Anda di halaman 1dari 6

Lima Ciri Munafik (Hadits Jamiul Ulum wal Hikam

#48)
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  Follow on TwitterSend an emailJuly 11, 2020

0 19,576 5 minutes read

Apa saja ciri-ciri munafik?

Daftar Isi  buka 

Hadits Ke-48 dari Jamiul Ulum wal Hikam Ibnu Rajab


َ‫ْث الثَّا ِمنُ وَ اَألرْ بَعُوْ ن‬
ُ ‫الح ِدي‬
َ

، – ‫سلَّ َم‬ َ َ‫هللا عَ لَ ْي ِه و‬


ُ ‫بي – صَ لَّى‬ ِّ َّ‫ عَ ِن الن‬، ‫هللا عَ ْن ُهمَا‬
ُ ‫ي‬ َ ‫ض‬
ِ َ‫ْن عَ مْ ٍرو ر‬ ِ ‫هللا ب‬
ِ ‫عَ نْ عَ ْب ِد‬
‫ت ِف ْي ِه خَ صْ لَ ٌة‬ ْ َ‫ت خَ صْ لَ ٌة ِم ْن ُهنَّ ِف ْي ِه َكان‬ ْ َ‫ وَ ِإنْ َكان‬، ‫ َأربعٌ مَنْ ُكنَّ ِف ْي ِه َكانَ ُمنَا ِفق ًا‬: ‫َقا َل‬
، َ‫ وَ ِإ َذا خَ اصَ َم َف َجر‬، َ‫ وَ ِإ َذا وَ عَ َد َأخْ لَف‬، َ‫َّث َك َذب‬ َ ‫ مَنْ ِإ َذا َحد‬: ‫فاق َحتَّى َيدَعَ َها‬ ِ ِّ‫ِمنَ الن‬
‫س ِل ٌم‬
ْ ‫وَ ُم‬  ‫ي‬ُّ ‫ار‬ِ َ‫خَ رَّ َج ُه البُخ‬  َ‫وَ ِإ َذا عَ ا َه َد َغدَر‬

Hadits Ke-48
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda, “Ada empat tanda seseorang disebut munafik. Jika salah satu perangai
itu ada, ia berarti punya watak munafik sampai ia meninggalkannya. Empat hal itu
adalah: (1) jika berkata, berdusta; (2) jika berjanji, tidak menepati; (3) jika berdebat, ia
berpaling dari kebenaran; (4) jika membuat perjanjian, ia melanggar perjanjian
(mengkhianati).” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 2459, 3178 dan Muslim, no.
58]
Baca Juga: Hidup Sehat Ala Rasulullah (Hadits Jamiul Ulum wal Hikam #47)
Ada juga hadits lainnya yang melengkapi tanda munafik selain hadits di atas
sebagai berikut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
َ‫َّث َك َذبَ وَ ِإ َذا وَ عَ َد َأخْ لَفَ وَ ِإ َذا اْئ تُ ِمنَ خَ ان‬
َ ‫َات ا ْل ُمنَا ِف ِق َثالَثَ ٌة ِإ َذا َحد‬
ِ ‫ِمنْ عَ الَم‬
“Di antara tanda munafik ada tiga: jika berbicara, berdusta; jika berjanji, tidak menepati;
jika diberi amanat, berkhianat.” (HR. Muslim, no. 59)
Dalam riwayat lain disebutkan,

ْ ‫ث وَ ِإنْ صَ ا َم وَ صَ لَّى وَ زَ عَ َم َأنَّ ُه ُم‬


‫س ِل ٌم‬ ٌ َ‫آيَ ُة ا ْل ُمنَا ِف ِق ثَال‬

“Tanda munafik itu ada tiga, walaupun orang tersebut puasa dan mengerjakan shalat,
lalu ia mengklaim dirinya muslim.” (HR. Muslim, no. 59)
 

Faedah hadits
Pertama: Secara bahasa, nifaq (kemunafikan) termasuk dalam pengelabuan dan makar,
yaitu dengan menampakkan sisi baik dan menyembunyikan sisi buruknya. Menurut
istilah syari, nifaq (kemunafikan) ada dua macam:
1. Kemunafikan besar (nifaq akbar), yaitu menampakkan keimanan (yaitu
beriman kepada Allah, malaikat, kitab suci, para rasul, dan hari akhir), lalu
menyembunyikan kekafiran, bisa jadi kekafiran secara total (tidak beriman
sama sekali), atau tidak mengimani sebagian. Kemunafikan jenis pertama inilah
yang ditemukan pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Qur’an
diturunkan untuk mencela orang munafik jenis ini, bahkan Al-Qur’an
mengafirkan mereka. Al-Qur’an pun menyebutkan bahwa pelaku jenis ini
berada pada dasar paling bawah dari neraka.
2. Kemunafikan kecil (nifaq ashgar), itulah nifaq al-‘amal (kemunafikan
amalan), yaitu menampakkan diri saleh, padahal keadaan batin tidak seperti
itu.
Kedua: Asal kemunafikan kembali pada ciri-ciri kemunafikan sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits yang dikaji. Secara umum tanda munafik itu ada lima:
1. Jika mengatakan suatu perkataan di mana orang yang mendengar begitu
mempercayainya, padahal yang dikatakan itu suatu kedustaan.

2. Jika berjanji, tidak menepati. Di sini ada dua macam: (a) sedari awal berniat
tidak akan menunaikan janji, inilah orang yang paling jelek dalam mengingkari
janji; (b) berjanji dengan niat akan menunaikan, kemudian ia tidak
menepatinya padahal tidak ada uzur.

3. Jika berdebat, ia fujuur, artinya sengaja keluar dari kebenaran, hingga


kebenaran menjadi suatu kebatilan dan kebatilan menjadi suatu kebenaran.
Jika seseorang punya kemampuan berdebat lalu ia membela kebatilan
sehingga membuat kebatilan itu tampak benar bagi yang mendengarkan, ini
adalah sejelek-jelek keharaman, dan perangai munafik yang paling jelek.
4. Jika membuat perjanjian, lalu melanggar dan tidak memenuhi perjanjian
tersebut.

5. Jika diberi amanat, ia berkhianat. Ketika seseorang diberi amanat, harusnya ia


tunaikan amanat tersebut. Berkhianat terhadap amanat termasuk ciri-ciri
munafik.

Dari Ibnu ‘Umar radliyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau


bersabda,
‫ِل ُك ِّل َغا ِد ٍر ِلوَ ا ٌء يَوْ َم ا ْل ِقيَا َم ِة يُ َقا ُل َه ِذ ِه َغدْرَ ُة ُفاَل ٍن‬

“Setiap pengkhianat memliki bendera pada hari Kiamat kelak. Lalu dikatakan kepadanya,
“Inilah pengkhianat si Fulan.’” (HR. Bukhari, no. 3187 dan Muslim, no. 1735)
Ketiga: Kemunafikan itu kembali pada “berbedanya lahir dan batin”.
Tiga faedah ini diringkas dari Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam.
 

Masalah: Apakah wajib memenuhi janji?


Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Para ulama berselisih pendapat tentang wajibnya
memenuhi janji. Ada yang mengatakan wajib. Ada yang menyatakan wajib secara mutlak.
Inilah pendapat dari ulama Zhahiriyah dan semisalnya. Di antara mereka ada yang
menyatakan wajib memenuhi janji jika pihak yang diberi janji merasa rugi.
 

Masalah: Berbagai bentuk melanggar perjanjian


Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan, “Melanggar setiap perjanjian itu haram baik
perjanjian dengan sesama muslim atau dengan non-muslim. Termasuk dalam hal ini,
tidak boleh mengkhianati perjanjian dengan non-muslim. Inilah yang dijelaskan pada
hadits kafir mu’ahad (kafir yang punya ikatan perjanjian dengan kaum muslim). Dari
‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫َسيرَ ِة َأرْ بَ ِعينَعَامًا‬
ِ ‫ُوج ُد ِمنْ م‬ َ ‫ وَ ِإنَّ ِر‬، ‫مَنْ َقتَ َل نَ ْفسًا ُمعَا َهدًا َل ْم يَرَ ْح رَ اِئ َح َة ا ْل َجنَّ ِة‬
َ ‫يح َها ي‬
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad, ia tidak akan mencium bau surga. Padahal
sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari,
no. 3166)
Baca Juga: Hukum Membunuh atau “Ngebom” Orang Kafir
Allah sendiri telah memerintahkan dalam Al-Qur’an untuk menunaikan perjanjian
dengan orang musyrik selama mereka memenuhi janji tersebut dan tidak
membatalkannya.

Adapun perjanjian dengan sesama kaum muslimin, tentu lebih harus ditaati.
Membatalkan perjanjian dengan sesama muslim tentu dosanya lebih besar.

Bentuk pelanggaran perjanjian:


Pertama: Membatalkan perjanjian dengan pemimpin kaum muslimin yang sudah dibaiat
dan sudah diridai. Dalam shahihain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ وَ رَ ُج ٌل‬، … ‫ وَ لَ ُه ْم عَ َذابٌ َأ ِلي ٌم‬، ‫يه ْم‬ ِ ‫ وَ الَ يُزَ ِّك‬، ‫ثَالَثَ ٌة الَ يُ َكلِّ ُم ُه ُم اللَّ ُه يَوْ َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬
ِ ‫ وَ ِإالَّ لَ ْم ي‬، ‫ ِإنْ َأعْ طَا ُه مَا ي ُِري ُد وَ َفى لَ ُه‬، ‫بَايَ َعِإمَامًا الَ يُب َِاي ُع ُه ِإالَّ ِل ُد ْنيَا ُه‬
‫َف لَ ُه‬

“Tiga hal yang Allah tidak akan berbicara dengan mereka pada hari kiamat, Allah tidak
akan menyucikan mereka, bagi mereka azab yang pedih, (di antaranya yang disebutkan):
seseorang yang berbaiat (sumpah setia kepada pemimpin, pen.), ia membaiatnya hanya
karena tujuan dunia. Jika pemimpin itu memberi yang ia inginkan, ia akan memenuhi
janjinya. Jika tidak diberi, ia tidak akan memenuhi janjinya.” (HR. Bukhari, no. 7212 dan
Muslim, no. 108)
Kedua: Melanggar perjanjian yang wajib ditunaikan, diharamkan untuk melanggarnya
seperti:
 Semua akad jual beli yang sudah saling rida.

 Ikatan pernikahan.

Ketiga: Melanggar perjanjian dengan Allah yang seharusnya ditunaikan seperti


seseorang berjanji menunaikan nadzar dalam ketaatan dan semisal itu.” (Dibahasakan
secara bebas dari Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:488)
 
Perkataan para ulama tentang kemunafikan
Ibnu Abi Mulaikah pernah berkata,

َ ‫بي – صلى هللا عليه وسلم – ُكلُّ ُه ْم يَخَ افُ النِّ َف‬
‫اق‬ ِ ‫َأدْرَ ْكتُ ثَالَ ِثيْنَ ِمنْ َأصْ َحا‬
ِّ َّ‫ب الن‬
‫عَ لَى نَ ْف ِس ِه‬

“Aku telah mendapati tiga puluh orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
semuanya khawatir pada dirinya tertimpa kemunafikan.” (HR. Bukhari, no. 36)
Ada perkataan dari Imam Ahmad,

ُ‫ وَ مَنْ يَأمَن‬: ‫ال يَخَ افُ عَ لَى نَ ْف ِس ِه النِّ َفاق ؟ فقال‬ َ ْ‫ مَا َت ُقوْ ُل ِف ْيمَن‬: ‫سِئ َل اإلما ُم أحمد‬
ُ ‫و‬
‫اق ؟‬َ ‫عَ لَى َن ْف ِس ِه النِّ َف‬

Imam Ahmad pernah ditanya, “Apa yang kau katakan pada orang yang tidak khawatir
pada dirinya kemunafikan?” Beliau menjawab, “Apa ada yang merasa aman dari sifat
kemunafikan?”

Al-Hasan Al-Bashri sampai menyebut orang yang tampak padanya sifat kemunafikan dari
sisi amal (bukan i’tiqod atau keyakinan), maka ia disebut munafik. Sebagaimana ada
perkataan Hudzaifah dalam hal itu. Seperti ada perkataan Asy-Sya’bi semisal itu pula,

‫ َف ُهوَ ُمنَا ِف ٌق‬، َ‫مَنْ َك َذب‬

“Siapa yang berdusta, maka ia adalah munafik.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:493)
Al-Hasan Al-Bashri berkata,

‫ وَ الَ َأ َمنَ ُه إاِل َّ ُمنَا ِف ٌق‬، ٌ‫مَا خَ ا َف ُه ِإالَّ ُمْؤ ِمن‬

“Orang yang khawatir terjatuh pada kemunafikan, itulah orang mukmin. Yang selalu
merasa aman dari kemunafikan, itulah senyatanya munafik.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-
Hikam, 2:491)
Semoga Allah menyelamatkan kita dari sifat munafik.
Baca Juga:
 Shalat Shubuh dan Shalat Isya Paling Berat Bagi Orang Munafik
 4 Kiat Selamat dari Sifat Munafik
Referensi:
1. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit
Muassasah Ar-Risalah.
2. Fath Al-Qawi Al-Matin fii Syarh Al-Arba’in wa Tatimmah Al-Khamsiin li An-
Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh
‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad Al-Badr.
 

Selesai disusun Malam Jumat, 19 Dzulqa’dah 1441 H, 10 Juli 2020

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal


Artikel Rumaysho.Com

Sumber https://rumaysho.com/25293-lima-ciri-munafik-hadits-jamiul-ulum-wal-hikam-48.html

Anda mungkin juga menyukai