Anda di halaman 1dari 21

Perang Bosnia (Perang Bosnia dan Herzegovina) adalah sebuah konflik bersenjata

internasional yang terjadi pada Maret 1992 dan November 1995. Perang ini melibatkan beberapa
pihak. Konflik ini melibatkan Bosnia dan Republik Federal Yugoslavia (kemudian berganti nama
menjadi Serbia dan Montenegro) begitupula Kroasia

Perang antara etnis Serbia Bosnia dengan etnis Kroat


Bosnia
Perang antara etnis Serbia dengan etnis Kroasia terjadi pada awal tahun 1992 akibat tidak
menentunya situasi di wilayah Bosnia Herzegovina. Aksi-aksi dari pihak Kroasia terhadap pihak
Serbia Bosnia Herzegovina atau sebaliknya telah mengawali perang antara etnis Serbia Bosnia
dan Kroat Bosnia. Pecahnya konflik bersenjata antara pihak Serbia Bosnia dan Kroat Bosnia
dimulai dari serangan pihak Kroat Bosnia, di bawah pimpinan dari golongan ekstrem kanan
Kroasia, terhadap penduduk Serbia Bosnia di desa Sijekovac dekat kota Bosanski Brod (bagian
utara Bosnia Herzegovina) yang menewaskan 29 orang penduduk sipil Serbia Bosnia
Herzegovina, 7 orang wanita Serbia Bosnia menderita perkosaan dan 3 di antaranya dibunuh.
Peristiwa tersebut dilakukan oleh 35 orang kelompok bersenjata Garda Kroasia/pasukan Kroasia
di bawah pimpinan Dobrosav Paraga, yang berakibat memicu terjadinya perang antara pihak
Kroat Bosnia dengan Serbia Bosnia. Selanjutnya pertempuran antara Serbia Bosnia dengan Kroat
Bosnia tidak saja terjadi di bagian utara wilayah Bosnia Herzegovina akan tetapi juga di wilayahwilayah lainnya dimana terdapat kepentingan yang sama antara Serbia Bosnia dan Kroat Bosnia.

Perang antara etnis Serbia Bosnia dengan Muslim Bosnia


Situasi politik yang tegang, pernyataan-pernyataan para anggota pimpinan ketiga golongan etnis
yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dari hari ke hari makin mempertegang situasi,
namun keadaan masih tetap di bawah kontrol. Api perang tersulut, konflik bersenjata tidak
terhindarkan lagi setelah terjadi pembunuhan terhadap seorang etnis Serbia yang sedang
menikahkan putranya tanggal 30 Maret 1992 di pusat kota Sarajevo.
Pada saat acara pernikahan gereja selesai dan iring-iringan sedang menuju tempat parkir
kendaraan di depan gereja, pada saat itu beberapa tembakan telah dilepaskan ke arah iringiringan mempelai tersebut yang menewaskan ayah mempelai putra dan melukai pendeta yang
memberkahi perknikahan tersebut. Dalam kejadian tersebut bendera/panji-panji bangsa Serbia
yang dibawa salah seorang rombongan dirampas dan dikoyak-koyak oleh si penyerang yang
berhasil melarikan diri.
Akan tetapi hari berikutnya si penyerang berhasil ditangkap dan ternyata adalah dari etnis
Muslim Bosnia. Situasi tersebut telah mengakibatkan ketegangan di kalangan penduduk.
Pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia mencoba bertindak sebagai penengah, namun,
tidak berhasil, malah pos-pos dan tangsi-tangsi Angkatan Bersenjata Yugoslavia di blokade,
rintangan-rintangan jalanan dipasang oleh fihak Muslim dan Kroasia yang semenjak semula

sudah membentuk koalisi Serbia dan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, skenario yang terjadi di
Slovenia dan Kroasia terulang, peperangan sporadis, pecah dimana-mana.
Klimaks konflik terjadi setelah Masyarakat Eropa dan AS mengakui Bosnia Herzegovina sebagai
negara merdeka dan berdaulat. Hal ini telah mendorong pimpinan Bosnia-Herzegovina yang
terdiri dari etnis Muslim & Kroat menuduh etnis Serbia Bosnia yang sebagai "agresor" terhadap
negara merdeka dan berdaulat Republik Bosnia Herzegovina. Pertempuran antara pihak Serbia
Bosnia dengan Muslim Bosnia berkecamuk kembali terutama di wilayah Sarajevo, wilayah utara
Bosnia Herzegovina dan wilayah bagian timur Bosnia Herzegovina.
Pertempuran sengit yang masih terus berlanjut antara pasukan Muslim Bosnia dengan Serbia
Bosnia adalah pertempuran untuk memperebutkan tempat strategis di Foca (suatu kota di
wilayah bagian selatan Sarajevo yang menghubungkan garis logistik pasukan Muslim dari
Bosnia Timur ke Sarajevo) dan perebutan titik kuat di bukit Jablanica dan bukit Igman yang
terletak dipinggiran kota Sarajevo. Dari tempat-tempat strategis tersebut di atas akan dapat
menguasai Sarajevo secara keseluruhan. Pertempuran yang terus berlanjut antara Muslim Bosnia
Herzegovina dengan Serbia Bosnia Herzegovina di Sarajevo tersebut menjadikan perundingan
penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina di antara Faksi-Faksi yang bertikai di Jenewa menjadi
tertunda.

Perang antara Serbia Bosnia dengan aliansi Kroat Bosnia


dan Muslim Bosnia
Dalam upaya politik antara Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia telah terbentuk koalisi sejak
proses pemisahan diri Republik Bosnia Herzegovina dari Yugoslavia. Keadaan tersebut juga
diikuti di bidang militer dimana terjadi aliansi antara kekuatan militer Muslim Bosnia dengan
Kroat Bosnia untuk mengimbangi kekuatan Serbia Bosnia.
Penyelesaian krisis di wilayah Bosnia Herzegovina melalui perundingan yang tidak
menghasilkan sesuatu untuk menghentikan krisis Bosnia Herzegovina telah mendorong konflik
bersenjata di lapangan antara pihak Serbia Bosnia dengan Muslim-Kroat Bosnia semakin meluas
untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Dalam perang saudara, perang antar etnis dan
agama yang terjadi di Bosnia Herzegovina banyak diwarnai oleh pertempuran-pertempuran
antara pasukan Serbia Bosnia dengan pasukan Muslim-Kroat. Front pertempuran timbul di
seluruh wilayah Bosnia Herzegovina.
Pertempuran antara pihak Serbia Bosnia Herzegovina dengan Muslim-Kroat bertambah sengit
karena pihak Muslim-Kroat mendapat bantuan kekuatan dari tentara reguler Republik Kroasia
yang diperkirakan sekitar 40.000 orang dan tentara-tentara asing (Mujahidin). Kekuatan yang
berimbang tersebut mengakibatkan alotnya pertempuran namun pada akhirnya pihak Serbia
Bosnia lebih banyak memenangkan pertempuran-pertempuran, karena pasukan Serbia Bosnia
lebih terorganisir baik dari segi personel maupun perlengkapan militer.
Hasil pertempuran ternyata hampir 2/3 wilayah Bosnia Herzegovina telah dikuasai oleh pasukan
Serbia Bosnia selama 28 bulan terakhir dalam konflik bersenjata yang ada di Bosnia

Herzegovina. Akibat perang Serbia Bosnia dengan Muslim-Kroat telah menimbulkan korban
yang sangat besar jumlahnya yang diperkirakan ratusan ribu tewas (penduduk sipil maupun
militer). Gencatan senjata yang disetujui antara pihak Serbia Bosnia Herzegovina dengan
Muslim-Kroasia tidak pernah dilaksanakan akibat banyaknya formasi-formasi militer yang tidak
di bawah komando tentara reguler yang ada di Bosnia Herzegovina dan juga diperkirakan akibat
kurangnya pengaruh pimpinan politik terhadap pihak-pihak militer.
Perkembangan situasi politik di Bosnia Herzegovina turut memengaruhi perkembangan situasi
militer. Kegagalan-kegagalan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh masyarakat
internasional telah mendorong meningkatnya pertempuran-pertempuran di antara pihak-pihak
yang bertikai di Bosnia Herzegovina. Persetujuan-persetujuan gencatan senjata tidak mampu
menghentikan perang yang berkobar di antara pihak-pihak yang bertikai terutama antara pasukan
Muslim Bosnia bersama-sama dengan Kroat Bosnia melawan pasukan Serbia Bosnia.
Meningkatnya pertempuran antara pasukan Muslim Bosnia dan Kroat Bosnia melawan pasukan
Serbia Bosnia, antara lain di samping sebagai akibat terbentuknya Federasi Muslim Bosnia
dengan Kroat Bosnia sesuai inisiatip Washington pada bulan Maret 1994, juga dikarenakan
adanya persetujuan-persetujuan gencatan senjata yang tidak dipatuhi oleh pihak-pihak yang
bertikai. Dengan kata lain, satu pihak mematuhi akan tetapi pihak lainnya melakukan
pelanggaran-pelanggaran dan memanfaatkan gencatan senjata sebagai momentum yang baik
untuk melancarkan operasi-operasi militernya.
Daerah-daerah konflik yang paling sengit antara pasukan Muslim dan Kroat Bosnia melawan
Serbia Bosnia terjadi di daerah-daerah strategis utamanya di Gunung Ozren (sebelah utara kota
Sarajevo), kota Brcko (bagian utara Bosnia Herzegovina), Gorazde, Maglaj dan Olovo, akhirnya
meluas ke wilayah Sarajevo yaitu di kota Vares (lebih kurang 40 km dari Sarajevo). Dalam
pertempuran tersebut pasukan Muslim Kroat berusaha untuk merebut wilayah-wilayahnya yang
hilang selama terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina 2 tahun sebelumnya karena pasukan
Serbia Bosnia telah menguasai hampir 2/3 wilayah Bosnia Herzegovina selama pertempuranpertempuran dengan pihak Muslim Bosnia maupun pihak Kroat Bosnia.

Perang etnis Muslim Bosnia dengan etnis Kroat Bosnia


Meskipun antara etnis Muslim dengan Kroat telah membentuk koalisi, akan tetapi pada
prinsipnya kedua kelompok tersebut mempunyai kepentingan yang berbeda dalam krisis di
Bosnia Herzegovina. Persekutuan Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia hanya merupakan upaya
untuk mencapai tujuan masing-masing. Pihak Kroat Bosnia mempunyai cita-cita untuk
menyatukan Bosnia Herzegovina dengan Kroasia ataupun memisahkan wilayah dimana terdapat
etnis Kroat Bosnia untuk selanjutnya bergabung dengan Republik Kroasia.
Dilain pihak Faksi Muslim Bosnia menghendaki Bosnia Herzegovina sebagai negara kesatuan
dan menentang pembagian Bosnia Herzegovina kedalam bentuk apapun serta bercita-cita untuk
membentuk Negara Islam. Konflik bersenjata antara Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia tidak
terlepas dari gagasan Cyrus Vance dan Lord R. Owen untuk membagi wilayah Bosnia
Herzegovina kedalam 10 Provinsi dimana di antaranya terdapat 3 Provinsi bersama antara
penduduk Muslim dan penduduk Kroat. Aspirasi dari Rencana Vance Owen tersebut lah

yang memicu terjadinya perang antara Faksi Muslim dengan Kroat yang sejak semula
mempunyai kepentingan yang berbeda dalam krisis Bosnia Herzegovina.
Terjadinya perang antara Faksi Muslim Bosnia dan Kroat Bosnia di Bosnia Tengah yang terus
berkecamuk, di antaranya adalah untuk mendominasi potensi-potensi ekonomi dan militer di
wilayah bersama antara penduduk Muslim dan Kroat. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa
perang yang paling sengit terjadi di kota-kota dimana terdapat lahan-lahan pabrik senjata ataupun
industri-industri militer. Akibat perang tersebut tidak saja menimbulkan korban dikalangan
penduduk maupun militer akan tetapi industri-industri militer tersebut turut pula mengalami
kehancuran.
Oleh sebab itu perang antara Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia secara tidak langsung ikut
menghancurkan potensi militer di Bosnia Tengah. Situasi pertempuran antara pasukan Muslim
Bosnia Herzegovina dengan Kroasia Bosnia Herzegovina pada awalnya kemenangan di pihak
Kroasia Bosnia Herzegovina akan tetapi dalam posisi terakhir pasukan Muslim Bosnia
Herzegovina dapat memukul pasukan Kroasia Bosnia Herzegovina dimana pasukan Muslim
Bosnia telah mendapat perkuatan dari pasukan-pasukan sukarelawan asing (khususnya
Mujahidin yang diperkirakan berjumlah 3.000 orang) dan mulai menguasai kota-kota penting di
Bosnia Tengah. Pertempuran antara Kroat Bosnia dengan Muslim Bosnia di Bosnia Tengah telah
menimbulkan korban dan pengungsian penduduk besar-besaran dari wilayah tersebut yang sering
disebut dengan istilah ethnic cleansing.

Pertikaian antar Muslim di Bosnia Barat

Yugoslavia (awal 1994)


Setelah Konferensi-Konferensi mengenai Perdamaian tentang Bosnia Herzegovina gagal,
akhirnya pada tanggal 27 September 1993, Cazin-Krajina, daerah kantong Muslim yang paling
besar di bagian barat Bosnia Herzegovina telah diproklamirkan dan ditetapkan sebagai Provinsi
Otonomi Bosnia Barat (Autonomous Province of Western Bosnia). Proklamasi Provinsi Otonomi
Bosnia Barat dilakukan dengan suara bulat oleh 400 delegasi dalam suatu Sidang Konstitusional
Parlemen di Velika Kladusa (kota terbesar di wilayah Cazin-Krajina). Badan yang sama juga
memilih dengan suara bulat Fikret Abdic sebagai Presiden APWB. Proklamasi ini ditentang oleh
pemimpin Muslim Bosnia, Alija Izetbegovic, yang memerintahkan pasukannya untuk menindak
Fikret Abdic sehingga menimbulkan pecahnya perang di kalangan Muslim sendiri yaitu antara

Faksi Muslim Bosnia Herzegovina pengikut Alija Izetbegovic melawan pengikut Muslim
moderat Fikret Abdic.
Upaya-upaya pihak Muslim Bosnia Herzegovina pimpinan Alija Izetbegovic dalam
menyelesaikan perselisihannya dengan pimpinan Muslim Bosnia Herzegovina Barat pimpinan
Fikret Abdic baik secara persuasip maupun dengan kekerasan tetap tidak dapat menghentikan
sikap Muslim Bosnia Herzegovina Barat yang telah memproklamirkan dirinya sebagai Provinsi
Otonomi Bosnia Barat. Kondisi tersebut telah mendorong semakin sengitnya pertempuran kedua
belah pihak yang mengakibatkan jatuhnya korban di pihak masing-masing.
Perkembangan yang menarik dari konflik antar Muslim Bosnia Herzegovina bagian barat
tersebut adalah adanya sikap pasukan Alija Izetbegovic yang tidak sepenuhnya bertempur
menghadapi pasukan pimpinan Fikret Abdic bahkan tidak sedikit pasukan-pasukan pimpinan
Alija Izetbegovic yang menyeberang ke pihak Fikret Abdic. Kondisi tersebut telah memaksa
banyaknya pergantian-pergantian unsur pimpinan militer Alija Izetbegovic di Bosnia
Herzegovina Barat.

Sejarah Konflik di Bosnia


Wilayah Bosnia yang terletak di jantung dari Federasi Yugoslavia, yang menjadi daerah
perebutan pengaruh sejak zaman Kerajaan Austro-Hungaria melawan pengaruh Kerajaan Turki
pada saat Kekaisaran Ottoman. Bubarnya Yugoslavia lama, tampaknya oleh negara-negara
sekitarnya maupun dari negara-negara Big Power/luar menginginkan agar Yugoslavia mini ini
ikut bubar. Adanya pemerintahan yang diatur bergilir oleh tiga etnis dominant di Bosnia
(Muslim, Serbia dan Kroat), ikut menambah kerawanan negeri ini, karena pengaruh pada salah
satu etnis dari negara tetangga ataupun dari luar, dapat segera membakar kearah pertikaian.
Penguasaan Bosnia secara bulat oleh Republik-Republik di sekitarnya ataupun menjadi suatu
negara yang berdasarkan konstitusi Islam, akan dipandang cukup membahayakan negara-negara
Eropa. Dilihat dari segi Sosial Budaya maka keberadaan tiga etnis dominan yang terdiri dari 3
suku yang berbasis pada agama yang berbeda, setelah kesadaran beragama mulai terusik
sedangkan UUD-nya tidak mengatur tentang kerukunan hidup beragama karena tidak adanya
suatu idiologi yang mengikat kesadaran berbangsa, maka perbedaan di antara penduduk semakin
tajam. Perbedaan ini menjadi bertambah berbahaya ketika pimpinan politik dan pengaruh luar
ikut mengeksploitir kekuasaan berdasarkan etnis dan agama ini.
Pada saat Tito berkuasa, mereka dipersatukan oleh kepemimpinan Tito yang kharismatik,
program Unity and Brotherhood yang cukup baik sehingga wilayah ini menjadi sangat
potensial bagi keberadaan Yugoslavia pada waktu itu. Dari kacamata ekonomi, kekayaan alam
dan bahan tambang yang dikandung dalam wilayah Bosnia Herzegovina, merupakan daya tarik
lainnya bagi siapa yang menguasai wilayah ini. Hampir 80% medan gunung-gunung dengan
sungai yang berjeram merupakan daerah yang menguntungkan bagi penyediaan listrik tenaga air
(Hydropower plant). Demikian juga kekayaan akan tambang bauxit, magnesium, asbes, dalomit,
batubara, minyak, lignite, garam dan lain-lain, merupakan tambang yang potensial bagi
berjalannya industrialisasi. Sewaktu Tito berkuasa, wilayah ini kemudian menjadi pilihan
ditempatkannya lebih dari 60% pabrik-pabrik Yugoslavia.

Oleh sebab itu Bosnia Herzegovina merupakan mesin utama bagi jalannya perindustrian
Yugoslavia. Daerah-daerah industri yang ada di Bosnia Herzegovina di antaranya ialah Pabrik
senjata artileri dan mortir di Novitravnik, Pabrik tank/kendaraan lapis baja di Bosanki Brod, Oil
Refinery di Slavonski Brod, Pabrik aluminium dan pesawat terbang di Mostar, Pabrik bahan
kimia di Sabac dan Tuzla, Pabrik senjata ringan Pretis di Vogasca (dekat Sarajevo), Pabrik
senjata dan munisi Igman di Konjic, Pabrik kimia, mesin, ranjau, tambang batubara dan lignite
di Tuzla, Pabrik besi dan baja di Zenica, Pabrik minyak roket, bahan ledak, bubuk mesiu di
Vitez, Pabrik munisi di Gorazde, Pabrik battery di Luskovac, Pabrik perlengkapan militer di
Foca dan Capljina dan lain-lain. Kota dimana pabrik-pabrik serta wilayah tambang tersebut di
atas pada umumnya di dalam kekuasaan etnis Muslim dan etnis Kroat, sehingga saat itu
merupakan daerah perebutan kekuasaan (trouble spot). Beberapa di antaranya dilindungi oleh
PBB/UNPROFOR untuk mencegah penghancuran daerah-daerah krisis tersebut.
Dari pandangan Strategi Militer, keberadaan pabrik-pabrik bagi keperluan militer yang lebih dari
60% berada di wilayah Bosnia Herzegovina merupakan daya tarik utama akan penguasaan
wilayah ini. Pada masa Tito berkuasa, dengan pertimbangan keamanan, dan perlindungan alam
yang baik maka Bosnia Herzegovina dipilih untuk kedudukan wilayah industri militer, karena
dipandang aman dari ancaman Pakta Warsawa maupun Pakta NATO. Ditinjau dari segi etnis,
bahasa dan sosial budaya, Yugoslavia sebagai negara sosialis self-management merupakan
tujuan utama bagi ahli-ahli / para teknokrat eks Pakta Warsawa untuk keluar dari Uni Soviet.
Tidak mustahil bila mereka berhasil masuk ke Yugoslavia dalam keadaan bersatu, maka
Yugoslavia akan dapat menjadi negara super power di bidang pertahanan dan keamanan
dikemudian hari.
Dengan terpusatnya industri militer Yugoslavia berada di Bosnia Herzegovina, maka ahli-ahli
tersebut dikhawatirkan akan berada di wilayah ini. Untuk mencegah hal tersebut negara-negara
Big Power terutama dari Blok Barat, tentunya menjadikan wilayah Bosnia Herzegovina
sebagai wilayah kepentingannya. Di sisi lain dengan bubarnya Pakta Warsawa maka Eropa
dikhawatirkan akan kebanjiran stock senjata eks Blok Timur, yang akan bermuara pada
meningkatnya organisasi senjata secara liar di Eropa dan selanjutnya akan membahayakan
keamanan Eropa. Dengan adanya perang Bosnia maka aliran senjata lebih tersebut secara tidak
langsung akan mengarah ke wilayah ini. Dengan menumpuknya beberapa kepentingan di
wilayah Bosnia Herzegovina maka wilayah ini layak untuk disebut daerah rawan atau titik kritis
bagi negara-negara di Eropa.
Bosnia-Herzegovina adalah salah satu negara kecil di Semenanjung Balkan, Eropa bagian
Tenggara. Luas wilayahnya hanya 51.233 km persegi (sedikit lebih luas dari Propinsi Jawa
Timur). Islam masuk ke kawasan Balkan (termasuk Bosnia) sekitar tahun 1389, ketika
wilayah Balkan ada di bawah kekuasaan Turki Utsmani antara abad XII hingga akhir abad XIX.
Pada tahun 1918, Bosnia menjadi wilayah Yugoslavia. Akhir Perang Dunia ke II
menempatkan rezim komunis di puncak kekuasaan Yugoslavia. Mulai saat itulah umat Islam
Bosnia mengalami sekularisasi yang kuat, hingga sebagian besar kaum muslimin Bosnia
melupakan agamanya meskipun masih mengaku beragama Islam.

Keruntuhan komunis di Uni Soviet membawa efek yang serupa pada Yugoslavia yang
merupakan negara satelit Uni Soviet. Runtuhnya sistem komunis pada akhir 1988
menyebabkan Yugoslavia terpecah menjadi enam negara, yaitu Serbia, Kroasia, Bosnia,
Macedonia, Slovenia dan Montenegro.
Awalnya, Slovenia dan Kroasia menyatakan memisahkan diri dari Yugoslavia dan menjadi
negara berdaulat. Selepas itu, Yugoslavia menjadi negara yang senantiasa berubah, baik
wilayahnya maupun populasinya. Menyusul Slovenia dan Kroasia, Bosnia melalui
referendum tahun 1992 pun menyatakan pemisahan diri dari Yugoslavia dan menjadi
negara berdaulat dipimpin Presiden Alija Izatbigovic. Inilah yang memicu pembantaian rakyat
Muslim Bosnia oleh bangsa Serbia pimpinan Slobodan Milosevic pada 1992.
Serbia berupaya mempertahankan kesatuan Yugoslavia. Etnis Serbia yang umumnya
bergama Kristen Ortodox ini ingin mendominasi pemerintahan, militer dan administrasi negara.
Di Serbia terdapat sekitar 6 juta etnis Serbia, sedangkan di Bosnia 1,36 juta jiwa dan di Kroasia
0,5 juta jiwa. Milosevic berobsesi mewujudkan Negara Serbia Raya yang bersifat monoetnis,
maka ia menentang habis-habisan berdirinya Bosnia Herzegovina yang mayoritas Muslim
dengan melakukan pembersihan etnis non-Serbia dan merebut wilayah dari Bosnia dan Kroasia.
Negara Bosnia yang dideklarasikan pada tahun 1992 merupakan negara multietnis berpenduduk
4,3 juta jiwa, dengan komposisi 43,7% etnis Bosnia (90% muslim), 31,3% etnis
Serbia/Serbia-Bosnia (93% beragama Kristen Ortodox), 17,3% etnis Kroasia/Kroasia-Bosnia
(88% beragama Katolik Roma) dan etnis lainnya 5,5%. Pada awal terjadinya perang di
tahun 1992, warga negara Bosnia yang terdiri atas etnis Bosnia dan etnis Kroasia bersamasama menghadapi serangan tentara Serbia. Namun ketika keadaan Bosnia mencapai titik
kritis, dimana sekitar 70% wilayah Bosnia direbut oleh Serbia, etnis Kroasia di Bosnia dibantu
Negara Kroasia berkhianat dan berusaha merebut wilayah Bosnia yang tersisa (30%). Akibatnya
Kroasia berhasil menguasai 20% wilayah Bosnia, sementara warga muslim Bosnia hanya
menguasai 10% wilayahnya.
Tindakan ini menjadikan muslim Bosnia terjepit oleh serangan dua musuh sekaligus.
Ironisnya, dalam keadaan seperti ini PBB dan negara-negara Barat bersikeras
mempertahankan embargo senjata pada muslim Bosnia. Mereka menutup mata terhadap
pembantaian besar-besaran yang terjadi di depan mata mereka.
Dalam langkah majunya menguasai wilayah Bosnia, pasukan Serbia melakukan
pembantaian massal pada muslim Bosnia. Mereka yang beruntung masih hidup dipaksa
meninggalkan tempat tinggalnya. Sejarah mencatat perang ini ditandai dengan pemerkosaan
terhadap para wanita Islam dilakukan secara massal dan sistematis. Bayi-bayi hasil
perkosaan tentara Serbia akan dianggap warga etnis Serbia. Dengan demikian, kelak Serbia dapat
mengklaim sebagai etnis mayoritas di wilayah-wilayah yang didudukinya. Serangan Serbia

(yang kemudian dibantu oleh Kroasia) terhadap muslim Bosnia telah menyebabkan tragedi
kemanusiaan yang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia kedua. Pecahnya perang di Bosnia
tidak luput dari perhatian para mujahidin yang baru saja berhasil enjatuhkan pemerintahan
komunis di Kabul. Lima orang mujahidin dari Afghanistan segera bertolak ke Bosnia
mengecek kondisi yang sebenarnya. Salah satu dari mereka adalah Syeikh Abu Abdul Aziz.
Beliau adalah salah satu pemuda yang sejak awal bergabung dalam jihad Afghan karena
seruan Syeikh Abdullah Azzam, semoga Allah menerima syahid beliau. Temuan para utusan
tersebut di lapangan membenarkan terjadinya pembantaian terhadap kaum muslimin di Bosnia.
Maka mulailah para mujahidin dari seluruh dunia mengalir masuk ke Bosnia. Mereka
ditempatkan dalam satu batalion yang khusus terdiri atas mujahidin non Bosnia. Mereka datang
dari seluruh dunia, bahkan sebenarnya para mujahid Arab adalah minoritas, menurut
Syeikh Abu Abdul Aziz. Batalion itu dinamai Katibat al-Mujahidin (Batalion Mujahidin),
atau Odred El-Mudzahidin dalam bahasa Bosnia. Batalion tersebut merupakan bagian dari
Angkatan Bersenjata Bosnia, yaitu Batalion ke-Tujuh (SEDMI KORPUS, ARMIJA
REPUBLIKE BH) Angkatan Darat Bosnia.
Krisis yang terjadi akibat serangan Serbia dan Kroasia, ditambah kehadiran para mujahidin asing
yang ikhlas mengingatkan rakyat Bosnia akan agama yang telah mereka tinggalkan selama ini.
Semangat muslim Bosnia untuk kembali pada Islam semakin besar. Masjidmasjid mulai dipenuhi
jamaah. Jilbab semakin banyak dikenakan para muslimah Bosnia. Majelis-majelis ilmu dan
tahfiz Quran mulai bermunculan kembali.
http://abuhariz.wordpress.com/2012/05/23/sejarah-pembantaian-muslim-bosnia1992-1995/

Konflik antara Bosnia dan Serbia pada Tahun 1991


OPINI | 07 October 2010 | 12:09

Dibaca: 13234

Komentar: 1

2.1 Keadaan Umum Bosnia Herzegovina


Negara pecahan Yugoslavia ini terletak di Barat Daya Eropa. Luas negaranya 51.233
km2. Jumlah penduduk Bosnia sebanyak 3.800.000 jiwa dengan presentase etnis di
Bosnia 47 % bosnia, etnis Serbia 39 %, etnis kroasia 17 %. Bahasa yang digunakan
adalah bahasa SerboKroasia (bahasa resmi), Slow, dan Serbia. Hasil pertanian
yang paling banyak dihasilkan adalah jagung, gandum, dan jawaaut. Mata uang
yang digunakan adalah mata uang dinar.
Bosnia Herzegovina dibagi menjadi Federasi Bosnia dan Herzegovina dan Republika
Srpska. Distrik Brko bukan bagian kedua entitas politik ini, tetapi diperintah secara

supranatural dan dijaga olehe tentara internasional. Federasi Bosnia dan


Herzegovina dibagi menjadi 10 kanton: Una-Sana, Posavina, Tuzla, Zenica-Doboj,
Podrinje Bosnia, Bosnia Tengah, Herzegovina-Neretva, Herzegovina Barat, Sarajevo,
Bosnia Barat.
2.2 Sejarah Bosnia Herzegovina
Kekuatan yang berpengaruh dalam sejarah negeria Bosnia muncul pada akhir abad
ke-13, ketika wilayah tersebut ditaklukkan oleh kerajaan Turki Usmani. Dalam
perkembangannya, kaum Muslim Bosnia mendapatkan status sama dengan orang
Turki asli. Mereka menjadi tangan kanan orang Turki untuk memerintah penduduk
Bosnia yang tetap memeluk agama leluhurnya. Oleh karena itu mereka menjadi
pembela fanatik Kesultan Usmani untuk menjaga hak-hak istimewa mereka. Ketika
Turki melemah, negara-negara jajahannya di Balkan memerdekakan diri. Salah satu
di antaranya adalah Serbia. Negara yang baru merdeka ini berusaha
menggabungkan Bosnia namun ambisinya digagalkan oleh kekaisaran Austria Hongaria, yang mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1908. Hal tersebut
kemudian mendorong kaum nasionalis Serbia membunuh putera mahkota
kekaisaran tersebut di Sarajevo pada tahun 1914, yang kemudian menyebabkan
pecahnya Perang Dunia I.
Setelah Perang Dunia I usai, Bosnia-Herzegovina, bersama-sama dengan Kroasia,
Slovenia, dan Vojvodina, diserahkan oleh Austria kepada Kerajaan SerbiaMontenegro. Dari penggabungan ini muncullah Kerajaan Yugoslavia (Slavia Selatan).
Akan tetapi perpecahan segera melanda negeri itu akibat pertentangan dua etnis
utamanya. Orang Serbia berusaha membangun negara kesatuan sementara orang
Kroasia menginginkan federasi yang longgar. etnis Bosnia terjebak dalam pertikaian
tersebut karena kedua pihak memperebutkan wilayah tersebut. Beberapa etnis
Bosnia mendukung klaim Serbia dan menyebut dirinya sebagai etnis Serbia. Namun
lebih banyak lagi yang pro Kroasia dan menyebut dirinya sebagai orang etnis
Kroasia. Pertentangan tersebut kemudian meledak menjadi kekerasan setelah
Jerman Nazi menguasai Yugoslavia tahun 1941.
Setelah meraih kekuasaan atas Yugoslavia, Tito berusaha membangun kembali
persaudaran negeri itu di bawah bendera komunisme. Dalam upayanya untuk
mengatasi perselisihan antar kelompok etnis dan agama, dia membentuk negeri itu
menurut sistem federal yang ditarik berdasarkan etnisitas. Bosnia, yang karena
memiliki penduduk yang plural, merupakan ujian berat bagi Tito. Orang Serbia
menuntut penggabungan wilayah tersebut karena penduduk Serbia yang hampir
mencapai setengah dari total penduduk di sana pada masa itu. Akan tetapi Tito
menolaknya. Dia tidak ingin membuat Serbia menjadi kuat seperti sebelumnya.
Oleh karena itu, dia memutuskan untuk memecah belah orang Serbia. Wilayah
Serbia diperkecil dengan membentuk dua republik federal (yaitu Montenegro dan
Makedonia) serta dua propinsi otonom (Vojvodina dan Kosovo). Tito, sebagai

seorang Kroasia-Bosnia, memutuskan bahwa wilayah Bosnia-Herzegovina harus


menjadi sebuah republik federal.
Dengan demikian, orang Serbia dapat diimbangi oleh gabungan etnis BosniaKroasia di wilayah tersebut. Selain itu, Tito memutuskan bahwa etnis Bosnia
diperbolehkan menyebut dirinya sebagai orang Muslimani (Muslim) sehingga tidak
perlu menyebut dirinya sebagai orang Muslim Serbia atau Muslim Kroasia.
Dalam menghadapi ketidakpuasan atas keputusan tersebut, rezim Tito memakai
tangan besi untuk menghadapinya. Cara tersebut memang efektif tapi hanya untuk
sementara waktu. Ketika Tito meninggal, pertikaian antar etnik dan menjurus
kepada agama kembali meletus di Yugoslavia, yang kemudian meruntuhkan negara
tersebut.
Pada tahun 1389, orangorang Utsmaniyah yang dipimpin oleh Sultan Murad bin
Orkhan berhasil meraih kemenangan yang meremukkan tentara Serbia dalam
perang Kosovo, dan menjadikan Bosnia sebagai bagian dari wilayah Utsmaniyah
(Turki) dari tahun 1463. Sejak saat itulah Islam mulai menyebar dan mendarah
daging di sana. Orangorang Utsmaniyah telah menderita kerugian cukup lama
karena kekayaan lokal negeri ini disubsidi oleh orangorang Eropa.
Pada tahun 1878, Austria berhasil menguasai dua wilayah, yaitu Bosnia dan
Herzegovina yang telah direbutnya dari tangan pemerintahan Utsmaniyah. Maka,
pada tahun 1908, kekaisaran Austria mengumumkan penggabungan Bosnia dan
Herzegovina ke dalam wilayahnya. Etnis Bosnia bangkit menentang keputusan ini
dengan segala kekuatan, tetapi usaha mereka berakhir dengan siasia. Percikan
awal yang menyebabkan terjadinya Perang Dunia I bermula dari Sarajevo (ibukota
Bosnia) sebagai pengaruh atas pembunuhan putra mahkota Austria, Frans
Ferdinand dan istrinya di tangan seorang pemuda bernama Princip yang mengaku
sebagai pemuda anggota gerakan Serbia raya. Peperangan ini telah membawa
kehancuran kekaisaran Austria/Hungaria. Maka, Hungaria memisahkan diri dan
mendirikan kerajaan Yugoslavia (dengan menjadikan Bosnia dan Herzegovina
sebagai bagian dari wilayahnya) pada tahun 1918.
Pada masa antara dua Perang Dunia ini, Bosnia berada di bawah naungan
kekuasaan Yugoslavia (SerbiaKroasiaSlovenia). Pada tahun 1971, negara Federasi
Yugoslavia mengizinkan etnis Bosnia untuk membentuk daerah otonomi yang
tergabung ke dalam federasi ini (pada masa presiden Bros Tito).
2.3 Kemerdekaan Bosnia dan Timbulnya Perang Saudara
Terjadinya perubahan politik globalisasi membawa pangaruh di negara Federasi
Yugoslavia. Perang saudara di Yugoslavia diawali dengan merdekanya Kroasia dan
Slovenia pada tanggal 25 Juni 1991. Mereka memisahkan diri dari negara Federasi

Yugoslavia. Hal ini membuat Serbia marah karena rencananya mendirikan negara
Serbia Raya akan gagal apabila negaranegara bagian Yugoslavia satu per satu
memisahkan diri. Serbia tidak tinggal diam. Serbia melakukan penyerangan ke
Slovenia dan Kroasia untuk mencaplok kembali wilayah yang sudah meredeka itu
menjadi wilayah kekuasaan etnis Serbia.
Kemudian, lewat kehancuran Komunis pada tahun 1990, parlemen Bosnia dan
Herzegovina malakukan pemungutan suara pada tanggal 15 Oktober 1991 untuk
mengusahakan pelepasan wilayah ini dari Yugoslavia, dan hasilnya rakyat Bosnia
dan Herzegovina sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Bosnia
mengumumkan kemerdekaannya di bawah kepemimpinan Ali Izzet Begovic yang
memenangkan pemilihan presiden pada tahun yang sama.
PBB dan negaranegara besar lalu merestuinya, juga lebih dari 120 negara lainnya.
Ketika Federasi Yugoslavia itu hancur, tinggallah di Bosnia 60.000 tentara Serbia
yang dengan persenjataan dan perbekalan lengkap yang memungkinkan orang
orang Serbia yang minoritas menindas kaum muslimin yang ada di Bosnia.
2.4 Tragedi Kemanusiaan Bosnia Herzegovina
Sejak kemerdekaannya, Bosnia Herzegovina baru merasakan kedukaan yang
mendalam akibat konflik berdarah yang disebabkan oleh permusuhan monster
Serbia. Metode penghapusan ras ini dilakukan terhadap etnis Bosnia sebagai upaya
penghilangan etnis tertentu.
Konflik yang terjadi antara etnis Bosnia dan etnis serbia berawal dari keinginan
masyarakat Bosnia untuk memerdekakan diri dari wilayah Serbia. Akibat dari
jatuhnya kekuatan negara Yugoslavia menjadi beberapa negara. Sehingga Bosnia
yang merupakan bagian wilayah dari Yugoslavia juga berusaha untuk
memerdekakan dirinya. Hal ini yang kemudian ditentang oleh masyarakat Serbia
yang tetap menginginkan Bosnia menjadi wilayah dari negara Serbia. Hal ini
disebabkan karena letak etnis Serbia menginginkan menguasai wilayah Bosnia dan
memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Hal ini menyingkirkan etnis asli Bosnia
yang tidak menginginkan Bosnia kembali menguasai mereka.
Konflik ini merupakan konflik lokal antara penduduk asli Bosnia yang menginginkan
kemerdekaan penuh bagi negara Bosnia sesuai dengan referendum yang telah
dilakukan masyarakat Bosnia. Namun hal ini kemudian di tentang keras oleh etnis
Serbia. Sehingga konflik ini kemudian menjadi konflik antar etnis. Yaitu antara etnis
Serbia dan etnis Bosnia yang memang memiliki banyak perbedaan terutama soal
keyakinan. Konflik ini kemudian semakin besar mengingat ada upaya-upaya dari
etnis Serbia yang didukung oleh tentara dan presidennya untuk melakukan
pembersihan etnis terhadap etnis Bosnia.

Serbia membombardir ibukota Bosnia, Sarajevo dan kota lainnya dibombardir habis
habisan, gerilyawan Bosnia ditangkap dan disiksa dalam kampkamp konsentrasi
dan puluhan ribu wanita muda dan gadis kecil Bosnia diperkosa. Data menyebutkan
bahwa korban kaum muslimin sepanjang perang ini mencapai 200.000 orang yang
terbunuh. Dunia pada saat itu dipenuhi oleh korban pembantaian dan kuburan
massal yang menakutkan yang ditimpakan Serbia kepada etnis Bosnia.
Konflik ini semakin meningkat ketika Serbia membombardir ibukota Bosnia,
Sarajevo dan kota lainnya dibombardir habishabisan, gerilyawan Bosnia ditangkap
dan disiksa dalam kampkamp konsentrasi dan puluhan ribu wanita muda dan gadis
kecil Bosnia diperkosa. Data menyebutkan bahwa korban etnis Serbia sepanjang
perang ini mencapai 200.000 orang yang terbunuh. Dunia pada saat itu dipenuhi
oleh korban penyembelihan dan kuburan massal yang menakutkan yang ditimpakan
Serbia kepada etnis Bosnia. Sampai pada awal 1993, konflik antara Serbia dan
Bosnia masih belum reda walaupun pasukan penjaga perdamaian PBB yang terdiri
atas tentara Amerika Serikat, Inggris, Perancis telah melakukan operasi
pemeliharaan perdamaian.
Pembantaian ribuan etnis Serbia di Srebrenica pada Juli 1995 juga menjadi konflik
ini semakin berkepanjangan. Dan menyebabkan dinamika konflik Bosnia semakin
meningkat. Sekitar 8.000 etnis Bosnia, yang sebagian besar adalah pria dan anak
laki-laki, dibantai dalam aksi yang paling biadab dalam sejarah Eropa. Pembantaian
berlangsung saat pasukan Serbia menyerang wilayah aman dalam perlindungan
PBB, yakni Srebrenica. Pasukan Belanda yang berjaga di sana tidak mampu berbuat
apa pun. Dalang pembantaian itu Radovan Karadzic, yang saat itu menjabat
pemimpin perang Bosnia Serbia, dan Jenderal Ratko Mladic.
Pembantaian ini dimulai ketika para pengungsi yang berasal dari etnis Serbia
melakukan pelarian ke wilayah Srebrenica. Para pengungsi ini menyangka bahwa
wilayah Srebrenica merupakan wilayah aman karena dijaga oleh pasukan NATO.
Namun, ternyata itu hanyalah tipuan dari tentara serbia untuk melakukan
pembunuhan massal terhadap etnis Bosnia. Di wilayah ini kemudian ditemukan
kuburan massal etnis bosnia yang di kubur secara massal oleh tentara Serbia.
2.5 Upaya Perdamaian
Komunitas Internasional banyak membantu mengakhiri konflik yang terjadi di
Bosnia. Pengiriman pasukan perdamaian yang dilakukan oleh Perserikatan BangsaBangsa, NATO dan juga Upaya perundingan yang diprakarsai oleh Uni Eropa dan
juga Amerika Serikat. Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1992 Perserikatan
Bangsa-Bangsa membentuk UNPROFOR ( United Nation Protection Force) yaitu
pasukan perdamaian yang ditugaskan untuk menjaga perdamaian di negara-negara
pecahan Yugoslavia. Termasuk Bosnia. UNPROFOR ini terdiri dari negara-negara
anggota PBB yang mengirimkan pasukan perdamaiannya guna menjaga

perdamaian di Bosnia. Pasukan perdamain ini terdiri dari negara Amerika Serikat,
Jerman, Inggris, Prancis dan Indonesia tergabung dalam UNPROFOR ini. Sekitar
17.000 pasukan UNPROFOR tercatat dalam misi perdamaian di Yugoslavia termasuk
Bosnia. Indonesia juga tercatat membantu menjaga perdamaian di Bosnia dengan
mengirimkan pasukan Garuda 14 yang terdiri dari 25 anggota yang ditugaskan
untuk menjaga perdamaian di Bosnia dan juga memberikan bantuan medis dan
obat-obatan.
Selain itu juga Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan kepada Serbia untuk
menarik pasukannya dari wilayah Bosnia dan meminta dilakukannya perundingan
untuk mengakhiri konflik tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengirimkan
utusannya sebagai mediasi guna mencari penyelesaian konflik antara Serbia dan
Bosnia. Perserikatan Bangsa-bangsa mengutus Lewis Mckeujic selaku kepala staf
UNPROFOR. Lewat letnan Mckeujic ini terjadi perundingan antara Serbia dan Bosnia
untuk membahas mengenai penyelesaian perang di kawasan tersebut. Perundingan
ini dilaksanakan di Sarajevo tahun 1992. Dalam perundingan ini tidak tercapai
kesepakatan antara kedua belah pihak dikarenakan pihak Bosnia meninggalkan
perundingan karena terjadi ledakan bom di Sarajevo yang banyak menewaskan
warga etnis Bosnia.
Uni Eropa juga ikut berpartisipasi dalam proses perdamaian yang terjadi di Bosnia.
Masyarakat Uni Eropa mencoba mengajak kedua belah pihak yang bertikai untuk
mau melakukan perundingan guna menyelesaikan konflik tersebut. Masyarakat Uni
Eropa menjadi mediator perundingan antara Serbia dan juga Bosnia dalam
perundingan Lissabon yang dilaksanankan pada tahun 1992 guna mencari solusi
kedua belah pihak dalam menyelesaikan konflik tersebut. Dalam perjanjian ini
kedua belah pihak sepakat menjadikan Bosnia sebagai negara Federasi yang terdiri
dari tiga etnis dan memiliki wilayah masing-masing dari etnis tersebut. Yaitu, etnis
Muslim Bosnia, etnis Serbia, dan etnis Kroat Kroasia. Namun perjanjian ini juga
belum mampu menghentikan kekerasan yang terjadi di Bosnia. Karena ledakan
yang terjadi di Sarajevo tersebut menyebabkan pihak Bosnia masih merasa
terancam walaupun telah terjadi kesepakatan.
NATO sebagai sebuah pakta keamanan atlantik juga turut berpartisipasi dalam
menjaga perdamaian di kawasan Bosnia dan mengupayakan tercapainya
perdamaian di wilayah tersebut. Sekitar 35.000 pasukan NATO berada di wilayahwilayah bekas negara Federasi Yugoslavia, termasuk Bosnia. NATO jualah akhirnya
yang memaksa Serbia untuk melakukan perundingan perdamaian pada tahun 1995
dengan melakukan penyerangan terhadap negara Serbia. Hal ini dilakukan karena
upaya-upaya perdamaian yang telah dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
dan Uni Eropa serta negara-negara lainnya belum mampu mengatasi krisis yang
terjadi di Bosnia.

Beberapa perundingan yang diupayakan oleh PBB, Uni Eropa Maupun negaranegara lain :

1. Perundingan Sarajevo. Pada tanggal 17 Maret 1992 dilaksanakan pertemuan yang kelima
kalinya antara tokoh-tokoh etnis Bosnia Herzegovina (Muslim, Kroasia dan Serbia) yang
disponsori oleh Masyarakat Eropa dibawah diplomat Portugal, Hose Cutleri, yang menyarankan
adanya kantonisasi. Bosnia Herzegovina akan menjadi negara yang terdiri dari 3 unit etnik dan
tetap berada didalam batas wilayah yang ada sekarang. Usul ditolak oleh Presiden Bosnia
Herzegovina, Alija Izetbegovic yang mengakibatkan tidak tercapainya kesepakatan dalam
perundingan tersebut.
2. Pada tanggal 5 Nopember 1992, dilaksanakan perundingan diantara ketiga kelompok pihak
yang bertikai di Jenewa untuk menyusun Undang-Undang Republik Bosnia Herzegovina. Pihak
Muslim Bosnia Herzegovina mendesak diberlakukannya regionalisasi Bosnia Herzegovina tanpa
berdasarkan etnis tetapi berdasarkan prinsip geografis. Pihak Serbia Bosnia Herzegovina yang
didukung oleh Kroasia Bosnia Herzegovina mendesak konsep pembagian wilayah Bosnia
Herzegovina berdasarkan 3 etnis.
3. Pada tanggal 3 dan 4 Januari 1993, para wakil dari 3 pihak yang bertikai di Bosnia
Herzegovina mengadakan perundingan paripurna untuk yang pertama kalinya di Jenewa. Ketua
Bersama Konperensi, Lord Owen dan Vance mengusulkan suatu peta yang membagi Bosnia
Herzegovina terdiri atas 10 propinsi dimana masing-masing mempunyai wewenang yang luas
dibandingkan dengan pemerintah pusat. Bosnia Herzegovina akan merupakan negara
desentralisasi dengan pemerintahan yang kuat di 10 provinsi yang bukan berdasarkan etnis akan
tetapi berdasarkan prinsip geografis, historis dan komunikasi.
4. Pada tanggal 25 - 26 Mei 1994, wakil pihak-pihak yang bertikai di wilayah Bosnia
Herzegovina (Muslim Bosnia Herzegovina, Serbia Bosnia Herzegovina dan Kroasia Bosnia
Herzegovina) beserta Kontak Group internasional masalah Bosnia Herzegovina (wakil negara
AS, Russia dan EU) mengadakan perundingan di Talloires (Perancis) guna mencari upaya
penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Bosnia Herzegovina. Perundingan yang berlangsung
selama 2 hari tersebut memfokuskan pembicaraan tentang implementasi keputusan yang dibuat
dalam pertemuan tingkat Menteri dari negara AS, Russia dan kelompok EU pada tanggal 13 Mei
1994 di Jenewa yaitu negara Federasi Muslim - Kroasia Bosnia Herzegovina dimasa yang akan
datang akan memiliki wilayah 51% dan Faksi Serbia Bosnia Herzegovina 49%. Tidak terdapat
hasil yang konkrit dari pertemuan tersebut namun disepakati perundingan akan dilanjutkan
kembali.
5. Pada tanggal 21 Juli 1994 wakil dari pihak-pihak yang bertikai di Bosnia Herzegovina beserta
anggota Kontak Group mengadakan pertemuan di Jenewa guna membicarakan pengakhiran
krisis di Bosnia Herzegovina. Dalam pertemuan tersebut pihak-pihak yang bertikai

menyampaikan jawabannya atas proposal pembagian wilayah Bosnia Herzegovina yang telah
disampaikan 2 minggu sebelumnya. Pihak Muslim Bosnia Herzegovina dan Kroasia Bosnia
Herzegovina menerima proposal Kontak Group tersebut. Dilain pihak wakil Serbia Bosnia
Herzegovina menyampaikan jawabannya kepada Kontak Group melalui suatu amplop yang
disegel yang inti jawabannya mengatakan bahwa Majelis Serbia Bosnia Herzegovina tidak dalam
posisi untuk dapat memutuskan mengenai peace plan Kontak Group tersebut karena proposal
Kontak Group dinilai tidak jelas. Dalam jawaban Serbia Bosnia Herzegovina tersebut
mempermasalahkan persetujuan-persetujuan konstitusional, persetujuan penghentian
permusuhan, masalah kota Sarajevo, masalah akses Serbia Bosnia Herzegovina ke Laut Adriatik,
persetujuan implementasi peace plan dan masalah-masalah pencabutan sanksi-sanksi terhadap
penduduk Serbia. Jawaban Serbia Bosnia Herzegovina tersebut oleh Kontak Group (kecuali
Russia) merupakan penolakan karena tidak memberikan suatu jawaban. Dan perjanjian inipun
mengalami kegagalan.
Setelah upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB, Uni Eropa Maupun negara-negara
lainnya mengalami kegagalan dalam kurun waktu 1992 hingga 1994. Maka pada
bulan Mei tahun 1995 pakta keamanan atlantik (NATO) mengambil keputusan untuk
melakukan invasi militer ke wilayah Serbia. Invasi ini mendapatkan dukungan dari
PBB dan Uni Eropa serta Amerika Serikat guna memaksa Serbia untuk kembali
melakukan perundingan dalam upaya menyeesaikan konflik di wilayah tersebut.
Target operasi militer yang dilakukan oleh NATO ini adalah untuk menghancurkan
infrastruktur-infrastruktur yang ada di wilayah Serbia. NATO menjadi faktor yang
sangat berperan dalam upaya memaksa Serbia untuk kembali melakukan
perundingan guna mencapai perdamaian di Bosnia. Karena serangan yang
dilakukan oleh NATO tersebut berhasil memaksa Serbia untuk mau duduk dan
melakukan perundingan dengan Bosnia guna mencapai kesepakatan. Serangan
NATO tersebut berhasil melumpuhkan infrastruktur yang ada di Serbia.
Akhirnya pada bulan November tahun 1995 Serbia dan Bosnia kembali berunding
dan melakukan perjanjian di Dayton Amerika Serikat. Perjanjian ini merupakan
puncak dari semua perjanjian yang telah diupayakan PBB, Uni Eropa maupun
negara-negara lainnya. Perjanjian Dayton adalah nama perjanjian untuk
menghentikan perang di Bosnia yang sudah berlangsung selama tiga tahun
terakhir. Perjanjian ini disetujui di Pangkalan Udara Wright-Patterson di Dayton,
Ohio.
Pertemuan tersebut berlangsung sejak 1 November hingga 2 November 1995.
Peserta utamanya adalah presiden Serbia, Slobodan Miloevi, presiden Kroasia,
Franjo Tuman, presiden Bosnia, Alija Izetbegovi, kepala negosiator Amerika,
Richard Holbrooke dan Jenderal Wesley Clark.Persetujuannya ditanda tangani di
Paris, Perancis pada 14 Desember. Pembagian politik Bosnia-Herzegovina saat ini
dan struktur pemerintahannya merupakan hasil persetujuan dari Perjanjian Dayton.

Hasil perundingan Dayton berisi antara lain sebagai berikut :

Bosnia Herzegovina tetap sebagai negara tunggal secara internasional


Ibukota Sarajevo tetap bersatu di bawah federasi muslim Bosnia
Penjahat perang seperti yang telah ditetapkan mahkamah internasional tidak boleh memegang
jabatan.
Pengungsi berhak kembali ke tempatnya
Pelaksanaan pemilu menunggu perjanjian Paris
2.6 PROSES PEACEBUILDING DI BOSNIA
Proses peacebuilding di Bosnia sesuai dengan perjanjian Dayton adalah Bosnia
menjadi sebuah negara tunggal secara internasional. Sebelumnya selama Bosnia
berada dibawah Yugoslavia, Bosnia Herzegovina termasuk negara yang paling
miskin dibandingkan negara-negara bagian lain. Setelah kita lihat kondisi yang
seperti itu kemudian diperparah oleh konflik etnis dengan Serbia.
Untuk memulihkan kondisi perekonomian yang seperti itu, Bosnia masih
mengandalkan bantuan-bantuan dari luar negeri seperti Bank Pembanguanan Islam
(IDB) yang saat itu telah mendirikan Bank Internasional Bosnia pada September
2000. Bank tersebut dibentuk atas modal dasar sebesar 300 juta dolar AS dengan
modal yang disetor sebesar 60 juta dolar AS. Modal tersebut antara lain berasal dari
IDB serta bank Islam lainnya sebagai pendiri seperti Bank Islam Abu Dhabi, Bank
Islam Dubai, Bank Islam Bahrain serta dari investor swasta muslim lainnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan konflik Bosnia sebagai pembersihan etnis
yang dilakukan etnis Serbia terhadap etnis Bosnia dan memutuskan untuk
membawa kasus ini ke mahkamah internasional untuk kejahatan Yugoslavia (ICTY).
Kemudian mahkamah internasional menetapkan beberapa nama sebagai pelaku
kejahatan perang di Bosnia terkait dengan pembersihan etnis tersebut. Diantaranya
adalah : Slobadan Milosevic selaku presiden dari Serbia, Jendral Radovan Karadjic,
dan jendral Ratko Mladic.
Slobodan Milosevic telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah diberikan
hukuman penjara. Dan akhirnya meninggla di tahanan ketika proses hukuman
masih berlangsung, sedangkan jendral Ratko Mladic pada tahun 2008 telah berhasil
di tangkap di wilayah Serbia dan kini dalam proses persidangan. Sedangkan untuk
jendral Ratko Mladic hingga saat ini masih menjadi buron.

http://sejarah.kompasiana.com/2010/10/07/konflik-antara-bosnia-dan-serbia-padatahun-1991-281907.html

Sejarah awal[sunting | sunting sumber]


Bosnia-Herzegovina merupakan sebuah wilayah bersempadan antara Kebudayaan Barat dan Timur.
Pada Abad Pertengahan, wilayah tersebut menjadi ajang pertikaian dan perebutan pengaruh
antara Rom Barat yang Katolik dan Rom Timur yang Ortodoks. Di tengah-tengah pergulatan
tersebut, ikut pula sebuah kelompok bid'ah Kristian yang disebut Bogomil. Sekte ini terutama
beranggotakan masyarakat kelas atas Bosnia.
Kekuatan ketiga yang berpengaruh dalam sejarah negeri itu muncul pada akhir abad ke-13, ketika
wilayah tersebut ditaklukkan oleh Turki Uthmaniyyah yang beragama Islam. Pengikut Bogomil
berbondong-bondong pindah ke agama Islam sehingga agama tersebut hapus. Perpindahan agama
tersebut kebanyakan terjadi karena dorongan ekonomi, di mana apabila mereka memeluk Islam
maka mereka tidak akan dibebani jizyah yang diterapkan terhadap penduduk bukan Islam.
Dalam perkembangannya, kaum Muslim Bosnia mendapatkan status sama dengan orang Turki asli.
Mereka menjadi tangan kanan orang Turki untuk memerintah penduduk Bosnia yang tetap memeluk
agama leluhurnya. Oleh karena itu mereka menjadi pembela fanatik Kesultanan Usmani untuk
menjaga hak-hak istimewa mereka.
Masuknya pemikiran nasionalisme membawa perubahan besar dan tajam di Bosnia. Apabila
sebelumnya secara umum penduduk wilayah itu disebut warga Bosnia dan hanya dibezakan
menurut agamanya, kini mereka mengidentifikasikan diri dengan tetangganya. Warga Bosnia yang
menganut Kristian Ortodoks mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Serbia sementara penganut
Katolik menjadi orang Croatia.
Ketika Turki lemah, negara-negara jajahannya di Balkan memerdekakan diri. Salah satu di
antaranya adalah Serbia. Negara yang baru merdeka ini berusaha menggabungkan Bosnia namun
ambisinya digagalkan oleh Empayar Austria-Hungary, yang mencaplok wilayah tersebut pada tahun
1908. Hal tersebut kemudian mendorong kaum nasionalis Serbia membunuh putera mahkota
kekaisaran tersebut di Sarajevo pada tahun 1914, yang kemudian menyebabkan pecahnya Perang
Dunia I.
Setelah Perang Dunia I usai, Bosnia-Herzegovina, bersama-sama dengan Croatia, Slovenia, dan
Vojvodina, diserahkan oleh Austria kepada Kerajaan Serbia-Montenegro. Dari penggabungan ini
muncullah Kerajaan Yugoslavia (Slavia Selatan).
Akan tetapi perpecahan segera melanda negeri itu akibat pertentangan dua etnik utamanya. Warga
Serbia berusaha membangun negara kesatuan sementara warga Croatia menginginkan federasi
yang longgar. Kaum Muslim Bosnia terjebak dalam pertikaian tersebut karena kedua pihak

memperebutkan wilayah tersebut. Beberapa kaum Muslim mendukung klaim Serbia dan menyebut
dirinya sebagai Muslim Serbia. Namun lebih banyak lagi yang pro Croatia dan menyebut dirinya
sebagai orang Muslim Kroasia. Pertentangan tersebut kemudian meledak menjadi kekerasan
setelah Nazi Jerman menguasai Yugoslavia tahun 1941.

Negeri yang terkoyak[sunting | sunting sumber]

Setelah menaklukkan Yugoslavia, Adolf Hitler menggabungkan bekas propinsi Croatia, Bosnia, dan
Herzegovina ke dalam negara boneka yang disebut sebagai Negara Croatia Merdeka (lebih dikenal
dengan inisial Croatia, NDH). Negara tersebut dipimpin oleh Ante Pavelic, pemimpin organisasi
nasionalis ekstrim Croatia, Ustasa (pemberontak). Rejim NDH ini berusaha membersihkan
wilayahnya dari orang Serbia, Yahudi, dan Gipsi.
Oleh kerana besarnya jumlah penduduk Serbia di NDH, kaum Ustasa bersekutu dengan kaum
Muslim guna mengimbanginya. Banyak orang Muslim yang bergabung dengan rejim tersebut, di
mana bahkan wakil presiden dan menlu NDH adalah tokoh-tokoh Muslim.
Kaum Muslim juga bergabung dengan Jerman dalam memerangi gerilyawan, baik Chetnik maupun
Partisan. Dua divisyen SS(Schutzstaffel, pengawal elit Hitler yang ditakuti) dibentuk dari kalangan
kaum Muslim Bosnia, iaitu Divisyen 'Handzar' dan 'Kama'.
Banyak orang Serbia yang selamat bergabung dengan gerilyawan Chetnik yang pro-raja dan
kemudian melancarkan pembantaian balasan terhadap orang Croatia dan Muslim. Konflik etnik
berdarah ini memberikan keuntungan bagi kelompok Partisan pimpinan Tito. Oleh karena berhaluan
komunis yang tidak membeza-bezakan latar belakang etnik dan agama, kelompok ini menarik
pendukung dari berbagai latar belakang yang tidak menyukai pertumpahan darah di antara sesama

warga Yugoslavia. Dengan demikian, kaum Partisan berhasil merebut kekuasaan di seluruh
Yugoslavia setelah usainya perang.

Zaman Tito[sunting | sunting sumber]


Setelah meraih kekuasaan atas Yugoslavia, Josip Broz Tito berusaha membangun kembali
persaudaran negeri itu di bawah bendera komunisme. Dalam upayanya untuk mengatasi
perselisihan antar kelompok etnis dan agama, dia membentuk negeri itu menurut sistem federal
yang ditarik berdasarkan etnisitas.
Bosnia, yang karena memiliki penduduk yang plural, merupakan ujian berat bagi Tito. Orang Serbia
menuntut penggabungan wilayah tersebut karena penduduk Serbia yang hampir mencapai
setengah dari total penduduk di sana pada masa itu. Akan tetapi Tito menolaknya. Dia tidak ingin
membuat Serbia menjadi kuat seperti sebelumnya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk
memecah belah orang Serbia. Wilayah Serbia diperkecil dengan membentuk dua republik federal
(iaitu Montenegro dan Macedonia) serta dua wilayah otonom (Vojvodina dan Kosovo). Tito, sebagai
seorang Croatia-Bosnia, memutuskan bahawa wilayah Bosnia-Herzegovina harus menjadi sebuah
republik persekutuan. Namun demikian, orang Serbia dapat diimbangi oleh gabungan MuslimKroasia di wilayah tersebut.
Dalam menghadapi ketidakpuasan atas keputusan tersebut, rejim Tito memakai tangan besi untuk
menghadapinya. Cara tersebut memang efektif tapi hanya untuk sementara waktu. Ketika Tito
meninggal dunia, pertikaian antar etnik dan agama kembali meletus di Yugoslavia, yang kemudian
meruntuhkan negara tersebut.

Kemerdekaan Bosnia-Herzegovina[sunting | sunting sumber]

Peta pembagian entitas politik di Bosnia-Herzegovina

Yugoslavia terpecah-belah pada tahun 1991 setelah runtuhnya rejim-rejim Komunis di Eropah Timur.
Mengikuti contoh Croatia dan Slovenia, pada bulan Mac 1992 Bosnia-Herzegovina menyatakan
kemerdekaannya melalui referendum yang diikuti oleh masyarakat Muslim dan Croatia Bosnia. Hal
tersebut ditentang oleh penduduk Serbia yang ingin menguasai seluruh wilayah eks Yugoslavia.
Di bawah pimpinan Radovan Karadzic, orang Serbia Bosnia memproklamasikan Republik Srpska.
Dengan bantuan pasukan federal pimpinan Jenderal Ratko Mladic, orang Serbia Bosnia berhasil
menguasai 70 peratus wilayah negeri itu. Dalam konflik ini, etnik Serbia yang mayoritas berusaha
melenyapkan etnik Muslim dan Croatia. Terjadilah pencerobohan terbesar dalam sejarah yang
jumlah korbannya hanya kalah oleh Perang Dunia. Pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan
olah Kaum Serbia kemudian menyebabkan pemimpin-pemimpin Serbia dituduh sebagai penjahat
perang oleh PBB.
Akhirnya, setelah perang berdarah yang berlarut-larut, perdamaian di antara ketiga kelompok
tersebut berhasil dipaksakan olehNATO. Sesuai dengan Kesepakatan Dayton tahun 1995, keutuhan
wilayah Bosnia-Herzegovina ditegakkan namun negara tersebut dibagi dalam dua bagian: 51%
wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Federasi Bosnia dan Herzegovina) dan 49% Serbia (Republik
Srpska).
Kini negeri tersebut mulai menghirup perdamaian dan ketiga belah pihak berusaha membangun
saling percaya. Akan tetapi memang perlu waktu lama untuk menghapuskan permusuhan berabadabad itu. Salah satu hal yang diusahakan untuk membangun saling percaya tersebut adalah
mengadili para penjahat perang. Mantan Presiden Republik Srpska Radovan Karadi berhasil
ditangkap pada 21 Juli 2008, sementara mantan Panglima Tentara Federal Jenderal Ratko
Mladic belum tertangkap.

Anda mungkin juga menyukai