0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
32 tayangan11 halaman
Teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT) membahas respons organisasi terhadap krisis berdasarkan atribusi publik terhadap tanggung jawab organisasi atas krisis. Teori ini mengelompokkan krisis menjadi tiga klaster dan merekomendasikan strategi respons seperti menyangkal, mengurangi, membangun kembali, atau memperkuat reputasi organisasi. Teori ini berfokus pada bagaimana organisasi dapat meminimalkan ancaman reputasi akibat krisis dengan
Teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT) membahas respons organisasi terhadap krisis berdasarkan atribusi publik terhadap tanggung jawab organisasi atas krisis. Teori ini mengelompokkan krisis menjadi tiga klaster dan merekomendasikan strategi respons seperti menyangkal, mengurangi, membangun kembali, atau memperkuat reputasi organisasi. Teori ini berfokus pada bagaimana organisasi dapat meminimalkan ancaman reputasi akibat krisis dengan
Teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT) membahas respons organisasi terhadap krisis berdasarkan atribusi publik terhadap tanggung jawab organisasi atas krisis. Teori ini mengelompokkan krisis menjadi tiga klaster dan merekomendasikan strategi respons seperti menyangkal, mengurangi, membangun kembali, atau memperkuat reputasi organisasi. Teori ini berfokus pada bagaimana organisasi dapat meminimalkan ancaman reputasi akibat krisis dengan
CRISISCOMMUNICATION Vera Hermawan S.I.Kom., M.I.Kom.
CONTINUED.. Situational Crisis Communication Theory adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Timothy W. Coombs yang membahas mengenai bagaimana seseorang atau sebuah instansi bersikap terhadap krisis yang sedang dihadapi. Dalam teori ini dijelaskan bahwa respon organisasi ditentukan oleh atribusi masyarakat terhadap tanggung jawab organisasi dalam menangani krisis (Coombs,2007). Teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT) melihat persepsi publik terhadap satu isu atau kasus sebelum kemudian mengambil tindakan yang dianggap sesuai. Menurut teori ini, pada dasarnya publik mempunyai atribusi tertentu tentang krisis, atribusi tersebut akan menentukan reputasi organisasi. Atribusi pada dasarnya adalah persepsi publik terhadap krisis. Kata-kata yang ada pada manajemen akan memengaruhi bagaimana publik mempersepsi organisasi dan krisis (Coombs & Schmidt, 2000). Teori krisis situasional ini mengidentifikasi bagaimana hubungan krisis dan reputasi dapat dipengaruhi oleh respons dari pemangku kepentingan (stakeholder), dan dapat dipahami pula bagaimana publik akan meresponsupaya penanggulangan krisis pada masa pascakrisis. CONTINUED.. Teori SCCT ini dapat digunakan untuk menjelaskan reaksi publik terhadap sebuah krisis dan strategi krisis (crisis response) yang dibuat oleh praktisi Public Relations. SCCT mengantisipasi reaksi publik terhadap krisis yang dapat mengancam reputasi organisasi (W. T. Cooms & L. Schmidt, 2000). Terdapat tiga faktor dalam situasi krisis yang membentuk ancaman reputasi, yaitu (1) tanggung jawab krisis awal, (2) sejarah krisis, dan (3) reputasi sebelumnya. Semakin besar tanggung jawab organisasi terhadap krisis, semakin besar ancaman reputasinya. Krisis di masa lampau beratribusi negatif dan reputasi sebelumnya yang belum kembali positif membuat organisasi memilik kemungkinan ancaman reputasi yang lebihbesar. Tentang siapa yang bertanggung jawab terhadap krisis pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok krisis yang disebut sebagai klaster krisis (crisis cluster), yaitu: § Klaster korban (victim cluster); organisasi dikategorikan ke dalam klaster korban jika publik meyakini bahwa organisasi bukanlah penyebab krisis. Dengan kata lain, organisasi dipercaya sebagai korban dari krisis tersebut. § Klaster kecelakaan atau tanpa kesengajaan (accidental cluster); muncul ketika publik meyakini bahwa peristiwa yang terjadi bukanlah kesengajaan yang dilakukan oleh organisasi. Dengan kata lain, organisasi tidak mempunyai maksud sengaja yang menyebabkan krisis. § Klaster kesengajaan (intentional cluster); terjadi jika organisasi diatribusi sebagai pernyebab terjadinya krisis. Ketiga klaster di atas dapat disebut sebagai tipe-tipe krisis, yaitu sebuah bingkai atau frame yang mengindikasikan bagaimana menginterpretasi situasi krisis. Coombs menyimpulkan bahwa atribusi tentang penanggung jawab krisis berada pada level sangat rendah terjadi pada klaster korban (Oliver, 2007). CONTINUED.. Coombs (1995) mengatakan ada pendekatan tiga tahap atau “Three-staged Approach” dalam komunikasi krisis, yaitu Pre Crisis (sebelum krisis), Crisis Event (saat krisis terjadi), dan Post Crisis (setelah krisis). Dalam SCCT,Coombs (1995; 2010) membagi strategi respons krisis menjadi tiga strategi utama, yaitu deny (menyangkal),diminish (mengurangi), dan rebuild (membangun kembali) serta satu strategi tambahan yaitu reinforcing (memperkuat). 1. Denystrategies dilakukan oleh organisasi yang menganggap bahwa mereka memang tidak menghadapi krisis, tetapi ada rumor bahwa organisasi tersebut sedang menghadapi sebuah krisis/masalah serius. Dalam strategi ini, bentuk pesan bisa berupa: attack the accuser, yaitu dengan menyerang orang atau kelompok yang mengklaim sesuatu itu salah; denial, yakni organisasi menyangkal adanya sesuatu yang tidak beres; scape goat, yaitu dengan menyalahkan seseorang atau kelompok di luar organisasi untuk krisis yang terjadi. 2. Diminishstrategies, yakni organisasi mengakui adanya krisis dan mencoba untuk memperlemah hubungan antara organisasi dengan krisis yang sedang terjadi. Dua hal dapat dilakukan organisasi, yakni excuse dan justification. Pada excuse, organisasi berusaha untuk mengurangi tanggung jawab organisasi dengan cara meyakinkan bahwa organisasi tidak bermaksud melakukan hal-hal negatif. Pada justification, organisasi bisa mengklaim bahwa kerusakan yang terjadi tidak serius, serta mengemukakan bahwakrisis telah salah interpretasi. Namun, tingkat penolakan terhadap suatu penyebab krisis akan sangat tergantung pada jenis krisis yang dihadapi oleh suatu organisasi. 3. Rebuildstrategies yakni berusaha untuk mengubah persepsi publik terhadap organisasi dengan cara mencoba memohonmaaf dan menerima kenyataan bahwa memang benar-benar terjadi krisis. Tiga hal dapat dilakukan adalah compensation, berupa pemberian sejumlah kompensasi kepada korban krisis dan apology, yaitu organisasi memohon maaf atau ampun dari publik. 4. Reinforcing/ Bolsteringstrategies yakni organisasi berusaha untuk mencari dukungan publik dengan menggunakan cara berikut: reminder, yaitu dengan mengingatkan publik akan hal-hal positif yang telah dilakukan organisasi; ingratiation, yaitu mengatakan hal-hal baik atau memuji stakeholder dan/atau mengingatkan mereka tentang perbuatan baik di masa lalu oleh organisasi; dan victimage yaitu mengingatkan pada stakeholder bahwa organisasi adalah korban dari krisis juga (Coombs W. T.,2007) Teori ini melihat bagaimana sebuah krisis dapat mengganggu kelancaran berlangsungnya sebuah organisasi dan bagaimana ia dapat berdampak pada kredibilitas sebuah organisasi, maka diperlukan penanganan internal mengenai hal tersebut. Yukl (1998) menyebutkan bahwa kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua hal. Pertama, adanya kenyataan bahwa penggantian pemimpin seringkali mengubah kinerja suatu unit, instansi atau organisasi. Kedua, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi adalah kepemimpinan, mencakup proses kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi, kompetensi dan tindakanpemimpin yang bersangkutan. Sebuah organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Dalam situasi krisis, penguasaan terhadap informasi yang benar menjadi bekal untuk memahami arah pergerakan krisis dan bagaimana mengendalikan situasi. Pengendalian situasi hanya dimungkinkan bila pemimpin mengendalikan sumber daya yang diperlukan serta menguasai jalur- jalur yang memungkinkannya memperoleh informasi yang benar. Kemampuan komunikasi merupakan bagian penting bagi pengambilan keputusan yang benar dan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang menjadi stakeholders. Untuk itu dalam menangani krisis, selain diperlukan gaya kepemimpinan, juga dibutuhkan gaya komunikasi. Gaya kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang berkaitan dengan kebijakan yang dikeluarkan, pembagian tugas yang dilakukan, serta alur komunikasi yang diterapkan, sementara gaya komunikasi berhubungan dengan karakter komunikator, maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukannya. Salah satu contoh penerapanteori organizational renewal
Manajemen konflik dalam 4 langkah: Metode, strategi, teknik-teknik penting, dan pendekatan operasional untuk mengelola dan menyelesaikan situasi konflik