Anda di halaman 1dari 11

MEMAHAMI MANAJEMEN KRISIS

Ahmad Heri Setiawan (2001026061), Nova T Mulia (2001026015), Isna Nurul Sabrina
(2001026084), Neng Aneu (20010260)

Abstrak
Secara umum krisis dapat digambarkan sebagai sebuah kejadian atau momen tidak stabil
yang tidak diharapkan dan berpotensi menimbulkan terjadinya kekacauan serta perubahan
yang mengancam. Adapun tiga elemen umum untuk mendefinisikan krisis adalah ancaman
bagi organisasi, unsur kejutan, dan keputusan dalam waktu singkat. Sebagian besar para ahli
juga menilai bahwa krisis dapat memberi pengaruh buruk serta merusak tatanan yang ada.
Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah upaya untuk mengendalikan situasi demi menekan
berbagai risiko buruk. Di sinilah manajemen krisis berperan. Manajemen krisis dapat
diartikan sebagai suatu bentuk respon dan upaya dalam menyikapi serta memecahkan
masalah dari krisis yang muncul melalui strategi manajemen krisis yang mungkin untuk
dilakukan.
Kata kunci: krisis, organisasi, manajemen krisis

PENDAHULUAN
Layaknya menjalani hidup, suatu organisasi tentu pernah mengalami proses jatuh yang
mengancam keberadaan maupun eksistensi organisasi tersebut. Situasi jatuh kerap disebut
sebagai krisis yang perlu diatasi melalui manajemen krisis. Krisis berbeda dengan masalah
sehari-hari dan seringkali menjadi minat publik dan media. Krisis merupakan suatu masalah
besar yang datang secara tidak terduga dan dapat membawa dampak negatif maupun positif
kepada organisasi terkait.
Setiap hari, suatu organisasi tentu mengalami masalah. Contoh masalah kecil yang kerap
dialami ialah pengiriman barang yang telat, meningkatnya harga produksi, konsumen yang
tidak puas, dan masih banyak lagi. Namun, masalah-masalah tersebut tidak selalu
mendatangkan krisis kepada organisasi.
Ketika organisasi berada dalam situasi krisis, dialog antara manajemen dengan publik
diperlukan untuk menangani krisis yang sedang melanda organisasi tersebut. Proses ini lah
yang dikenal dengan istilah komunikasi krisis.
Jika komunikasi krisis dilakukan secara tepat dengan strategi penanganan yang baik, hal
ini dapat memperbaiki citra dan reputasi organisasi setelah krisis. Begitu juga sebaliknya: jika
tidak ditangani dengan baik, krisis dapat memberikan efek negatif terhadap citra organisasi.
Demi mencegah atau mengurangi efek yang ditimbulkan oleh krisis, maka manajemen krisis
pada organisasi sangat krusial untuk dilakukan. Sebab, ancaman yang didapatkan dari krisis
dapat mengakibatkan kerugian potensial yang berdampak pada organisasi itu sendiri, pihak-
pihak terkait, hingga bidang dari organisasi tersebut.

PEMBAHASAN
A. Definisi Manajemen Krisis
Yosal Iriantara, mengatakan manajemen krisis ialah salah satu bentuk saja dari ketiga
bentuk respon manajemen terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi
(Iriantara, yosal, 2004). Tiga aspek dalam manajemen krisis:
1. Aspek mekanisme manajemen krisis dalam penanganan humas, yaitu mulai dari
perencanaan, penyelidikan (fact finding), dan pengidentifikasian atau pengenalan
terhadap gejala-gejala timbulnya suatu krisis. Kemudian diikuti dengan persiapan
matang dan penyusunan organisasi melalui posko yang dibentuk untuk mengambil
tindakan tertentu, baik program jangka pendek maupun jangka panjang
2. Aspek dinamika, yaitu manajemen krisis dalam humas tersebut melakukan
koordianasi dalam pengendalian atau mencegah agar dampak negative dari peristiwa
krisis tersebut tidak meluas. Disamping itu manajemen melakukan komunikasi eektif,
serta membuka atau mengendalikan saluran informasi bekerja sama dengan pihak pres
dan berupaya memperbaiki kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan oleh krisis
tersebut
3. Aspek menjaga hubungan (relationship aspect) yang baik dengan berbagai kalangan
atau public internal dan public eksternal yaitu Tetap memantau atas memperhatikan
beritaberita yang muncul diberbagai media massa, opini atau pendapat masyarakat,
Menjaga keharmonisan, suasana, kondisi, situasi yang selalu tetap tenang dan positif,
Berupaya tetap mempertahankan citra dan kepercayaan public terhadap lembaga atau
perusahaan, Selalu menyampaikan laporan (progress report) terbaru atau informasi
perkembangan mengenai krisis tersebut, memberikan sumbang saran, ide dan gagasan
dalam mengatasi atau pengendalian suatu krisis yang sedang terjadi kepada pimpinan
perusahaan atau ketua tim pengendalian krisis, Mengevaluasi semua aktifitas atau
program kerja, pengendalian krisis tersebut baik secara kualitas maupun kuantitas.
(Islami, 2020).
Empat tahapan penting manajemen krisis, yaitu:
1. Identifikasi kasus.
Mengetahui faktor penyebab terjadinya krisis adalah satu hal yang harus diketahui
kali pertama beberapa saat setelah kejadian. Jangan buang-buang waktu dan
menunggu lama, hingga akhirnya menimbulkan opini buruk di mata masyarakat.
Mengidentifikasi masalah secepat mungkin akan berimbas pada ketepatan, kecepatan,
dan langkah benar mengambil keputusan.
2. Analisa krisis
Ada beberapa langkah mengatasi krisis untuk menganalisa krisis secara mendalam,
sistematis, informatif dan deskriptif. Salah satu cara untuk menganalisis adalah
dengan formula 5W + 1H yaitu menganalisis melalui beberapa pertanyaan yang
diajukan untuk menetapkan penanggulangan suatu krisis, yakni: What – Apa
penyebab terjadinya krisis itu, Why – Kenapa krisis itu bisa terjadi, Where and when –
Dimana dan kapan krisis itu mulai, How far – Sejauh mana krisis itu berkembang,
How – Bagaimana krisis itu terjadi, dan Who – Siapasiapa yang mampu mengatasi
krisis tersebut, bisakah ditangani oleh seseorang atau perlu dibentuk suatu tim
penanggulangan krisis.
3. Mengatasi dan menanggulangi krisis
Pilihlah orang atau susun tim yang bisa diajak terlibat untuk menangani krisis.
Tujuannya untuk menyelesaikan krisis, mengurangi dampak buruk, dan
mengembalikan citra baik perusahaan. Ada pula upaya melibatkan pihak ketiga
seperti pihak berwenang selebritas atau bahkan pihak pemerintah untuk membantu
menjernihkan krisis.
4. Evaluasi krisis
Evaluasi krisis sekaligus monitoring sejauh mana dampak yang ditimbulkan dari
krisis yang terjadi. Dan yang terpenting bagaimana mengetahui agar kasus serupa
tidak terulang. (Brandadventureindonesia, 2019).

B. Strategi Komunikasi Krisis


Komunikasi krisis adalah proses dialog antara perusahaan dengan publik yang dilakukan
dengan tujuan untuk menangani krisis yang sedang melanda perusahaan. Strategi dan taktik
komunikasi yang digunakan organisasi ketika menghadapi krisis ini dapat memperbaiki citra
dan reputasi pasca krisis. Krisis merupakan suatu permasalahan besar yang tidak terduga dan
memiliki dampak negatif sekaligus positif. Permasalahan ini bisa menghancurkan organisasi,
karyawan, hingga reputasi perusahaan. Namun, jika krisis dapat ditangani dengan baik oleh
organisasi atau perusahaan, maka reputasi dan citra perusahaan tersebut justru akan menjadi
lebih positif.
Menurut Pinsdorf, dasar dari komunikasi krisis adalah memberikan respons dengan
segera begitu krisis terjadi, dengan pesan yang terbuka dan jujur kepada para pemangku
kepentingan (stakeholder). Perusahaan atau organisasi punya waktu “minimal 40 menit
hingga maksimal 12 jam” untuk memberikan penjelasan versi mereka atas sebuah krisis. Jika
dalam rentang waktu tersebut organisasi atau korporasi gagal merilis informasi yang relevan,
maka kepercayaan publik kemungkinan sudah turun terhadap informasi yang akan dirilis di
luar time frame tadi.
Komunikasi krisis berkaitan dengan bagaimana organisasi, perusahaan, dan individu
mengatasi aspek komunikasi manajemen krisis. Bagaimana mereka, atau haruskah mereka,
berkomunikasi dengan media berita, karyawan, dan konsumen? Mereka harus memilih kata
yang mungkin untuk menyampaikan pesan mereka, dan publik atau media yang tepat dan
paling tepat.
Strategi dan taktik komunikasi yang digunakan organisasi ketika menghadapi krisis ini
dapat memperbaiki citra dan reputasi pasca krisis. Krisis komunikasi terkait dengan
penggunaan semua peralatan public relations yang ada, dalam rangka memelihara dan
memperkuat reputasi organisasi dalam jangka panjang serta pada waktu ketika organisasi
berada dalam kondisi bahaya. Setiap hari, organisasi selalu berhadapan dengan masalah.
Tujuan komunikasi krisis untuk melindungi dan membela organisasi yang menghadapi
tantangan publik untuk reputasinya. Kata-kata melindungi dan mempertahankan adalah kata-
kata yang sangat kuat. Komunikasi krisis organisasi harus membantunya mencapai
kesinambungan proses bisnis kritis dan arus informasi di bawah krisis, bencana, atau keadaan
lain.

C. Rumor
Informasi yang belum terverifikasi sumber maupun kebenarannya, biasanya menyebar
dari mulut ke mulut. Interpretasi khalayak terhadap potongan-potongan informasi yang tidak
lengkap. Muncul karena ketidakjelasan keadaan atau dalam kondisi ketidakpastian. Menurut
Schindler (2007:5) rumor dapat diartikan sebagai berikut :
1. Rumor merupakan sebuah bagian dari informasi yang tidak memiliki data yang
akurat. Sebuah rumor dapat berubah menjadi benar atau malah salah pada poin
tertentu dimasa yang akan datang, perbedaan penting antara rumor dengan informasi
adalah, informasi akan dikonfirmasi dengan segera sedangkan rumor kebalikannya,
tetapi mungkin atau mungkin tidak dikonfirmasi suatu saat dimasa yang akan dating.
2. Lokal atau pentingnya periode waktu atau ketertarikan pada rumor menyangkut pada
“publik”. Publik yang dimaksud dalam rumor adalah orang-orang yang dihadapkan
dengan rumor itu sendiri. Rumor berkaitan dengan konsekuensi topik atau maknanya.
Orang akan bertanya tidak hanya ingin mengetahui tentang konsekuensi dari rumor
tersebut tetapi juga ingin mengetahui apa yang orang lain pikirkan tentang itu untuk
menentukan sikap yang lebih lanjut.
3. Rumor merupakan sebuah pernyataan yang ditujukan untuk dipercayai ; rumor dapat
berubah menjadi benar atau salah. Seseorang pasti akan bertindak terhadap rumor
tersebut tergantung apa yang orang lain percaya. Dalam hal ini maka rumor tidak ada
bedanya dengan informasi. Karena rumor ditujukan untuk dipercayai karakteristik ini
membedakan mereka dengan informasi non formal lainnya seperti gosip, cerita rakyat
atau legenda. Gosip ditujukan untuk menghibur seseorang sedangkan cerita rakyat
dan legenda sebuah cerita yang tidak memiliki sumber kejelasan yang pasti, tapi
bertujuan untuk menyampaikan kebenaran yang penting.
Menurut Schindler (2007:20) terdapat bebagai jenis rumor dapat diperkecil menjadi 6
macam rumor berdasarkan beberapa analisis yaitu :
1. Ketika publik tidak menerima jawaban dengan cepat dan memuaskan dalam
pertanyaan, itu akan membentuk sudut pandang individu yang menimbulkan sebuah
rumor.
2. Sengaja dibuat untuk mendapatkan sebuah keuntungan terhadap kejadian atau event
terntentu
3. Susah untuk diketahui dan memicu sinyal rumor. Hanya sebagian orang saja yang
dapat mengetahui dan publik yang sensitive bereaksi terhadap apa yang diketahui.
4. Kebalikan dari tipe ketiga dimana rumor disebarkan secara luas
5. Rumor yang tidak memiliki kejelasan keasliannya. Tidak ada fakta, tanda, dan detail
yang dapat ditemukan.
6. Rumor yang sengaja diprovokasi.
D. Media Relations
Perkembangan teknologi dan pengaruhnya terhadap bentuk bentuk media massa
memberikan pengaruh yang berarti bagi perusahaan. Liputan yang baik di media akan
memberikan pencitraan yang baik pula bagi perusahaan, meningkatkan kepercayaan
pelanggan dalam memakai produk perusahaan, dan akhirnya menumbuhkan minat pemodal
untuk menginvestasikan modalnya bagi perusahaan. Aktifitas public relations inilah yang
menjalin relasi dengan media dan mendapatkan kepercayaan dari liputan media. Philip Lesly
memberikan definisi media relations sebagai hubungan dengan media untuk melakukan
publisitas atau merespon kepentingan media terhadap kepentingan organisasi. Yosal Iriantara
mengartikan media relations merupakan bagian dari public relations eksternal yang membina
dan mengembangkan hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara
organisasi dengan publik untuk mencapai tujuan organisasi.
Tampak bahwa pengertian media relations berdasarkan pada relasi antara individu atau
organisasi atau perusahaan dengan media. Sehingga dapat disimpulkan pengertian media
relations adalah relasi yang dibangun dan dikembangkan dengan media untuk menjangkau
publik guna meningkatkan pencitraan, kepercayaan, dan tercapainya tujuan-tujuan individu
maupun organisasi atau perusahaan. Dengan demikian, media relations menempati posisi
penting dalam pekerjaan seorang Public Relations karena media massa menjadi gawang dan
mengontrol informasi yang mengalir ke masyarakat dalam suatu sistem sosial.
1. Fungsi Media Relations
Johnson & Johnson menegaskan bahwa media memiliki peran serta fungsi yang
sangat penting bagi perusahaan, diantaranya:
a. Pertama, fungsi media relations dapat meningkatkan citra perusahaan.
b. Meningkatkan kepercayaan publik terhadap produk dan jasa yang ditawarkan
oleh perusahaan.
c. Meningkatkan point of selling dari produk dan jasa.
d. Membantu perusahaan keluar dari komunikasi krisis.
e. Meningkatkan relasi dari beragam publik, seperti terhadap lembaga
pemerintahan, perusahaan-perusahaan, organisasi kemasyarakatan, maupun
individu.

2. Tujuan Media Relations


Langkah yang diambil pada saat menentukan fungsi media relations, tentu
diharapkan dapat sesuai dengan sasaran yang akan dicapai oleh public relations.
Sasaran sebagai tujuan dari sikap atau tindakan yang diambil tanpa melahirkan
masalah baru dari keputusan yang diambil. Menjalankan fungsi PR dengan
menggunakan media relations sebagai strategi adalah keputusan yang tepat karena
maju mundurnya perusahaan sangat bergantung dengan harmonisasi hubungan antara
pers dengan perusahaan. Pada dasarnya, upaya membangun media relations bertujuan
untuk:
a. Menjaga netralitas dan objektifitas terhadap informasi atau data yang berkembang
di media massa. Adanya hubungan baik dengan media, diharapkan dapat
membantu dalam menginformasikan berita yang wajar, berimbang dan
menguntungkan perusahaan atau organisasi yang terkait.
b. Mendapatkan sarana yang tepat untuk kepentingan publikasi seluas mungkin
tentang kegiatan serta kebijakan yang diambil perusahaan yang dianggap baik
untuk diketahui publik.
c. Tidak dipungkiri, hadirnya hubungan media yang baik akan melahirkan
umpanbalik dan respons dari publik sebagi data rujukan atau landasan da;am
melakukan evaluasi terhadap kegiatan organisasi atau perusahaan.
d. Selanjutnya tujuan hubungan dengan media untuk menumbuhkan kepercayaan
sehingga dapat melahirkan hubungan yang baik secara berkesinambungan antara
perusahaan dan pers.

3. Manfaat Media Relation


Pentingnya menjalin hubungan dengan media dikarenakan media sebagai sarana
komunikasi dengan publik yang dapat menjangkau khalayak yang luas dan tersebar
agar isi pesandapat disampaikan dengan baik kepada publik.Dengan demikian,
manfaat dari media relations sebagai berikut:
a. Membangun pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab organisasi dan
media massa.
b. Membangun kepercayaan timbal balik dengan prinsip menghormati dan
menghargai, kejujuran serta kepercayaan.
c. Penyampaian/perolehan informasi akurat, jujur dan mampu memberikan
pencerahan bagi public(Wardhani, 2008:14).
E. Studi Kasus
Peran Public Relations Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS)
Dalam Menghadapi Resitasi Masyarakat Madura Di Kabupaten Bangkalan Terhadap
Kehadiran Lembaganya.
Kasus yang menimpa Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS). Kehadiran
Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) tidak lepas dari terealisasinya jembatan
Suramadu. Keberadaan jembatan Suramadu bukan hanya dibangun untuk memperlancar arus
trans- portasi, lebih dari itu juga sebagai upaya percepatan pembangunan di kawasan
Surabaya dan Madura, khususnya untuk mendorong perkembangan ekonomi dan
merealisasikan pulau Madura menjadi kota industri di Jawa Timur. Oleh karenanya,
pemerintah pusat membentuk Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS)
berdasarkan Perpres nomor 27 tahun 2008, kemudian disempurnakan dengan peraturan
presiden nomor 23 tahun 2009. Dalam Perpres ini, digariskan bahwa tugas pengembangan
wilayah Suramadu ada- lah mempercepat pengembangan wilayah Suramadu
(Germakertasusila) menjadi pusat pertumbuhan ekonomi wilayah Jawa Timur.
Namun kehadiran BPWS sebagai lem- baga pemerintah yang memiliki tugas untuk
memfasilitasi pembangunan dan pengem- bangan wilayah Suramadu, khususnya di pulau
Madura, mengalami resistensi dari masyarakat Madura di Kabupaten Bangkalan. Resistensi
yang dihadapi oleh BPWS tidak hanya timbul dari masyarakat kalangan me-nengah kebawah
saja, tetapi penentangan terhadap lembaga milik pemerintah ini juga timbul dari masyarakat
menengah ke atas yang melibatkan pemimpin formal seperti Kepala Daerah atau Dewan
Perwakilan Rakyat, dan pemimpin informal seperti Kyai atau Ulama di Madura.
Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki otoritas tertinggi
sebagai pemimpin formal, sehingga sikap resistensi pemimpin daerah terhadap BPWS
memiliki dampak besar bagi keberlangsungan lembaga ini. Begitu juga dengan Kyai atau
Ulama, secara hukum negara Ulama bukan- lah seorang pemimpin, tetapi sebagai pihak
pemegang otoritas keagamaan Ulama memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat
Madura, sehingga keputusan para Ulama di Madura bersikap resistensi terhadap kehadiran
BPWS ikut diperhitungkan oleh pejabat pemerintah maupun masyarakat umum.
Sebagai bentuk resistensi terhadap Badan Pengembangan Wilayah Suramadu, pada
tahun 2012 lalu anggota DPRD se-Madura sebagai perwakilan pemimpin formal, membentuk
Kaukus Parlemen se-Madura. Kakukus Parlemen se-Madura ini melakukan judisial review
(hak uji materil) tentang Rencana Induk Percepatan Pengembangan Wilayah (RIPPW)
Suramadu dan keberadaan BPWS kepada Mahkamah Agung RI, dengan tanggal pendaftaran
perkara 9 Februari 2012. Bersamaan dengan itu, Kaukus Parlemen se-Madura
mendeklarasikan penolakan ter- hadap BPWS. Sedangkan pihak kyai dan ulama di
Bangkalan yang tergabung dalam Badan Sillaturahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA),
menyatakan resistensinya dengan mengeluarkan enam butir rumusan dari hasil musyawarah
yang diikuti 33 Ulama Bangkalan pada tanggal 28 Februari 2012. Inti dari keenam butir
rumusan tersebut adalah alasan-alasan Ulama Bangkalan menolak keberadaan BPWS
(sumber: Anggota Komisi C DPRD dan Kaukus Parlemen se-Madura & Koord.
Sedangkan bentuk resistensi dari mas- yarakat umum di Bangkalan yang terga- bung
dalam LSM, aktivis mahasiswa, dan kelompok santri menunjukkan resistensi- nya kepada
BPWS melalui tindakan. Hal ini ditandai dengan banyaknya aksi demo yang berlangsung dari
tahun 2011 sampai awal tahun 2012. Pihak ini kerap kali melakukan unjuk rasa yang
menuntut penolakan dan pembubaran BPWS. Karena selama tiga tahun hadirnya lembaga ini,
masyarakat belum melihat adanya perubahan di pulau Madura khususnya di Bangkalan, dan
mengusulkan agar kewenangan untuk membangun dan mengembangkan wilayah Madura
sepenuhnya di kembalikan kepada pemerintah daerah.

Resistensi Pemerintah daerah Kabupaten Bangkalan terhadap BPWS


a. Perpers BPWS dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang Otonomi daerah
b. Peninjauan ulang pembebasan lahan seluas 600 Ha di Kabupaten Bangkalan
c. Menuntut pembagian hasil pengelolaan jembatan tol Suramadu
d. Menuntut agar pihak pemimpin formal dan pemimpin informal daerah dilibatkan dalam
struktur kepemimpinan BPWS

Resistensi Ulama Bangkalan (BASSRA) terhadap BPWS


a. Perpers BPWS dianggap tidak sejalan dengan Undang-Undang Otonomi daerah
b. Menolak pembangunan secara massif yang dilakukan BPWS
c. Menuntut agar dibentuknya wadah baru yang melibatkan langsung pimpinan formal
maupun informal dalam rangka pengembangan wilayah Madura.
d. Badan Sillaturahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA) Bangkalan meminta kepada
pemerintah daerah agar tidak memberikan izin pembebasan lahan dan kegiatan
pembangunan jika permintaan- permintaan tersebut tidak terpenuhi.

Resistensi Aktivis dan LSM Kabupaten Bangkalan terhadap BPWS


a. Keabsahan Perpers BPWS yang dianggap menyalahi Undang-Undang Otonomi daerah
b. Menuntut pengembalian wewenang pembangunan Suramadu, khususnya di Madura ke
pemerintah daerah setempat
c. Program-program BPWS belum berjalan dan tidak memberikan banyak perubahan pasca
tiga tahun hadirnya lembaga ini.

Resistensi Pedagang kaki lima (PKL) Suramadu terhadap BPWS


Di akhir tahun 2011 lalu sempat terjadi unjuk rasa yang menuntut pembubaran BPWS
yang mengatas namakan tokoh masyarakat Madura dan pedagang kaki lima (PKL)
Suramadu, dengan alasan bahwa para pedangan kaki lima dan tokoh masyarakat Madura
merasa dirugikan oleh kebijakan BPWS. Tetapi berdasarkan informasi yang didapat dari
narasumber yang tergabung dalam paguyuban PKL Suramadu mengatakan bahwa paguyuban
PKL Suramadu tidak pernah melakukan unjuk rasa atau demonstrasi menentang kehadiran
BPWS. Penjelasan tersebut munjukkan bahwa, demonstran atau pihak-pihak yang
mengadakan unjuk rasa sebegai bentuk resistensi terhadap BPWS yang mengatas namakan
pedagang kaki lima Suramadu tidak terbukti benar.

Manajemen krisis public relations BPWS dalam menghadapi penentangan


masyarakat Madura di kabupaten Bangkalan terhadap kehadiran lembaganya.
Tahap manajemen krisis pubic relations BPWS yaitu: tahapan sebelum krisis (pra-
krisis), merespon krisis, dan setelah krisis (pasca-krisis). Pada tahapan pra-krisis, public
relations BPWS belum merasakan krisis namun telah menyadari tanda-tanda akan munculnya
masalah. Tanda-tanda masalah ini muncul dari publik eksternal yang menunjukkan sikap
kontra terhadap BPWS, baik menyampaikan secara langsung pada saat diskusi atau rapat
maupun melalui gerakan seperti unjuk rasa.
Tahapan kedua merespon krisis, public relations BPWS telah melihat dan menyadari
masalah yang tengah di hadapi lembaganya semakin memburuk. Langkah awal yang
dilakukan public relations BPWS dalam merespon krisis, dengan melakukan riset atau
analisis lapangan, Dari hasil riset dan analisis di lapangan, public relations BPWS dapat
mengumpulkan data dan fakta sehingga dapat menentukan strategi yang akan dilakukan
dalam menghadapi krisis.
Tahap terakhir, yaitu tahap pasca krisis. Pada tahap ini situasi menjadi lebih baik.
Program BPWS yang sempat tertunda kembali digarap, adanya perubahan struktur organisasi
dalam tubuh BPWS yang melibatkan salah satu perwakilan masyarakat Madura dalam jajaran
top managemen, sebagai Wakil Kepala BPWS.
KESIMPULAN
Krisis ialah salah satu bentuk saja dari ketiga bentuk respon manajemen terhadap
perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi. Tiga aspek manajemen krisis yaitu
aspek mekanisme manajemen krisis dalam penanganan humas, aspek dinamika, aspek
menjaga hubungan (relationship aspect). Tujuan komunikasi krisis adalah untuk melindungi
dan membela organisasi yang menghadapi tantangan publik untuk reputasinya. Kata-kata
melindungi dan mempertahankan adalah kata-kata yang sangat kuat. Komunikasi krisis
organisasi harus membantunya mencapai kesinambungan proses bisnis kritis dan arus
informasi di bawah krisis, bencana, atau keadaan lain. Rumor muncul karena ketidakjelasan
keadaan atau dalam kondisi ketidakpastian. Untuk mengatasinya, media relations menempati
posisi penting dalam pekerjaan seorang Public Relations karena media massa menjadi
gawang dan mengontrol informasi yang mengalir ke masyarakat dalam suatu sistem sosial.

Daftar Pustaka
Iriantara, yosal. 2004. Manajemen Strategis Public Relations. Manajemen Krisis Dalam
Organisasi Islam. Retrieved from

https://www.kompasiana.com/ajiislami/5e1c317a097f366037496032/manajemenkrisi
sdalamorganisasi?page=2.

Nova, Firsan. 2009. Crisis public relations: bagaimana PR menangani krisis perusahaan,
Penerbit: Grasindo, Indonesia

Wahidin Saputra & Rulli Nasrullah. 2014. Public Relations : Teori dan Praktik Public.
Relations di Era Cyber. Depok: Gramata Publishing.

Yuliastina Roos. Peran Public Relations Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS)
Dalam Menghadapi Resitasi Masyarakat Madura Di Kabupaten Bangkalan Terhadap
Kehadiran Lembaganya. Komunikasi.
DOI: http://dx.doi.org/10.21107/ilkom.v11i1.2833

Anda mungkin juga menyukai