internasional yang terjadi pada Maret 1992 dan November 1995. Perang ini melibatkan beberapa
pihak. Konflik ini melibatkan Bosnia dan Republik Federal Yugoslavia (kemudian berganti nama
menjadi Serbia dan Montenegro) begitupula Kroasia
sudah membentuk koalisi Serbia dan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, skenario yang terjadi di
Slovenia dan Kroasia terulang, peperangan sporadis, pecah dimana-mana.
Klimaks konflik terjadi setelah Masyarakat Eropa dan AS mengakui Bosnia Herzegovina sebagai
negara merdeka dan berdaulat. Hal ini telah mendorong pimpinan Bosnia-Herzegovina yang
terdiri dari etnis Muslim & Kroat menuduh etnis Serbia Bosnia yang sebagai "agresor" terhadap
negara merdeka dan berdaulat Republik Bosnia Herzegovina. Pertempuran antara pihak Serbia
Bosnia dengan Muslim Bosnia berkecamuk kembali terutama di wilayah Sarajevo, wilayah utara
Bosnia Herzegovina dan wilayah bagian timur Bosnia Herzegovina.
Pertempuran sengit yang masih terus berlanjut antara pasukan Muslim Bosnia dengan Serbia
Bosnia adalah pertempuran untuk memperebutkan tempat strategis di Foca (suatu kota di
wilayah bagian selatan Sarajevo yang menghubungkan garis logistik pasukan Muslim dari
Bosnia Timur ke Sarajevo) dan perebutan titik kuat di bukit Jablanica dan bukit Igman yang
terletak dipinggiran kota Sarajevo. Dari tempat-tempat strategis tersebut di atas akan dapat
menguasai Sarajevo secara keseluruhan. Pertempuran yang terus berlanjut antara Muslim Bosnia
Herzegovina dengan Serbia Bosnia Herzegovina di Sarajevo tersebut menjadikan perundingan
penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina di antara Faksi-Faksi yang bertikai di Jenewa menjadi
tertunda.
Herzegovina. Akibat perang Serbia Bosnia dengan Muslim-Kroat telah menimbulkan korban
yang sangat besar jumlahnya yang diperkirakan ratusan ribu tewas (penduduk sipil maupun
militer). Gencatan senjata yang disetujui antara pihak Serbia Bosnia Herzegovina dengan
Muslim-Kroasia tidak pernah dilaksanakan akibat banyaknya formasi-formasi militer yang tidak
di bawah komando tentara reguler yang ada di Bosnia Herzegovina dan juga diperkirakan akibat
kurangnya pengaruh pimpinan politik terhadap pihak-pihak militer.
Perkembangan situasi politik di Bosnia Herzegovina turut memengaruhi perkembangan situasi
militer. Kegagalan-kegagalan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh masyarakat
internasional telah mendorong meningkatnya pertempuran-pertempuran di antara pihak-pihak
yang bertikai di Bosnia Herzegovina. Persetujuan-persetujuan gencatan senjata tidak mampu
menghentikan perang yang berkobar di antara pihak-pihak yang bertikai terutama antara pasukan
Muslim Bosnia bersama-sama dengan Kroat Bosnia melawan pasukan Serbia Bosnia.
Meningkatnya pertempuran antara pasukan Muslim Bosnia dan Kroat Bosnia melawan pasukan
Serbia Bosnia, antara lain di samping sebagai akibat terbentuknya Federasi Muslim Bosnia
dengan Kroat Bosnia sesuai inisiatip Washington pada bulan Maret 1994, juga dikarenakan
adanya persetujuan-persetujuan gencatan senjata yang tidak dipatuhi oleh pihak-pihak yang
bertikai. Dengan kata lain, satu pihak mematuhi akan tetapi pihak lainnya melakukan
pelanggaran-pelanggaran dan memanfaatkan gencatan senjata sebagai momentum yang baik
untuk melancarkan operasi-operasi militernya.
Daerah-daerah konflik yang paling sengit antara pasukan Muslim dan Kroat Bosnia melawan
Serbia Bosnia terjadi di daerah-daerah strategis utamanya di Gunung Ozren (sebelah utara kota
Sarajevo), kota Brcko (bagian utara Bosnia Herzegovina), Gorazde, Maglaj dan Olovo, akhirnya
meluas ke wilayah Sarajevo yaitu di kota Vares (lebih kurang 40 km dari Sarajevo). Dalam
pertempuran tersebut pasukan Muslim Kroat berusaha untuk merebut wilayah-wilayahnya yang
hilang selama terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina 2 tahun sebelumnya karena pasukan
Serbia Bosnia telah menguasai hampir 2/3 wilayah Bosnia Herzegovina selama pertempuranpertempuran dengan pihak Muslim Bosnia maupun pihak Kroat Bosnia.
yang memicu terjadinya perang antara Faksi Muslim dengan Kroat yang sejak semula
mempunyai kepentingan yang berbeda dalam krisis Bosnia Herzegovina.
Terjadinya perang antara Faksi Muslim Bosnia dan Kroat Bosnia di Bosnia Tengah yang terus
berkecamuk, di antaranya adalah untuk mendominasi potensi-potensi ekonomi dan militer di
wilayah bersama antara penduduk Muslim dan Kroat. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa
perang yang paling sengit terjadi di kota-kota dimana terdapat lahan-lahan pabrik senjata ataupun
industri-industri militer. Akibat perang tersebut tidak saja menimbulkan korban dikalangan
penduduk maupun militer akan tetapi industri-industri militer tersebut turut pula mengalami
kehancuran.
Oleh sebab itu perang antara Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia secara tidak langsung ikut
menghancurkan potensi militer di Bosnia Tengah. Situasi pertempuran antara pasukan Muslim
Bosnia Herzegovina dengan Kroasia Bosnia Herzegovina pada awalnya kemenangan di pihak
Kroasia Bosnia Herzegovina akan tetapi dalam posisi terakhir pasukan Muslim Bosnia
Herzegovina dapat memukul pasukan Kroasia Bosnia Herzegovina dimana pasukan Muslim
Bosnia telah mendapat perkuatan dari pasukan-pasukan sukarelawan asing (khususnya
Mujahidin yang diperkirakan berjumlah 3.000 orang) dan mulai menguasai kota-kota penting di
Bosnia Tengah. Pertempuran antara Kroat Bosnia dengan Muslim Bosnia di Bosnia Tengah telah
menimbulkan korban dan pengungsian penduduk besar-besaran dari wilayah tersebut yang sering
disebut dengan istilah ethnic cleansing.
Faksi Muslim Bosnia Herzegovina pengikut Alija Izetbegovic melawan pengikut Muslim
moderat Fikret Abdic.
Upaya-upaya pihak Muslim Bosnia Herzegovina pimpinan Alija Izetbegovic dalam
menyelesaikan perselisihannya dengan pimpinan Muslim Bosnia Herzegovina Barat pimpinan
Fikret Abdic baik secara persuasip maupun dengan kekerasan tetap tidak dapat menghentikan
sikap Muslim Bosnia Herzegovina Barat yang telah memproklamirkan dirinya sebagai Provinsi
Otonomi Bosnia Barat. Kondisi tersebut telah mendorong semakin sengitnya pertempuran kedua
belah pihak yang mengakibatkan jatuhnya korban di pihak masing-masing.
Perkembangan yang menarik dari konflik antar Muslim Bosnia Herzegovina bagian barat
tersebut adalah adanya sikap pasukan Alija Izetbegovic yang tidak sepenuhnya bertempur
menghadapi pasukan pimpinan Fikret Abdic bahkan tidak sedikit pasukan-pasukan pimpinan
Alija Izetbegovic yang menyeberang ke pihak Fikret Abdic. Kondisi tersebut telah memaksa
banyaknya pergantian-pergantian unsur pimpinan militer Alija Izetbegovic di Bosnia
Herzegovina Barat.
Oleh sebab itu Bosnia Herzegovina merupakan mesin utama bagi jalannya perindustrian
Yugoslavia. Daerah-daerah industri yang ada di Bosnia Herzegovina di antaranya ialah Pabrik
senjata artileri dan mortir di Novitravnik, Pabrik tank/kendaraan lapis baja di Bosanki Brod, Oil
Refinery di Slavonski Brod, Pabrik aluminium dan pesawat terbang di Mostar, Pabrik bahan
kimia di Sabac dan Tuzla, Pabrik senjata ringan Pretis di Vogasca (dekat Sarajevo), Pabrik
senjata dan munisi Igman di Konjic, Pabrik kimia, mesin, ranjau, tambang batubara dan lignite
di Tuzla, Pabrik besi dan baja di Zenica, Pabrik minyak roket, bahan ledak, bubuk mesiu di
Vitez, Pabrik munisi di Gorazde, Pabrik battery di Luskovac, Pabrik perlengkapan militer di
Foca dan Capljina dan lain-lain. Kota dimana pabrik-pabrik serta wilayah tambang tersebut di
atas pada umumnya di dalam kekuasaan etnis Muslim dan etnis Kroat, sehingga saat itu
merupakan daerah perebutan kekuasaan (trouble spot). Beberapa di antaranya dilindungi oleh
PBB/UNPROFOR untuk mencegah penghancuran daerah-daerah krisis tersebut.
Dari pandangan Strategi Militer, keberadaan pabrik-pabrik bagi keperluan militer yang lebih dari
60% berada di wilayah Bosnia Herzegovina merupakan daya tarik utama akan penguasaan
wilayah ini. Pada masa Tito berkuasa, dengan pertimbangan keamanan, dan perlindungan alam
yang baik maka Bosnia Herzegovina dipilih untuk kedudukan wilayah industri militer, karena
dipandang aman dari ancaman Pakta Warsawa maupun Pakta NATO. Ditinjau dari segi etnis,
bahasa dan sosial budaya, Yugoslavia sebagai negara sosialis self-management merupakan
tujuan utama bagi ahli-ahli / para teknokrat eks Pakta Warsawa untuk keluar dari Uni Soviet.
Tidak mustahil bila mereka berhasil masuk ke Yugoslavia dalam keadaan bersatu, maka
Yugoslavia akan dapat menjadi negara super power di bidang pertahanan dan keamanan
dikemudian hari.
Dengan terpusatnya industri militer Yugoslavia berada di Bosnia Herzegovina, maka ahli-ahli
tersebut dikhawatirkan akan berada di wilayah ini. Untuk mencegah hal tersebut negara-negara
Big Power terutama dari Blok Barat, tentunya menjadikan wilayah Bosnia Herzegovina
sebagai wilayah kepentingannya. Di sisi lain dengan bubarnya Pakta Warsawa maka Eropa
dikhawatirkan akan kebanjiran stock senjata eks Blok Timur, yang akan bermuara pada
meningkatnya organisasi senjata secara liar di Eropa dan selanjutnya akan membahayakan
keamanan Eropa. Dengan adanya perang Bosnia maka aliran senjata lebih tersebut secara tidak
langsung akan mengarah ke wilayah ini. Dengan menumpuknya beberapa kepentingan di
wilayah Bosnia Herzegovina maka wilayah ini layak untuk disebut daerah rawan atau titik kritis
bagi negara-negara di Eropa.
Bosnia-Herzegovina adalah salah satu negara kecil di Semenanjung Balkan, Eropa bagian
Tenggara. Luas wilayahnya hanya 51.233 km persegi (sedikit lebih luas dari Propinsi Jawa
Timur). Islam masuk ke kawasan Balkan (termasuk Bosnia) sekitar tahun 1389, ketika
wilayah Balkan ada di bawah kekuasaan Turki Utsmani antara abad XII hingga akhir abad XIX.
Pada tahun 1918, Bosnia menjadi wilayah Yugoslavia. Akhir Perang Dunia ke II
menempatkan rezim komunis di puncak kekuasaan Yugoslavia. Mulai saat itulah umat Islam
Bosnia mengalami sekularisasi yang kuat, hingga sebagian besar kaum muslimin Bosnia
melupakan agamanya meskipun masih mengaku beragama Islam.
Keruntuhan komunis di Uni Soviet membawa efek yang serupa pada Yugoslavia yang
merupakan negara satelit Uni Soviet. Runtuhnya sistem komunis pada akhir 1988
menyebabkan Yugoslavia terpecah menjadi enam negara, yaitu Serbia, Kroasia, Bosnia,
Macedonia, Slovenia dan Montenegro.
Awalnya, Slovenia dan Kroasia menyatakan memisahkan diri dari Yugoslavia dan menjadi
negara berdaulat. Selepas itu, Yugoslavia menjadi negara yang senantiasa berubah, baik
wilayahnya maupun populasinya. Menyusul Slovenia dan Kroasia, Bosnia melalui
referendum tahun 1992 pun menyatakan pemisahan diri dari Yugoslavia dan menjadi
negara berdaulat dipimpin Presiden Alija Izatbigovic. Inilah yang memicu pembantaian rakyat
Muslim Bosnia oleh bangsa Serbia pimpinan Slobodan Milosevic pada 1992.
Serbia berupaya mempertahankan kesatuan Yugoslavia. Etnis Serbia yang umumnya
bergama Kristen Ortodox ini ingin mendominasi pemerintahan, militer dan administrasi negara.
Di Serbia terdapat sekitar 6 juta etnis Serbia, sedangkan di Bosnia 1,36 juta jiwa dan di Kroasia
0,5 juta jiwa. Milosevic berobsesi mewujudkan Negara Serbia Raya yang bersifat monoetnis,
maka ia menentang habis-habisan berdirinya Bosnia Herzegovina yang mayoritas Muslim
dengan melakukan pembersihan etnis non-Serbia dan merebut wilayah dari Bosnia dan Kroasia.
Negara Bosnia yang dideklarasikan pada tahun 1992 merupakan negara multietnis berpenduduk
4,3 juta jiwa, dengan komposisi 43,7% etnis Bosnia (90% muslim), 31,3% etnis
Serbia/Serbia-Bosnia (93% beragama Kristen Ortodox), 17,3% etnis Kroasia/Kroasia-Bosnia
(88% beragama Katolik Roma) dan etnis lainnya 5,5%. Pada awal terjadinya perang di
tahun 1992, warga negara Bosnia yang terdiri atas etnis Bosnia dan etnis Kroasia bersamasama menghadapi serangan tentara Serbia. Namun ketika keadaan Bosnia mencapai titik
kritis, dimana sekitar 70% wilayah Bosnia direbut oleh Serbia, etnis Kroasia di Bosnia dibantu
Negara Kroasia berkhianat dan berusaha merebut wilayah Bosnia yang tersisa (30%). Akibatnya
Kroasia berhasil menguasai 20% wilayah Bosnia, sementara warga muslim Bosnia hanya
menguasai 10% wilayahnya.
Tindakan ini menjadikan muslim Bosnia terjepit oleh serangan dua musuh sekaligus.
Ironisnya, dalam keadaan seperti ini PBB dan negara-negara Barat bersikeras
mempertahankan embargo senjata pada muslim Bosnia. Mereka menutup mata terhadap
pembantaian besar-besaran yang terjadi di depan mata mereka.
Dalam langkah majunya menguasai wilayah Bosnia, pasukan Serbia melakukan
pembantaian massal pada muslim Bosnia. Mereka yang beruntung masih hidup dipaksa
meninggalkan tempat tinggalnya. Sejarah mencatat perang ini ditandai dengan pemerkosaan
terhadap para wanita Islam dilakukan secara massal dan sistematis. Bayi-bayi hasil
perkosaan tentara Serbia akan dianggap warga etnis Serbia. Dengan demikian, kelak Serbia dapat
mengklaim sebagai etnis mayoritas di wilayah-wilayah yang didudukinya. Serangan Serbia
(yang kemudian dibantu oleh Kroasia) terhadap muslim Bosnia telah menyebabkan tragedi
kemanusiaan yang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia kedua. Pecahnya perang di Bosnia
tidak luput dari perhatian para mujahidin yang baru saja berhasil enjatuhkan pemerintahan
komunis di Kabul. Lima orang mujahidin dari Afghanistan segera bertolak ke Bosnia
mengecek kondisi yang sebenarnya. Salah satu dari mereka adalah Syeikh Abu Abdul Aziz.
Beliau adalah salah satu pemuda yang sejak awal bergabung dalam jihad Afghan karena
seruan Syeikh Abdullah Azzam, semoga Allah menerima syahid beliau. Temuan para utusan
tersebut di lapangan membenarkan terjadinya pembantaian terhadap kaum muslimin di Bosnia.
Maka mulailah para mujahidin dari seluruh dunia mengalir masuk ke Bosnia. Mereka
ditempatkan dalam satu batalion yang khusus terdiri atas mujahidin non Bosnia. Mereka datang
dari seluruh dunia, bahkan sebenarnya para mujahid Arab adalah minoritas, menurut
Syeikh Abu Abdul Aziz. Batalion itu dinamai Katibat al-Mujahidin (Batalion Mujahidin),
atau Odred El-Mudzahidin dalam bahasa Bosnia. Batalion tersebut merupakan bagian dari
Angkatan Bersenjata Bosnia, yaitu Batalion ke-Tujuh (SEDMI KORPUS, ARMIJA
REPUBLIKE BH) Angkatan Darat Bosnia.
Krisis yang terjadi akibat serangan Serbia dan Kroasia, ditambah kehadiran para mujahidin asing
yang ikhlas mengingatkan rakyat Bosnia akan agama yang telah mereka tinggalkan selama ini.
Semangat muslim Bosnia untuk kembali pada Islam semakin besar. Masjidmasjid mulai dipenuhi
jamaah. Jilbab semakin banyak dikenakan para muslimah Bosnia. Majelis-majelis ilmu dan
tahfiz Quran mulai bermunculan kembali.
http://abuhariz.wordpress.com/2012/05/23/sejarah-pembantaian-muslim-bosnia1992-1995/
Dibaca: 13234
Komentar: 1
Yugoslavia. Hal ini membuat Serbia marah karena rencananya mendirikan negara
Serbia Raya akan gagal apabila negaranegara bagian Yugoslavia satu per satu
memisahkan diri. Serbia tidak tinggal diam. Serbia melakukan penyerangan ke
Slovenia dan Kroasia untuk mencaplok kembali wilayah yang sudah meredeka itu
menjadi wilayah kekuasaan etnis Serbia.
Kemudian, lewat kehancuran Komunis pada tahun 1990, parlemen Bosnia dan
Herzegovina malakukan pemungutan suara pada tanggal 15 Oktober 1991 untuk
mengusahakan pelepasan wilayah ini dari Yugoslavia, dan hasilnya rakyat Bosnia
dan Herzegovina sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Bosnia
mengumumkan kemerdekaannya di bawah kepemimpinan Ali Izzet Begovic yang
memenangkan pemilihan presiden pada tahun yang sama.
PBB dan negaranegara besar lalu merestuinya, juga lebih dari 120 negara lainnya.
Ketika Federasi Yugoslavia itu hancur, tinggallah di Bosnia 60.000 tentara Serbia
yang dengan persenjataan dan perbekalan lengkap yang memungkinkan orang
orang Serbia yang minoritas menindas kaum muslimin yang ada di Bosnia.
2.4 Tragedi Kemanusiaan Bosnia Herzegovina
Sejak kemerdekaannya, Bosnia Herzegovina baru merasakan kedukaan yang
mendalam akibat konflik berdarah yang disebabkan oleh permusuhan monster
Serbia. Metode penghapusan ras ini dilakukan terhadap etnis Bosnia sebagai upaya
penghilangan etnis tertentu.
Konflik yang terjadi antara etnis Bosnia dan etnis serbia berawal dari keinginan
masyarakat Bosnia untuk memerdekakan diri dari wilayah Serbia. Akibat dari
jatuhnya kekuatan negara Yugoslavia menjadi beberapa negara. Sehingga Bosnia
yang merupakan bagian wilayah dari Yugoslavia juga berusaha untuk
memerdekakan dirinya. Hal ini yang kemudian ditentang oleh masyarakat Serbia
yang tetap menginginkan Bosnia menjadi wilayah dari negara Serbia. Hal ini
disebabkan karena letak etnis Serbia menginginkan menguasai wilayah Bosnia dan
memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Hal ini menyingkirkan etnis asli Bosnia
yang tidak menginginkan Bosnia kembali menguasai mereka.
Konflik ini merupakan konflik lokal antara penduduk asli Bosnia yang menginginkan
kemerdekaan penuh bagi negara Bosnia sesuai dengan referendum yang telah
dilakukan masyarakat Bosnia. Namun hal ini kemudian di tentang keras oleh etnis
Serbia. Sehingga konflik ini kemudian menjadi konflik antar etnis. Yaitu antara etnis
Serbia dan etnis Bosnia yang memang memiliki banyak perbedaan terutama soal
keyakinan. Konflik ini kemudian semakin besar mengingat ada upaya-upaya dari
etnis Serbia yang didukung oleh tentara dan presidennya untuk melakukan
pembersihan etnis terhadap etnis Bosnia.
Serbia membombardir ibukota Bosnia, Sarajevo dan kota lainnya dibombardir habis
habisan, gerilyawan Bosnia ditangkap dan disiksa dalam kampkamp konsentrasi
dan puluhan ribu wanita muda dan gadis kecil Bosnia diperkosa. Data menyebutkan
bahwa korban kaum muslimin sepanjang perang ini mencapai 200.000 orang yang
terbunuh. Dunia pada saat itu dipenuhi oleh korban pembantaian dan kuburan
massal yang menakutkan yang ditimpakan Serbia kepada etnis Bosnia.
Konflik ini semakin meningkat ketika Serbia membombardir ibukota Bosnia,
Sarajevo dan kota lainnya dibombardir habishabisan, gerilyawan Bosnia ditangkap
dan disiksa dalam kampkamp konsentrasi dan puluhan ribu wanita muda dan gadis
kecil Bosnia diperkosa. Data menyebutkan bahwa korban etnis Serbia sepanjang
perang ini mencapai 200.000 orang yang terbunuh. Dunia pada saat itu dipenuhi
oleh korban penyembelihan dan kuburan massal yang menakutkan yang ditimpakan
Serbia kepada etnis Bosnia. Sampai pada awal 1993, konflik antara Serbia dan
Bosnia masih belum reda walaupun pasukan penjaga perdamaian PBB yang terdiri
atas tentara Amerika Serikat, Inggris, Perancis telah melakukan operasi
pemeliharaan perdamaian.
Pembantaian ribuan etnis Serbia di Srebrenica pada Juli 1995 juga menjadi konflik
ini semakin berkepanjangan. Dan menyebabkan dinamika konflik Bosnia semakin
meningkat. Sekitar 8.000 etnis Bosnia, yang sebagian besar adalah pria dan anak
laki-laki, dibantai dalam aksi yang paling biadab dalam sejarah Eropa. Pembantaian
berlangsung saat pasukan Serbia menyerang wilayah aman dalam perlindungan
PBB, yakni Srebrenica. Pasukan Belanda yang berjaga di sana tidak mampu berbuat
apa pun. Dalang pembantaian itu Radovan Karadzic, yang saat itu menjabat
pemimpin perang Bosnia Serbia, dan Jenderal Ratko Mladic.
Pembantaian ini dimulai ketika para pengungsi yang berasal dari etnis Serbia
melakukan pelarian ke wilayah Srebrenica. Para pengungsi ini menyangka bahwa
wilayah Srebrenica merupakan wilayah aman karena dijaga oleh pasukan NATO.
Namun, ternyata itu hanyalah tipuan dari tentara serbia untuk melakukan
pembunuhan massal terhadap etnis Bosnia. Di wilayah ini kemudian ditemukan
kuburan massal etnis bosnia yang di kubur secara massal oleh tentara Serbia.
2.5 Upaya Perdamaian
Komunitas Internasional banyak membantu mengakhiri konflik yang terjadi di
Bosnia. Pengiriman pasukan perdamaian yang dilakukan oleh Perserikatan BangsaBangsa, NATO dan juga Upaya perundingan yang diprakarsai oleh Uni Eropa dan
juga Amerika Serikat. Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1992 Perserikatan
Bangsa-Bangsa membentuk UNPROFOR ( United Nation Protection Force) yaitu
pasukan perdamaian yang ditugaskan untuk menjaga perdamaian di negara-negara
pecahan Yugoslavia. Termasuk Bosnia. UNPROFOR ini terdiri dari negara-negara
anggota PBB yang mengirimkan pasukan perdamaiannya guna menjaga
perdamaian di Bosnia. Pasukan perdamain ini terdiri dari negara Amerika Serikat,
Jerman, Inggris, Prancis dan Indonesia tergabung dalam UNPROFOR ini. Sekitar
17.000 pasukan UNPROFOR tercatat dalam misi perdamaian di Yugoslavia termasuk
Bosnia. Indonesia juga tercatat membantu menjaga perdamaian di Bosnia dengan
mengirimkan pasukan Garuda 14 yang terdiri dari 25 anggota yang ditugaskan
untuk menjaga perdamaian di Bosnia dan juga memberikan bantuan medis dan
obat-obatan.
Selain itu juga Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan kepada Serbia untuk
menarik pasukannya dari wilayah Bosnia dan meminta dilakukannya perundingan
untuk mengakhiri konflik tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengirimkan
utusannya sebagai mediasi guna mencari penyelesaian konflik antara Serbia dan
Bosnia. Perserikatan Bangsa-bangsa mengutus Lewis Mckeujic selaku kepala staf
UNPROFOR. Lewat letnan Mckeujic ini terjadi perundingan antara Serbia dan Bosnia
untuk membahas mengenai penyelesaian perang di kawasan tersebut. Perundingan
ini dilaksanakan di Sarajevo tahun 1992. Dalam perundingan ini tidak tercapai
kesepakatan antara kedua belah pihak dikarenakan pihak Bosnia meninggalkan
perundingan karena terjadi ledakan bom di Sarajevo yang banyak menewaskan
warga etnis Bosnia.
Uni Eropa juga ikut berpartisipasi dalam proses perdamaian yang terjadi di Bosnia.
Masyarakat Uni Eropa mencoba mengajak kedua belah pihak yang bertikai untuk
mau melakukan perundingan guna menyelesaikan konflik tersebut. Masyarakat Uni
Eropa menjadi mediator perundingan antara Serbia dan juga Bosnia dalam
perundingan Lissabon yang dilaksanankan pada tahun 1992 guna mencari solusi
kedua belah pihak dalam menyelesaikan konflik tersebut. Dalam perjanjian ini
kedua belah pihak sepakat menjadikan Bosnia sebagai negara Federasi yang terdiri
dari tiga etnis dan memiliki wilayah masing-masing dari etnis tersebut. Yaitu, etnis
Muslim Bosnia, etnis Serbia, dan etnis Kroat Kroasia. Namun perjanjian ini juga
belum mampu menghentikan kekerasan yang terjadi di Bosnia. Karena ledakan
yang terjadi di Sarajevo tersebut menyebabkan pihak Bosnia masih merasa
terancam walaupun telah terjadi kesepakatan.
NATO sebagai sebuah pakta keamanan atlantik juga turut berpartisipasi dalam
menjaga perdamaian di kawasan Bosnia dan mengupayakan tercapainya
perdamaian di wilayah tersebut. Sekitar 35.000 pasukan NATO berada di wilayahwilayah bekas negara Federasi Yugoslavia, termasuk Bosnia. NATO jualah akhirnya
yang memaksa Serbia untuk melakukan perundingan perdamaian pada tahun 1995
dengan melakukan penyerangan terhadap negara Serbia. Hal ini dilakukan karena
upaya-upaya perdamaian yang telah dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
dan Uni Eropa serta negara-negara lainnya belum mampu mengatasi krisis yang
terjadi di Bosnia.
Beberapa perundingan yang diupayakan oleh PBB, Uni Eropa Maupun negaranegara lain :
1. Perundingan Sarajevo. Pada tanggal 17 Maret 1992 dilaksanakan pertemuan yang kelima
kalinya antara tokoh-tokoh etnis Bosnia Herzegovina (Muslim, Kroasia dan Serbia) yang
disponsori oleh Masyarakat Eropa dibawah diplomat Portugal, Hose Cutleri, yang menyarankan
adanya kantonisasi. Bosnia Herzegovina akan menjadi negara yang terdiri dari 3 unit etnik dan
tetap berada didalam batas wilayah yang ada sekarang. Usul ditolak oleh Presiden Bosnia
Herzegovina, Alija Izetbegovic yang mengakibatkan tidak tercapainya kesepakatan dalam
perundingan tersebut.
2. Pada tanggal 5 Nopember 1992, dilaksanakan perundingan diantara ketiga kelompok pihak
yang bertikai di Jenewa untuk menyusun Undang-Undang Republik Bosnia Herzegovina. Pihak
Muslim Bosnia Herzegovina mendesak diberlakukannya regionalisasi Bosnia Herzegovina tanpa
berdasarkan etnis tetapi berdasarkan prinsip geografis. Pihak Serbia Bosnia Herzegovina yang
didukung oleh Kroasia Bosnia Herzegovina mendesak konsep pembagian wilayah Bosnia
Herzegovina berdasarkan 3 etnis.
3. Pada tanggal 3 dan 4 Januari 1993, para wakil dari 3 pihak yang bertikai di Bosnia
Herzegovina mengadakan perundingan paripurna untuk yang pertama kalinya di Jenewa. Ketua
Bersama Konperensi, Lord Owen dan Vance mengusulkan suatu peta yang membagi Bosnia
Herzegovina terdiri atas 10 propinsi dimana masing-masing mempunyai wewenang yang luas
dibandingkan dengan pemerintah pusat. Bosnia Herzegovina akan merupakan negara
desentralisasi dengan pemerintahan yang kuat di 10 provinsi yang bukan berdasarkan etnis akan
tetapi berdasarkan prinsip geografis, historis dan komunikasi.
4. Pada tanggal 25 - 26 Mei 1994, wakil pihak-pihak yang bertikai di wilayah Bosnia
Herzegovina (Muslim Bosnia Herzegovina, Serbia Bosnia Herzegovina dan Kroasia Bosnia
Herzegovina) beserta Kontak Group internasional masalah Bosnia Herzegovina (wakil negara
AS, Russia dan EU) mengadakan perundingan di Talloires (Perancis) guna mencari upaya
penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Bosnia Herzegovina. Perundingan yang berlangsung
selama 2 hari tersebut memfokuskan pembicaraan tentang implementasi keputusan yang dibuat
dalam pertemuan tingkat Menteri dari negara AS, Russia dan kelompok EU pada tanggal 13 Mei
1994 di Jenewa yaitu negara Federasi Muslim - Kroasia Bosnia Herzegovina dimasa yang akan
datang akan memiliki wilayah 51% dan Faksi Serbia Bosnia Herzegovina 49%. Tidak terdapat
hasil yang konkrit dari pertemuan tersebut namun disepakati perundingan akan dilanjutkan
kembali.
5. Pada tanggal 21 Juli 1994 wakil dari pihak-pihak yang bertikai di Bosnia Herzegovina beserta
anggota Kontak Group mengadakan pertemuan di Jenewa guna membicarakan pengakhiran
krisis di Bosnia Herzegovina. Dalam pertemuan tersebut pihak-pihak yang bertikai
menyampaikan jawabannya atas proposal pembagian wilayah Bosnia Herzegovina yang telah
disampaikan 2 minggu sebelumnya. Pihak Muslim Bosnia Herzegovina dan Kroasia Bosnia
Herzegovina menerima proposal Kontak Group tersebut. Dilain pihak wakil Serbia Bosnia
Herzegovina menyampaikan jawabannya kepada Kontak Group melalui suatu amplop yang
disegel yang inti jawabannya mengatakan bahwa Majelis Serbia Bosnia Herzegovina tidak dalam
posisi untuk dapat memutuskan mengenai peace plan Kontak Group tersebut karena proposal
Kontak Group dinilai tidak jelas. Dalam jawaban Serbia Bosnia Herzegovina tersebut
mempermasalahkan persetujuan-persetujuan konstitusional, persetujuan penghentian
permusuhan, masalah kota Sarajevo, masalah akses Serbia Bosnia Herzegovina ke Laut Adriatik,
persetujuan implementasi peace plan dan masalah-masalah pencabutan sanksi-sanksi terhadap
penduduk Serbia. Jawaban Serbia Bosnia Herzegovina tersebut oleh Kontak Group (kecuali
Russia) merupakan penolakan karena tidak memberikan suatu jawaban. Dan perjanjian inipun
mengalami kegagalan.
Setelah upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB, Uni Eropa Maupun negara-negara
lainnya mengalami kegagalan dalam kurun waktu 1992 hingga 1994. Maka pada
bulan Mei tahun 1995 pakta keamanan atlantik (NATO) mengambil keputusan untuk
melakukan invasi militer ke wilayah Serbia. Invasi ini mendapatkan dukungan dari
PBB dan Uni Eropa serta Amerika Serikat guna memaksa Serbia untuk kembali
melakukan perundingan dalam upaya menyeesaikan konflik di wilayah tersebut.
Target operasi militer yang dilakukan oleh NATO ini adalah untuk menghancurkan
infrastruktur-infrastruktur yang ada di wilayah Serbia. NATO menjadi faktor yang
sangat berperan dalam upaya memaksa Serbia untuk kembali melakukan
perundingan guna mencapai perdamaian di Bosnia. Karena serangan yang
dilakukan oleh NATO tersebut berhasil memaksa Serbia untuk mau duduk dan
melakukan perundingan dengan Bosnia guna mencapai kesepakatan. Serangan
NATO tersebut berhasil melumpuhkan infrastruktur yang ada di Serbia.
Akhirnya pada bulan November tahun 1995 Serbia dan Bosnia kembali berunding
dan melakukan perjanjian di Dayton Amerika Serikat. Perjanjian ini merupakan
puncak dari semua perjanjian yang telah diupayakan PBB, Uni Eropa maupun
negara-negara lainnya. Perjanjian Dayton adalah nama perjanjian untuk
menghentikan perang di Bosnia yang sudah berlangsung selama tiga tahun
terakhir. Perjanjian ini disetujui di Pangkalan Udara Wright-Patterson di Dayton,
Ohio.
Pertemuan tersebut berlangsung sejak 1 November hingga 2 November 1995.
Peserta utamanya adalah presiden Serbia, Slobodan Miloevi, presiden Kroasia,
Franjo Tuman, presiden Bosnia, Alija Izetbegovi, kepala negosiator Amerika,
Richard Holbrooke dan Jenderal Wesley Clark.Persetujuannya ditanda tangani di
Paris, Perancis pada 14 Desember. Pembagian politik Bosnia-Herzegovina saat ini
dan struktur pemerintahannya merupakan hasil persetujuan dari Perjanjian Dayton.
http://sejarah.kompasiana.com/2010/10/07/konflik-antara-bosnia-dan-serbia-padatahun-1991-281907.html
memperebutkan wilayah tersebut. Beberapa kaum Muslim mendukung klaim Serbia dan menyebut
dirinya sebagai Muslim Serbia. Namun lebih banyak lagi yang pro Croatia dan menyebut dirinya
sebagai orang Muslim Kroasia. Pertentangan tersebut kemudian meledak menjadi kekerasan
setelah Nazi Jerman menguasai Yugoslavia tahun 1941.
Setelah menaklukkan Yugoslavia, Adolf Hitler menggabungkan bekas propinsi Croatia, Bosnia, dan
Herzegovina ke dalam negara boneka yang disebut sebagai Negara Croatia Merdeka (lebih dikenal
dengan inisial Croatia, NDH). Negara tersebut dipimpin oleh Ante Pavelic, pemimpin organisasi
nasionalis ekstrim Croatia, Ustasa (pemberontak). Rejim NDH ini berusaha membersihkan
wilayahnya dari orang Serbia, Yahudi, dan Gipsi.
Oleh kerana besarnya jumlah penduduk Serbia di NDH, kaum Ustasa bersekutu dengan kaum
Muslim guna mengimbanginya. Banyak orang Muslim yang bergabung dengan rejim tersebut, di
mana bahkan wakil presiden dan menlu NDH adalah tokoh-tokoh Muslim.
Kaum Muslim juga bergabung dengan Jerman dalam memerangi gerilyawan, baik Chetnik maupun
Partisan. Dua divisyen SS(Schutzstaffel, pengawal elit Hitler yang ditakuti) dibentuk dari kalangan
kaum Muslim Bosnia, iaitu Divisyen 'Handzar' dan 'Kama'.
Banyak orang Serbia yang selamat bergabung dengan gerilyawan Chetnik yang pro-raja dan
kemudian melancarkan pembantaian balasan terhadap orang Croatia dan Muslim. Konflik etnik
berdarah ini memberikan keuntungan bagi kelompok Partisan pimpinan Tito. Oleh karena berhaluan
komunis yang tidak membeza-bezakan latar belakang etnik dan agama, kelompok ini menarik
pendukung dari berbagai latar belakang yang tidak menyukai pertumpahan darah di antara sesama
warga Yugoslavia. Dengan demikian, kaum Partisan berhasil merebut kekuasaan di seluruh
Yugoslavia setelah usainya perang.
Yugoslavia terpecah-belah pada tahun 1991 setelah runtuhnya rejim-rejim Komunis di Eropah Timur.
Mengikuti contoh Croatia dan Slovenia, pada bulan Mac 1992 Bosnia-Herzegovina menyatakan
kemerdekaannya melalui referendum yang diikuti oleh masyarakat Muslim dan Croatia Bosnia. Hal
tersebut ditentang oleh penduduk Serbia yang ingin menguasai seluruh wilayah eks Yugoslavia.
Di bawah pimpinan Radovan Karadzic, orang Serbia Bosnia memproklamasikan Republik Srpska.
Dengan bantuan pasukan federal pimpinan Jenderal Ratko Mladic, orang Serbia Bosnia berhasil
menguasai 70 peratus wilayah negeri itu. Dalam konflik ini, etnik Serbia yang mayoritas berusaha
melenyapkan etnik Muslim dan Croatia. Terjadilah pencerobohan terbesar dalam sejarah yang
jumlah korbannya hanya kalah oleh Perang Dunia. Pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan
olah Kaum Serbia kemudian menyebabkan pemimpin-pemimpin Serbia dituduh sebagai penjahat
perang oleh PBB.
Akhirnya, setelah perang berdarah yang berlarut-larut, perdamaian di antara ketiga kelompok
tersebut berhasil dipaksakan olehNATO. Sesuai dengan Kesepakatan Dayton tahun 1995, keutuhan
wilayah Bosnia-Herzegovina ditegakkan namun negara tersebut dibagi dalam dua bagian: 51%
wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Federasi Bosnia dan Herzegovina) dan 49% Serbia (Republik
Srpska).
Kini negeri tersebut mulai menghirup perdamaian dan ketiga belah pihak berusaha membangun
saling percaya. Akan tetapi memang perlu waktu lama untuk menghapuskan permusuhan berabadabad itu. Salah satu hal yang diusahakan untuk membangun saling percaya tersebut adalah
mengadili para penjahat perang. Mantan Presiden Republik Srpska Radovan Karadi berhasil
ditangkap pada 21 Juli 2008, sementara mantan Panglima Tentara Federal Jenderal Ratko
Mladic belum tertangkap.