Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja

2.1.1 Definisi remaja

Remaja atau adolescence berasal dari kata latin yaitu adolescene yang
berarti tumbuh kearah kematangan fisik, sosial, dan psikologis
(Sarwono, 2012). Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa
peralihan dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa yang terjadi
pada usia 12 tahun hingga 21 tahun (Dewi, 2012). Menurut Piaget,
secara psikologis masa remaja merupakan masa individu tidak lagi
merasa berada di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan
masa remaja merupakan masa individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa dan berada pada tingkatan yang sama (Hanifah,
2013).

Berdasarkan teori tahapan perkembangan individu menurut Erickson


dari masa bayi hingga masa tua, masa remaja dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu remaja awal, remaja pertengahan, serta remaja akhir.
Rentang usia remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada
laki-laki yaitu 15-17 tahun. Rentang usia remaja pertengahan pada
perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada laki-laki yaitu 17-19 tahun.
Sedangkan rentang usia remaja akhir pada perempuan yaitu 18-21
tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun (Thalib, 2010).

13
14

2.1.2 Tahapan Remaja

Menurut (Sarwono, 2012) ada tiga tahap perkembangan remaja dalam


proses penyesuaian diri menuju dewasa, antara lain:
a. Remaja awal (Early Adolescence)
Masa remaja awal berada pada rentang usia 10-13 tahun ditandai
dengan adanya peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan
pematangan fisik, sehingga intelektual dan emosional pada masa
remaja awal ini sebagian besar pada penilaian kembali dan
restrukturisasi dari jati diri. Pada tahap remaja awal ini penerimaan
kelompok sebaya sangatlah penting (Aryani, 2010).

b. Remaja Madya (Middle Adolescence)


Masa remaja madya berada pada rentang usia 14-16 tahun ditandai
dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, dimana
timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, adanya
peningkatan terhadap persiapan datangnya masa dewasa, serta
keinginan untuk memaksimalkan emosional dan psikologis dengan
orang tua (Aryani, 2010).
c. Remaja akhir (Late Adolescence)
Masa remaja akhir berada pada rentang usia 16-19 tahun. Masa ini
merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapain lima hal, yaitu:
1) Minat menunjukkan kematangan terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Ego lebih mengarah pada mencari kesempatan untuk bersatu
dengan orang lain dalam mencari pengalaman baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang permanen atau tidak akan
berubah lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri
dengan orang lain.

5) Tumbuh pembatas yang memisahkan diri pribadinya (Private


Self) dengan masyarakat umum (Sarwono, 2012).
15

2.1.3 Tugas- tugas Perkembangan remaja

Havigurst mendefinisikan tugas perkembangan merupakan tugas yang


muncul sekitar satu periode tertentu pada kehidupan individu, jika
individu berhasil melewati periode tersebut maka akan menimbulkan fase
bahagia serta membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
perkembangan selanjutnya. Namun jika individu gagal melewati periode
tersebut maka tak jarang akan terjebak dalam perkembangan psikis yang
tidak sehat, salah satunya kenakalan remaja. (Muhammad Ali, 2011).
Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havigurst adalah
sebagai berikut:
a. Mampu menerima keadaan fisiknya.
b. Mampu memahami dan menerima peran seks usia dewasa.
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis.
d. Mencapai kemandirian emosional.
e. Mencapai kemandirian ekonomi.
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua.
h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan
untuk memasuki dunia dewasa.
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga (Muhammad Ali, 2011).

2.1.4 Perkembangan Fisik Masa Remaja

Papalia dan Olds menjelaskan bahwa perkembangan fisik merupakan


suatu perubahan yang terjadi pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan
keterampilan motorik (Jahja, 2012). Piaget menambahkan bahwa yang
terjadi pada perubahan tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi badan,
16

berat badan, pertumbuhan tulang, pertumbuhan otot, struktur otak


semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif, serta
kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi (Jahja, 2012).
Pada masa remaja adanya pertumbuhan organ-organ reproduksi sehingga
terjadinya kematangan fungsi reproduksi yang diikuti munculnya tanda-
tanda sebagai berikut:
a. Tanda- tanda seks primer
Menurut Sekarrini (2012) tanda seks primer pada remaja adalah
sebagai berikut:
1) Remaja Perempuan
Remaja perempuan mengalami tanda seksual primer berupa terjadinya
menstruasi (menarche) (Dewi, 2012). Dimana menstruasi
didefinisikan sebagai perubahan periodik dari uterus yang dimulai
sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya
lapisan endometrium uterus.
2) Remaja Laki-laki
Tanda seksual primer pada remaja laki-laki ketika sudah mengalami
mimpi basah yang menandakan bahwa sistem reproduksinya mulai
berfungsi. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia 10-
15 tahun (Sekarrini, 2012).
17

b. Tanda seksual sekunder


1) Pada perempuan tanda seksual sekunder yang terjadi adalah pelebaran
pinggul, pertumbuhan payudara, tumbuh rambut di sekitar kemaluan
dan ketiak, mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal
setiap tahunnya, serta pertumbuhan rahim dan vagina (Sarwono,
2012).

2) Pada laki-laki tanda seksual sekunder yang terjadi adalah pertumbuhan


tulang- tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan
yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara,
ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan menjadi keriting,
pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimal setiap
tahunnya, tumbuh rambut- rambut halus di wajah (kumis, jenggot),
tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara, serta dapat adanya
rambut- rambut di dada (Sarwono, 2012).

2.1.5 Perkembangan Psikologis Masa Remaja

Perubahan fisik pada remaja yang cepat dan terjadi secara berkelanjutan
menyebabkan para remaja sadar dan lebih memperhatikan bentuk
tubuhnya serta adanya keinginan untuk membandingkan dengan teman-
teman sebaya lainnya. Jika perubahan tidak berlangsung secara lancar
maka akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan psikis dan
emosi remaja tersebut yang dapat menimbulkan adanya cemas berlebih,
terutama pada remaja perempuan bila tidak dipersiapkan untuk
menghadapinya (Jose RL, 2010).

Peningkatan emosional pada remaja dikenal dengan strorm and stress,


dimana remaja bias merasakan sangat sedih kemudian bias kembali
bahagia dengan cepat atau sering juga disebut emosional yang bergejolak
dan kurang labil. Hal tersebut terjadi karena perubahan hormone yang
terjadi pada masa remaja. Jika dilihat dari segi kondisi social,
peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam
18

kondisi baru yang berbeda dari kondisi sebelumnya. (Sekarrini, 2012).


Selain keadaan emosional yang tidak stabil, remaja memiliki
kecendrungan untuk memperhatikan penampilan, menyendiri, hingga
mengenal lebih seksualitas dan tertarik pada lawan jenis (Dewi, 2012)

2.1.6 Perkembangan Kognitif Masa Remaja

Perkembangan kognitif merupakan perubahan kemampuan belajar,


memori, berpikir, menalar, serta bahasa (Jahja, 2012). Menurut Piaget
seorang remaja aktif mengembangkan kemampuan kognitif mereka
melalui informasi yang didapatkan, namun tidak langsung diterima
begitu saja melainkan remaja telah mampu membedakan antara hal-
hal atau ide-ide yang lebih penting dibandingkan ide lainnya serta
remaja dapat mengembangkan ide-ide tersebut hingga memunculkan
suatu ide baru (Jahja, 2012).

Pemikiran masa remaja cenderung abstrak, logis, serta idealis. Remaja


lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan
apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka, serta cenderung lebih
banyak mencaritahu mengenai kehidupan sosial serta
menginterpretasikan. Dengan kekuatan baru dalam penalaran yang
dimiliki remaja menjadikan dirinya mampu membuat pertimbangan dan
melakukan perdebatan sekitar topik-topik mengenai kehidupan manusia,
kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan keadilan (Jahja, 2012).
19

2.2 Konsep Kanker Payudara

2.2.1 Pengertian Kanker Payudara

Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan


atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara.
(Utami S, 2012 dalam Masriadi, 2016).

Kanker payudara adalah tumor ganas pada payudara atau salah satu
payudara, kanker payudara juga merupakan benjolan atau massa tungal
yang sering terdapat didaerah kuadran atas bagian luar, benjolan ini
bentuknya keras dan tidak beraturan dan dapat digerakkan (Olfah, Y
dkk, 2013 dalam Masriadi, 2016).

Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan


berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan)
payudara. Selain itu, kanker payudara (carcinoma mamae) didefinisikan
sebagai suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari
parenchyma (Nugroho, 2012).

2.2.2 Patofisiologi Kanker Payudara

Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan tahap promosi.
2.2.2.1 Fase inisiasi
Pada tahap ini terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel
yang memancing sel yang menjadi ganas. Perubahan dalam bahan
genetik sel ini disebabkan oleh suatu gen yang disebut
karsinogen, yang bias berupa bahan kimia, virus, radiasi
(penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki
kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen, kelainan genetik
dalam sel atau rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan
gangguan fisik menahun pun bisa membuat sel menjadi lebih
peka untuk mengalami suatu keganasan.
20

2.2.2.2 Fase promosi


Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan
berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi
tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan
beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel
yang peka dan suatu karsinogen) (Nugroho, 2012).

2.2.3 Klasifikasi Kanker Payudara


Berdasarkan WHO Histological Classification of Breast Tomur, kanker
payudara di klasifikasikan sebagai berikut:
2.2.3.1 Non-invasif karsinoma
Kanker yang terjadi pada kantung (tube) susu {penghubung
antara alveolus (kelenjar yang memproduksi susu) dan putting
payudara}. Dalam bahasa kedokteran disebut ‘ductal carcinoma
in situ’ (DCSI), yang mana kanker belum menyebar ke bagian
luar jaringan kantung susu
2.2.3.2 Invansif karsinoma
Kanker yang telah menyebar keluar bagian kantung susu dan
menyerang jaringan sekitarnya bahkan dapat menyebabkan
penyebaran (metatase) kebagian tubuh lainnya seperti kelenjar
lmypa dan lainnya melalui peredaran darah (Nugroho, 2012).

2.2.4 Faktor-faktor penyebab Kanker Payudara


Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat
banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
kanker payudara diantaranya:
2.3.4.1 Faktor reproduksi dan hormon
a. Menarche atau menstruasi pertama pada usia relatif muda
(kurang dari 12 tahun)
b. Menopause atau mati haid pada usia relatif lebih tua (lebih
dari 50 tahun)
21

c. Nulipara /belum pernah melahirkan


d. Infertilitas
e. Melahirkan anak pertama pada usia relatif tua (lebih dari 35 tahun)
f. Pemakaian kontrasepsi oral (pil KB) dalam waktu lama (>7 tahun)
g. Tidak menyusui (Rasjidi, 2010).
2.2.4.2 Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko kanker payudara selama masa
pascamenopause. Setelah menopause, ketika ovarium berhenti
memproduksi hormon estrogen, jaringan lemak merupakan tempat utama
dalam produksi estrogen. Oleh karena itu, wanita dengan berat bandan
berlebih mempunyai level estrogen yang tinggi (Rasjidi, 2010).
2.2.4.3 Pola makan
Makanan yang mengandung lemak tinggi menjadi faktor risiko terjadinya
kanker payudara. Mengonsumsi makanan dengan kadar lemak yang
tinggi, secara tidak langsung akan menambah potensi peningkatan
kolesterol yang buruk dalam darah. Kolesterol yang buruk tersebut
merupakan bahan dasar hormon estrogen.
2.2.4.4 Intake alkohol
Studi menunjukkan bahwa resiko kanker payudara meningkat berkaitan
dengan asupan alkohol jangka panjang. Hal ini mungkin disebabkan
mempengaruhi aktifitas estrogen (Rasjidi, 2010).
2.2.4.5 Radiasi
Pada masa pertumbuhan, perubahan organ payudara sangat cepat dan
rentan terhadap pengion (Rasjidi, 2010).
2.2.4.6 Faktor genetik dan riwayat keluarga
Faktor genetik merupakan faktor penting. Dalam catatan penderita
kanker payudara, ditemukan pasien kanker payudara akibat kelainan
genetik sebesar 5-10%. Untuk itu, penting kaum wanita untuk mengenali
riwayat keluarga yang terkena kanker dan memetakannya dalam bentuk
silsilah (pedigree). Seorang ibu yang terkena kanker kepada keturunan
berikutnya (anak dan cucunya) (Setiati, 2009).
22

2.2.5 Gejala klinis


Menurut Nugroho (2012), gejala klinis kanker payudara dapat berupa:
Benjolan pada payudara; umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada
payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, semakin lama akan semakin besar,
lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara
atau pada puting susu.
2.2.5.1 Erosi atau eskema puting susu
2.2.5.2 Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik kedalam (retraksi),
berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi
oedema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk, mengkerut, atau
timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok itu semakin lama akan
semakin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan
seluruh payudara, sering berbau busuk dan mudah berdarah.
Ciri-ciri lainnya antara lain:
a. Perdarahan pada puting susu
b. Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila tumor
sudah besar, sudah timbul borok, atau bila sudah muncul
metastase ke tulang-tulang.
c. Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah benih diketiak,
bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke
seluruh tubuh.

Gambar 2.1 Ciri-ciri kanker payudara


(Sumber: Olfah, Y, dkk 2013).
23

2.2.6 Stadium Kanker Payudara


Menurut Masriadi (2016) berdasarkan berat dan ringannya kanker
payudara terdiri dari berbagai stadium, yaitu:
2.2.6.1 Stadium I : tumor terbatas pada payudara dengan ukuran <2
cm, tidak terfiksasi pada kulit atau otot pektoralis,
tanpa dugaan metastasis aksila.
2.2.6.2 Stadium II : tumor dengan diameter <2 cm dengan metastasis
aksila atau tumor dengan diameter 2-5 cm dengan
atau tanpa metastasis aksila.
2.2.6.3 Stadium III a : tumor dengan diameter > 5 cm tapi masih bebas
dari jaringan sekitarnya dengan atau tanpa
metastasis aksila yang masih bebas satu sama
lainnya atau tumor dengan metastasis aksila yang
melekat.
2.2.6.4 Stadium III b : tumor dengan metastasis infra atau suvra
klavikula atau tumor yang telah menginfiltrasi
kulit atau dinding toraks.
2.2.6.5 Stadium IV : tumor yang telah mengadakan metastasis jauh.

2.2.7 Pengobatan
Nugroho (2012), menyatakan ada beberapa pengobatan kanker payudara
yang penerapannya banyak tergantung pada stadium klinik penyakit yaitu:
2.2.7.1 Mastektomi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Terdapat 3
jenis mastektomi yaitu:
a. Modified Radical Mastectomy
Yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, jaringan
payudara ditulang dada, tulang selangka, tulang iga, dan
benjolan disekitar ketiak.
b. Total (simple) Mastectomy
Yaitu operasi penangkatan seluruh payudara saja, tetapi bukan
kelenjar ketiak.
24

c. Radical Mastectomy
Yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara, biasanya
disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan
yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi
ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya
lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang tumornya
dari 2cm dan letaknya dipinggir payudara.

2.2.7.2 Radiasi
Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang
terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma
yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa di
payudara setelah operasi. Efek pengobatan ini tubuh menjadi
lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit disekitar payudara
menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai
akibat dari radiasi.

2.2.7.3 Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker
dalam bentuk pil cair atau kapsul melalui infus yang bertujuan
membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi
juga seluruh tubuh. Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami
mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan
yang diberikan pada saat kemoterapi.

2.2.7.4 Terapi hormon


Hal ini dikenal sebagai ‘Therapy anti-estrogen’ yang sistem
kerjanya memblok kemampuan hormon estrogen yang ada dalam
menstimulus perkembangan kanker pada payudara.
25

2.2.7.5 Pengobatan herceptin


Adalah therapy biological yang dikenal efektif melawan HER2-
positif pada wanita yang mengalami kanker payudara stadium II,
III, dan IV dengan penyebaran sel kankernya.

2.2.8 Pencegahan
Menurut Nugroho (2012) hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa
pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular
adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker
payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa:
2.2.8.1 Pencegahan primer
Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu
bentuk promosi kesehatan karena dilakukan oleh orang “sehat’
melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada
berbagai faktor resiko dan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan primer ini juga bisa berupa pemeriksaan SADARI
(pemeriksaan payudara sendiri) yang dilakukan secara rutin
sehingga bisa memperkecil faktor terkena kanker payudara.

2.2.8.2 Pencegahan sekunder


Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki
resiko untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal
dan memiliki siklus haid normal merupakan populasi at risk
kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan
melakukan deteksi dini.

Skrining melalui mammografi diklaim memiliki 90% dari semua


penderita kanker payudara, tetapi terpaparnya terus-menerus pada
mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining dengan
mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa
pertimbangan antara lain:
26

a. Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan


melakukan cancer risk assesement survey.
b. Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk
dilakukan mammografi setiap tahun.
c. Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap tahun
sampai mencapai usia 50 tahun.

Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara


lebih sedikit pada wanita yang melakukan SADARI (pemeriksaan
payudara sendiri) dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas
SADARI untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26% bila
dikombinasikan dengan mammografi maka sensitivitas mendeteksi
secara dini menjadi 75%.

2.2.8.3 Pencegahan tersier


Penegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita payudara
sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecacatan dan
memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tersier ini penting
untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi
penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat
berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan
hidup penderita.

Setiati (2009), menyatakan ada beberapa langkah sederhana yang dapat


dilakukan untuk untuk mencegah terjadinya kanker payudara antara lain:
a. Perbanyak makan sayuran, buah-buahan, biji-bijian seperti tempe,
tahu dan makanan yang banyak mengandung serat.
b. Hindari memiliki berat badan berlebihan atau kegemukan.
c. Kurangi makan gorengan, jeroan, serta makanan yang banyak
mengandung protein dan lemak tinggi.
27

d. Hindari mengkonsumsi makanan yang diolah dengan suhu tinggi


e. Konsumsi makanan yang diolah dengan cara direbus.
f. Hindari makanan dengan pemanis buatan, pewarna makanan, atau
zat pengawet makanan yang berlebihan.
g. Jaga kebersihan makanan.
h. Hindari mengkonsumsi alkohol.
i. Jangan merokok.
j. Perbanyak olahraga secara teratur.
k. Hindari stress, jaga keseimbangan mental dan rohani.

2.3 Konsep Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)


2.3.1 Pengertian SADARI
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah pemeriksaan yang
dilakukan sebagai deteksi dini kanker payudara yang sangat mudah
dilakukan oleh setiap wanita untuk mencari benjolan yang dicurigai atau
kelainan lainnya (Nugroho, 2012). SADARI merupakan metode yang
sederhana dan tidak memerlukan biaya (Benson dan Martin, 2009).

Ketika seorang wanita telah mencapai masa pubertas dan mulai mengalami
perkembangan pada payudaranya, pemeriksaan payudara sendiri atau yang
dikenal dengan SADARI perlu dilakukan. Hal ini memberi kesempatan
kepada seorang wanita untuk memahami tubuhnya sendiri dan membentuk
kebiasaan yang baik untuk masa depan nantinya (Rasjidi, 2010).

2.3.2 Tujuan SADARI


Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah untuk
mendeteksi dini apabila terdapat benjolan pada payudara, terutama yang
dicurigai ganas, sehingga dapat meurunkan angka kematian (Nugroho,
2012).
28

2.3.3 Waktu Melakukan SADARI


Menurut American Cancer Society, SADARI sebaiknya dilakukan setiap
kali selesai menstruasi (hari ke-10 dari awal menstruasi), pemeriksaan
dilakukan setiap bulan sejak umur 20 tahun (Rasjidi, 2010). Dan pada
wanita pramenopause pemeriksaan setelah hari ke-5 dan ke-7 sesudah
siklus menstruasi (Rasjidi, 2010).

2.3.4 Cara Melakukan SADARI


Gant dan F. Gary (2011) menyatakan ada beberapa langkah untuk
melakukan SADARI:
2.3.4.1 Cuci tangan terlebih dahulu.
2.3.4.2 Tanggalkan pakaian bagian atas.
2.3.4.3 Pemeriksaan payudara sendiri harus selalu dilakukan dibawah
penerangan yang baik. Berdiri atau duduklah di depan cermin.
Perhatikan perubahan ukuran payudara kanan dan kiri (simetris
atau tidak) puting susu dan kulit payudara.
2.3.4.4 Carilah cekungan atau kerutan kulit payudara, retraksi atau
penarikan puting payudara dan perubahan ukuran atau bentuk
payudara. Carilah tanda-tanda tersebut dengan menekan pinggul
dengan kencang, kemudian dengan lengan di angkat tinggi.

Gambar 2.2 Langkah-langkah melakukan SADARI


(Sumber: Olfah, Y, dkk 2013).
29

2.3.4.5 Tekan payudara kiri dari atas ke bawah dengan menggunakan tiga
atau empat jari tangan kanan. Dan lakukan sebaliknya pada
payudara sebelah kanan.

Gambar 2.3 Langkah-langkah melakukan SADARI


(Sumber: Olfah, Y, dkk 2013).

2.3.4.6 Dengan menggunakan tiga jari tangan kanan (telunjuk, tengah,


manis) telusuri payudara kiri dengan teliti dan menyeluruh.
Gerakan jari-jari tangan secara memutar kecil di sekeliling
payudara, mulai dari tepi payudara kearah puting susu atau
sebaliknya.Tekan secara perlahan, rasakan setiap benjolan atau
massa di bawah kulit. Lakukan hal yang sama terhadap payudara
kanan.

Gambar 2.4 Langkah-langkah melakukan SADARI


(Sumber: Olfah, Y, dkk 2013).
30

2.3.4.7 Periksa daerah puting payudara dengan cara memencet masing-


masing puting dengan lembut untuk memeriksa apakah ada duk
(perdarahan) atau cairan bening yang keluar dari puting.

Gambar 2.5 Langkah-langkah melakukan SADARI


(Sumber: Olfah, Y, dkk 2013).

2.3.4.8 Jangan lupa memeriksa daerah bawah ketiak yang juga


mengandung jaringan payudara.
2.3.4.9 Berbaringlah telentang. Letakkan sebuah handuk yang dilipat
atau bantal dibawah bahu kiri dan letakkan tangan kiri Anda
dibawah kepala. Tekan kembali payudara Anda secara
melingkar.

Gambar 2.6 Langkah-langkah melakukan SADARI


(Sumber: Olfah, Y, dkk 2013).
31

2.3.4.10 Turunkan lengan kanan anda kesamping dan lakukan prosedur untuk sisi
lainnya: letakkan handuk yang dilipat atau bantal dibawah bahu kanan
Anda, tangan kanan dibawah kepala dan gunakan tangan kiri untuk
meraba payudara kanan Anda secara melingkar. Langkah 4-8 juga dapat
dilakuakan saat mandi atau berendam, karena pemeriksaan payudara
akan lebih mudah jika kulit payudara licin dan basah oleh sabun atau air.

Gambar 2.7 Cara melakukan SADARI


(Sumber: Olfah, Y, dkk 2013).

Temuan yang didapat ketika melakukan pemeriksaan payudara sendiri


(SADARI) seperti adanya:
a. Benjolan
b. Luka lecet
c. Lesung kulit (cekungan) pada payudara
d. Penarikan puting ke dalam
e. Warna kemerahan pada kulit payudara
f. Cairan yang keluar dari puting seperti darah atau cairan bening.
32

2.4 Konsep Keperawatan Menurut Dorothea Orem

2.4.1 Model Konsep Keperawatan Dorothea Orem

Model keperawatan menurut Orem dikenal dengan Model Self care. Model
self Care ini memberikan pengertian bahwa bentuk pelayanan keperawatan
keperawatan dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan yang dapat
dilakukan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan
mempertahankan kehidupan, kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan
keadaan sehat dan sakit. Model keperawatan ini berkembang sejak tahun
1959-2001.

Model Self Care (perawatan diri) ini memiliki kayakinan dan nilai dalam
keperawatan diantaranya dalam pelaksanaan berdasarkan tindakan atas
kemampuan. Self Care didasrkan atas kesengajaan serta dalam
pengambilan keputusan dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan.

Dalam pemahaman konsep keperawatan khususnya dalam pandangan


mengenai pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membagi dalam konsep
kebutuhan yang terdiri dari :

2.4.1.1 Air (udara) : pemeliharaan dalam pengambilan udara.


2.4.1.2 Water (air) : pemeliharaan pengambilan air
2.4.1.3 Food (makanan) : pemeliharaan dalam konsumsi makanan
2.4.1.4 Elimination (eliminasi) : pemeliharaan kebutuhan proses eliminasi
2.4.1.5 Rest and Activity (istirahat dan kegiatan) : keseimbangan antara
istirahat dan aktivitas
2.4.1.6 Solitude and Sosial Interaction (kesendirian dan interaksi sosial) :
pemeliharaan dalam keseimbangan antara kesendirian dan interaksi
sosial
2.4.1.7 Hazard Prevention (pencegahan resiko) : kebutuhan akan pencegan
resiko pada kehidupan manusia dalam keadaan sehat
33

2.4.2 Teori Keperawatan Dorothea Orem

Pandangan teori Orem adalah tatanan pelayanan keperawatan ditujukan


kepada kabutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan
mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam Konsep praktik
keperawatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori Self Care, di
antaranya :

2.4.2.1 Perawatan Diri Sendiri (Self Care)

Teori Self Care ini meliputi :

2.4.2.1.1 Self Care merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu


serta dilaksanakan oleh individu sendiri dalam
memenuhi serta mempertahankan kehidupan, kesehatan
serta kesejahteraan.

2.4.2.1.2 Self Care Agency merupakan suatu kemampuan individu


dalam melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat
dipengaruhi oleh usia, perkembangan, sosiokultural,
kesehatan dan lain-lain.

2.4.2.1.3 Theurapetic self Care Demand merupakan tuntutan atau


permintaan dalam perawatan diri sendiri yang
merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam
waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan
menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang
tepat.

2.4.2.1.4 Self Care Requisites merupakan suatu tindakan yang


ditujukan kepada penyedia dan perawatan diri sendiri
yang bersifat universal dan berhubungan dengan proses
kehidupan manusia serta dalam upaya mempertahankan
fungsi tubuh. Self Care Requisites terdiri dari beberapa
jenis yaitu, Universal Self Care Requisites ( kebutuhan
universal manusia yang merupakan kebutuhan dasar),
34

Developmental Self Care Requisites (kebutuhan yang


berhubungan perkembangan individu), dan Health
Deviation Requisites (kebutuhan yang timbul sebagai
hasil dari kondisi pasien).

2.4.2.2 Self Care Defisit

Self Care Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan


secara umum dimana segala perancanaan keperawatan diberikan
pada saat perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan
seseorang pada saat tidak mampu atau terbatas untuk melakukan
self carenya secara terus menerus. Self Care Defisit dapat
diterapkan pada anak yang belum dewasa, atau kebutuhan yang
melebihi kemampuan serta adanya perkiraan penurunan kemapuan
dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Dalam pemenuhan perawatan
diri sendiri serta membantu dalam proses penyelesaian masalah.
Orem memiliki metode untuk proses tersebut diantaranya
bertindakan atau berbuat untuk orang lain, sebagai pembimbing
orang lain, memberi support, meningkatkan pengembangan
lingkungan untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan atau
mendidik pada orang lain.

2.5 Keterkaitan Teori Keperawatan Dengan Konsep Penelitian

Dalam penelitian literature review ini pembahasan tentang apa itu kanker
payudara dengan angka kasus kejadian paling tinggi yang ditemukan pada
wanita. Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah berdampak pada
fisik maupun psikologisnya. Oleh karena itu diperlukan pencegahan yang
dapat dilakukan secara mandiri oleh individu itu sendiri, untuk
mempertahankan kesehatannya dan kemapuan merawat diri sendiri yaitu
dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
35

Konsep keperawatan yang dikemukakan oleh Dorothe Orem yaitu


bagaimana individu mampu untuk merawat dirinya sendiri secara mandiri
sehingga tercapai kemampuan untuk mempertahankan kesehatan dan
kesejahteraannya, dan memberikan landasan pentingnya memandirikan
pasien sesuai tingkat ketergantungannya.

Banyaknya ditemukan pasien kanker payudara pada stadium lanjut


membuat pengobatan sulit untuk dilakukan. Hal ini berkaitan dengan hasil
penelitian Kartini yaitu pengobatan akan sulit dilakukan jika kanker sudah
masuk tahap stadium lanjut yang dipengaruhioleh factor rendahnya
informasi dan kurangnya sikap seseorang yang kurang merespon terhadap
penyakitnya.

Maka perlunya dilakukan pemeriksaan payudara sendiri sebagai langkah


awal untuk deteksi dini kanker payudara yang dapat dilakukan individu
secara mandiri untuk mempertahankan kesehatannya. Hasil penelitian yang
dilakukan Lubis yaitu pentingnya pemeriksaan payudara sendiri sebagai
tindaka pencegahan dari resiko penyakit kanker payudara yang tinggi, serta
dapat menurunkan angka kematian penderita kanker payudara yang
ditemukan pada stadium awal akan memberi harapan hidup yang lebih lama.
36

2.6 Kerangka Teori

Faktor penyebab

1. Faktor reproduksi Kanker Payudara


dan hormon
 Primer
 Manarche  Sekunder
 Menopause Pencegahan  Tersier
 Nulipara
 Infertilitas
 Pemakaian KB
 Tidak menyusui Teori Keperawatan Pencegahan
sekunder
2. Gaya Hidup Dorothe Orem  Pemeriksaan
Payudara Sendiri
 Obesitas (SADARI)
 Pola makan
 Alkohol
 Radiasi

3. Faktor Genetik

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.8 Kerangka Teori, Erliana (2019), Nanda (2016)

Anda mungkin juga menyukai