Anda di halaman 1dari 4

Krisis, 

Faktor Penyebab Krisis, Managemen Krisis, Mengatasi Krisis, dan Kesalahan


Penanganan Krisis

1.             Memahami krisis

Konflik di dalam organisasi dapat memicu krisis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), krisis adalah keadaan yang berbahaya, sementara itu, Robert P. Powell dalam bukunya yang
berjudul Crisis: A Leadership Opportunity (2005), mengungkapkan bahwa krisis merupakan kejadian
yang tidak diharapkan, berdampak drastis, kadang belum pernah terjadi sebelumnya yang mendorong
organisasi kepada suatu kekacauan (chaos) dan dapat menghancurkan organisasi tersebut tanpa
adanya tindakan nyata selain itu, krisis juga dipandang sebagai sebuah titik balik dalam sebuah
organisasi.

Krisis selalu harus ditanggapi dengan cepat dan tepat didalamnya termuat program kerja yang
terencana secara matang dan berpandangan kedepan. Program kerja, terutama, yang dibidangi oleh
PR harus mampu secara visioner membuat perkiraan sebagai langkah antispasi krisis. Nah jika
memang terjadi krisis harus cepat diredam dan dengan cerdik mengubah suatu masalah menjadi
modal kekuatan.

2.             Faktor-faktor Penyebab Krisis

Pertama, Bencana alam.  Contohnya gempa bumi, letusan gunung berapi, dan banjir bandang sering
mewarnai kehidupan manusia. Celakanya, manusia sendiri tidak siap dalam menghadapi
kemungkinan bencana. Setelah terjadi dan tidak dapat ditangani, benca alam memicu sebuah krisis.

Kedua, Kecelakaan Industry, Kebakaran hingga kecelakaan kerja wajib menjadi perhatian serius
sebuah organisasi atau sebuah perusahaan. Jika tidak diantisipasi, berita buruk akan menjadi santapan
lezat bagi media massa.

Ketiga, Kualitas Produk, Cacat produk  baik barang maupun jasa akan mengurangi penilaian
konsumen. Kondisi tersebut berpengaruh secara langsung kepada citra dan reputasi. Menurunnya
citra dan reputasi memangkas kekuatan finansial suatu organisasi.

Keempat, Persepsi Publik, Persepsi publik yang negatif, terutama ketika terjadi krisis sangat
memengaruhi daya tahan organisasi. Misalnya, setelah ditemukan cacat produk, organisasi tidak
segera melakukan perbaikan. Kondisi tersebut berhasil direkam publik dan citra organisasi tercoreng.
Kerugian dari sisi moral dan finansial jelas akan terjadi. Maka, krisis persepsi publik mulai lahir.
Kelima, Faktor Hubungan Kerja, hubungan kerja antara pekerja dan organisasi atau perusahaan
harus terkendali. Kekuatan pekerja dapat memaksa industri untuk gulung tikar. Akibatnya, organisasi
terpaksa bertindak agresif. Hubungan kerja sudah selayaknya dijaga supaya tidak sampai pada level
saling merusak.

Keenam, Kesalahan Strategi Bisnis, Perencanaan dan implementasi strategi bisnis yang keliru dapat
membawa orgasnisasi menuju krisis. Krisis jenis ini biasanya tidak dapat diprediksi, ini dikarenakan
pergeseran pasar yang mendadak tidak diantisipasi, gagal menyesuaikan diri dengan kebijakan pasar
dan krisis global.

Ketujuh, Kriminalitas, Mulai dari terorisme, pembajakan, kekerasan, perjudian, pemalsuan hingga


pencurian. Tingkat kriminalitas dapat memicu krisis-krisis apabila organisasi tidak dapat bertahan.

Kedelapan, Pergantian Manajemen. Pergantian pada jajaran manajemen, terutama orang-orang


yang terpercaya, dan dapat diandalkan, dapat membuat organisais goyah. Organisasi harus sudah
melakukan langkah persiapan sebelum melakukan regenerasi.

Kesembilan, Persaingan Bisnis. Monopoli organisasi besar terhadap pasar menyulitkan banyak
pihak untuk berinvestasi dan berkembang. Kerugian menjadi hal yang jamak dan daya tahan
organisasi menjadi sangat teruji. Jika gagal bertahan, krisis level financial akan merembet dengan
cepat dan membunuh masa depan organisasi.

3.             Managemen Krisis

Upaya organisasi untuk mengatasi krisis disebut sebagai managemen krisis (crisis management).
Delvin (2007:1) mengatakan “crisis management is special measure taken to solve problems caused
by a crisis.” Istilah ‘solve’ pada definisi diatas dapat diartikan bahwa upaya mengatasi krisis pada
dasarnya merupakan proses bertahap (step by step) dan melalui rangkaian aktivitas. Pada tahap awal
ini harus membatasi persoalan atau area krisi untuk meminimalkan efek kerusakan bagi organisasi.
Tujuan dari managemen krisis adalah menghentikan dampak negatif dari suatu peristiwa melalui
upaya persiapan dan penerapan bebarapa strategi dan takti.

4.             Mengatasi Krisis 
Tidak jarang, krisis menjatuhkan indivividu atau organisasi dengan keras. Krisis memang menguji
daya tahan dengan kekuatan. Meskipun sangat berat, bukan berarti krisis tidak dapat diatasi. Berikut
beberapa cara meredam dan mengatasi krisis:

Pertama, Meramal. Sejak awal menetapkan kebijakan dan program kerja, organisasi dan divisi PR
harus sudah melakukan pemetaan faktor hingga resiko dari sebuah krisis yang mungkin terjadi.

Kedua, Mencegah. Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Kalimat bijak tersebut juga
berlaku untuk krisis. Organisasi yang baik adalah organisasi yang tanggap terhadap gejolak-gejolak
yang dapat memicu masalah. Divisi PR harus sudah memiliki rancangan dan cetak biru untuk
“memadamkan benih api” sebelum berkembang menjadi “kebakaran”.

 Ketiga, Intervensi. Manajemen organisasi  harus berani  “turun tangan” untuk ikut berkerja keras


mendukung krisis. Pengendalian keadaan akan menjadi langkah pertama dan usaha menangani
krisis. 

Jika gejolak terjadi ditengah karyawan, intervensi dari manajemen merupakan langkah yang
dianjurkan. Namun, tentu harus selalu dalam koridor konsep PR yang ideal dan justru melahirkan
krisis lanjutan.

5.               Kesalahan Penanganan Krisis

 Tidak adanya audit yang ketat.


 Tidak membuat perencanaan sebelum krisis terjadi.
 Tidak membuat rencana krisis.
 Tidak melakukan simulasi situasi krisis.
 Komunikasi internal yang tidak efektif.
 Komunikasi eksternal yang tidak efektif.
 Menganggap dan memperlakukan media seperti lawan.
 Abai tehadap ancaman dan resiko yang dibawa krisis
 Enggan membangun komunikasi dengan publik.
 Kurang efektif ketika memaksimalkan pesan.
 Tidak membentuk sebuah tim khusus menangani krisis.
 Kurang memaksimalkan kekuatan website dan internet.
 Meremehkan potensi dan ancaman krisis
 Gagal membangun hubungan yang harmonis dgn staf dan konsumen.

Kesimpulan

Delvin (2007:1) mengatakan “crisis management is special measure taken to solve problems caused
by a crisis.” Pada beberapa kasus, krisis terjadi justru diawali oleh konflik internal yang tidak
segera ditangani. Masalah kian membesar dan konflik internal berkembang menjadi krisis. Langkah-
langkah antisipasi dan solusi harus sudah disiapkan sejak membuat program kerja. Manajemen,
dibantu divisi PR adalah ujung tombak untuk antisipasi konflik dan krisis. Peta konflik dan krisis
membantu organisasi merespons suatu masalah dan memadamkannya sebelum membakar banyak
aspek.

Memetekan konflik dan krisis ketika merancang program kerja artinya menyiapkan diri sebaik
mungkin. Manajemen krisis membantu organisasi keluar dari saat-saat yang berat dan menghindari
berhentinya roda bisnis. Sikap terbuka, jujur dan bertanggung jawab kepada publik internal dan
eksternal harus dimiliki manajemen dan jajaran pimpinan. Siap mulai tersebut turut memengaruhi
citra dan reputasi, terutama untuk menghadapi situasi pascakrisis.

Evaluasi merupakan langkah bijak dalam memandang krisis. Langkah ini menjadi cermin sekaligus
bekal pengalaman menghadapi krisis di masa depan. Jika organisasi abai terhadap evaluasi, dampak
negatif krisis akan terus menggerogoti aspek finansial, moral dan sosial. Kepercayaan publik akan
runtuh dan masa depan organisasi terancam. Pada akhirnya, konflik dan krisis bukan akhir dunia,
tetapi media belajar untuk menjadi organisasi yang professional dan mempunyai daya juang.
Itulah sedikit ulasan mengenai Krisis, semoga blog ini bermanfaat dan menambah wawasan teman-
teman semua.

Anda mungkin juga menyukai