Anda di halaman 1dari 4

Kasus Krisis yang Penyebabnya Presepsi Publik dan Cara

Mengatasinya

-Etika Profesi-

Dibuat oleh
Gilbert Tiopan (024031901175)
Muhammad Azmi RafiDhia Naufal Harahap (024031901176)
Thesa Mulya (024031901177)
Solihatun. (024031902005)
Isvie Anggia (02403192021)

Jakarta, 2021
Komunikasi Krisis dengan Media: Belajar dari Kasus PLN

Ketika terjadi krisis maka tidak terhindarkan lagi kebutuhan komunikasi intens kita
dengan media termasuk media sosial, publik, pelanggan, dan stakeholders lainnya.
Komunikasi krisis seharusnya dimulai sesegera mungkin dalam rentang golden hour untuk
memastikan persepsi publik bahwa perusahaan siap menghadapi krisis serta peduli dengan
kepentingan publik.
Dalam kasus PLN, terlihat bahwa respons komunikasi krisis yang dilakukan belum
mencerminkan skema komunikasi krisis yang efektif. Publik justru dibombardir viralnya
informasi "liar tapi benar" menyangkut dampak black out operasional PLN yang
menyebabkan putusnya aliran listrik di seantero Jakarta Raya, sebagian Jabar, Banten,
bahkan hingga Bali.
Peran media sosial memang luar biasa massif dan punya daya jangkau luar biasa
secara cepat sehingga terkesan respons PLN tidak ada gaungnya sama sekali di mata
publik. Dalam situasi inilah, pihak PLN terlihat kurang merespons dan memahami dinamika
media sosial yang menjadi mainstream alur komunikasi publik masyarakat Indonesia
sekarang ini.
Diakui, ada tiga opsi kemungkinan dari dampak krisis yang menyebabkan pihak
perusahaan gamang melaksanakan tindakan atau respons komunikasi yang efektif dan
tepat. Pertama, perusahaan berpotensi mengalami masalah besar, potensi bangkrut atau
keluar dari bisnisnya, serta pimpinannya berpotensi menghadapi tuntutan kejahatan pidana.
Kedua, perusahaan akan tetap eksis, tetapi mungkin berpotensi kehilangan citra dan
respek dari publik atau pelanggannya serta tidak berimplikasi signifikan pada kondisi
finansialnya. Ketiga, perusahaan akan menghadapi kondisi tekanan yang luar biasa
kencang untuk mendapatkan dukungan opini public, perombakan top manajemen, dan
proses recovery kembali menuju posisi awal sebagai good company.
Sementara beberapa tipe perusahaan yang lain mengalami krisis akan kehilangan
reputasi dan potensi kerugian yang cukup besar dengan catatan tidak akan mengalami
kebangkrutan atau terlempar dari industrinya.
PLN dalam posisi sebagai perusahaan pemerintah (BUMN) berada dalam opsi
ketiga, di mana resiko yang terjadi mungkin adalah perombakan direksi guna rehabilitasi
operasional PLN ke depannya (the captain must go down but not the ship).
Dalam kondisi normal, perusahaan akan berupaya segala cara untuk mendapatkan
atensi media bahkan diperlukan sejumlah budget besar untuk membangun positive appeals
di mata publik melalui media (paid publicity). Namun dalam kondisi krisis, sebaliknya semua
media akan mengejar staf PR atau pimpinan perusahaan untuk mencari sumber berita dan
isi berita yang tepat terkait dengan kondisi krisis yang dialami oleh perusahaan.
Benar apa yang sering didengungkan bahwa bad news sells. Dalam kondisi seperti
inilah, kesiapan perusahaan menghadapi tekanan media diuji sekaligus kemampuan
melakukan tindakan strategi komunikasi yang efektif dan tepat di saat krisis.
Ini adalah kondisi atau kejadian yang punya dampak dramatis atau mengejutkan bagi
publik melalui media. Bagi siapa saja yang tinggal di Jakarta, tentu sudah muncul
kepercayaaan bahwa listrik PLN tidak akan padam mendadak dalam kondisi yang
unpredictable. Kalau kondisi ini terjadi, akan berimplikasi multiplier di berbagai sektor.
Ada banyak sektor yang akan menghadapi masalah bila listrik padam, misal aktivitas
bisnis/perkantoran, transportasi, komunikasi, lalu-lintas, kenyamanan lingkungan, dan lain
sebagainya. Tetapi faktanya itu telah terjadi di Jakarta pada tanggal 4 Agustus 2019 dan
juga terjadi di berbagai daerah lainnya.
Dalam tahapan ini, informasi detail biasanya belum tersedia sehingga lalu lintas
misinformasi yang di-broadcast via media sosial yang tersebar meluas sebenarnya bukan
informasi yang sahih.

Cara Mengatasinya dan Upaya Manajemen

1. Dalam kondisi seperti ini, semestinya orang nomor 1 di PLN tampil dengan
elegan dan percaya diri untuk menyatakan secarta faktual bahwa telah terjadi
blackout operasional PLN dan sudah menyiapkan crisis response team untuk
segera mencari tahu sumber masalah krisis serta akan menyampaikan kepada
publik hasil temuan awal maksimal 1 jam berikutnya dengan hasil informasi
faktual plus scenario plan yang terukur.
Tim respons krisis ini bekerja dengan fokus internal dan eksternal. Internal terkait
dengan pencarian sumber masalah utama, sedangkan eksternal terkait dengan
respons cepat terhadap pihak-pihak yang terkena dampak masalah, misal
penyediaan bantuan bus-bus untuk penumpang KRL yang terjebak di stasiun
kereta, penyediaan snack gratis bagi pihak terdampak, kunjungan ke masjid atau
tempat ibadah yang menjadi tempat kumpul warga yang terkena dampak
pemadaman PLN, dll.

2. Pada saat data detail terukur sudah didapatkan oleh crisis response team. Pada
tahapan inilah perlu disampaikan sumber masalah utama yang menjadi
penyebab masalah serta mitigation plan yang akan dilakukan. Perlu disampaikan
juga sistem backup yang sudah disiapkan, apakah berjalan dengan baik atau
ternyata tidak dapat berjalan. Prinsipnya semakin deskriptif kondisi krisis terurai,
semakin positif respons publik terhadap pihak perusahaan.

3. Analisis krisis dan pasca-krisis,proses analisis ini akan lebih bernilai, bilamana
melibatkan pakar-pakar ahli nasional di bidang perlistrikan serta lembaga
nasional yang punya basis keilmuan dan teknologi yang relevan (pusat studi,
LIPI, dll). Bagaimana respons perusahaan terhadap pihak-pihak yang menjadi
korban, apa yang sedang dan akan dikerjakan.
Intinya bicara tentang how dan why. Tahapan ini terkait dengan visi perusahaan
untuk memberikan kenyamanan kepada pihak terkait dan pihak terkait merasa
diperhatikan serta menjadi fokus dari semua langkah recovery operasional
perusahaan.

4. Evaluasi dan otokritik secara konstruktif dan objektif terhadap munculnya insiden
krisis. Apakah ditemukan gejala-gejala awal terhadap munculnya krisis,
kesiagaan terhadap krisis, serta bagaimana pola respons cepat dan strategis
dalam menghadapi krisis sebagai bahan masukan ke depannya. Ini
menggambarkan karakter perusahaan sebagai learning organization.

Tujuan utama komunikasi dalam krisis adalah menjaga kepercayaan publik terhadap
perusahaan melalui saluran media maupun media sosial. Oleh karena itu, perusahaan perlu
memasok dan merespons kebutuhan informasi secara tepat dan cepat kepada media dalam
framing positif. Jangan sampai justru media mengolah informasi secara liar sehingga
menimbulkan framing negatif terhadap perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai