Anda di halaman 1dari 3

PERAN EMPATI DALAM KOMUNIKASI: KRISIS ORGANISASI DAN

KOMUNIKASI KRISIS MEMPENGARUHI REPUTASI

Lulu Rachman
lulurachman87@gmail.com

Abstrak

Artikel ini memajukan pengetahuan teoritis peneliti tentang bagaimana krisis organisasi dan
komunikasi krisis memengaruhi reputasi. Penelitian sebelumnya semata-mata menekankan
pentingnya tanggung jawab krisis organisasi dalam proses ini. Tiga percobaan menunjukkan
bahwa empati pemangku kepentingan terhadap organisasi memberikan penjelasan kedua. Dua
percobaan pertama menunjukkan bahwa krisis korban tidak hanya menimbulkan lebih sedikit
kerusakan reputasi daripada krisis yang dapat dicegah karena pemangku kepentingan
menganggap organisasi kurang bertanggung jawab atas kejadian tersebut, tetapi juga karena
mereka lebih cenderung berempati dengan perusahaan. Artikel ketiga menunjukkan bahwa
empati juga dapat menjelaskan hasil komunikasi krisis. Permintaan maaf membangkitkan
empati di antara pemangku kepentingan dan selanjutnya meningkatkan perbaikan reputasi,
tidak seperti penyangkalan.

Kata kunci: Komunikasi Krisis, Reputasi perusahaan, Empati

1. PENDAHULUAN

Empati adalah konstruksi multidimensi yang terdiri dari komponen kognitif dan afektif.
Empati kognitif mengacu pada secara kognitif mengambil perspektif orang lain dan
memungkinkan untuk memahami sudut pandang, pikiran, dan emosi orang lain (Baron-Cohen
& Tukang Roda, 2004). Empati afektif mengacu pada respons emosional seorang pengamat
terhadap keadaan atau situasi emosional individu lain (Blair, 2005). Empati telah terbukti
memotivasi serangkaian perilaku prososial melalui peningkatan kepedulian terhadap orang lain
(Davis, 2005). Respon emosional ini melibatkan pengalaman emosi yang kongruen dengan
emosi orang lain. Dalam nada yang sama, penelitian sebelumnya telah secara konsisten
menetapkan bahwa pengampunan difasilitasi ketika korban pelanggaran berempati dengan
pelaku kesalahan (Davis & Emas, 2011; Fehr et al., 2010; McCullough et al., 1998; Riek &
Mania, 2012). Peneliti mengusulkan bahwa ketika pemangku kepentingan mengalami lebih
banyak empati terhadap organisasi yang sedang mengalami krisis, mereka akan lebih
cenderung untuk memaafkan organisasi tersebut.
2. METODOLOGI

Peneliti pertama kali memeriksa peran yang dimainkan empati dalam dampak krisis
terhadap kerusakan reputasi. Hipotesis pertama dan pertanyaan penelitian diajukan melalui
faktor tunggal (tipe krisis: krisis korban vs. krisis yang dapat dicegah), desain eksperimen
antarsubjek. Dengan membandingkan krisis korban dengan krisis yang dapat dicegah, jenis
krisis yang menyebabkan atribusi tanggung jawab terlemah versus terkuat dibandingkan. Jenis
krisis dimanipulasi menggunakan dua skenario tentang organisasi fiktif yang disajikan dalam
artikel surat kabar. Organisasi itu fiktif untuk menghindari reputasi yang ada akan
mempengaruhi temuan. Krisis tersebut melibatkan pemasok yang data pribadi pelanggannya
telah bocor secara online. Dinyatakan dalam berbagai artikel surat kabar bahwa organisasi
dapat mencegah krisis (yaitu krisis yang dapat dicegah) atau tidak (yaitu krisis korban).

Sampel kenyamanan dari 69 orang dewasa Belgia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Responden menerima email atau pesan melalui media sosial yang mengundang mereka untuk
mengisi kuesioner online. Situs survei secara acak membagi peserta antara dua kondisi
eksperimental. Semua peserta membaca teks pengantar dengan deskripsi perusahaan, setelah
itu mereka membaca artikel surat kabar. Selanjutnya, peserta menyelesaikan kuesioner yang
berisi ukuran variabel dependen dan variabel sosio-demografis. Peserta berusia rata-rata 31
tahun (SD=12.00, kisaran =18–61 tahun); sekitar 38% adalah laki-laki, dan 62% adalah
perempuan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Efek total, tidak langsung, dan langsung dari tipe krisis (krisis yang dapat dicegah vs.
krisis korban) terhadap reputasi pasca krisisCatatan.Jenis krisis diberi kode 0 = krisis yang
dapat dicegah, 1 = krisis korban. Analisis menggunakan 5.000 sampel bootstrap untuk
memperkirakan interval kepercayaan 99%. Efeknya signifikan jika interval kepercayaan tidak
mengandung nol.
4. KESIMPULAN

Penelitian ini mengilustrasikan bahwa empati afektif pemangku kepentingan dengan


organisasi dalam krisis membantu menjelaskan dampak krisis terhadap reputasi organisasi.
Hasilnya sejalan dengan penelitian komunikasi krisis yang menekankan pentingnya atribusi
tanggung jawab untuk menjelaskan hubungan antara jenis krisis dan reputasi pasca krisis.
Namun, menguatkan temuan dari penelitian tentang pengampunan interpersonal, dan
memperluas upaya untuk melampaui atribusi tanggung jawab dan mengintegrasikan peran
pengaruh pemangku kepentingan ke dalam teori komunikasi krisis, hasilnya menetapkan
bahwa empati afektif memberikan penjelasan kedua untuk hubungan ini. Oleh karena itu, krisis
korban menghasilkan lebih sedikit kerusakan reputasi daripada krisis yang dapat dicegah tidak
hanya karena mereka mendorong atribusi tanggung jawab yang lebih lemah tetapi juga karena
mereka kemudian menimbulkan lebih banyak empati dari publik. Sebagai kesimpulan, empati
memberikan variabel penting kedua selain atribusi tanggung jawab untuk memahami hubungan
antara situasi krisis, komunikasi krisis, dan hasil krisis. Dengan demikian, empati harus
dipertimbangkan saat memeriksa dan menjelaskan dampak krisis dan komunikasi krisis.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
terciptanya artikel ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Baron-Cohen, S., & Wheelwright, S. (2004). The empathy quotient: An investigation of adults
with Asperger syndrome or high functioning autism, and normal differences. Diakses
dari: https://doi. org/10.1023/b:jadd.0000022607.19833.00.

Blair, R. J. R. (2005). Responding to the emotions of others: Dissociating forms of empathy


through the study of typical and psychiatric populations. Diakses dari
https://doi.org/10.1016/j.concog.2005.06.004.

Davis, M. H. (2005). Empathy and Prosocial Behavior. In D. A. Schroeder, & W. G. Graziano


(Eds.). New York: Oxford University Press.

Davis, J. R., & Gold, G. J. (2011). An Examination of Emotional Empathy, Attributions of


Stability, and The Link Between Perceived Remorse and Forgiveness. Diakses dari:
https://doi.org/10.1016/j.paid.2010.10.031.

Anda mungkin juga menyukai