Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Persalinan

Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai


secara spontan beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap
demikian selama proses persalinan, bayi dilahirkan spontan dengan
presentasi belakang kepada pada usia kehamilan antara 37 hingga 42
minggu lengkap. Setelah persalinan ibu dan bayi dalam keadaan baik.

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan


plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan sendiri). (Rosyati, 2017)

Persalinan adalah suatu proses dimana bayi, plasenta dan selaput


ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika
prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan ( setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu)
sejak uterus berkontraksi mengakibatkan perubahan serviks. (Rosyati,
2017)

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal


dalam kehidupan. Berikut beberapa istilah yang berkaitan dengan
persalinan: Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya
serviks, dan janin turun ke jalan lahir.

1. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar


melalui jalan lahir. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa
persalinan (labor) adalah rangkaian peristiwa mulai dari kenceng-
kenceng teratur sampai dikeluarkannya produk konsepsi (janin,
plasenta, ketuban, dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau
dengan kekuatan sendiri. (Fitriahadi & Utami, 2019)

6
2. Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram
yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak
diketahui, maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu.
(Fitriahadi & Utami, 2019
3. Delivery (kelahiran) adalah peristiwa keluarnya janin termasuk
plasenta. (Fitriahadi & Utami, 2019)
4. Gravida (kehamilan) adalah jumlah kehamilan termasuk abortus,
molahidatidosa dan kehamilan ektopik yang pernah dialami oleh
seorang ibu.(Fitriahadi & Utami, 2019)
B. Sebab-Sebab Dimulainya Persalinan
Hormon-hormon yang dominan pada saat kehamilan yaitu:

1. Estrogen Berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas otot rahim dan


memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan
oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
(Fitriahadi & Utami, 2019)
2. Progesteron Berfungsi untuk menurunkan sensitivitas otot rahim,
menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti oksitosin,
rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanik, dan
menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi. (Fitriahadi &
Utami, 2019)
Pada kehamilan, kedua hormon tersebut berada dalam
keadaan yang seimbang sehingga kehamilan dapat dipertahankan.
Perubahan keseimbangan kedua hormon tersebut menyebabkan
oksitosin yang dikeluarkan oleh hipose parst posterior dapat
menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks. Dengan
demikian dapat dikemukakan beberapa teori yang memungkinkan
terjadinya proses persalinan:
a. Teori keregangan Otot rahim mempunyai kemampuan
meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas
waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
dimulai. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi

7
tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini
mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi
uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi.
(Fitriahadi & Utami, 2019)
b. Teori penurunan progresteron Proses penuaan plasenta
terjadi mulai umur 28 minggu, dimana terjadi penimbunan
jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan
buntu. Villi koriales mengalami perubahanperubahan dan
produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot
rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim
mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan
progesteron tertentu. (Fitriahadi & Utami, 2019)
c. Teori oksitosin internal 14 Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar
hipose parst posterior. Perubahan keseimbangan estrogen
dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim,
sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya
konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan
dimulai. (Fitriahadi & Utami, 2019)
d. Teori prostaglandin Konsentrasi prostaglandin meningkat
sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh
desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat
menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi
persalinan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu
terjadinya persalinan. (Fitriahadi & Utami, 2019)
e. Teori hipotalamus pituitari dan glandula suprarenalis Teori ini
menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering
terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin (1973).
Malpar tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan,
hasilnya kehamilan kelinci menjadi lebih lama. Pemberian
kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin,

8
induksi persalinan. Dari beberapa percobaan tersebut
disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus pituitari
dengan mulainya persalinan. Glandula suprerenal merupakan
pemicu terjadinya persalinan. (Fitriahadi & Utami, 2019)
f. Teori berkurangnyua nutrisi Berkurangnya nutrisi pada janin
dikemukanan oleh Hippokrates untuk pertama kalinya. Bila
nutrisi pada janin berkurang, maka konsepsi akan segera
dikeluarkan. (Fitriahadi & Utami, 2019)
g. Faktor lain Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus
frankenhauser yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion
ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan.
(Fitriahadi & Utami, 2019)
C. Perubahan Fisiilogis Pada Persalinan
1. Perubahan Fisiologis kala I

a) Perubahan pada uterus

Uterus terdiri dari dua komponen fungsional utama


myometrium dan serviks. Berikut ini akan dibahas tentang
kedua komponen fungsional dengan perubahan yang terjadi
pada kedua komponen tersebut. Kontraksi uterus
bertanggung jawab terhadap penipisan dan pembukaan
servik dan pengeluaran bayi dalam persalinan. Kontraksi
uterus saat persalinan sangat unik karena kontraksi ini
merupakan kontraksi otot yang sangat sakit. Kontraksi ini
bersifat involunter yang beketrja dibawah control saraf dan
bersifat intermitten yang memberikan keuntungan berupa
adanya periode istirahat/reaksi diantara dua kontraksi.
Terdapat 4 perubahan fisiologi pada kontraksi uterus yaitu :
1) Fundal dominan atau dominasi Kontraksi berawal dari
fundus pada salah kornu. Kemudian menyebar ke
samping dan kebawah. Kontraksi tersebar dan terlama
adalah dibagian fundus. Namun pada puncak kontraksi

9
dapat mencapai seluruh bagian uterus.(Rosyati, 2017)
2) Kontraksi dan retraksi Pada awal persalinan kontraksi
uterus berlangsung setiap 15 – 20 menit selama 30
detik dan diakhir kala 1 setiap 2 – 3 menit selama 50 –
60 detik dengan intensitas yang sangat kuat. Pada
segmen atas Rahim tidak berelaksasi sampai kembali
ke panjang aslinya setelah kontraksi namun relative
menetap pada panjang yang lebih pendek. Hal ini
disebut dengan retraksi.(Rosyati, 2017)
3) Polaritas adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keselarasan saraf – saraf otot yang
berada pada dua kutub atau keselarasan saraf – saraf
otot yang berada pada dua kutub atau segmen uterus
ketika berkontraksi. Ketika segmen atas uterus
berkontraksi dengan kuat dan berertraksi maka
segmen bawah uterus hanya berkontraksi sedikit dan
membuka. (Rosyati, 2017)
4) Differensisiasi atau perbedaan kontraksi uterus. Selama
persalinan aktif uterus berubah menjadi dua bagian
yang berbeda segmen atas uterus yang berkontraksi
secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan maju.
Segmen bawah uterus dan servik relative pasif
dibanding dengan dengan segmen atas dan bagian ini
berkembang menjadi jalan yang berdinding jauh lebih
tipis untuk janin. Cincin retraksi terbentuk pada
persambungan segmen bawah dan atas uterus.
Segmen bawah Rahim terbentuk secara bertahap ketika
kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis sekali
pada saat persalinan. (Rosyati, 2017)

10
2. Perubahan serviks

Kala I persalinan dimulai dari munculnya kontraksi


persalinan yang ditandai dengan perubahan serviks secara progesif
dan diakhiri dengan pembukaan servik lengkap, Kala ini dibagi
menjadi 2 fase yaitu fase laten dan fase aktif

a) Fase laten : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 0 dan


berakhir sampai pembukaan servik mencapai 3 cm. pada
fase ini kontraksi uterus meningkat frekuensi, durasi, dan
intensitasnya dari setiap 10 – 20 menit, lama 15 – 20 detik
dengan intensitas cukup menjadi 5 – 7 menit, lama 30 – 40
detik dan dengan intensitas yang kuat. (Rosyati, 2017)

b) Fase aktif : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 4 dan


berakhir sampai pembukaan serviks mencapai 10 cm. pada
fase ini kontraksi uterus menjadi efektif ditandai dengan
meningkatanya frekuensi, durasi dan kekuatan kontraksi.
Tekanan puncak kontraksi yang dihasilkan mencapai 40–50
mmHg. Diakhir fase aktif kontraksi berlangsung 2 – 3 menit
sekali, selama 60 detik dengan intensitas lebih dari 40
mmHg. Fase aktif dibedakan menjadi fase akselerasi, fase
lereng maksimal dan fase deselarasi. (Rosyati,2017)
3. Perubahan Fisiologi kala II

a) Tekanan darah, dapat meningkat 15 sampai 25 mmHg


selama kontraksi pada kala dua. Upaya mengedan pada ibu
juga dapat memengaruhi tekanan darah, menyebabkan
tekanan darah meningkat dan kemudian menurun dan pada
akhirnya berada sedikit diatas normal. Oleh karena itu,
diperlukan evaluasi tekanan darah dengan cermat diantara
kontraksi. Rata – rata peningkatan tekanan darah 10 mmHg di
antara kontraksi ketika wanita telah mengedan adalah hal
yang normal.(Fitriahadi & Utami, 2019)

11
b) Metabolisme, peningkatan metabolisme yang terus
menerus berlanjut sampai kala dua disertai upaya mengedan
pada ibu yang akan menambah aktivitas otot – otot rangka
untuk memperbesar peningkatan metabolisme. (Fitriahadi &
Utami, 2019)

c) Denyut nadi, frekuensi denyut nadi ibu bervariasi pada setiap


kali mengedan. Secara keseluruhan, frekuensi nadi
meningkat selama kala dua persalinan disertai takikardi yang
mencapai puncaknya pada saat persalinan. (Fitriahadi &
Utami, 2019)

d) Suhu, peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat persalinan


dan segera setelahnya. Peningkatan normal adalah 0.5
sampai 1oC. (Fitriahadi & Utami, 2019)

e) Perubahan system pernafasan, sedikit peningkatan frekuensi


pernapasan masih normal diakibatkan peningkatan lebih
lanjut curah jantung selama persalinan dan mencerminkan
peningkatan metabolisme yang terjadi. (Fitriahadi & Utami,
2019)

4. Perubahan fisiologis kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta


yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus
teraba keras dengan fundus uteri diatas pusat beberapa menit
kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit –
15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan
tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai dengan
pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala II
adalah perdarahan akibat atonia uteri, retensio plasenta, perlukaan
jalan lahir, tanda gejala tali pusat. Tempat implantasi plasenta
mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri dan

12
kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya
dan pengumpulan darah pada ruang utero – plasenter akan
mendorong plasenta keluar. Otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya
bayinya. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya
ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah
maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding Rahim, setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah
uterus atau kedalam vagina. (Fitriahadi & Utami, 2019)
5. Perubahan Fisiologis kala IV

Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan


berakhir 2 jam kemudian. Periode ini merupakan saat paling kritis
untuk mencegah kematian ibu, terutama kematian disebabkan
perdarahan. Selama kala IV, bidan harus memantau ibu setiap 15
menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau
lebih sering. Setelah pengeluaran plasenta , uterus biasanya
berada pada tengah dari abdomen kira – kira 2/3 antara symphysis
pubis dan umbilicus atau berada tepat diatas umbilicus. (Fitriahadi
& Utami, 2019)
6. Perubahan Psikologis pada Ibu Bersalin

Perubahan psikologis pada ibu bersalin wajar terjadi namun


ia memerlukan bimbingan dari keluarga dan penolong persalinan
agar ia dapat menerima keadaan yang terjadi selama persalinan
dan dapat memahaminya sehingga ia dapat beradaptasi terhadap
perubahan yang terjadi pada dirinya. fase laten dimana fase ini ibu
biasanya merasa lega dan bahagia karena masa kehamilannya
akan segera berakhir. Namun, pada awal persalinan wanita
biasanya gelisah, gugup, cemas dan khawatir sehubungan dengan
rasa tidak nyaman karena kontraksi. Biasanya dia ingin berbicara,

13
perlu ditemani, tidak tidur, ingin berjalan – jalan dan menciptakan
kontak mata. Pada wanita yang dapat menyadari bahwa proses ini
wajar dan alami akan mudah beradaptasi dengan keadaan tersebut
dan pada fase aktif saat kemajuan persalinan sampai pada fase
kecepatan maksimum rasa khawatir wanita menjadi meningkat.
Kontraksi menjadi semakin kuat dan frekuensinya lebih sering
sehingga wanita tidak dapat mengontrolnya. Dalam keadaan ini
wanita akan menjadi lebih serius. Wanita tersebut menginginkan
seseorang untuk mendampinginya karena dia merasa takut tidak
mampu beradaptasi. (Fitriahadi & Utami, 2019)
D. Tanda dan Gejala

1. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.

2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan vagina.

3. Perenium menonjol.

4. Vulva-vagina dan spingter ani membuka.

5. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. (Fitriahadi &


Utami, 2019)
E. Penatalaksanaan (Rosyati, 2017)

1. Asuhan Kala 1

a. Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti


suami, keluarga, orang terdekat, yang dapat menemani ibu dan
memberikan support pada ibu.

b. Mengatur aktivitas dan posisi ibu sesuai dengan keinginannya


dengan kesanggupannya, posisi tidur sebaiknya tidak dilakukan
dalam terlentanglurus.

14
c. Membimbing ibu untuk rileks sewaktu ada his dan dianjurkan
untuk menarik nafas panjang, tahan nafas sebentar dan
dikeluarkan dengan meniup sewaktu his.

d. Menjelaskan tentang kemajuan persalinan, perubahan yang


terjadi pada tubuh ibu serta prosedur yang akan dilaksanakan
dan hasil - hasilpemeriksaan.

e. Menjaga kebersihan diri dengan cara mandi, membasuh sekitar


kemaluan sesudah BAB/BAK.

f. Mengtasi rasa panas dan banyakkeringat, dapat diatasi


denganmenggunakan kipas angina, AC didalam kamar.

g. Melakukan massase pada daerah punggung atau mengusap


perut ibudengan lembut.

h. Pemberian cukup minum atau kebutuhan energy dan mencegah


dehidrasi.

i. Mempertahankan kandung kemih tetap kosong dan ibu


dianjurkan untukberkemih sesering mungkin.

j. Menjaga privisi Ibu antara orang lain menggunakan penutup


tirai, tidakmenghadirkan orang tanpa seizin ibu.
F. Kala II Persalinan

a. Melihat adanya tanda persalinan kala II yaitu dorongan ingin


meneran, tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva dan sfingter
ani membuka
b. Memastikan kelengkapan alat-alat, bahan-bahan dan obat-obatan
esensial untuk persalinan dan menatalaksaan komplikasi ibu dan
bayi baru lahir meliputi partus set, heating set, balon penghisap
lendir, obat-obatan (oksitosin 10 IU (8 ampul), metergin 0,2 mg, (1-2
ampul), lidocain 2 %, betadine, spuit 3 cc), serta kebutuhan bayi
baru lahir yaitu baju, kain, selimut, topi, sarung tangan dan kaki.

15
c. Memakai celemek.

d. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

e. Menggunakan sarung tangan DTT.

f. Memasukkan oksitosin 10 IU ke dalam tabung suntik 2,5 cc.

g. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT atau kapas


savlon.

h. Melakukan pemeriksaan dalam dan memastikan pembukaan sudah


lengkap.

i. Mendekontaminasi sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%.

j. Memeriksa denyut jantung janin.

k. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin


baik,membantu ibu menemukan posisi yang nyaman sesuai
keinginannya.
l. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran.

m. Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada


dorongan yangkuat untuk meneran.
n. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil
posisi nyaman,jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran.

o. Meletakan handuk bersih di atas perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5–6 cm.
p. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu.

q. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kelengkapan alat dan


bahan.

r. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

16
Melahirkan Kepala :

s. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5–6 cm


membuka vulva, maka lindungi perineum dengan satu tangan yang
dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan
kepala bayi untuk tidak terjadi defleksi terlalu cepat, membantu
lahirnya kepala. Menganjurkan ibu untuk mengedan perlahan atau
bernafas cepat dan dangkal.
t. Memeriksa adanya lilitan tali pusat. tidak ada lilitan.

u. Menunggu kepala bayi melakukan putar paksi luar secara spontan.

Melahirkan Bahu :

v. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, memegang kepala


bayi secara biparental. Dengan lembut menggerakan kepala kearah
bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis
dan kemudian menggerakan arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
w. Setelah bahu lahir, tangan tangan menyangga kepala, leher dan
bahu bayi bagian posterior dengan posisi ibu jari pada leher dan
keempat jari lainnya pada bahu dan punggung anterior.
x. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menelusuri punggung
kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai
bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin).
Memegang bayi pada tangan sedemikian rupa sehingga bayi
menghadap ke arah penolong.
y. Kemudian melakukan penilaian sepintas pada bayi yaitu bayi
langsung langsung menangis, warna kulit bayi kemerahan dan tonus
otot baik.

17
2. Kala III

Tanda – tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua


hal – haldibawah ini :
a. Uterus menjadi bundar

b. Perdarahan, terutama perdarahan yang agak banyak

c. Memanjangnya bagian tali pusat yang lahir

Naiknya fundus uteri karena naiknya Rahim lebih mudah


digerakan.Manajemen aktif kala III terdiri dari beberapa komponen :

a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi


lahir.

b. Melakukan peregangan tali pusat terkendali.

c. Massase fundus uteri


Asuhan kala III

a. Melakukan manajemen aktif kala III

b. Memeriksa ada tidaknya janin kedua

c. Memberitahukan kepada ibu bahwa plasenta lahir, memeriksa


kelengkapanplasenta
d. Mengevaluasi kontraksi uterus, beserta perdarahan pada kala III

e. Memantau adanya tanda bahaya kala III seperti kelainan kontraksi.

3. Kala IV

Asuhan pada kala IV

a. Memeriksa perdarahan dan ada tidaknya laserasi, jika ada


laserasi makadilakukan heacting
b. Mengobservasi TTV, kontraksi uterus, perdarahan dan kandung
kemih tiap 15menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 1 jam
kedua.
d. Mengjanjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin

18
e. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini.

f. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan


G. Komplikasi selama Persalinan

Komplikasi selama persalinan yang mungkin terjadi:

1. Distosia kelainan presentasi dan posisi

Pengertian Malposisi adalah kepala janin relatif terhadap


pelvis degan oksiput sebagai titik referensi, atau malposisi
merupakan abnormal dari vertek kepala janin (dengan ubun-ubun
kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Dalam keadaan
malposisi dapat terjadi partus macet atau partus lama. Penilaian
posisi normal apabila kepala dalam keadaan fleksi, bila fleksi baik
maka kedudukan oksiput lebih rendah dari pada sinsiput, keadaan
ini disebut posisi oksiput transversal atau anterior. Sedangkan
keadaan dimana oksiput berada di atas posterior dari diameter
transversal pelvis adalah suatu malposisi.(Sataloff et al., n.d.)

2. Prolonged latent phase (fase laten yang memanjang)

Fase laten persalinan lama dapat didiagnosis secara tidak


akurat jika ibu mengalamipersalinan palsu. Menurut Prawirohardjo,
2007 menyatakan bahwa pembukaan serviks tidak melewati 3 cm
sesudah 8 jam in partu.(Sataloff et al., n.d.)
3. Prolonged active phase (Fase aktif memanjang)

Fase aktif ditandai dengan peningkatan laju dilatasi serviks,


yang disertai denganpenurunan bagian presentasi janin. Kemajuan
yang lambat dapat didefinisikan sebagai durasi total persalinan atau
kegagalan serviks untuk berdilatasi dengan kecepatan perjam yang
telah ditetapkan. Kecepatan dilatasi 1 cm perjam paling banyak
digunakan, tetapi pemeriksaan vagina tidaklah tepat, dengan
adanya kemungkinan variasi antar pemeriksa. Fase aktif yang
memanjang disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor yang

19
meliputi serviks, uterus, fetus dan pelvis ibu. (Sataloff et al., n.d.)
4. Inersia Uteri

Hipotonik Adalah kelainan his dengan kekuatan yang


lemah/tidak adekuat untuk melakukanpembukaan serviks atau
mendorong anak keluar. Diisi kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan kurang baik seperti
anemia, uterus yang terlalu teregang, misalnya akibat hidramnion
atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau
primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
(Sataloff et al., n.d.)
H. Pre Eklampsia Berat
1. Pengertian Pre Ekmasia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
disertai proteinuria dan/ atau edema pada kehamilan 20 minggu
atau lebih. (Handayani & Mulyati, 2017)
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg disertai proteinurine lebih 5 g/24 jam. (Prawirohardjo, 2014)
Preeklampsia berat adalah peningkatan tekanan darah
sekurangkurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.
Alat tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa,
namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum
atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi. Laporan terbaru
menunjukkan pengukuran tekanan darah menggunakan alat
otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.
Proteinuria berat ditetapkan bila ekskresi protein dalam urin
≥ 5 g/24 jam atau tes urin dipstik ≥ positif 2. Pemeriksaan urin
dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam
memperkirakan kadar proteinuria. 6,7 Konsentrasi protein pada
sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk

20
jumlah urin. Selain itu juga dapat disertai dengan keterlibatan organ
lain. Kriteria lain preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala dan
tanda disfungsi organ, seperti kejang, edema paru, oliguria,
trombositopeni, peningkatan enzim hati, nyeri perut epigastrik atau
kuadran kanan atas dengan mual dan muntah, serta gejala serebral
menetap (sakit kepala, pandangan kabur, penurunan visus atau
kebutaan kortikal dan penurunan kesadaran)
2. Klasifikasi preeklamsi
a. Preeklmasia Ringan
Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria setelah umur kehamilan diatas 20 minggu
dan segera persalinan. Tetapi dapat juga timbul sebelum
umur kehamilan 20 minggu (pudiastutiR, D, 2012)

b. Preeklamsia Berat

Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan


tekanan darah sistolok ≥160 mmHg dan tekanan darah
diastolic ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam
atau ≥+2. (Marni, dkk, 2014)
1) Kriteria preeklampsia berat
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila
ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :

a) Tekanan darah sistolik/diastolik >160/110 mmHg.


Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu
hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah
menjalani tirah baring.

b) Proteinuria>5 gram/24 jam atau 4+ dalam


pemeriksaan kualitatif.

c) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc / 24


jam.

21
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma >1,2 mg/dl.

e) Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran,


nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur.

f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan


atas abdomen (akibat teregangnya kapsula
glisson).

g) Oedema paru dan sianosis.

h) Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim


laktat dehidrogenase.

i) Trombositopenia berat : trombosit < 100.000 sel/mm3


atau penurunan trombosit dengan cepat.

j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) :


peningkatan kadar alanin dan aspartate
amninotransferase.

k) Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.


3. Etiologi
Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum
diketahui secarapasti, tetapi pada umunya disebabkan oleh
(vasospasme arteriola). (Yogi, 2014).
Adapun faktor – faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi
timbulnyapreeklampsia antara lain :
a) Umur Ibu
Usia adalah usia individu terhitung mulai saat dia
dilahirkan sampai saat berulang tahun, semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir. Insiden tertinggi pada kasus
preeklampsia pada usia remaja atau awal usia 20 tahun,
tetapi prevalensinya meningkat pada wanita diatas 35 tahun.

22
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi
Kurniasari menggunakan uji chi-square diperoleh p-value =
0,000 (p < 0,05), yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima
artinya ada hubungan antara usia Ibu dengan kejadian
preeklampsia. Hasil analisis diperoleh pula OR=15,51 artinya
ibu yang memiliki usia beresiko memiliki peluang 15,1 kali
untuk mengalami preeklampsia dibandingkan dengan ibu
yang usia tidak beresiko.
b) Usia Kehamilan
Preeklampsia biasanya muncul setelah uia kehamilan
20 minggu. Gejalanya adalah kenaikan tekanan darah. Jika
terjadi di bawah 20 minggu, masih dikategorikan hipertensi
kronik. Sebagian besar kasus preeklampsia terjadi pada
minggu > 37 minggu dan semakin tua kehamilan maka
semakin berisiko untuk terjadinya preeklampsia.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Retno
menunjukan ada hubungan usia kehamilan dengan kejadian
preeklampsia berat. Penelitian ini sejalan dengan Utama
(2008) yang menyatakan ada hubungan antara usia
kehamilan lebih dari 28 minggu dengan kejadian
preeklampsia dibandingkan usia kehamilan kurang dari atau
sama dengan 28 minggu. Hal ini sesuai dengan teori
iskemia implantasi plasenta (Manuaba, 2010).
c) Paritas
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan
janin lebih dari satu. Menurut Manuaba paritas adalah wanita
yang pernah melahirkan dan dibagi menjadi beberapa istilah:

1) Primigravida : adalah seorang wanita yang


telah melahirkan janinuntuk pertamakalinya
2) Multipara : adalah seorang wanita yang telah melahirkan
janin lebih darisatukali.

23
3) Grande Multipara : adalah wanita yang telah melahirkan
janin lebih darilima kali.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Devi
Kurniasari menyatakan bahwa p value 0,000 dan OR=4,219
Ini berarti p value lebih kecil dari alpha (0,05), artinya Ha
diterima dengan demikian ada hubungan yang signifikan
secara statistik antara paritas ibu dengan kejadian
preeklampsia. Hasil analisis didapatkan OR=4,21 artinya ibu
dengan primipara mempunyai peluang 4,21 kali mengalami
preeklampsia dibandingan denganmultipara.
d) Riwayat Hipertensi /Preeklampsia
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
merupakan faktor utama. Kehamilan pada wanita dengan
riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan
tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset
dini, dan dampak perinatal yang buruk. (Noroyono,2016)
Riwayat preeklampsia/hipertensi merupakan faktor
risiko preeklampsia yang dikategorikan risiko tinggi. Ibu
hamil dengan riwayat preeklampsia berkaitan dengan
tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset
dini, dan dampak perinatal yang buruk. Riwayat
preeklampsia merupakan prediktor independen yang baik
terjadinya preeklampsia, yaitu meningkatkan risiko sebesar
5,46 kali lipat. Sedangkan riwayat hipertensi meningkatkan
risiko preeklampsia sebesar 2,34 kali lipat. (Yuliani et al.,
2019)

24
e) Genetik
Riwayat preeklampsia pada keluarga juga
meningkatkan risiko hampir 3 kali lipat. Adanya riwayat
preeklampsia pada ibu meningkatkan risiko sebanyak 3,6 kali
lipat. (Noroyono, 2016)
f) Penyakit terdahulu ( Diabetes Mellitus)
Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes,
kemungkinan terkena preeklampsia meningkat 4 kali lipat.
Sedangkan untuk kasus hipertensi, Davies et al
mengemukakan bahwa prevalensi preeklampsia pada ibu
dengan hipertensi kronik lebih tinggi dari pada ibu yang tidak
menderita hipertensi kronik.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi
Kurniasari, dengan menggunakan ujichi-square diperoleh
hasilp-value =0,000 (p< 0,05),yang berarti Ho ditolak dan Ha
diterima artinya ada hubungan antara diabetes melitus ibu
hamil dengan kejadian preeklampsia eklamsia. (Kurniasari &
Arifandini, 2015)
g) Obesitas
Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
risiko munculnya preeklampsia pada setiap peningkatan
indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort mengemukakan
bahwa ibu dengan indeks masa tubuh >35 memiliki risiko
untuk mengalami preeklampsia sebanyak 2 kali lipat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Caroline E.
G Dumais, Rudy A. Lengkong dan Maya E. Mewengkan
dengan menggunakan uji chi square mendapatkan nilai p =
0,013 (<α = 0,05). Berarti terdapat hubungan antara obesitas
pada kehamilan dengan pre-eklampsi pada wanita hamil di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. (Dumais, Lengkong,
Prof, & Manado, 2016)

25
h) Bad Obstetric History
Seorang wanita yang pernh meiliki riwayat
preeklampsia, kehamilan molahidatidosa dan kehamilan
ganda kemungkinan akan mengalami preeklampsia lagi pada
kehamilan selanjutnya, terutama jika diluar kehamilan
menderita tekanan darah tinggi menahun.
4. Tanda dan Gejala
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi preklampsia
berat adalah salah satu dibawah ini :
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau
110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama. Trombositopenia :
trombosit < 100.000 /mikroliter
b. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
c. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio
kanan atasabdomen
d. Edema Paru
e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala,
gangguanvisus
f. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan absent or reversed end diastolic
velocity(ARDV). (Obstetri, 2016)
g. Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan
dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari
kenaikan berat badan serta pembengk akan pada kaki, jari-jari
tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka.

26
Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan
biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan
diagnosa pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap
minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila
kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau3 kg dalam sebulan
pre- eklampsia harus dicurigai. (Damayanti., at, al. 2017)
5. Patofisiologi
Dalam perjalanannya beberapa faktor di atas tidak berdiri
sendiri, tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada
invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta. Pada
preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari
patogenesianya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang
terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal
ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri
spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna
dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus
diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta
yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti
sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi
darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu
suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan
dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada tahap berikutnya
bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang
terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang
disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh
permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita
preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi
zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan
nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti
endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi

27
vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan
kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus.
Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam
tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi
disfungsi dan kegagalan organ seperti:
a. Pada ginjal: hiperurisemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
b. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai
dengan hipertensi.
c. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai
dengan oedema paru danoedema menyeluruh.
d. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
e. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
f. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan
kejang, kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.
g. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
janin, hipoksia janin, dan solusio plasenta.
6. Pembagian preeklampsia berat dapat digolongkan menjadi :
a. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
Preeklampsia berat dengan impending eklampsia,
disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai
dengan gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah. (Prawirohardjo, 2014)

28
7. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
a. Segera masuk ke rumah sakit
b. Tirah baring miring kesatu sisi. Tanda-tanda vital diperiksa
setiap 30 menit, memeriksa reflex patella setiap jam.
c. Pemberian anti kejang/anti konvulsan magnesium sulfat
(MgSO4) sebagai pencegahan dan terapi kejang. MgSO4
merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang
pada preeklampsia berat dan ringan.
Apabila terjadi kejang pada preeklampsia berat maka akan
dilakukanpencegahan:
a. Bila terjadi kejang, perhatikan jalan nafas, pernapasan
(oksigen), sirkulasi (cairan intravena)
b. MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan
eklampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia
berat (sebagai pencegahan kejang)
Adapun syarat pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut:
a. Tersedia antidotum kalsium glukonas 10%
b. Ada reflex patella
c. Jumlah urin minimal 0,5 ml/kg BB/jam
d. Pernapasan >16 kali/menit
Adapun cara pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut:
a. Berikan dosis awal 4 gram MgSO4 sesuai prosedur untuk
mencegah terjadinyakejang atau kejang berulang dengan cara:
b. Ambil 4 gram larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutan dengan 10 ml aquades.
c. Berikan larutan tersebut secara perlahan-lahan secara IV
selama 20 menit
d. Jika IV sulit, berikan masing-masing 5 gram MgSO4 (12,5 ml
larutan MgSO4 40%) seara Im di bokong kiri dan kanan.
e. Sambil menunggu rujukan mulai dosis rumatan 6 gram MgSO4
dalam 6 jam sesuai prosedur dengan cara: Ambil 6 gram

29
MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml
larutan Ringer Laktat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan
28 tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah
persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia).
f. Melakukan pemeriksaan fisik setiap jam, meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, reflex patella dan jumlah
urin.
g. Bila frekuensi pernapasan <16 x/menit, dan atau tidak
didapatkan reflex patella dan atau oliguria produksi urin <0,5
ml/kg BB/jam, hentikan pemberian MgSO4.
h. Jika terjadi depresi nafas, berikan kalsium glukonas 1 gram
secara IV (10 ml larutan 10 %) bolus dalam 10 menit.
i. Segala ibu hamil denga preeklampsia dan eklampsia dirujuk
pantau dan nilai adanya perburukan preeklampsia. Apabila
terjadi eklampsia, lakukan penilaian awal dan tatalaksana
kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 gram secara IV
perlahan-lahan (15-20 menit). Bila setelah pemberian MgSO4
ulang masih terdapat kejang, dapat dipertimbangkan untuk
pemberian diazepam 10 mg secara IV selama 2 menit.
8. Pencegahan preeklamsia
Preeklamsia dapat dicegah mulai dari sebelum hamil agar
tidak terkena preeklamsi pada saat hamil, melahirkan bahkan
sampai masa nifas yaitu dengan beberapa cara :
a. Istirahat tirah baring pada wanita hamil tidak mencegah
preeklampsia ringan. Namun istirahat baring dapat mencegah
preeklampsia ringan menjadipreeklampsia berat.
b. Diet rendah garam dan pemberian diuretik Restriksi garam
pada kehamilan tidak mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian diuretik juga tidak dapat mencegah terjadinya
preeklampsia, sekedar menghilangkan udema dan penurunan
tekanan darah.

30
c. Menjaga asupan makanan, konsumsi suplemen seperti
(kalsium, asam folat), makanan yang mengandung antioksidan
tinggi seperti sayuran hijau, wortel, salmon, tuna karena dapat
menurunkan resiko terkena Preeklamsia.
d. Mengontrol kenaikan Berat Badan harus diperhatikan agar
tidak terlal naik secara drastis dan sesuai dengan IMT, karena
jika bumil mengalami obesitas/ BB berlebih dapat
mempengaruhi keseimbangan hormon dan metabolisme tubuh
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya preeklamsi.
e. Banyak minum air putih dari sebelum hamil sampai melahirkan
8 – 12 gelas/ hari dan istirahat yang cukup dengan waktu tidur
7 – 8 jam serta melakukanolahraga secara rutin.

31
32

Anda mungkin juga menyukai