TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Persalinan
6
2. Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram
yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak
diketahui, maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu.
(Fitriahadi & Utami, 2019
3. Delivery (kelahiran) adalah peristiwa keluarnya janin termasuk
plasenta. (Fitriahadi & Utami, 2019)
4. Gravida (kehamilan) adalah jumlah kehamilan termasuk abortus,
molahidatidosa dan kehamilan ektopik yang pernah dialami oleh
seorang ibu.(Fitriahadi & Utami, 2019)
B. Sebab-Sebab Dimulainya Persalinan
Hormon-hormon yang dominan pada saat kehamilan yaitu:
7
tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini
mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi
uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi.
(Fitriahadi & Utami, 2019)
b. Teori penurunan progresteron Proses penuaan plasenta
terjadi mulai umur 28 minggu, dimana terjadi penimbunan
jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan
buntu. Villi koriales mengalami perubahanperubahan dan
produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot
rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim
mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan
progesteron tertentu. (Fitriahadi & Utami, 2019)
c. Teori oksitosin internal 14 Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar
hipose parst posterior. Perubahan keseimbangan estrogen
dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim,
sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya
konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan
dimulai. (Fitriahadi & Utami, 2019)
d. Teori prostaglandin Konsentrasi prostaglandin meningkat
sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh
desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat
menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi
persalinan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu
terjadinya persalinan. (Fitriahadi & Utami, 2019)
e. Teori hipotalamus pituitari dan glandula suprarenalis Teori ini
menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering
terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin (1973).
Malpar tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan,
hasilnya kehamilan kelinci menjadi lebih lama. Pemberian
kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin,
8
induksi persalinan. Dari beberapa percobaan tersebut
disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus pituitari
dengan mulainya persalinan. Glandula suprerenal merupakan
pemicu terjadinya persalinan. (Fitriahadi & Utami, 2019)
f. Teori berkurangnyua nutrisi Berkurangnya nutrisi pada janin
dikemukanan oleh Hippokrates untuk pertama kalinya. Bila
nutrisi pada janin berkurang, maka konsepsi akan segera
dikeluarkan. (Fitriahadi & Utami, 2019)
g. Faktor lain Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus
frankenhauser yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion
ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan.
(Fitriahadi & Utami, 2019)
C. Perubahan Fisiilogis Pada Persalinan
1. Perubahan Fisiologis kala I
9
dapat mencapai seluruh bagian uterus.(Rosyati, 2017)
2) Kontraksi dan retraksi Pada awal persalinan kontraksi
uterus berlangsung setiap 15 – 20 menit selama 30
detik dan diakhir kala 1 setiap 2 – 3 menit selama 50 –
60 detik dengan intensitas yang sangat kuat. Pada
segmen atas Rahim tidak berelaksasi sampai kembali
ke panjang aslinya setelah kontraksi namun relative
menetap pada panjang yang lebih pendek. Hal ini
disebut dengan retraksi.(Rosyati, 2017)
3) Polaritas adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keselarasan saraf – saraf otot yang
berada pada dua kutub atau keselarasan saraf – saraf
otot yang berada pada dua kutub atau segmen uterus
ketika berkontraksi. Ketika segmen atas uterus
berkontraksi dengan kuat dan berertraksi maka
segmen bawah uterus hanya berkontraksi sedikit dan
membuka. (Rosyati, 2017)
4) Differensisiasi atau perbedaan kontraksi uterus. Selama
persalinan aktif uterus berubah menjadi dua bagian
yang berbeda segmen atas uterus yang berkontraksi
secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan maju.
Segmen bawah uterus dan servik relative pasif
dibanding dengan dengan segmen atas dan bagian ini
berkembang menjadi jalan yang berdinding jauh lebih
tipis untuk janin. Cincin retraksi terbentuk pada
persambungan segmen bawah dan atas uterus.
Segmen bawah Rahim terbentuk secara bertahap ketika
kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis sekali
pada saat persalinan. (Rosyati, 2017)
10
2. Perubahan serviks
11
b) Metabolisme, peningkatan metabolisme yang terus
menerus berlanjut sampai kala dua disertai upaya mengedan
pada ibu yang akan menambah aktivitas otot – otot rangka
untuk memperbesar peningkatan metabolisme. (Fitriahadi &
Utami, 2019)
12
kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya
dan pengumpulan darah pada ruang utero – plasenter akan
mendorong plasenta keluar. Otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya
bayinya. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya
ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah
maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding Rahim, setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah
uterus atau kedalam vagina. (Fitriahadi & Utami, 2019)
5. Perubahan Fisiologis kala IV
13
perlu ditemani, tidak tidur, ingin berjalan – jalan dan menciptakan
kontak mata. Pada wanita yang dapat menyadari bahwa proses ini
wajar dan alami akan mudah beradaptasi dengan keadaan tersebut
dan pada fase aktif saat kemajuan persalinan sampai pada fase
kecepatan maksimum rasa khawatir wanita menjadi meningkat.
Kontraksi menjadi semakin kuat dan frekuensinya lebih sering
sehingga wanita tidak dapat mengontrolnya. Dalam keadaan ini
wanita akan menjadi lebih serius. Wanita tersebut menginginkan
seseorang untuk mendampinginya karena dia merasa takut tidak
mampu beradaptasi. (Fitriahadi & Utami, 2019)
D. Tanda dan Gejala
3. Perenium menonjol.
1. Asuhan Kala 1
14
c. Membimbing ibu untuk rileks sewaktu ada his dan dianjurkan
untuk menarik nafas panjang, tahan nafas sebentar dan
dikeluarkan dengan meniup sewaktu his.
15
c. Memakai celemek.
o. Meletakan handuk bersih di atas perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5–6 cm.
p. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu.
16
Melahirkan Kepala :
Melahirkan Bahu :
17
2. Kala III
3. Kala IV
18
e. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini.
19
meliputi serviks, uterus, fetus dan pelvis ibu. (Sataloff et al., n.d.)
4. Inersia Uteri
20
jumlah urin. Selain itu juga dapat disertai dengan keterlibatan organ
lain. Kriteria lain preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala dan
tanda disfungsi organ, seperti kejang, edema paru, oliguria,
trombositopeni, peningkatan enzim hati, nyeri perut epigastrik atau
kuadran kanan atas dengan mual dan muntah, serta gejala serebral
menetap (sakit kepala, pandangan kabur, penurunan visus atau
kebutaan kortikal dan penurunan kesadaran)
2. Klasifikasi preeklamsi
a. Preeklmasia Ringan
Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria setelah umur kehamilan diatas 20 minggu
dan segera persalinan. Tetapi dapat juga timbul sebelum
umur kehamilan 20 minggu (pudiastutiR, D, 2012)
b. Preeklamsia Berat
21
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma >1,2 mg/dl.
22
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi
Kurniasari menggunakan uji chi-square diperoleh p-value =
0,000 (p < 0,05), yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima
artinya ada hubungan antara usia Ibu dengan kejadian
preeklampsia. Hasil analisis diperoleh pula OR=15,51 artinya
ibu yang memiliki usia beresiko memiliki peluang 15,1 kali
untuk mengalami preeklampsia dibandingkan dengan ibu
yang usia tidak beresiko.
b) Usia Kehamilan
Preeklampsia biasanya muncul setelah uia kehamilan
20 minggu. Gejalanya adalah kenaikan tekanan darah. Jika
terjadi di bawah 20 minggu, masih dikategorikan hipertensi
kronik. Sebagian besar kasus preeklampsia terjadi pada
minggu > 37 minggu dan semakin tua kehamilan maka
semakin berisiko untuk terjadinya preeklampsia.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Retno
menunjukan ada hubungan usia kehamilan dengan kejadian
preeklampsia berat. Penelitian ini sejalan dengan Utama
(2008) yang menyatakan ada hubungan antara usia
kehamilan lebih dari 28 minggu dengan kejadian
preeklampsia dibandingkan usia kehamilan kurang dari atau
sama dengan 28 minggu. Hal ini sesuai dengan teori
iskemia implantasi plasenta (Manuaba, 2010).
c) Paritas
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan
janin lebih dari satu. Menurut Manuaba paritas adalah wanita
yang pernah melahirkan dan dibagi menjadi beberapa istilah:
23
3) Grande Multipara : adalah wanita yang telah melahirkan
janin lebih darilima kali.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Devi
Kurniasari menyatakan bahwa p value 0,000 dan OR=4,219
Ini berarti p value lebih kecil dari alpha (0,05), artinya Ha
diterima dengan demikian ada hubungan yang signifikan
secara statistik antara paritas ibu dengan kejadian
preeklampsia. Hasil analisis didapatkan OR=4,21 artinya ibu
dengan primipara mempunyai peluang 4,21 kali mengalami
preeklampsia dibandingan denganmultipara.
d) Riwayat Hipertensi /Preeklampsia
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
merupakan faktor utama. Kehamilan pada wanita dengan
riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan
tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset
dini, dan dampak perinatal yang buruk. (Noroyono,2016)
Riwayat preeklampsia/hipertensi merupakan faktor
risiko preeklampsia yang dikategorikan risiko tinggi. Ibu
hamil dengan riwayat preeklampsia berkaitan dengan
tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset
dini, dan dampak perinatal yang buruk. Riwayat
preeklampsia merupakan prediktor independen yang baik
terjadinya preeklampsia, yaitu meningkatkan risiko sebesar
5,46 kali lipat. Sedangkan riwayat hipertensi meningkatkan
risiko preeklampsia sebesar 2,34 kali lipat. (Yuliani et al.,
2019)
24
e) Genetik
Riwayat preeklampsia pada keluarga juga
meningkatkan risiko hampir 3 kali lipat. Adanya riwayat
preeklampsia pada ibu meningkatkan risiko sebanyak 3,6 kali
lipat. (Noroyono, 2016)
f) Penyakit terdahulu ( Diabetes Mellitus)
Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes,
kemungkinan terkena preeklampsia meningkat 4 kali lipat.
Sedangkan untuk kasus hipertensi, Davies et al
mengemukakan bahwa prevalensi preeklampsia pada ibu
dengan hipertensi kronik lebih tinggi dari pada ibu yang tidak
menderita hipertensi kronik.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi
Kurniasari, dengan menggunakan ujichi-square diperoleh
hasilp-value =0,000 (p< 0,05),yang berarti Ho ditolak dan Ha
diterima artinya ada hubungan antara diabetes melitus ibu
hamil dengan kejadian preeklampsia eklamsia. (Kurniasari &
Arifandini, 2015)
g) Obesitas
Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
risiko munculnya preeklampsia pada setiap peningkatan
indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort mengemukakan
bahwa ibu dengan indeks masa tubuh >35 memiliki risiko
untuk mengalami preeklampsia sebanyak 2 kali lipat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Caroline E.
G Dumais, Rudy A. Lengkong dan Maya E. Mewengkan
dengan menggunakan uji chi square mendapatkan nilai p =
0,013 (<α = 0,05). Berarti terdapat hubungan antara obesitas
pada kehamilan dengan pre-eklampsi pada wanita hamil di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. (Dumais, Lengkong,
Prof, & Manado, 2016)
25
h) Bad Obstetric History
Seorang wanita yang pernh meiliki riwayat
preeklampsia, kehamilan molahidatidosa dan kehamilan
ganda kemungkinan akan mengalami preeklampsia lagi pada
kehamilan selanjutnya, terutama jika diluar kehamilan
menderita tekanan darah tinggi menahun.
4. Tanda dan Gejala
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi preklampsia
berat adalah salah satu dibawah ini :
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau
110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama. Trombositopenia :
trombosit < 100.000 /mikroliter
b. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
c. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio
kanan atasabdomen
d. Edema Paru
e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala,
gangguanvisus
f. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan absent or reversed end diastolic
velocity(ARDV). (Obstetri, 2016)
g. Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan
dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari
kenaikan berat badan serta pembengk akan pada kaki, jari-jari
tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka.
26
Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan
biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan
diagnosa pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap
minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila
kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau3 kg dalam sebulan
pre- eklampsia harus dicurigai. (Damayanti., at, al. 2017)
5. Patofisiologi
Dalam perjalanannya beberapa faktor di atas tidak berdiri
sendiri, tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada
invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta. Pada
preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari
patogenesianya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang
terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal
ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri
spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna
dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus
diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta
yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti
sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi
darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu
suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan
dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada tahap berikutnya
bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang
terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang
disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh
permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita
preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi
zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan
nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti
endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi
27
vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan
kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus.
Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam
tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi
disfungsi dan kegagalan organ seperti:
a. Pada ginjal: hiperurisemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
b. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai
dengan hipertensi.
c. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai
dengan oedema paru danoedema menyeluruh.
d. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
e. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
f. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan
kejang, kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.
g. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
janin, hipoksia janin, dan solusio plasenta.
6. Pembagian preeklampsia berat dapat digolongkan menjadi :
a. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
Preeklampsia berat dengan impending eklampsia,
disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai
dengan gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah. (Prawirohardjo, 2014)
28
7. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
a. Segera masuk ke rumah sakit
b. Tirah baring miring kesatu sisi. Tanda-tanda vital diperiksa
setiap 30 menit, memeriksa reflex patella setiap jam.
c. Pemberian anti kejang/anti konvulsan magnesium sulfat
(MgSO4) sebagai pencegahan dan terapi kejang. MgSO4
merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang
pada preeklampsia berat dan ringan.
Apabila terjadi kejang pada preeklampsia berat maka akan
dilakukanpencegahan:
a. Bila terjadi kejang, perhatikan jalan nafas, pernapasan
(oksigen), sirkulasi (cairan intravena)
b. MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan
eklampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia
berat (sebagai pencegahan kejang)
Adapun syarat pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut:
a. Tersedia antidotum kalsium glukonas 10%
b. Ada reflex patella
c. Jumlah urin minimal 0,5 ml/kg BB/jam
d. Pernapasan >16 kali/menit
Adapun cara pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut:
a. Berikan dosis awal 4 gram MgSO4 sesuai prosedur untuk
mencegah terjadinyakejang atau kejang berulang dengan cara:
b. Ambil 4 gram larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutan dengan 10 ml aquades.
c. Berikan larutan tersebut secara perlahan-lahan secara IV
selama 20 menit
d. Jika IV sulit, berikan masing-masing 5 gram MgSO4 (12,5 ml
larutan MgSO4 40%) seara Im di bokong kiri dan kanan.
e. Sambil menunggu rujukan mulai dosis rumatan 6 gram MgSO4
dalam 6 jam sesuai prosedur dengan cara: Ambil 6 gram
29
MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml
larutan Ringer Laktat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan
28 tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah
persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia).
f. Melakukan pemeriksaan fisik setiap jam, meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, reflex patella dan jumlah
urin.
g. Bila frekuensi pernapasan <16 x/menit, dan atau tidak
didapatkan reflex patella dan atau oliguria produksi urin <0,5
ml/kg BB/jam, hentikan pemberian MgSO4.
h. Jika terjadi depresi nafas, berikan kalsium glukonas 1 gram
secara IV (10 ml larutan 10 %) bolus dalam 10 menit.
i. Segala ibu hamil denga preeklampsia dan eklampsia dirujuk
pantau dan nilai adanya perburukan preeklampsia. Apabila
terjadi eklampsia, lakukan penilaian awal dan tatalaksana
kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 gram secara IV
perlahan-lahan (15-20 menit). Bila setelah pemberian MgSO4
ulang masih terdapat kejang, dapat dipertimbangkan untuk
pemberian diazepam 10 mg secara IV selama 2 menit.
8. Pencegahan preeklamsia
Preeklamsia dapat dicegah mulai dari sebelum hamil agar
tidak terkena preeklamsi pada saat hamil, melahirkan bahkan
sampai masa nifas yaitu dengan beberapa cara :
a. Istirahat tirah baring pada wanita hamil tidak mencegah
preeklampsia ringan. Namun istirahat baring dapat mencegah
preeklampsia ringan menjadipreeklampsia berat.
b. Diet rendah garam dan pemberian diuretik Restriksi garam
pada kehamilan tidak mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian diuretik juga tidak dapat mencegah terjadinya
preeklampsia, sekedar menghilangkan udema dan penurunan
tekanan darah.
30
c. Menjaga asupan makanan, konsumsi suplemen seperti
(kalsium, asam folat), makanan yang mengandung antioksidan
tinggi seperti sayuran hijau, wortel, salmon, tuna karena dapat
menurunkan resiko terkena Preeklamsia.
d. Mengontrol kenaikan Berat Badan harus diperhatikan agar
tidak terlal naik secara drastis dan sesuai dengan IMT, karena
jika bumil mengalami obesitas/ BB berlebih dapat
mempengaruhi keseimbangan hormon dan metabolisme tubuh
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya preeklamsi.
e. Banyak minum air putih dari sebelum hamil sampai melahirkan
8 – 12 gelas/ hari dan istirahat yang cukup dengan waktu tidur
7 – 8 jam serta melakukanolahraga secara rutin.
31
32