Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
Masalah politik yang paling menonjol di kawasan Eropa pasca perang dingin
ditandai dengan runtuhnya kekuasaan komunis, di negara-negara Eropa Timur dan
Balkan. Golongan pembaru di negara negara tersebut menghendaki sistem
Demokrasi Liberal, sedangkan rejim yang berkuasa ingin tetap mempertahankan
pemerintahan konservatif Sosialis Komunis.
Masalah politik yang sampai sekarang masih menjadi bahan pemikiran dan perlu
dicari penyelesaiannya melalui forum bilateral maupu internasional salah satunya
adalah masalah pecahnya Republik Federasi Yugoslavia menjadi beberapa negara
yang merdeka seperti Slovenia, Macedonia, Kroasia, dan Bosnia Herzegovina.
Kemerdekaan Bosnia Herzegovina yang diproklamirkan berdasarkan hasil
pemungutan suara pada tanggal 15 Oktober 1991 ditolak keras oleh etnis Serbia yang
mendominasi negara Federal Yugoslavia. Etnis Serbia menolak kemerdekaan ini
dengan melakukan kekerasan militer, melakukan perang secara besar-besaran bahkan
melakukan pembantaian besar-besaeran terhadap etnis Bosnia yang mayoritas
penduduknya adalah warga muslim. Ibukota Bosnia, Sarajevo dibombardir habishabisan, gerilyawan Bosnia ditangkap dan disiksa di kamp-kamp konsentrasi.
Puluhan ribu wanita muda dan gadis kecil Bosnia diperkosa.
Tujuan utama etnis Serbia menurut apa yang dilansir oleh pers dunia adalah :
pemusnahan etnis Bosnia atau lebih tepatnya lagi pemusnahan kaum muslimin
karena mayoritas penduduk Bosnia adalah warga muslim. Bosnia yang mayoritas
penduduknya merupakan warga muslim bermaksud memproklamasikan
kemerdekaan negaranya menjadi sebuah negara Islam. Dengan demikian, maka
Bosnia menjadi satu-satunya negara Islam yang ada di benua Eropa dan hal itu
sangat membahayakan bagi negara-negara Eropa yang masih memendam dendam
lama terhadap Islam akibat kekalahan mereka dalam perang salib.
Perselisihan Bosnia dan Serbia ini lebih rumit dibandingkan dengan perselisihan
yang lainnya. Perselisihan ini selain diakibatkan oleh factor politik, factor agama
lebih memegang peranan penting. Serbia dan negara-negara Barat tidak
menghendaki berdirinya Bosnia sebagai negara Islam yang berdiri sendiri di
kawasan Balkan. Ketidaksukaan PBB dan negara barat atas berdirinya Bosnia
sebagai negara Islam tampak pada kurang bersemangatnya mereka dalam
menyelesaikan perang yang mengakibatkan konflik Serbia dan Bosnia semakin
berlarut-larut tanpa ada kejelasan kapan konflik itu akan berakhir.
Pembantaian yang dilakukan oleh etnis Serbia terhadap etnis Bosnia yang mayoritas
penduduknya adalah warga muslim sangat tidak berperikemanusiaan. Hal ini jelas
telah melanggar Undang undang hak asasi manusia yang selalu saja digembargemborkan oleh pihak Barat. Dan ternyata, pihak Barat malah tidak terlalu
bersemangat menyelesaikan konflik kemanusiaan ini.
Tujuan dibuatnya tulisan ini adalah untuk menunjukkan bahwa pembantaian etnis
secara besar-besaran ini telah menimbulkan dampak kemanusiaan yang sangat
menyedihkan. Kejahatan kemanusiaan ini memang bukan hanya terjadi di Bosnia
tetapi juga terjadi di jerman di mana etnis Yahudi dibantai secara besar-besaran oleh
Nazi di bawah pimpinan Hitler yang sangat diktator dan kejam pasca Perang Dunia
II. Masalah utamanya adalah perbedaan ras / etnis. Hal ini berhubungan dengan
dianutnya paham Rasisme oleh negara-negara Eropa yang telah menyebar di eropa
pada saat itu. Kebencian Nazi terhadap keturunan Yahudi dianggap sebagai penyebab
kekalahan Jerman pada Perang Dunia I, dan sementara ekonomi Jerman mengalami
kesulitan, para keturunan Yahudi tetap sukses memegang peranan ekonomi yang
besar di jerman. Namun alasan ini patut ditanyakan kembali jika melihat kenyataan
bahwa bukan hanya 6 juta orang Yahudi yang mati di tangan Nazi, melainkan juga 5
juta etnik non Aria lainnya seperti Gipsi, kaum Homoseksual, keturunan Asia
lainnya.

Sementara pemebersihan etnis Bosnia adalah benar-benar murni bukan hanya


pembantaian ras tetapi juga pembantaian agama tertentu. Hal ini dapat dilihat pada
alasan dari dilakukannya pembantaian ras tersebut karena Serbia dan pihak lain yang
mendukungnya tidak setuju didirikannya negara Islam di Balkan. Penjelasan
selanjutnya akan dijelaskan dalam bab pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Umum Bosnia Herzegovina
Negara pacahan Yugoslavia ini terletak di Barat Daya Eropa. Luas negaranya 51.233
km2. Jumlah penduduk Bosnia berdasarkan data stastistik tahun 1419 H / 1998 M
sebanyak 3.800.00 jiwa dengan presentase kaum muslimin sebesar 50 %, Nasrani 40
%, dan lainnya 10 %. Penduduk negeri ini terdiri dari kaum muslimin, Serbia dan
Kroasia. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Serbo Kroasia ( bahasa resmi ),
Slow, dan Serbia. Hasil pertanian yang paling banyak dihasilkan adalah jagung,
gandum, dan jawaaut. Mata uang yang digunakan adalah mata uang dinar.
Bosnia Herzegovina dibagi menjadi Federasi Bosnia dan Herzegovina dan Republika
Srpska. Distrik Brko bukan bagian kedua entitas politik ini, tetapi diperintah secara
supranatural dan dijaga olehe tentara internasional. Federasi Bosnia dan Herzegovina
dibagi menjadi 10 kanton:
1. Una-Sana
2. Posavina
3. Tuzla
4. Zenica-Doboj
5. Podrinje Bosnia
6. Bosnia Tengah
7. Herzegovina-Neretva
8. Herzegovina Barat
9. Sarajevo
10. Bosnia Barat
2.2 Sejarah Bosnia Herzegovina
Bosnia Herzegovina merupakan sebuah wilayah perbatasan antara Kebudayaan Barat
dan Timur. Pada Abad Pertengahan, wilayah tersebut menjadi ajang pertikaian dan
perebutan pengaruh antara Romawi Barat yang Katolik dan Romawi Timur yang
Ortodoks. Di tengah-tengah pergulatan tersebut, ikut pula sebuah kelompok bidat
Kristen yang disebut Bogomil. Sekte ini terutama beranggotakan masyarakat kelas
atas Bosnia.
Kekuatan ketiga yang berpengaruh dalam sejarah negeri itu muncul pada akhir abad
ke-13, ketika wilayah tersebut ditaklukkan oleh Turki Usmani yang beragama Islam.
Dalam perkembangannya, kaum Muslim Bosnia mendapatkan status sama dengan
orang Turki asli. Mereka menjadi tangan kanan orang Turki untuk memerintah
penduduk Bosnia yang tetap memeluk agama leluhurnya. Oleh karena itu mereka
menjadi pembela fanatik Kesultan Usmani untuk menjaga hak-hak istimewa mereka.
Oleh karena itu, setiap pemberontakan Kristen ditindas dengan keras oleh mereka.
Akibatnya, mereka dibenci oleh penduduk lainnya sebagai pengkhianat.
Masuknya pemikiran nasionalisme membawa perubahan besar dan tajam di Bosnia.
Apabila sebelumnya secara umum penduduk wilayah itu disebut orang Bosnia dan
hanya dibedakan menurut agamanya, kini mereka mengidentifikasikan diri dengan
tetangganya. Orang Bosnia yang menganut Kristen Ortodoks mengidentifikasikan
dirinya sebagai orang Serbia sementara penganut Katolik menjadi orang Kroasia.
Kaum Muslim sendiri memilih dipanggil sebagai orang Turkisebutan yang
menguatkan cap kepada mereka sebagai pengkhianat yang menjual diri pada
penjajah Turki.
Ketika Turki melemah, negara-negara jajahannya di Balkan memerdekakan diri.
Salah satu di antaranya adalah Serbia. Negara yang baru merdeka ini berusaha
menggabungkan Bosnia namun ambisinya digagalkan oleh kekaisaran Austria Hongaria, yang mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1908. Hal tersebut kemudian

mendorong kaum nasionalis Serbia membunuh putera mahkota kekaisaran tersebut


di Sarajevo pada tahun 1914, yang kemudian menyebabkan pecahnya Perang Dunia
I.
Setelah Perang Dunia I usai, Bosnia-Herzegovina, bersama-sama dengan Kroasia,
Slovenia, dan Vojvodina, diserahkan oleh Austria kepada Kerajaan SerbiaMontenegro. Dari penggabungan ini muncullah Kerajaan Yugoslavia (Slavia
Selatan). Akan tetapi perpecahan segera melanda negeri itu akibat pertentangan dua
etnis utamanya. Orang Serbia berusaha membangun negara kesatuan sementara
orang Kroasia menginginkan federasi yang longgar. Kaum Muslim Bosnia terjebak
dalam pertikaian tersebut karena kedua pihak memperebutkan wilayah tersebut.
Beberapa kaum Muslim mendukung klaim Serbia dan menyebut dirinya sebagai
Muslim Serbia. Namun lebih banyak lagi yang pro Kroasia dan menyebut dirinya
sebagai orang Muslim Kroasia. Pertentangan tersebut kemudian meledak menjadi
kekerasan setelah Jerman Nazi menguasai Yugoslavia tahun 1941.
Setelah meraih kekuasaan atas Yugoslavia, Tito berusaha membangun kembali
persaudaran negeri itu di bawah bendera komunisme. Dalam upayanya untuk
mengatasi perselisihan antar kelompok etnis dan agama, dia membentuk negeri itu
menurut sistem federal yang ditarik berdasarkan etnisitas. Bosnia, yang karena
memiliki penduduk yang plural, merupakan ujian berat bagi Tito. Orang Serbia
menuntut penggabungan wilayah tersebut karena penduduk Serbia yang hampir
mencapai setengah dari total penduduk di sana pada masa itu. Akan tetapi Tito
menolaknya. Dia tidak ingin membuat Serbia menjadi kuat seperti sebelumnya. Oleh
karena itu, dia memutuskan untuk memecah belah orang Serbia. Wilayah Serbia
diperkecil dengan membentuk dua republik federal (yaitu Montenegro dan
Makedonia) serta dua propinsi otonom (Vojvodina dan Kosovo). Tito, sebagai
seorang Kroasia-Bosnia, memutuskan bahwa wilayah Bosnia-Herzegovina harus
menjadi sebuah republik federal. Dengan demikian, orang Serbia dapat diimbangi
oleh gabungan Muslim-Kroasia di wilayah tersebut. Selain itu, Tito memutuskan
bahwa kaum Muslim Bosnia diperbolehkan menyebut dirinya sebagai orang
Muslimani (Muslim) sehingga tidak perlu menyebut dirinya sebagai orang Muslim
Serbia atau Muslim Kroasia.
Dalam menghadapi ketidakpuasan atas keputusan tersebut, rezim Tito memakai
tangan besi untuk menghadapinya. Cara tersebut memang efektif tapi hanya untuk
sementara waktu. Ketika Tito meninggal, pertikaian antar etnik dan agama kembali
meletus di Yugoslavia, yang kemudian meruntuhkan negara tersebut.
Pada tahun 791 H / 1389 M, orang orang Utsmaniyah yang dipimpin oleh Sultan
Murad bin Orkhan berhasil meraih kemenangan yang meremukkan tentara Serbia
dalam perang Kosovo, dan menjadikan Bosnia sebagai bagian dari wilayah
Utsmaniyah ( Turki ) dari tahun 868 H / 1463 M. Sejak saat itulah Islam mulai
menyebar dan mendarah daging di sana. Orang orang Utsmaniyah telah menderita
kerugian cukup lama karena kekayaan lokal negeri ini disubsidi oleh orang orang
Eropa.
Pada tahun 1295 H / 1878 M Austria berhasil menguasai dua wilayah, yaitu Bosnia
dan Herzegovina yang telah direbutnya dari tangan pemerintahan Utsmaniyah.
Maka, pada tahun 1326 H / 1908 M kekaisaran Austria mengumumkan
penggabungan Bosnia dan Herzegovina ke dalam wilayahnya. Kaum muslimin
bangkit menentang keputusan ini dengan segala kekuatan, tetapi usaha mereka
berakhir dengan sia sia. Percikan awal yang menyebabkan terjadinya Perang Dunia
I bermula dari Sarajevo ( ibukota Bosnia ) sebagai pengaruh atas pembunuhan putra
mahkota Austria, Frans Ferdinand dan istrinya di tangan seorang pemuda bernama
Princip yang mengaku sebagai pemuda anggota gerakan Serbia raya. Peperangan ini
telah membawa kehancuran kekaisaran Austria / Hungaria. Maka, Hungaria
memisahkan diri dan mendirikan kerajaan Yugoslavia ( dengan menjadikan Bosnia
dan Herzegovina sebagai bagian dari wilayahnya ) pada tahun 1336 H / 1918 M.
Pada masa antara dua Perang Dunia ini, Bosnia berada di bawah naungan kekuasaan
Yugoslavia ( Serbia Kroasia Slovenia ). Pada tahun 1391 H / 1971 M negara
Federasi Yugoslavia mengizinkan kaum muslimin di Bosnia untuk membentuk

daerah otonomi yang tergabung ke dalam federasi ini ( pada masa presiden Bros
Tito )
2.3 Kemerdekaan Bosnia dan Timbulnya Perang Saudara
Terjadinya perubahan politik globalisasi membawa pangaruh di negara Federasi
Yugoslavia. Perang saudara di Yugoslavia diawali dengan merdekanya Kroasia dan
Slovenia pada tanggal 25 Juni 1991. Mereka memisahkan diri dari negara Federasi
Yugoslavia. Hal ini membuat Serbia marah karena rencananya mendirikan negara
Serbia Raya akan gagal apabila negara negara bagian Yugoslavia satu per satu
memisahkan diri. Serbia tidak tinggal diam. Serbia melakukan penyerangan ke
Slovenia dan Kroasia untuk mencaplok kembali wilayah yang sudah meredeka itu
menjadi wilayah kekuasaan etnis Serbia.
Kemudian, lewat kehancuran Komunis pada tahun 1411 H / 1990 M, parlemen
Bosnia dan Herzegovina malakukan pemungutan suara pada tanggal 15 Oktober
1991 untuk mengusahakan pelepasan wilayah in dari Yugoslavia, dan hasilnya rakyat
Bosnia dan Herzegovina yang mayoritasnya Islam sepakat untuk memproklamasikan
kemerdekaannya. Bosnia mengumumkan kemerdekaannya di bawah kepemimpinan
Ali Izzet Begovic yang memenangkan pemilihan presiden pada tahun yang sama.
PBB dan negara negara besar lalu merestuinya, juga lebih dari 120 negara lainnya.
Ketika Federasi Yugoslavia itu hancur, tinggallah di Bosnia 60.000 tentara Serbia
yang dengan persenjataan dan perbekalan lengkap yang memungkinkan orang
orang Serbia yang minoritas menindas kaum muslimin yang ada di Bosnia.
2.4 Tragedi Kemanusiaan Bosnia Herzegovina
Sejak kemerdekaannya, Bosnia Herzegovina baru merasakan kedukaan yang
mendalam akibat konflik berdarah yang disebabkan oleh permusuhan monster
Serbia. Metode penghapusan ras agama ini dilakukan terhadap kaum muslimin
sebagai upaya penghilangan eksistensi Islam, dengan dukungan tersembunyi negara
negara Barat, Rusia, dan seluruh negara negara Salib ( Nasrani ) untuk mencegah
hadirnya negara Islam di Eropa.
Serbia membombardir ibukota Bosnia, Sarajevo dan kota lainnya dibombardir habis
habisan, gerilyawan Bosnia ditangkap dan disiksa dalam kamp kamp konsentrasi
dan puluhan ribu wanita muda dan gadis kecil Bosnia diperkosa. Data menyebutkan
bahwa korban kaum muslimin sepanjang perang ini ( 1411 1416 H ) mencapai
200.000 orang yang terbunuh dan 50.000 orang wanita muslimin menjadi korban
perkosaan ( jumlah ini terbanyak jika dibandingkan dengan korban etnis Bosnia dari
agama lain ). Dunia pada saat itu dipenuhi oleh korban penyembelihan dan kuburan
massal yang menakutkan yang ditimpakan Serbia kepada kaum muslimin. Sampai
pada awal 1993, perang dan kemelut Serbia versus Bosnia masih belum reda
sungguhpun pasukan penjaga perdamaian PBB yang terdiri atas : tentara Amerika
Serikat, Inggris, Perancis telah melakukan operasi pemeliharaan perdamaian.
Presiden Serbia Dragan Cavic mengakui telah membantai sekitar 8000 muslimin
Srebrenica pada bulan Juli 1995. Meski kasus ini adalah kejahatan, rakyat Serbia
memujinya sebagai pahlawan.
Pembantaian ribuan kaum muslimin di Srebrenica pada Juli 1995 itu diakui oleh
Dragan Cavic melalui saluran televisi Serbia-Bosnia: Saya harus mengatakan
bahwa pada 10-19 Juli 1995 di Srebrenica terjadi tragedi yang menjadi lembaran
hitam dalam sejarah bangsa Serbia, katanya. Secara singkat, dia juga memberikan
kata penyesalan dan menyampaikan permintaan maaf. Sekitar 8.000 muslim Bosnia,
yang sebagian besar adalah pria dan anak laki-laki, dibantai dalam aksi yang paling
biadab dalam sejarah Eropa. Pembantaian berlangsung saat pasukan Serbia
menyerang wilayah aman dalam perlindungan PBB, yakni Srebrenica. Pasukan
Belanda yang berjaga di sana tidak mampu berbuat apa pun. Pengakuan Cavic itu
mengutip beberapa bagian laporan penahanan dan hukuman mati terhadap ribuan
muslim. Dalang pembantaian itu Radovan Karadzic, yang saat itu menjabat
pemimpin perang Bosnia Serbia, dan Jenderal Ratko Mladic.
Kisah pembantaian ini bermula ketika para pelarian kaum muslim mengalami tipu
muslihat pasukan Kristen Bosnia. Kaum muslim, ketika itu berbondong-bondong

datang dari Srebrenica, wilayah sipil yang aman sebagaimana telah diumumkan
PBB, setelah jatuh kepada Serbia Bosnia pada 11 Juli 1995. Awalnya, pasukan
perdamaian PBB asal Belanda dan NATO yang diluncurkan oleh Dewan Keamanan
PBB telah berjanji untuk mengamankan Srebenica. Namun sayang, bendera NATO
yang dipakai pasukan itu hanya akal-akalan untuk mengibuli kaum muslim.
Akibatnya bisa diduga, sekitar lima belas ribu laki-laki yang kebanyakan tidak
bersenjata menjadisasaran pasukan musuh. Sepanjang perjalanan, ratusan orang
dibunuh dalam oleh pasukan Serbia. Pembantaian Srebrenica merupakan
pembantaian yang terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II yang. Meski kasus ini
merupakan kasus pelanggaran berat kejahatan perang internasional, toh ironisnya,
banyak orang Serbia menganggap kedua pembantai sebagai pahlawan
Puluhan mayat yang ditemukan dalam usaha pencarian 700 mayat umat Islam yang
hilang atas kekejaman Serbia dan dipercayai ditanam hidup-hidup ditemukan di
daerah Srebrenica, Bosnia. Beberapa kuburan yang digunakan untuk menggali
tulang-tulang dari sebuah kubur seluas gelanggang tenis, dipercayai terdiri dari lebih
7000 mayat lelaki dan anak-anak yang disembelih tentera Serbia di Srebrenica
delapan tahun lalu, yaitu kejadian pembunuhan massal terburuk dalam sejarah sejak
Perang Dunia Kedua.
Kami percaya kuburan ini mengandung lebih dari beberapa ratus mayat korban
pembunuhan massal di Srebrenica pada 1995 dan orang Zvornik yang terbunuh pada
permulaan perang di Bosnia, kata Murat Hurtic, anggota Warga Bosnia yang hilang.
Ini mungkin kuburan pembunuhan massal yang terbesar di Bosnia, katanya.
Koran Independent melaporkan, kuburan tersebut dijumpai di Crni Vrh, berdekatan
dengan kota Zvornik di utara Srebrenica, dan diyakini turut menempatkan mayat
yang dipindahkan darikawasan perkuburan dekat Srebrenica. Kaum Serbia Bosnia
menanam semua korban warga Islam yang dibunuh guna menyembunyikan bukti
pembunuhan massal dari pengadilan perang internasional PBB di The Hague, yang
sedang menjalankan dakwaan atas mereka yang dituduh melakukan pelanggaran
ketika perang Balkan 1990. Menurut beberapa pakar, pekerjaan menggali kubur
tersebut mungkin akan memakan waktu hingga dua bulan untuk mengenali pasti
korban dengan analisis DNA. Pada Juli 1995, Srebrenica, yang dilindungi oleh
pasukan pengaman Belanda yang hanya memiliki senjata biasa, dibunuh oleh tentera
Serbia Bosnia yang mengasingkan wanita Islam dari kaum lelaki dan anak-anak.
Ribuan dari pada mereka kemudian dibunuh. Kuburan massal tersebut ditemui di
kawasan pergunungan berdekatan wilayah perbatasan Serbia.
2.5 Upaya Perdamaian
Meskipun pihak Barat dan PBB tidak terlalu antusias menyelesaikan masalah konflik
Bosnia, PBB tetap melakukan upaya-upaya menuju perdamaian antara Serbia dan
Bosnia. Upaya menyelesaikan konflik dilakukan oleh beberapa organisasi dan negara
di dunia di antaranya :
1. PBB menghimbau Serbia untuk menarik pasukannya dari Bosnia. Pengiriman
utusan PBB untuk mencari jalan pemecahan guna mengakhiri perang.
2. NATO mengirimkan pasukannya dan memaksa Serbia meninggalkan Bosnia.
Serangan NATO mengakibatkan Serbia mau mengadakan peundingan di Beograd di
bawah pengawasan PBB.
3. Indonesia sesuai dengan politik luar negeri yang ingin menciptakan perdamaian
dunia dengan mengirimkan pasukan Garuda 14, beranggotakan 25 perwira untuk
mendamaikan dan memberikan bantuan makanan dan obat-obatan.
4. Perundingan di Dayton 1 November 1995. Perundingan di bawah pengawasan
Amerika dan NATO antara Bosnia, Kroasia, dan Serbia.
Perjanjian Dayton adalah nama untuk perjanjian untuk menghentikan perang
Yugoslavia yang sudah berlangsung selama tiga tahun terakhir, terutamanya untuk
masa depan Bosnia-Herzegovina. Perjanjian ini disetujui di Pangkalan Udara
Wright-Patterson di Dayton, Ohio.
Pertemuan tersebut berlangsung sejak 1 November hingga 2 November 1995. Peserta
utamanya adalah presiden Serbia, Slobodan Miloevi, presiden Kroasia, Franjo
Tuman, presiden Bosnia, Alija Izetbegovi, kepala negosiator Amerika, Richard
Holbrooke dan Jenderal Wesley Clark.Persetujuannya ditanda tangani di Paris,

Perancis pada 14 Desember. Pembagian politik Bosnia-Herzegovina saat ini dan


struktur pemerintahannya merupakan hasil persetujuan dari Perjanjian Dayton.
Hasil perundingan Dayton berisi antara lain sebagai berikut :
1. Bosnia Herzegovina tetap sebagai tunggal secara internasional
2. Ibukota Sarajevo tetap bersatu di bawah federasi muslim Bosnia
3. Penjahat perang seperti yang telah ditetapkan mahkamah internasional tidak
boleh memegang jabatan.
4. Pengungsi berhak kembali ke tempatnya
5. Pelaksanaan pemilu menunggu perjanjian Paris
Point perjanjian keempat berhubungan dengan tuduhan bangsa Barat terhadap
pasukan Serbia yang telah melakukan tindakan pemusnahan etnis ( genocide ) atau
pembersihan etnis ( ethnic cleansing ), terutama etnis Kroasia, etnis Bosnia
Herzegovina, dan etnis Albania di Kosovo. Tindakan tersebut dikategorikan sebagai
kejahatan perang. Oleh sebab itu, beberapa petinggi militer Yugoslavia harus
menghadapi peradilan kejahatan perang di mahkamah internasional bagi bekas
Yugoslavia ( International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia ICFY ). Akibat
dari perundingan Dayton yang lainnya adalah negara Bosnia Herzegovina terbagi
menjadi 2 yaitu Serbia ( 49 % ) dan federasi muslim Kroasia ( 51 % ).

BAB III
KESIMPULAN
Konflik kemanusiaan yang terjadi di Bosnia ini bukan hanya memberikan dampak
buruk bagi keadaan sosial kemasyarakatan di negara tersebut. Tetapi juga
memberikan dampak psikis yang sangat mempengaruhi psikologi individu
masyarakatnya. Saat itu dapat ditemukan pembantaian di mana-mana. Anak-anak
kecil harus menyaksikan orang tuanya dibantai didepan matanya. Perlakuan etnis
Serbia yang tidak berperikemanusiaan ini menjadikan mereka sebagai penjahat
perang.
Konflik ini bukan hanya dimotivasi oleh sistem pembersihan etnis ( ethnic
cleansing ). Dapat kita teliti bersama, seperti yang dijelaskan pada bab pembahasan
bahwa ada motif lain di balik semua tragedi berdarah ini. Berdasarkan bukti-bukti
yang ada, seperti ditemukannya kuburan massal bahkan pengakuan langsung dari
Presiden Serbia yang memerintah pada saat itu, motif dari tragedi berdarah ini adalah
pembantaian umat muslim.
Akan sangat janggal apabila motif pembantaian ini murni pembantaian etnis karena
sebagian besar korbannya adalah warga yang beragama muslim terutama anak-anak
dan wanita. Ini berkaitan dengan eksistensi Islam di Eropa yang sangat pesat pada
zaman kekhalifahan. Negara-negara Eropa yang mayoritas penduduknya menganut
adama Kristen tidak menginginkan adanya suatu negara Islam yang berdaulat di
Eropa. Pada zaman kekhalifahan Ottoman, Turki menguasai Eropa banyak warga
nonMuslim yang dinomorduakan. Dengan sebab inilah warga Serbia dan negara
Eropa lainnya tidak menginginkan lagi berdirinya negara muslim Bosnia di eropa
yang akan menggeser eksistensi umat Kristen sebagai warga mayoritas di Eropa.

Anda mungkin juga menyukai