschild cs, antara lain
Rothschild Bank of London, Rothschild Bank of Berlin, Warburg Bank of Hamburg,
Warburg Bank of Amsterdam, Israel Moses Seif Bank of Italy, Lazard Brothers of Paris,
Citibank, Goldman & Sach of New York, Lehman & Brothers of New York, Chase
Manhattan Bank of New York, dan Kuhn & Loeb Bank of New York. Inilah yang kini terus
berlangsung.
e) Alasan Militer Barat Menginvasi (Saddam Husein) Irak
Masih ingatkah dalih invasi militer Barat ke Irak dekade 2003 kemarin? Jawabannya singkat:
“Saddam Husein menyimpan senjata pemusnah massal”. Ya, inilah stigma yang ditebar oleh
Barat sebagai ‘pintu masuk’ menduduki Irak. Itu pula, sejatinya pola-pola kolonialisme
(berulang) guna mengintervensi negara berdaulat lainnya, kendati modus dan kemasan
berbeda, tetapi hakiki polanya sama. Tak berbeda. Afghanistan contohnya, akhirnya porak-
poranda karena stigma al Qaeda; Timor Timor lepas dari NKRI pun akibat isue HAM yang
digebyarkan asing dan anteknya, atau Mali diserbu NATO karena stigma Islam Radikal, atau
Nigeria diserbu militer asing sebab isue Boko Haram, dan lain-lain.
Tak boleh dipungkiri siapapun. Isue yang teranyar kini adalah Islamic State of Irak and
Suriah (ISIS). Lihat saja, negeri mana yang terjangkit virus ISIS, kemungkinan bakal menjadi
target baru dan ‘ladang garapan’ dari kaum kolonialisme global, terutama bagi kelompok
negara/wilayah yang memiliki deposit besar atas minyak, emas dan gas alam.
Retorika pun muncul, jika Nigeria cuma penghasil enceng gondok, akankah ada Boko Haram
disana? Atau seandainya Mali hanya penghasil ketela rambat, adalah Islam radikal tumbuh
subur pada negeri kecil, di belahan Afrika? Kenapa ISIS tak tumbuh subur di Singapore, atau
di Malaysia? Let them think let them decide.Dalam benak saya, entah Boko Haram, entah
ISIS, dll itu hanya stigma ciptaan pengganti isue al Qaeda yang dalam skenario War on
Terrorism (WoT) sudah tutup buku karena sang jagoan, Osama bin Laden telah “tewas” di
Pakistan. WoT dinilai gagal, terutama tatkala dijadikan dalih menginvasi Afghanistan dan
Irak, bahkan WoT justru dianggap biang krisis global yang diawali krisis ekonomi yang
menerpa kelompok negara terlibat dalam perang di Irak dan di Afghanistan (lebih 10-an
tahun). Agaknya sharing saham antara AS, NATO dan ISAF dalam perang di kedua negara
Arab tadi, tidak memperoleh hasil signifikan, maka kebangkrutan pun menganga di depan
mata. Inilah petualangan perang simetris terlama dalam sejarah militer di Amerika, selain
dianggap perang yang menghabiskan pundi-pundi emasnya.
Kita kembali ke Irak sewaktu zaman Saddam Hussein untuk melanjutkan bahasan soal perang
mata uang. Setidak-tidaknya, munculnya euro sebagai mata uang baru membawa perubahan
signifikan bagi peta politik global. Secaracurrency, setelah muncul euro, dolar AS bukan lagi
mata uang terkuat lagi di dunia. Euro dikhawatirkan menggantikan posisi dolar sebagai alat
transaksi antar negara. Pamam Sam sangat panik atas fenomena euro yang semakin populer
dan meroket melebihi kadar dolar. Artinya, jika kelak posisi euro menggantikan dolar,
niscaya akan terjadi krisis yang super parah di AS. Betapa supply dolar lebih banyak
dibanding demand-nya, selain nilainya pasti jatuh, juga berpotensi muncul fenomena
‘tsunami dolar’, dimana gelombang dolar pulang kembali ke negeri asalnya menjadi kertas-
kertas tak berharga. Inilah yang ditakutkan para elit Paman Sam.
Agaknya Saddam membaca peluang ini dalam manuver politiknya melawan Paman Sam.
Cadangan devisa Iraq yang berupa dolar diganti euro. Dari penukaran mata uang ini, Iraq
menangguk untung ratusan juta dolar saat nilai euro naik. Kemudian Iraq mengumumkan
hanya menerima mata uang euro bila ada negara yang hendak membeli minyak bumi di
negaranya. Langkah-langkah Saddam benar-benar memukul telak posisi AS di dunia
internasional. George Bush dkk panik bukan kepalang.
Sudah barang tentu, bila manuver politik Saddam tak segera dihentikan bakal menjadi
blunder serta membahayakan ekonomi AS di kemudian hari. Ya, langkah Saddam diyakini
bisa menimbulkan ‘gelombang (imitasi/meniru) menolak dolar’, yaitu dorongan terhadap
masyarakat dunia untuk mengikuti langkah pemerintahan Iraq demi keuntungan masing-
masing negara. Terutama kelompok negara penghasil minyak yang bertolak belakang secara
ideologis dengan AS, seperti Iran, atau Venezuela, Bolivia, Rusia, dll.
Akhirnya Bush mengambil langkah penyelamatan ekonomi dengan menjalankan skenario
penyerbuan terhadap Saddam Husein melalui (pintu) isue senjata pemusnah massal. Langkah
ini sendiri, sebenarnya sempat menimbulkan kontroversi di internal negeri apalagi di lingkup
eksernal, karena memang merugikan AS baik dari sisi ekonomi maupun citra politik di
panggung global. Skenario Bush harus menginvasi Iraq, kemungkinan berbasis asumsi,
bahwa ‘buntung kaki lebih baik daripada mati’. Apa boleh buat. Melalui doktrinpreemtive
strike —yang juga masih kontroversi— oleh sebab hanya berbasis asumsi, Iraq pun
dikeroyok habis-habisan secara militer meski hingga sekarang tak terbukti adanya senjata
pemusnah massal.
Akhirnya dapat dipahami bersama, bahwa invasi militer koalisi pimpinan AS ke Bumi 1001
Malam, selain motifnya pencaplokan sumberdaya alam (minyak), juga dalam rangka
menghentikan gerak laju euro di panggung global. Itulah indikasi kedua adanya currency war
di muka bumi. Sebenarnya masih banyak tanda lain tentang keberadaan currency war yang
berlangsung sistematis dan massif di dunia. Invasi militer AS dan NATO ke Libya misalnya,
bahwa Resolusi PBB Nomor 1973 tentang No Fly Zone yang mandatnya diberikan kepada
AS dan NATO untuk menyerbu Libya dengan dalih “pelanggaran HAM”, tersiratnya jelas
untuk menghadang program Moamar Gaddafi yang hendak menerbitkan mata uang emas
(dinar), dan sudah tentu jika rencana Gaddafi terealisir maka bakal meng-KO dolar!

f) Konflik Ukraina: Perang Dolar Versus Euro?


Menurut Vadillo, bahwa uang kertas dolar termasuk juga uang-uang kertas lainnya hanyalah
sekedar ilusi. Terlebih semenjak Paman Sam keluar secara sepihak dari sistem Bretton
Woods Agreement tahun 1971, bahwa setiap lembaran dolar berapapun nominal tertulis,
sejatinya hanya seharga biaya cetak yakni 4 sen, oleh karena dolar sudah tak lagi berjamin
emas. Hal ini sangat berbeda dengan dinar (uang emas), atau euro yang berbahan europium.
Seperti halnya dinar, euro bukanlah uang kertas.
Euro itu terbuat dari logam. Prinsipnya sama dengan dinar. 1 (satu) dinar di zaman Nabi sama
dengan 2 (dua) kambing. Apabila hari ini ada uang 1 (satu) dinar ditukar, harganya lebih
kurang 4 juta rupiah. Dan kalau uang dinar itu dihancurkan, kemudian dibawa ke toko emas,
harganya tetap 2 (dua) kambing. Akan tetapi jika rupiah atau dolar dikoyak-koyak, niscaya
tidak laku!
Europium itu dipakai untuk mencetak uang euro itu bukanlah kertas, tetapi metal. Jika 100
euro dikoyak-koyak atau dirobek-robek, dihancurkan, kemudian dijual kembali maka harga
“europhium”-nya tetap 100 euro.
Dengan demikian, apapun strategi yang akan diusung Paman Sam dalam ‘perang mata uang’
melawan euro akan sia-sia, karena dari sisi kualitas, kadar, bahan dan terutama kepercayaan
masyarakat internasional —secara perlahan namun pasti— bakal beralih ke euro. Mungkin
soal waktu saja.
Selanjutnya pada proxy war di Ukraina, dimana AS cenderung mengkedepankan UE (NATO)
ketika melawan anasir-anasir yang (pasti) didukung Rusia, maka seperti ulo marani gepok,
kata orang Jawa. UE dikorbankan. Ibarat membunuh dirinya sendiri, atau AS sengaja hendak
menghancurkan Eropa Barat. Pertanyaannya sederhana, apakah pakar geopolitik dan ahli
strategi di Paman Sam tidak memahami bahwa UE sangat tergantung pasokan gas dari Rusia?
Sebagaimana uraian di atas, Rusia memiliki senjata (gas weapon) terhadap Eropa yang
berupa aliran gas melalui pipa Ukraiana. Jika kelak kesabaran Putin di ujung batas serta ia
berkehendak, cukup dengan sekali putar (tutup) kran gas ke Ukraina, maka UE pasti menjerit
dan daratan Eropa menjadi beku. Ya, Eropa akan menjadi sejarah masa lalu, sebagaimana
Uni Sovyet dulu hancur berkeping-keping.
Perkembangan terakhir sekarang , Russia(atau milisi pro Russia) sudah menguasai daerah
Crimea yang mayoritas penduduknya keturunan Russia. Sejauh ini,belum ada pertempuran
bersenjata yang terjadi. Konflik yang terjadi hanya berupa pengepungan markas militer
ukraina di Crimea oleh milisi pro Russia.
Latar belakang Ukraina sendiri,sebenarnya terpecah secara geopolitik antara Ukraina
Barat(yang lebih dekat dengan Polandia) dan Ukraina Timur(yang dekat dengan Russia).
Ukraina Timur adalah kawasan yang sudah menjadi bagian dari Russia sejak beberapa abad
lalu,yang menyebabkan perbedaan yang cukup menonjol dibandingkan dengan Ukraina Barat
yang baru menjadi bagian dari Soviet pada abad 20.
Daerah Crimeria sendiri sebenarnya bagian dari Russia yang dihadiahkan oleh Nikita
Kruschev kepada Ukraina pada masa Soviet tahun 1954. Kabarnya dia melakukan itu karena
dia keturunan Ukraina dan ingin memberikan hadiah buat Ukraina. Crimeria sendiri sangat
penting buat Russia karena di sana berada pangkalan angkatan lautnya Russia (Setelah Soviet
pecah,Russia menyewa tempat pangkalan ALnya dari Ukraina). Tentang Crimeria.

Di Ukraina sejak beberapa bulan lalu,terjadi demo besar-besaran di Kiev (yang terletak di
barat) karena Presiden Ukraina saat itu, Viktor Yanukovich, memutuskan tidak masuk ke Uni
Eropa dan memilih menjalin hubungan dekat dengan Russia. Kenapa langkah tersebut dipilih
Yanukovich? Ukraina sangat tergantung pada gas yang berasal dari Russia, dan memiliki
hutang yang besar pada Russia.
Banyak hal diberitakan yang terjadi pada demo tersebut. Dikabarkan bahwa para pemerotes
bersenjata dan berasal dari grup fasis yang pernah bekerja sama dengan NAZI pada waktu
perang dunia II. Ada juga kabar yang mengatakan bahwa Yanukovich memerintahkan
penembakan terhadap pemerotes yang dikabarkan tidak bersenjata. Yang menarik dari fase
ini adalah rekaman pembicaraan telepon asisten sekretaris luar negeri,Victoria Nuland,
dengan Duta Besar Amerika untuk Ukraina, Geoffrey Pyatt. Di sana bisa didengar kata-kata
kasar Nuland ke Uni Eropa dan pendapat mereka tentang calon pemimpin Ukraina.
Percakapan Nuland . Hal ini yang menyebabkan ketika Yanukovich berhasil diturunkan
secara paksa,timbul pertanyaan atas legitimasi pemimpin baru Ukraina,sebagai rezim boneka
yang didukung oleh US. Hal ini diperparah oleh kebijakan awal yang dibuat oleh rezim
baru,yang melarang penggunaan Russia sebagai bahasa resmi kedua di suatu daerah jika
digunakan sekurang-kurangnya oleh 10 persen dari jumlah penduduk daerah tersebut. Dan
juga dilakukan penghancuran patung para tokoh-tokoh Russia atau Soviet di Ukraina.
Penduduk keturuna Russia di daerah Timur pun resah. Terutama di Crimea ,di mana mereka
memiliki mayoritas dan merupakan daerah paling penting buat Russia. Lalu dilakukan
gerakan serupa seperti di Kiev,di mana milisi pro Russia mengepung gedung kota dan
mengganti pemerintahan Crimea dengan yang Pro Russia. Keputusan selanjutnya yang
diambil yaitu melakukan referendum status Crimea yang sekarang ditetapkan akan
dilangsungkan pada tanggal 30 Maret. Sekarang yang menjadi fokus Russia lebih ke Crimea.
Tapi tidak menutup kemungkinan daerah Ukraina Timur lainnya yang sedang melakukan
demo untuk meminta perlindungan Russia akan lepas dari Ukraina juga.
Salah satu daerah itu Kharkiv,di mana massa pro Russia berhasil menghalau massa
pro Barat.Massa pro Barat ini sebelumnya hendak menghancurkan patung Lenin,tapi
digagalkan para supir taksi di Kharkiv,dan akhirnya mereka memilih bertahan di gedung kota
selama beberapa hari,sebelumnya berhasil dihalau.
Kalau melihat kecenderungan perkembangan ini, Crimea kemungkinan akan lepas sebagai
negara sendiri atau menjadi bagian Russia(karena pentingnya daerah tersebut sebagai
pangkalan AL Russia). Ukraina Timur kemungkinan besar menjadi negara sendiri yang
tergantung kepada Russia daripada menjadi bagian Russia. Kemungkinan Besar NATO dan
US tidak akan bisa bertindak banyak. Ukraina bukan merupakan anggota NATO jadi tidak
ada kewajiban NATO dan US untuk ikut perang. Eropa cukup tergantung dengan gas dari
Russia dan meninjau dari perang Georgia – Russia, tidak banyak yang bisa dilakukan
NATO dan US untuk mencegah Russia.

3. Armenia

a) ARMENIAN GENOCIDE (Genosida Armenia)


Genosida Armenia (bahasa Armenia: Հայոց Ցեղասպանություն Hayots’
Ts’yeghaspanut’yun), dikenal pula sebagai Pembantaian Armenia dan oleh bangsa Armenia
disebut Kejahatan Besar (bahasa Armenia:Մեծ Եղեռն Mets Yegherrn) adalah pemusnahan
sistematik oleh Utsmaniyah terhadap penduduk minoritas Armenia di tanah air historis
mereka di kawasan yang kini menjadi Republik Turki. Peristiwa ini terjadi selama dan setelah
Perang Dunia I dan dilaksanakan dalam dua tahap: pembunuhan besar-besaran penduduk pria
dewasa melalui pembantaian dan kerja paksa, dan deportasi perempuan, anak-anak, dan
orang tua dan orang sakit pada perjalanan maut ke Gurun Suriah. Jumlah korban yang tewas
akibat peristiwa ini diperkirakan antara 1 hingga 1,5 juta. Kelompok etnis penduduk asli dan
Kristen lainnya seperti bangsa Assyria,Yunani dan kelompok-kelompok minoritas lainnya
juga menjadi sasaran pembantaian oleh pemerintah Utsmaniyah, dan perlakukan terhadap
mereka oleh banyak sejarawan dianggap sebagai bagian dari kebijakan genosida yang sama.
Selama berabad-abad, Armenia ditaklukkan oleh orang Yunani, Romawi, Persia, Bizantium,
Mongol, Arab, Turki Ottoman, dan Rusia. Sejak abad ke-17 hingga masa Perang Dunia I,
sebagian besar tanah orang Armenia dikuasai oleh orang Turki Ottoman, yang
mengakibatkan orang Armenia menderita akibat diskriminasi, penganiayaan agama, pajak
yang berat dan tindakan kekerasan, meski mereka merupakan salah satu suku bangsa
minoritas terbesar di kerajaan Ottoman.
Akibat munculnya nasionalisme Armenia, orang Turki membantai beribu-ribu orang Armenia
antara tahun 1894 hingga 1896. Akan tetapi pembantaian yang paling mengerikan terjadi
pada bulan April 1915, saat berlangsungnya Perang Dunia I. Ketika itu orang Turki
melakukan pembersihan etnis dengan menggiring orang-orang Armenia ke gurun pasir Suriah
dan Mesopotamia. Menurut perkiraan para sejarawan, antara 600.000 hingga 1,5 juta orang
Armenia dibunuh atau mati kelaparan dalam peristiwa ini. Pembantaian terhadap orang
Armenia konon merupakan genosida pertama pada abad ke-20.
Turki sampai sekarang masih menyangkal adanya pembantaian atau genosida. Namun
mereka mengakui bahwa memang terjadi kematian secara besar-besaran yang terjadi karena
peperangan dan hal-hal yang bersangkutan seperti wabah penyakit dan kelaparan. Namun hal
ini tidak terjadi secara sistematis.
Namun sebagian besar ilmuwan dari negara Barat dan Rusia menyatakan bahwa sebuah
genosida pernah terjadi dan hal ini dilaksanakan secara sistematis oleh kaum Turki Muda.
Sampai saat ini ada 22 negara yang mengakui adanya genosida ini.
Tanggal 24 April 1915 merupakan sebuah episode gelap bagi bangsa Armenia. Mereka
dipaksa atau terpaksa eksodus, meninggalkan tanah kelahirannya dan menyebar ke 195
negara hingga kini. Imperium Utsmani yang berkuasa sekitar tahun 1300 – 1923 mencaplok
sebagian wilayah Armenia. Ustmani Turki memulainya dengan pertempuran di Sisilia tahun
1071.

Genosida 1915
Sejak itu, Utsmani Turki menjajah dan berupaya melakukan “pembersihan” etnik Armenia.
Tahun-tahun operasi pembersihan etnik ini terbentang antara 1894 – 1922. Pada tahun 1914,
imperium Utsmani Turki mengeluarkan semacam ketentuan. Seluruh laki-laki Armenia yang
berusia antara 18 – 60 tahun dimobilisasi, untuk menghadapi perang dunia I.
Mereka dijadikan pasukan tanpa senjata, kemudian dibantai oleh tentara Turki atau
komandan mereka sendiri. Puncak genosida itu terjadi pada tanggal 24 April 1915.
Kementerian dalam negeri Utsmani Turki memerintahkan untuk menahan pemimpin politik
Armenia. Mereka yang dicurigai berkhianat (ribuan orang) dibantai tanpa proses peradilan.
Sisanya di deportasi ke Eufrat dan kota Damaskus.Kondisi waktu itu semakin memburuk.
Anak-anak dan wanita ditelantarkan tanpa air dan pangan di gurun pasir. Mereka dibiarkan
mati oleh kebiadaban tentara Turki dan orang Kurdi. Penderitaan yang mereka alami luar
biasa. Orang Armenia menyebutnya dengan istilah “Golgotha”. Wanita diperkosa dan
dibunuh, laki-laki dibantai secara massal. Sisanya mati karena kelaparan, penyakit dan bunuh
diri.
Lalu, berapa jumlah korban dalam episode berdarah ini? Perkiraan jumlah korban
pembantaian sekitar 1,5 juta rakyat Armenia. Daerah pembantaian meliputi Armenia
(Assyiria) di tenggara Turki (Mesopotamia kuno). Anak-anak pun tak luput dari pembantaian
itu. Bocah perempuan dijual dan dipaksa menikah dengan orang Kurdi. Yang lainnya kerja
paksa membangun rel kereta api, menggali dan memecah batu gunung Tarsus.
.
Perjuangan Armenia Untuk Keadilan
Perjuangan rakyat Armenia saat ini hanyalah untuk sebuah pengakuan. Dan berharap
ditegakkannya keadilan. Harapan itu ternyata membentur batu karang. Penyidikan dilakukan
tahun 1919 dan 1921. Terkuaklah rencana dan pelaksanaan operasi genosida itu. Pelaku
genosida terbukti dan dinyatakan bersalah.. Namun karena tekanan kaum nasionalis Turki,
seluruh proses penyidikan ini dihentikan. Pelaku genosida bebas dari hukuman.
Proses politik, kepentingan dan kekerdilan jiwa mengotori kebenaran sejarah itu. Inggris,
juga melakukan penyangkalan (denial) demi aset-asetnya di Turki. Organisasi solidaritas
Wales-Armenia berhasil meyakinkan anggota parlemen Inggris untuk Wales. Mereka
menandatangani mosi pengakuan genosida Armenia ini. Dan menjadikan isu genosida
Armenia menjadi salah satu agenda politik mereka.Tidakhanya parlemen Inggris untuk
Wales. Amerika pun mengakui genosida Armenia. Hal itu terwujud melalui keputusan Senat
Amerika tahun 1997. Perancis pun menyusul tahun 2006 dengan menyetujui sebuah RUU.
Yang mengatur pengenaan sanksi pidana dan denda kepada setiap orang yang membantah
fakta genosida Armenia.
b) Perang Nagorno-Karabakh

Perang Nagorno-Karabakh merupakan konflik bersenjata yang terjadi di Nagorno-Karabakh,


Azerbaijan barat daya, dari Februari 1988 sampai Mei 1994. Perang ini terjadi antara etnis
Armenia di Nagorno-Karabakh yang dibantu oleh Armenia melawan Azerbaijan. Perang ini
merupakan konflik etnis paling destruktif setelah jatuhnya Uni Soviet pada Desember 1991.
Perang Nagorno-Karabakh secara garis besar bisa dibagi menjadi 2 fase : fase I (1988-1991)
& fase II (1992-1994). Fase I atau bisa disebut fase konflik antar etnis sudah dimulai sejak
wilayah Armenia, Azerbaijan, &NK masih menjadi bagian dari Uni Soviet. Menyusul
kebijakan glasnost (keterbukaan politik) yangdiberlakukan oleh Uni Soviet sejak pertengahan
tahun 1980-an, sengketa atas NK pun kemudian berubah menjadi konflik terbuka antar etnis.
Konflik pada fase ini sendiri umumnya berupa kontak senjata yang
intensitas & ruang lingkupnya masih terbatas. Fase II atau fase konflik antar negara bermula
ketika Uni Soviet pecah sehingga wilayah Armenia &
Azerbaijan sama-sama berubah menjadi negara merdeka, namun status wilayah NK masih
tetap mengambang. Fase ini bisa dikatakan sebagai fase tersengit dalam perang karena
selama fase ini, masingmasing pihak mulai menerjunkan persenjataan-persenjataan beratnya
seperti tank & pesawat tempur. Perang akhirnya berakhir pada tahun 1994 dengan
kemenangan kubu Armenia, namun persengketaan atas status NK tetap berlanjut hingga
sekarang di meja perundingan.
Kawasan NK selama berabad-abad ditaklukkan oleh berbagai bangsa, namun sejak abad ke-
19 wilayah tersebut menjadi bagian dari Rusia. Ketika terjadi Revolusi Merah oleh kaum
komunis Rusia di tahun 1917,
wilayah Kaukasus – termasuk NK – sempat melepaskan diri untuk membentuk negara baru
bernama Federasi Transkaukasian. Konsep negara tersebut sayangnya tak bertahan lama &
kawasan Kaukasus lalu terpecah menjadi 3 negara berdasarkan komposisi etnis dominannya :
Armenia, Azerbaijan, & Georgia. Pada
periode ini pula, untuk pertama kalinya Armenia & Azerbaijan terlibat perang terbuka karena
memperebutkan
wilayah NK.
Perang antara Armenia & Azerbaijan berakhir dengan sendirinya menyusul invasi militer Uni
Soviet (Rusia) ke kawasan Kaukasus pada tahun 1920. Uni Soviet kemudian memasukkan
wilayah Kaukasus sebagai bagian dari wilayahnya & masing-masing negara di kawasan
tersebut dijadikan negara bagian (federasi) berhaluan sosialis komunis yang loyal kepada
Soviet. Kendati demikian, sengketa atas NK tidak serta-merta berakhir begitu saja karena
perwakilan dari Armenia & Azerbaijan kembali mempermasalahkan NK akan dimasukkan ke
wilayah mana. Setelah melalui diskusi yang alot, Uni Soviet akhirnya memutuskan untuk
menjadikan NK sebagai wilayah dari Azerbaijan dengan status otonomi khusus pada tahun
1923. Kebijakan Uni Soviet tersebut oleh sejumlah akademisi masa kini dianggap sebagai
upaya memecah-belah wilayah Kaukasus secara halus sehingga sang “Beruang Merah” –
sebutan lain Uni Soviet/Rusia – bisa mengontrol wilayah Kaukasus dengan lebih mudah.
Kasarnya, Uni Soviet berusaha “mengucilkan” komunitas Armenia di NK dari
negara induknya – negara bagian Armenia – dengan menempatkan mereka di
tengah-tengah wilayah yang didominasi komunitas Azerbaijan. Pasca kebijakan Uni Soviet
tersebut, kondisi wilayah Kaukasus bisa dibilang stabil & sengketa soal NK nyaris tidak
pernah muncul ke permukaan lagi.
Namun situasinya mulai berubah sejak Mikhail Gorbachev naik menjadi
presiden Uni Soviet pada tahun 1985 & ia mulai memberikan kebebasan pada
masing-masing wilayah Uni Soviet untuk menentukan masa depannya sendiri
(dikenal sebagai “glasnost”). Kebijakan Gorbachev tersebut pada gilirannya memunculkan
kembali masalah sengketa NK di mana saat itu, pemimpin wilayah NK menyatakan
kesediaannya agar NK menjadi bagian dari wilayah Armenia, suatu upaya yang ditentang
oleh Azerbaijan selaku pemilik resmi wilayah NK saat itu.

PERANG FASE I (1988-1991)

Dimulainya Pembantaian Antar Etnis


Seiring dengan semakin menguatnya upaya penyatuan wilayah NK dengan Armenia, gesekan
antara etnis
Armenia dengan etnis Azerbaijan di NK pun timbul. Komunitas Azerbaijan di NK
mengklaim bahwa mereka terus diteror & diintimidasi oleh komunitas Armenia yang
memang merupakan etnis mayoritas NK. Gesekangesekan
itu lantas pecah menjadi bentrokan besar pada tanggal 22 Februari 1988 di dekat kota
Askeran, NK, yang berujung pada tewasnya 2 pemuda Azerbaijan akibat dibakar hidup-
hidup. Bagaikan api yang disiram bensin, bentrokan di NK kemudian meluas ke wilayah lain
Azerbaijan dengan cepat. Tanggal 27 Februari 1988 menyusul beredarnya kabar angin bahwa
etnis Armenia di kota Ghapan melakukan aksi kekerasan kepada wanita Azerbaijan,
orangorang Azerbaijan yang marah melakukan aksi penyerangan kepada etnis Armenia di
kota Sumgait, Azerbaijan. Pemukiman-pemukiman milik komunitas Armenia dirusak,
sementara orang-orangnya dianiaya & diperkosa di jalanan. Aksi-aksi penyerangan yang
dilakukan terhadap etnis Armenia di wilayah Azerbaijan balik mengundang kemarahan &
aksi balas dendam dari orang-orang Armenia. Akibatnya sejak bulan November 1988,
puluhan orang Azerbaijan yang mendiami wilayah Armenia tewas dibunuh & ratusan lainnya
yang selamat harus kehilangan tempat tinggal akibat serangan-serangan penduduk Armenia
setempat. Sebagai akibat dari semakin memanasnya konflik di masing-masing wilayah,
terjadi migrasi besar-besaran di mana sebagian besar etnis Armenia yang bermukim di
Azerbaijan mengungsi ke Armenia & sebaliknya.
Situasi keamanan di kawasan Kaukasus yang semakin berlarut-larut pada akhirnya membuat
pemerintah pusat Uni Soviet memutuskan untuk turun tangan. Komite Karabakh yang
bertanggung jawab atas aktivitas pemerintahan NK dibubarkan & sejumlah petingginya
dipenjara oleh Uni Soviet pada akhir tahun 1988 karena dianggap membiarkan sentimen
nasionalisme masing-masing etnis berkembang menjadi semakin ekstrim. Lebih lanjut, sejak
awal tahun 1989 pemerintah pusat Uni Soviet juga mulai mengambil alih aktivitas
pemerintahan di NK secara langsung.

Meningkatnya Gerakan Nasionalisme di Armenia & Azerbaijan


Perkembangan situasi di NK yang semakin rumit mengundang rasa tidak puas dari rakyat
Azerbaijan yang menuduh pemerintahan komunis Azerbaijan terlalu lunak & terlalu patuh
pada pemerintah pusat Uni Soviet. Seiring dengan makin mengikisnya pamor kubu komunis,
timbul aksi demonstrasi besar-besaran dipertengahan tahun 1989 oleh komunitas Azerbaijan
yang berujung pada pendirian partai politik baru bernama Azarbaycan Xalq Caphasi (AXC;
Front Populer Azerbaijan). Sepak terjang AXC bisa dibilang lebih radikal
karena AXC tidak segan-segan memakai cara kekerasan demi memperjuangkan status NK
sebagai bagian dari Azerbaijan. Aksi-aksi radikal AXC akhirnya memuncak menjadi aksi
penyerangan & pembantaian kepada komunitas Armenia yang bermukim di Baku, ibukota
Azerbaijan, pada bulan Januari 1990. Uni Soviet lantas meresponnya dengan mengirimkan
pasukan darat & tank untuk menduduki kota Baku. Konflik antara milisi Azerbaijan dengan
tentara Uni Soviet pun akhirnya tak terhindarkan sehingga sekitar 120 penduduk sipil
Azerbaijan & 8 tentara Uni Soviet harus kehilangan nyawa. Peristiwa itu kemudian dikenal
dengan sebutan “Januari Hitam” & akibat peristiwa itu pula, hubungan antara
Azerbaijan dengan pemerintah pusat Uni Soviet semakin memburuk.
Konflik antar etnis di NK masih terus berlangsung hingga tahun 1991 di mana pada tahun
yang sama, Uni Soviet menggelar pemungutan suara (referendum) besar-besaran untuk
menentukan masa depan masingmasing negara bagian Uni Soviet. Armenia sendiri
memboikot aktivitas pemungutan suara yang digelar Uni Soviet tersebut & memilih untuk
langsung memerdekakan diri pada tanggal 23 Agustus. Kemerdekaan Armenia lalu diikuti
dengan kemerdekaan negara-negara bagian Uni Soviet lainnya, termasuk Azerbaijan yang
mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 18 Oktober. Merdekanya Armenia &
Azerbaijan lalu diikuti dengan penarikan mundur tentara Uni Soviet yang masih berada di
NK. Menyusul merdekanya wilayah Armenia & Azerbaijan, parlemen wilayah NK juga turut
menggelar referendum di mana hasilnya, lebih dari 90 % rakyat NK menginginkan
kemerdekaan NK. Namun perlu diperhatikan juga bahwa dalam referendum itu, etnis
Azerbaijan melakukan pemboikotan sehingga hasil referendum tersebut bisa dikatakan hanya
mewakili opini etnis Armenia di NK. Usai diumumkannya hasil referendum, wilayah NK
kemudian memproklamasikan dirinya sebagai negara baru dengan nama resmi Republik
Nagorno-Karabakh. Merdekanya Armenia & Azerbaijan yang diikuti dengan deklarasi
kemerdekaan oleh kawasan NK pun sekaligus mengawali fase baru dalam perang di atas
wilayah NK.
Perang Fase II (1992-1994)

Serangan Pembuka oleh Pasukan Armenia


Usai merdekanya Armenia & Azerbaijan, situasi keamanan di NK tidak lantas membaik,
bahkan cenderung semakin memanas. Sebelum kedua wilayah tersebut merdeka, kegiatan
bersenjata
masing-masing etnis masih bisa dibatasi pergerakannya oleh militer Uni Soviet. Namun pasca
runtuhnya Uni Soviet, masingmasing pihak mulai membeli persenjataan sebanyak mungkin
tanpa bisa dicegah di mana persenjataan yang dibeli sudah mencakup tank, artileri, &
pesawat tempur. Untuk membeli aneka persenjataan tersebut, Azerbaijan mengandalkan
pendapatan dari sektor minyaknya, sementara Armenia bergantung pada sumbangan uang
dari pengusaha-pengusaha Armenia di luar Ribuan orang Azerbaijan yang berdemonstrasi
pasca peristiwa “Januari Hitam” (Sumber) Iring-iringanTentara & milisi Azerbaijan yang
sedang berlatih. Perang fase antar negara ini juga ditandai dengan mulai masuknya pengaruh
asing pada masing-masing pihak yang berperang. Turki menjadi salah satu sekutu utama
Azerbaijan karena faktor keterkaitan sejarah & agama, namun Turki sendiri enggan ikut
campur terlalu dalam ke dalam konflik karena khawatir campur tangannya akan membuat
Perang NK menjurus jadi perang agama (Armenia didominasi oleh pemeluk agama Kristen,
sementara Azerbaijan & Turki kebetulan mayoritas penduduknya penganut agama Islam).
Sebagai akibatnya, bantuan yang diberikan Turki pun hanya terbatas pada dukungan politis &
pengiriman bantuan logistik serta penasihat militer ke Azerbaijan.
Di lain pihak, Armenia sejak awal merasa khawatir bahwa Turki akan ikut campur membantu
Azerbaijan di tengah-tengah perang. Sebagai tindakan antisipasinya, Armenia pun bergabung
dengan Commonwealth of Independent States (CIS; Persemakmuran Negara-Negara
Merdeka) yang anggotanya terdiri dari mayoritas negara-negara bekas Uni Soviet. Armenia
berharap bisa mendapat bantuan militer & keamanan dari negaranegara anggota CIS yang
lain bila situasi perang tak lagi menguntungkan Armenia. Pertempuran skala besar pertama
akhirnya meletus pada bulan Februari 1992 ketika pasukan Armenia & NK menyerbu kota
Khojali (Xocali) di Azerbaijan. Hanya dalam waktu singkat, pasukan gabungan Armenia-NK
yang dibantu kendaraan lapis baja berhasil mengalahkan pasukan milisi Azerbaijan yang
berada di kota tersebut. Keberhasilan pasukan gabungan Armenia-NK menduduki kota
Khojali lantas diikuti dengan peristiwa kelam yang dikenal dengan nama “pembantaian
Khojali” di mana dalam peristiwa itu, ratusan penduduk sipil Khojali dibunuh & dimutilasi
oleh tentara gabungan Armenia-NK. Peristiwa pembantaian Khojali berbuntut panjang bagi
Armenia karena akibat peristiwa tersebut, pemerintah Armenia mendapat kecaman bertubi-
tubi dari dunia internasional. Kubu Armenia sendiri membela diri dengan menyatakan bahwa
mereka sudah memberi peringatan lebih dulu kepada penduduk sipil Khojali sebelum
penyerbuan agar mereka meninggalkan kota. Di luar perdebatan mengenai siapa yang salah
atas peristiwa
tersebut, jumlah korban tewas dari peristiwa tersebut juga tidak jelas, namun diperkirakan
jumlahnya antara 200-1000 orang.

Berebut Status sebagai Penguasa Nagorno-Karabakh


Lepas dari misteri-misteri yang masih menyelimuti peristiwa pembantaian Khojali, sebulan
kemudian pasukan gabungan Armenia-NK kembali melancarkan serangan untuk ke kota
Shusha, Azerbaijan. Pertempuran berlangsung sengit. Pasukan Azerbaijan yang dibantu oleh
milisi mujahidin Chechnya melawan sekuat tenaga, namun mereka gagal membendung
pergerakan pasukan gabungan Armenia-NK yang dibantu oleh tank & helikopter sehingga
kota tersebut pun akhirnya jatuh ke tangan pasukan gabungan Armenia-NK. Tak lama
kemudian, pasukan gabungan Armenia-NK juga berhasil merebut kota Lachin di dekatnya
sekaligus mengamankan jalur darat antara kawasan NK dengan Armenia.
Pasukan Azerbaijan yang selama ini berada dalam posisi tertekan akhirnya melancarkan
serangannya pada bulan Juni 1992 untuk merebut kembali seluruh wilayah NK. Penyerbuan
dimulai ketika pasukan Azerbaijan melancarkan serangan besar-besaran dari utara & selatan
kawasan NK dengan mengerahkan tank, helikopter, & ribuan personil tentara. Kesulitan
karena dikeroyok dari 2 arah
sekaligus oleh pasukan Azerbaijan, pasukan gabungan Armenia- NK dipaksa mundur
sehingga serangan pasukan Azerbaijan tersebut berakhir dengan jatuhnya wilayah timur NK
ke tangan Azerbaijan.
Konflik antara Armenia dengan Azerbaijan sempat mereda pada akhir tahun 1992 menyusul
musim dingin yang mendera kawasan tersebut, namun konflik kembali memanas di tahun
berikutnya. Bulan Januari 1993, pasukan Armenia melancarkan serangan ke wilayah NK
utara yang sudah dikuasai oleh pasukan Azerbaijan sejak pertengahan tahun 1992. Serangan
tersebut berbuah manis bagi kubu Armenia karena usai serangan tersebut, sebagian wilayah
utara NK berhasil dikuasai kembali oleh kubu Armenia.

Timbulnya Konflik Internal di Tubuh Azerbaijan


Jatuhnya kembali sebagian wilayah NK ke tangan Armenia pada gilirannya menimbulkan
perpecahan dalam tubuh pemerintahan Azerbaijan. Bulan Februari 1993, menteri pertahanan
Rahim Gaziev meletakkan jabatannya setelah berdebat panas dengan menteri dalam negeri
Isgandar Hamidov. Dalam periode yang kurang lebih bersamaan, Kolonel Surat Huseynov
yang selama ini ikut menyokong & mendanai militer Peta dari Khojali. (Sumber)
Tentara Azerbaijan yang sedang menembakkan meriam. Azerbaijan juga memutuskan untuk
menghentikan sokongannya. Semakin berlarut-larutnya kondisi internal Azerbaijan tersebut
pada gilirannya semakin meruntuhkan moral prajurit Azerbaijan yang sebenarnya sudah
terpuruk sejak kekalahan melawan pasukan Azerbaijan di awal tahun 1993. Kembali ke
medan perang, kemenangan atas pasukan Azerbaijan di awal tahun 1993 membuat pasukan
Armenia semakin bersemangat & yakin bahwa mereka bisa merebut kembali seluruh wilayah
NK dari tangan Azerbaijan. Maka pada bulan April 1993, pasukan Armenia pun melancarkan
serangan wilayah Kalbajar, Azerbaijan, dari 2 arah sekaligus. Karena minimnya pasukan
Azerbaijan yang dikerahkan untuk melindungi Kalbajar & sekitarnya, pasukan Armenia
berhasil merebut wilayah tersebut dalam waktu singkat. Selama serangan tersebut, pasukan
Armenia juga berhasil merebut sejumlah kendaraan lapis baja milik Azerbaijan. Keberhasilan
Armenia merebut Kalbajar ternyata memantik kecaman internasional karena Kalbajar
sebenarnya termasuk ke dalam wilayah resmi Azerbaijan & serangan Armenia ke Kalbajar
dianggap sebagai upaya pencaplokan wilayah secara paksa. Maka pada tanggal 30 April
1993, PBB pun mengeluarkan Resolusi 822 yang meminta tentara Armenia untuk
meninggalkan wilayah Kalbajar sesegera mungkin. Namun, Armenia kembali membela diri
dengan menyatakan bahwa tujuan mereka merebut wilayah
Azerbaijan di sekitar NK adalah untuk menciptakan jarak yang aman antara wilayah NK
dengan markas militer Azerbaijan sehingga artileri milik Azerbaijan takkan bisa menjangkau
wilayah NK.
Semakin berlarut-larutnya kondisi perang membuat campur tangan negara-negara lain ke
medan perang mulai menguat. Awal September 1993, Turki mengirimkan ribuan pasukannya
ke perbatasan Armenia-Turki, namun Rusia meresponnya dengan mengirimkan puluhan ribu
tentaranya ke wilayah Armenia untuk mencegah adanya campur tangan Turki lebih jauh. Iran
di lain pihak juga mulai menggerakkan pasukannya ke wilayah Azerbaijan menyusul semakin
banyaknya pengungsi Azerbaijan yang melarikan diri ke wilayah Iran. Di bulan Oktober &
November, PBB juga mengeluarkan sejumlah resolusi baru yang menyerukan Armenia &
Azerbaijan agar berhenti berperang.
Di Azerbaijan sendiri, menyusul kekalahan berturut-turut yang dialami oleh pasukan
Azerbaijan, Kolonel Surat Huseynov yang sebelumnya mundur dari aktivitas kepengurusan
militer Azerbaijan memutuskan untuk melancarkan kudeta kepada pemerintahan berkuasa
Azerbaijan pada bulan Juni 1993. Kudeta tersebut
berhasil & pada tanggal 1 Juli, ia diangkat menjadi perdana menteri oleh parlemen baru
Azerbaijan. Usai naiknya Huseynov ke kursi pemerintahan Azerbaijan, situasi di medan
perang tidak lantas membaik, bahkan cenderung memburuk karena satu demi satu wilayah
Azerbaijan di sekitar NK berhasil direbut oleh pasukan Armenia.

Konflik Terakhir Menjelang Akhir Perang


Tak lama usai peristiwa kudeta di Azerbaijan, Heydar Aliyev – eks anggota partai komunis
Azerbaijan – terpilih sebagai presiden baru Azerbaijan pada bulan Oktober 1993. Aliyev
lantas menjanjikan akan memulihkan kembali kondisi internal Azerbaijan & merebut kembali
wilayah-wilayah Azerbaijan yang dikuasai oleh pasukan Armenia. Sebagai langkah awal,
pemerintah Azerbaijan melakukan kebijakan berupa perekrutan pemuda-pemuda Azerbaijan
dalam jumlah besar untuk menambah jumlah pasukan Azerbaijan. Azerbaijan juga bergabung
ke dalam CIS pada bulan yang sama & berhasil mendapatkan bantuan stok persenjataan dari
Rusia. Serangan balik pasukan Azerbaijan di bawah rezim baru pimpinan Huseynov &
Aliyev akhirnya dimulai pada bulan Desember 1993 di mana dalam serangan itu, ribuan
pasukan Azerbaijan yang dibantu oleh milisi Afganistan menerapkan taktik yang dikenal
sebagai “human wave attack”, yaitu taktik menerjunkan langsung tentara dalam jumlah besar
ke garis depan. Taktik Azerbaijan tersebut konon diinspirasi dari taktik Iran selama Perang
Irak-Iran untuk mengantisipasi problem minimnya stok persenjataan berat macam tank yang
bisa digunakan. Serangan tersebut berakhir positif bagi Azerbaijan karena usai serangan
tersebut, mereka berhasil merebut kembali sejumlah wilayah di selatan NK.
Keberhasilan pasukan Azerbaijan merebut kembali sejumlah wilayah NK tidak lantas
menunjukkan kehebatan pasukan Azerbaijan karena pasukan Armenia saat itu bisa dibilang
belum merespon serangan pasukan Azerbaijan. Ketika pasukan Armenia akhirnya benar-
benar diterjunkan untuk menghadapi pasukan Surat Huseynov, pemimpin kudeta Azerbaijan.
Azerbaijan, pasukan Azerbaijan berhasil dipukul mundur & wilayahwilayah yang
sebelumnya berhasil direbut pasukan Azerbaijan jatuh kembali ke tangan Armenia. Pasukan
Armenia juga sempat melancarkan serangan susulan untuk memecah wilayah Azerbaijan
menjadi 2 bagian, namun gagal.
Lepas dari masih berlangsungnya perang, upaya untuk mengakhiri peperangan semakin
menemukan titik perang. Bulan Mei 1994, perwakilan dari Armenia, Azerbaijan, NK, &
Rusia melakukan sejumlah perundingan di Bishkek (Kirgiztan, Asia tengah) & Moskow
(Rusia). Perundingan tersebut akhirnya melahirkan kesepakatan damai yang secara efektif
mengakhiri perang memperebutkan kawasan NK yang sudah berlangsung selama 6 tahun di
mana wilayah yang sudah ditaklukkan oleh pasukan Armenia & NK kini menjadi wilayah
kekuasaan Republik NK. Usai perundingan damai tersebut, perundingan-perundingan
berikutnya dilakukan untuk membahas masalah-masalah lain seputar NK yang masih belum
terselesaikan.

KONDISI PASCA PERANG


Hingga sekarang, status NK sebagai republik merdeka tidak diakui oleh negara manapun,
termasuk oleh Armenia selaku negara induk mereka sendiri. Sebabnya adalah karena
sebagian wilayah mereka – khususnya yang berbatasan dengan Armenia – merupakan
wilayah berdaulat milik Azerbaijan sehingga keberadaan negara NK dianggap ilegal oleh
dunia internasional. Namun, kendati wilayah NK hingga sekarang tetap dianggap sebagai
bagian dari Azerbaijan, pemerintah pusat Azerbaijan tetap kesulitan mengendalikan wilayah
tersebut karena keberadaan pasukan bersenjata Armenia & NK yang menentang keberadaan
otoritas Azerbaijan di sana. Pemerintah Azerbaijan menolak untuk mengizinkan NK
merdeka, namun mereka menjanjikan akan memberikan status otonomi khusus selonggar
mungkin kepada NK bila wilayah tersebut mau menghentikan upayanya untuk memperoleh
pengakuan sebagai negara merdeka. Armenia di lain pihak mengklaim bahwa sudah
sepantasnya rakyat di NK diizinkan untuk menentukan nasibnya sendiri – termasuk untuk
merdeka. Namun, pemerintah Armenia sendiri enggan mengakui status NK sebagai negara
merdeka hingga sekarang karena khawatir mereka akan dikucilkan dunia internasional &
keputusan mereka bakal memicu timbulnya kembali perang di kawasan NK. Masalah sosial
lainnya yang belum terselesaikan usai Perang NK adalah soal pengungsi korban perang.
Hingga sekarang, ada sekitar 610.000 pengungsi NK – mayoritasnya berasal dari etnis
Azerbaijan – yang terpaksa tinggal di kompleks pengungsian sementara di perbatasan
Armenia & Azerbaijan. Karena status politik wilayah NK yang masih belum jelas, peluang
para pengungsi tersebut untuk kembali ke tempat asal mereka sangat kecil. Kondisi sebagian
kompleks pengungsian itu sendiri sangat memprihatinkan karena para pengungsi dipaksa
hidup berjejal-jejal dalam kompleks yang sempit & minimnya sarana-prasarana pendukung
yang layak. Status para pengungsi di masing-masing negara juga terkatung-katung.
Pemerintah Azerbaijan hingga sekarang tidak mengizinkan para pengungsi tersebut membaur
dengan komunitas Azerbaijan yang lain karena khawatir, menerima para pengungsi tersebut
dianggap sebagai pengakuan resmi atas kemerdekaan NK karena para pengungsi dianggap
takkan pernah bisa kembali ke tempat tinggal awal mereka. Di Armenia, situasinya sedikit
lebih baik karena sebagian dari para pengungsi diizinkan berbaur dengan warga Armenia
lainnya.
Masalah lainnya yang masih membayangi kawasan NK hingga sekarang adalah ancaman
ranjau darat di sejumlah wilayah bekas zona perang. Menurut PBB, jumlah ranjau darat di
kawasan NK diperkirakan mencapai 100.000. Tidak hanya itu, tim yang diterjunkan PBB
juga melaporkan bahwa sejak gencatan senjata ditahun 1994, sudah ratusan warga sipil NK
tewas atau terluka akibat menginjak ranjau darat yang masih aktif. Aktivitas pembersihan
ranjau darat sendiri tidak bisa dilakukan dengan cepat karena sedikitnya bantuan dari pihak-
pihak luar untuk membantu membersihkan kawasan NK dari ranjau aktif & banyaknya
jumlah ranjau darat yang masih tertanam.
Lepas dari masalah-masalah pasca perang yang masih belum terselesaikan & masih seringnya
timbul kontak senjata skala kecil antar tentara di perbatasan, kondisi keamanan NK sekarang
bisa dibilang sudah jauh lebih kondusif. Perundingan-perundingan antara perwakilan
Armenia dengan Azerbaijan untuk mendapatkan solusi terbaik mengenai masa depan NK
juga terus berjalan. Berharap saja agar solusi damai atas wilayah NK yang menguntungkan
masing-masing pihak bisa segera ditemukan agar kawasan NK bisa menjadi kawasan damai
yang bisa diterima masyarakat internasional & yang terpenting tidak lagi menjadi medan
pembantaian antar etnis.
D. Cara Penyelesaian Konflik Antara Negara-Negara Eropa Timur Dan Barat

1) Bosnia-Herzegovina
a) Dengan penguatan dan mempertahankan identitas Negara
b) Berlarutnya masalah yang terjadi di Bosnia ini membuat PBB dan beberapa organisasi
internasional lainnya turun tangan. Usaha – usaha yang dilakukan antara lain:
1. PBB menghimbau agar Serbia menarik pasukannya dari Bosnia
2. NATO mengirimkan pasukannya, dan memaksa Serbia meninggalkan Bosnia, dan
memaksa Serbia melakukan perundingan di Beogard, yang diawasi oleh PBB
3. Indonesia mengirimkan pasukan Garuda, bantuan makanan dan obat – obatan.
4. Perundingan Dayton 1 November 1995 dibawah pengawasan NATO, Amerika, dan PBB,
antara Serbia, Bosnia, dan Kroasia. Perjanjian ini disetujui di Pangkalan Udara Wright-
Patterson di Dayton, Ohio. Hasil perundingan Dayton adalah:
• Bosnia Herzegovina tetap sebagai tunggal secara internasional
• Ibukota Sarajevo tetap bersatu di bawah federasi muslim Bosnia
• Penjahat perang seperti yang telah ditetapkan mahkamah internasional tidak boleh
memegang jabatan.
• Pengungsi berhak kembali ke tempatnya
• Pelaksanaan pemilu menunggu perjanjian Paris.

2) Ukraina
Berikut ini beberapa cara-cara yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik ukraina :
a) Dengan cara-cara diplomatis tanpa kekerasan.
b) Meminta dewan PBB untuk membantu menyelesaikan konflik.

3) Armenia
Berikut ini beberapa cara-cara yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik ukraina :
a) Menyelesaikan konflik secara damai dengan mengikuti tata cara hukum internasional
b) Menyelesaikan konflik dengan cara perundingan antara Negara yang bersangkutan

Anda mungkin juga menyukai