Anda di halaman 1dari 6

KONFLIK BOSNIA

Negara Bosnia-Herzegovina, khususnya Muslim etnis Bosnia ditinjau dari sisi


historisnya memang sering mengalami konflik. Negara ini sering diperebutkan, karena
letaknya strategis dan adanya sumber daya alam yang melimpah. Ditambah dengan ambisi
Serbia untuk menguasai wilayah Bosnia, hal ini kemudian mendorong Bosnia supaya
menyatakan kedaulatan untuk merdeka. Serbia yang masih ingin mempertahankan
keutuhan Yugoslavia, memboikot referendum kemerdekaan negara Bosnia. Setelah
pengakuan kemerdekaan, orang- orang Serbia menyambut rakyat Bosnia dengan peluru
dan senapan. Sehingga pada bulan Maret 1992 perang antara etnis Serbia dan etnis Bosnia
pun pecah. Aksi militer Serbia yang dicap sebagai kejahatan perang dan juga kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat ini, menjadi tragedi besar setelah Perang
Dunia II. Peristiwa ini dikenal dengan ethnic and religious cleansing, karena berimplikasi
pada pemusnahan massal Muslim etnis Bosnia. Sejak April 1992 sampai dengan Januari
1993, jumlah orang yang tewas akibat dari perang antar etnis ini diperkirakan sekitar
17.000 orang, dengan kurang lebih dua juta pengungsi lari meninggalkan Bosnia.
Pasukan bersenjata Serbia di Bosnia diperkirakan telah membunuh antara 128.000 sampai
dengan 200.000 orang.

Pasca perang, Bosnia dan Herzegovina dibagi menjadi dua entitas, yaitu Republik
Bosnia dan Herzegovina yang dihuni oleh etnis Bosnia dan Kroasia, dan Republik Sprska
yang dihuni oleh etnis Serbia. Masing- masing dari etnis ini memiliki presiden,
pemerintahan, dan parlemen sendiri. Tapi, tetap ada presiden utama yang
kepemimpinannya digilir selama delapan bulan, dari tiap-tiap etnis. Disamping hal- hal
yang diterangkan di atas, di Bosnia dibangun banyak masjid sebagai sarana beribadah
orang Muslim. Salah satunya adalah sebuah masjid terbesar di Bosnia yang dibangun
dengan dana dari pemerintah Indonesia. Masjid ini bernama Masjid Istiklal, atau disebut
sebagai Istiklal Dzamija, kadangkala disebut juga sebagai masjid Indonesia, bahkan juga
disebut dengan nama Masjid Soeharto. Hal ini berawal dari kunjungan Presiden Soeharto
pasca perang ke Bosnia pada 1995. Namun, masjid ini baru di resmikan pada tahun 2001
oleh Presiden Ibu Megawati Soekarno Putri.

Faktor-Faktor PenyebabTerjadinya Konflik Bersenjata di Bosnia


Bosnia merupakan sebuah negara yang terletak di tengah- tengah Semenajung
Balkan di sebelah tenggara Benua Eropa. Pada tahun 1992-1995 Bosnia pernah mengalami
konflik bersenjata dipicu beberapa faktor yaitu :

a. Perbedaan agama dan etnis yang beragam di Bosnia-Herzegovina


Bosnia-Herzegovina merupakan salah satu negara paling multi-religius dan multi-
etnis karena tak ada agama dan etnis yang membentuk mayoritas mutlak. Negara Bosnia-
Herzegovina merupakan negara yang memiliki etnis heterogen yang didominasi oleh
Etnis Muslim Bosnia lalu disusul oleh Etnis Serbia. Bosnia-Herzegovina juga dikenal
sebagai tempat "Timur bertemu Barat", yaitu Kekaisaran Romawi Kuno pecah menjadi
Kekaisaran Romawi Barat penganut Kristen Katolik dan Kekaisaran Romawi Timur
(Bizantinum) penganut Kristen Ortodoks. Pada Abad Pertengahan, wilayah tersebut
menjadi ajang pertikaian, dan perebutan pengaruh antara Romawi Barat dan Romawi
Timur. Selain kedua pengaruh tersebut, pada akhir abad ke-13 pengaruh Islam masuk
dibawa oleh kerajaan Turki Utsmani yang berhasil menguasai wilayah semenjung
Balkan setelah mengalahkan Serbia pada pertempuran di Kosovo dan menyebarkan
agama Islam di Bosnia- Herzegovina. Kekuasaan Turki yang begitu lama di Bosnia-
Herzegovina, memberikan banyak dampak terhadap kehidupan rakyat Bosnia-
Herzegovina. Turki memperlakukan rakyat Bosnia-Herzegovina dengan baik, sehingga
membuat rakyat Bosnia-Herzegovina masuk Islam dengan suka rela. Orang-orang
Bosnia-Herzegovina yang bersedia memeluk Islam di anakemaskan oleh penguasa Turki,
sehingga menimbulkan kecemburuan bagi Etnis Serbia yang beragama Kristen Ortodoks.
Serbia selalu berupaya mengusir Turki dari wilayah Bosnia-Herzegovina dengan
melakukan berbagai pemberontakan. Terhadap orang-orang Bosnia yang telah memeluk
Islam, Serbia sama sekali tidak ingin disamakan karena mereka merasa lebih unggul. Hal
inilah yang memunculkan istilah Etnis Muslim Bosnia untuk membedakan antara orang-
orang Kristen Ortodoks Serbia dan orang-orang Kristen Katolik Kroasia dengan orang-
orang Islam.
b. Meninggalnya sosok Presiden Josip Broz Tito

Josip Broz Tito merupakan presiden pertama Republik Federal Sosialis Yugoslavia.
Setelah meraih kekuasaan atas Yugoslavia, Josip Broz Tito berusaha membangun
kembali persaudaran negeri itu di bawah bendera komunisme, oleh karena itu dalam
program presiden Josip Broz Tito ini dikeneal dengan nama “Unity and Brotherhood”.
Unity and Brotherhood adalah suatu doktrin pengembangan harmoni dalam kehidupan
antar etnis dibawah kepimpinan satu partai dalam satu pemerintahan.
Masalah yang dihadapi Presiden Josip Broz Tito adalah wilayah negara bagian
Bosnia-Herzegovina yang memiliki penduduk yang multietnis. Negara bagian Serbia
menuntut penggabungan wilayah tersebut karena penduduk Etnis Serbia yang hampir
mencapai setengah dari total penduduk di negara bagian Bosnia- Herzegovina pada
waktu itu, akan tetapi Josip Broz Tito menolak permintaan negara bagian Serbia dan
membagi wilayah serbia menjadi dua republik federal yaitu Montenegro dan Makedonia
serta dua provinsi otonom Vojvodina dan Kosovo. Hal tersebut membuat Etnis Serbia
merasa tidak puas atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat yang dipimpin oleh
Josip Broz Tito. Dalam menghadapi ketidakpuasan dari Etnis Serbia atas keputusan
tersebut, Persiden Josip Broz Tito memakai tangan besi untuk menghadapinya. Hal
tersebut memang efektif tapi hanya untuk sementara waktu. Setelah Josip Broz Tito
meninggal pada bulan Mei 1980, Yugoslavia menghadapi masalah ekonomi yang cukup
serius, sehingga melemahkan pemerintah pusat. Kewibawaan pemerintah pusat juga ikut
merosot karena jabatan presiden diatur bergiliran dari keenam negara bagian. Oleh karena
itu tidak muncul tokoh nasional yang kuat dan mampu menanggulangi masalah dalam
negeri dan setiap negara bagian saling berebut kekuasaan.
Meninggalnya Josip Broz Tito juga merupakan salah faktor yang menyebabkan
timbulnya konflik di Bosnia-Herzegovinaa karena Yugoslavia tidak lagi mempunyai
tokoh yang menjadi pemersatu negeri yang memiliki kharisma seperti Josip Broz Tito.
Pasca pemerintahan Josip Broz Tito keragaman yang dimiliki Yugoslavia yang dulu
menjadi kekayaan dan kekuatan sekarang menjadi salah satu sumber perpecahan ketika
pemimipin yang mengikatnya sudah tidak ada lagi.

c. Kebijakan Politik Pemerintahan Pusat Yugoslavia yang Dipimpin Slobodan Milošević


Dianggap Menguntungkan Serbia.

Setelah 9 tahun meninggalnya Presiden Josip Broz Tito, Yugoslavia sekarang


dipimpin oleh Slobodan Milošević. Slobodan Milošević terpilih sebagai presiden melalui
sistem rotasi presiden antar negara bagian. Slobodan Milošević merupakan Etnis Serbia,
seperti diketahui sebelumnya Etnis Serbia merupakan etnis terbanyak dan dominan yang
berada di Yugoslavia. Terpilihnya Slobodan Milošević sebagai presiden Yugoslavia,
maka terbukalah Etnis Serbia untuk mengupayakan perubahan karena sebelumnya pada
masa Presiden Josip Broz Tito Etnis Serbia selalu dikorbankan untuk kepentingan
pemerintahan pusat. Slobodan Milošević yang merupakan Etnis Serbia yang berhasrat
mengubah Yugoslavia menjadi Serbia Raya. Serbia Raya sendiri adalah gerakan Etnis
Serbia untuk mempersatukan bangsa-bangsa Slavia Selatan dalam satu negara besar yang
meliputi Slovenia, Kroasia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Macedonia, dan Serbia
dibawah pimpinan Serbia.
Langkah awal dari ambisinya tersebut adalah Slobodan Milošević berencana
membuat kebijakan penghapusan praktik rotasi presiden antar wakil negara bagian dan
menggantinya dengan sistem pemilu presiden berskala nasional yang bisa diikuti oleh
setiap individu. Rencana tersebut jika diterapkan akan membuat kandidat dari Etnis
Serbia bakal dengan mudah memenangi pemilu karena Etnis Serbia merupakan etnis
dengan populasi terbanyak di Yugoslavia. Selain itu Slobodan Milošević juga
memanfaatkan wewenangnya sebagai presiden untuk melakukan unifikasi Serbia dengan
mengahapuskan status otonomi provinsi Kosovo dan Vojvodina, hal tersebut adalah salah
satu cara Slobodan Milošević kembali menerapkan sistem sentralisme demokrasi demi
mewujudkan ambisinya dalam membangun Serbia Raya.
Dampak dari ketidakpuasan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat Yugoslavia
yang dipimpin rezim Slobodan Milošević adalah Yugoslavia mengalami disintegrasi. Hal
ini dimulai ketika tahun 1991 ketika Slovenia dan Kroasia memutuskan berpisah dari
Yugoslavia dan mendirikan negara sendiri. Kemerdekaan Slovenia dan Kroasia tersebut
lalu diikuti oleh negara bagian Bosnia-Herzegovina tahun 1992 mengadakan referendum
kemerdekaan. Referendum kemerdekaan tersebut akhirnya dimenangkan oleh pihak yang
menginginkan negara Bosnia-Herzegovina sebagai negara yang merdeka keluar dari
Yugoslavia, tapi pihak pemerintahan pusat yang tidak ingin kehilangan wilayahnya lagi,
mengganggap referendum yang dilakukan di Bosnia-Herzegovina tidak sah karena tidak
mendapat persetujuan pemerintah pusat. Pemerintah pusat Yugoslavia tidak tinggal diam,
pemerintahan pusat meresponnya dengan cara mempersenjatai orang-orang Serbia yang
berada di Bosnia-Herzegovina dan mengirim Tentara Nasional
Yugoslavia/Jugoslovenska Narodna Armija (JNA) ke Bosnia-Herzegovina.
Keretakan Negara Yugoslavia dimulai ketika negara bagian Slovenia dan
Kroasia mengadakan referendum pada tahun 1991. Hasil referendum tersebut sebagian
besar rakyat Slovenia dan Kroasia menginginkan merdeka menjadi negara berdaulat
terlepas dari Yugoslavia. Kemerdekaan dari kedua negara bagian tersebut akhirnya diikuti
oleh negara bagian Bosnia-Herzegovina pada Maret 1992. Hasil referendum tersebut
adalah sebanyak 2/3 atau 64% warga Bosnia-Herzegovina memilih untuk merdeka dari
Yugoslavia. Hasil Referendum Bosnia-Herzegovina mendapat boikot dari “Republik
Srpska” pimpinan Radovan Karadžić. Republik Srpska sendiri adalah suatu pemerintahan
yang dibentuk oleh Etnis Serbia yang berada diwilayah Bosnia-Herzegovina yang
bertujuan untuk menandingi kekuatan Etnis Muslim Bosnia diparlemen Bosnia-
Herzegovina. Pemboikotan tersebut juga didukung oleh pemerintah pusat Yugoslavia yang
menganggap referendum tersebut tidak sah, karena tidak mendapat persetujuan
pemerintahan pusat. Pemerintah Pusat Yugoslavia meresponya dengan mengirimkan
tentara JNA. Anggota pasukan Tentara JNA dan milisi serbia membentuk barikade untuk
memblokade kota Sarajevo dan menempatkan para penembak gelap (sniper) di dekat
gedung parlemen Sarajevo. Konflik ini kemudian semakin besar mengingat adanya upaya
dari Etnis Serbia yang didukung oleh tentara dan presidennya (Slobodan Milošević) untuk
melakukan pembersihan etnis (Etnic Cleansing) terhadap Etnis Muslim Bosnia dan Etnis
Kroasia di wilayah yang dikuasai Etnis Serbia. Selain itu Slobodan Milošević juga
memerintahkan Radovan Karadžić dan Jendral Ratko Mladić untuk memborbardir dan
melakukan pengepungan kota Sarajevo. Pengepungan tersebut berlangsung selama 44
bulan.

Nama : Junian Eka Kresna Putra

Nim : 20010000143

Anda mungkin juga menyukai