Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS BERMAIN KOLASE BIJI-BIJIAN


PADA ANAK USIA REMAJA

Dosen pembimbing :

Ns. Devi Trianingsih, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

1. Imut Mutiara : 11191030


2. Khoirun Nisak : 11191031
3. Vera Oktaviani : 11191064
4. Vika Amalia : 11191065

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Proposal “Terapi Aktivitas Bermain
Pada Anak Usia Remaja Di Masa Pandemi Covid-19”. Penulisan proposal ini dimaksudkan
untuk memenuhi salah satu tugas praktik stase Keperawatan Anak.

Kami berterima kasih kepada Dosen kami Ns. Devi Trianingsih, S.Kep., M.Kep
Selaku dosen pembimbing praktik stase Keperawatan Anak yang telah memberikan arahan dan
bimbingan. Kami memohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan proposal ini. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan proposal ini. Oleh karena itu,
sangatlah diharapkan kritik dan saran yang positif dan membangun agar proposal ini menjadi
lebih baik dan berdaya guna dimasa yang akan datang.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Dalam
mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, orang tua perlu memenuhi kebutuhan
dasar pada anak, di antaranya nutrisi, stimulasi, imunisasi, aktivitas bermain, dan tidur yang
cukup. Pertumbuhan dan perkembangan adalah dua hal yang berbeda, tetapi sulit dipisahkan
dan saling berkaitan. Pertumbuhan bersifat kuantitatif, biasanya menyangkut ukuran dan
struktur biologis pada tubuh anak. Sementara perkembangan adalah perubahan kuantitatif
dan kualitatif yang meliputi bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks.
Perkembangan remaja sangat rentan terhadap pengaruh dari lingkungan dalam
kehidupan sehari-hari (Olivia, 2010). Remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18
tahun (Hasibuan, 2011). Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa yang mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Dalam
perkembangan menuju dewasa, anak mengalami berbagai perubahan meliputi perubahan
biologis, perubahan psikologis dan perubahan sosial. Perubahan tersebut mempengaruhi
perilaku anak di lingkungan masyarakat. Perubahan perilaku anak, ada yang mengarah ke
arah positif dan ada yang ke arah negatif
Terapi bermain adalah bentuk konseling atau psikoterapi dengan menggunakan
permainan guna mengamati serta mengatasi berbagai masalah kesehatan mental dan
gangguan perilaku. Terapi ini utamanya digunakan untuk anak-anak berusia 3-12 tahun.
Sebab pada usia tersebut, anak-anak cenderung tak dapat memproses emosinya sendiri
maupun menyampaikan apa yang ia rasakan pada orang tua. Anak-anak belajar memahami
dunia dan lingkungannya melalui permainan. Ketika bermain, ia dapat dengan bebas
menunjukkan perasaan batin dan emosi terdalamnya. Dalam terapi bermain, seorang terapis
pun akan menggunakan waktu bermain untuk mengamati dan memahami masalah yang
dialami anak. Banyak yang bisa diungkapkan dari interaksi anak dengan berbagai jenis
mainan dalam terapi dan bagaimana perilakunya berubah dari sesi ke sesi. Selanjutnya,
terapis akan membantu anak mengeksplorasi emosi dan menangani trauma yang belum
terselesaikan.
Melalui permainan, anak-anak dapat mempelajari mekanisme koping (cara individu
menyelesaikan masalah) dan mengatur kembali perilakunya menjadi lebih baik. Terapis pun
akan menggunakan hasil pengamatan tersebut sebagai panduan untuk langkah selanjutnya.
Terapi yang diberikan akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Merangsang perkembangan kesehatan jiwa, kesadaran diri dan menurunkan
tingkat stress.
b. Tujuan Khusus
Mengajak anak untuk belajar berdiskusi yang menyenangkan (Stimulating
Discussion)
1) Mengembangkan daya pikir anak
2) Meningkatkan kemampuan daya tangkap atau konsentrasi anak
3) Mengajak anak untuk belajar dengan sebaya atau teman (Perr Teaching).
4) Mengajak anak untuk belajar mandiri (Independent Learning).

BAB II
TINJAUAN TEORI

I. KONSEP TUMBUH KEMBANG PADA ANAK USIA REMAJA


A. Definisi
Remaja, adalah kelompok penduduk yang berusia 10-19 tahun (WHO).
Pertumbuhan dan perkembangan selama masa remaja dibagi dalam tiga tahap, yaitu
remaja awal (usia 11-14 tahun), remaja pertengahan (usia14-17 tahun) dan remaja akhir
(usia 17-20 tahun)
Remaja atau adolescence berasal dari kata latin yaitu adolescene yang berarti
tumbuh kearah kematangan fisik, sosial, dan psikologis (Sarwono, 2012). Pada
umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak menuju ke
masa dewasa yang terjadi pada usia 12 tahun hingga 21 tahun (Dewi, 2012). Menurut
Piaget, secara psikologis masa remaja merupakan masa individu tidak lagi merasa
berada di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan masa remaja merupakan
masa individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa dan berada pada tingkatan yang
sama (Hanifah, 2013).
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan
masa kehidupan orang dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan
biologis dan psikologis. Secara biologis ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya
seks primer dan seks sekunder sedangkan secara psikologis ditandai dengan sikap dan
perasaan, keinginan dan emosi yang labil atau tidak menentu

B. Tahap-tahap Perkembangan
Menurut (Sarwono, 2012) ada tiga tahap perkembangan remaja dalam proses
penyesuaian diri menuju dewasa, antara lain:
a. Remaja awal (Early Adolescence)
Masa remaja awal berada pada rentang usia 10-13 tahun ditandai dengan adanya
peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan pematangan fisik, sehingga
intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini sebagian besar pada penilaian
kembali dan restrukturisasi dari jati diri. Pada tahap remaja awal ini penerimaan
kelompok sebaya sangatlah penting (Aryani, 2010).
b. Remaja madya (Middle Adolescence)
Masa remaja madya berada pada rentang usia 14-16 tahun ditandai dengan hampir
lengkapnya pertumbuhan pubertas, dimana timbulnya keterampilanketerampilan
berpikir yang baru, adanya peningkatan terhadap persiapan datangnya masa
dewasa, serta keinginan untuk memaksimalkan emosional dan psikologis dengan
orang tua (Aryani, 2010).
c. Remaja akhir (Late Adolescence)
Masa remaja akhir berada pada rentang usia 16-19 tahun. Masa ini merupakan masa
konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapain lima hal, yaitu:
1) Minat menunjukkan kematangan terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Ego lebih mengarah pada mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain
dalam mencari pengalaman baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang permanen atau tidak akan berubah lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5) Tumbuh pembatas yang memisahkan diri pribadinya (Private Self) dengan
masyarakat umum (Sarwono, 2012)

C. Tugas Perkembangan Remaja


Havigurst mendefinisikan tugas perkembangan merupakan tugas yang muncul
sekitar satu periode tertentu pada kehidupan individu, jika individu berhasil melewati
periode tersebut maka akan menimbulkan fase bahagia serta membawa keberhasilan
dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan selanjutnya (Muhammad Ali, 2011).
Namun jika individu gagal melewati periode tersebut maka tak jarang akan terjebak
dalam perkembangan psikis yang tidak sehat, salah satunya kenakalan remaja (Syafitri,
2015).
Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havigurst adalah sebagai berikut:
1) Mampu menerima keadaan fisiknya
2) Mampu memahami dan menerima peran seks usia dewasa
3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis
4) Mencapai kemandirian emosional
5) Mencapai kemandirian ekonomi
6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan
untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki
dunia dewasa
9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
10) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga
(Muhammad Ali, 2011).

D. Perkembangan Fisik pada Remaja


Papalia dan Olds menjelaskan bahwa perkembangan fisik merupakan suatu
perubahan yang terjadi pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan keterampilan motorik
(Jahja, 2012). Piaget menambahkan bahwa yang terjadi pada perubahan tubuh ditandai
dengan pertambahan tinggi badan, berat badan, pertumbuhan tulang, pertumbuhan otot,
struktur otak semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif, serta
kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi (Jahja, 2012).
Pada masa remaja adanya pertumbuhan organ-organ reproduksi sehingga terjadinya
kematangan fungsi reproduksi yang diikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut:
1. Tanda-tanda seks primer
Menurut Sekarrini (2012) tanda seks primer pada remaja adalah sebagai berikut:
a. Remaja perempuan
Remaja perempuan mengalami tanda seksual primer berupa terjadinya
menstruasi (menarche) (Dewi, 2012). Dimana menstruasi didefinisikan sebagai
perubahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi
secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak, 2004).
b. Remaja laki-laki
Tanda seksual primer pada remaja laki-laki ketika sudah mengalami mimpi
basah yang menandakan bahwa sistem reproduksinya mulai berfungsi. Mimpi
basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia 10-15 tahun (Sekarrini, 2012).
2. Tanda seksual sekunder
a. Pada perempuan tanda seksual sekunder yang terjadi adalah pelebaran pinggul,
pertumbuhan payudara, tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan ketiak,
mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya, serta
pertumbuhan rahim dan vagina (Sarwono, 2012).
b. Pada laki-laki tanda seksual sekunder yang terjadi adalah pertumbuhan tulang-
tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus,
dan berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air mani), bulu
kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat
maksimal setiap tahunnya, tumbuh rambutrambut halus di wajah (kumis,
jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara, serta dapat adanya rambut-
rambut di dada (Sarwono, 2012).

E. Perkembangan Psikologis Masa Remaja


Perubahan fisik pada remaja yang cepat dan terjadi secara berkelanjutan menyebabkan
para remaja sadar dan lebih memperhatikan bentuk tubuhnya serta adanya keinginan
untuk membandingkan dengan teman-teman sebaya lainnya. Jika perubahan tidak
berlangsung secara lancar maka akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan
psikis dan emosi remaja tersebut yang dapat menimbulkan adanya cemas berlebih,
terutama pada remaja perempuan bila tidak dipersiapkan untuk menghadapinya (Jose
RL, 2010).
Peningkatan emosional pada remaja dikenal dengan masa storm and stress, dimana
remaja bisa merasakan sangat sedih kemudian bisa kembali bahagia dengan cepat atau
sering juga disebut emosional yang bergejolak dan kurang stabil. Hal tersebut terjadi
karena perubahan hormon yang terjadi pada masa remaja. Jika dilihat dari segi kondisi
sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi
baru yang berbeda dari kondisi sebelumnya (Sekarrini, 2012). Selain keadaan emosi
yang tidak stabil, remaja memiliki kecenderungan untuk memperhatikan penampilan,
menyendiri, hingga meningktanya rasa ingin tahu mengenai seksualitas (Dewi, 2012).
F. Perkembangan Kognitif Masa Remaja
Perkembangan kognitif merupakan perubahan kemampuan belajar, memori, berpikir,
menalar, serta bahasa (Jahja, 2012). Menurut Piaget seorang remaja aktif
mengembangkan kemampuan kognitif mereka melalui informasi yang didapatkan,
namun tidak langsung diterima begitu saja melainkan remaja telah mampu
membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibandingkan ide lainnya
serta remaja dapat mengembangkan ide-ide tersebut hingga memunculkan suatu ide
baru (Jahja, 2012).
Pemikiran masa remaja cenderung abstrak, logis, serta idealis. Remaja lebih mampu
menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan
tentang diri mereka, serta cenderung lebih banyak mencaritahu mengenai kehidupan
sosial serta menginterpretasikan (Jahja, 2012). Dengan kekuatan baru dalam penalaran
yang dimiliki remaja menjadikan dirinya mampu membuat pertimbangan dan
melakukan perdebatan sekitar topik-topik mengenai kehidupan manusia, kebaikan dan
kejahatan, kebenaran dan keadilan (Endah, 2015)
G. Hak-hak Remaja Terkait dengan Kesehatan Reproduksi
Selain kebutuhan-kebutuhan tersebut, remaja juga memiliki hak-hak mendasar terkait
kesehatan reproduksinya. Hak-hak itu juga harus terpenuhi sebagai kebutuhan dasar
mereka. Hak-hak itu adalah :
1. Hak hidup. Ini adalah hak dasar setiap individu tidak terkecuali remaja, untuk
terbebas dari resiko kematian karena kehamilan, khususnya bagi remaja perempuan
2. Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan. Termasuk dalam hal ini adalah
perlindungan privasi, martabat, kenyamanan, dan kesinambungan.
3. Hak atas kerahasiaan pribadi. Artinya, pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja
dan setiap individu harus menjaga kerahasiaan atas pilihan-pilihan mereka
4. Hak atas informasi dan pendidikan. Ini termasuk jaminan kesehatan dan
kesejahteraan perorangan maupun keluarga dengan adanya informasi dan
pendidikan kesehatan reproduksi yang memadai tersebut
5. Hak atas kebebasan berpikir. Ini termasuk hak kebebasan berpendapat, terbebas dari
penafsiran ajaran yang sempit, kepercayaan, tradisi, mitos-mitos, dan filosofi yang
dapat membatasi kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi dan
seksual.

H. Masalah Reproduksi Pada Remaja


Kuatnya norma sosial yang menganggap seksualitas adalah tabu akan berdampak pada
kuatnya penolakan terhadap usulan agar pendidikan seksualitas terintegrasikan ke
dalam kurikulum pendidikan. Sekalipun sejak reformasi bergulir hal ini telah
diupayakan oleh sejumlah pihak seperti organisasi-organisasi non pemerintah (NGO),
dan juga pemerintah sendiri (khususnya Departemen Pendidikan Nasional), untuk
memasukkan seksualitas dalam mata pelajaran ’Pendidikan Reproduksi Remaja’;
namun hal ini belum sepenuhnya mampu mengatasi problem riil yang dihadapi remaja.
Faktanya, masalah terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi masih banyak dihadapi
oleh remaja. Masalah-masalah tersebut antara lain:
1. Pemerkosaan
Kejahatan perkosaan ini biasanya banyak sekali modusnya. Korbannya tidak hanya
remaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja perempuan rentan
mengalami perkosaan oleh sang pacar, karena dibujuk dengan alasan untuk
menunjukkan bukti cinta.
2. Free sex
Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang berganti-ganti. Seks
bebas pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun) secara medis selain dapat
memperbesar kemungkinan terkena infeksi menular seksual dan virus HIV (Human
Immuno Deficiency Virus), juga dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada
rahim remaja perempuan. Sebab, pada remaja perempuan usia 12-17 tahun
mengalami perubahan aktif pada sel dalam mulut rahimnya. Selain itu, seks bebas
biasanya juga dibarengi dengan penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan
remaja. Sehingga hal ini akan semakin memperparah persoalan yang dihadapi
remaja terkait kesehatan reproduksi ini.
3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh mitos-mitos seputar
masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos berhubungan seksual dengan pacar
merupakan bukti cinta. Atau, mitos bahwa berhubungan seksual hanya sekali tidak
akan menyebabkan kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun hanya sekali juga
dapat menyebabkan kehamilan selama si remaja perempuan dalam masa subur
4. Aborsi
Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebelum
waktunya. Aborsi pada remaja terkait KTD biasanya tergolong dalam kategori
aborsi provokatus, atau pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan. Namun
begitu, ada juga yang keguguran terjadi secara alamiah atau aborsi spontan. Hal ini
terjadi karena berbagai hal antara lain karena kondisi si remaja perempuan yang
mengalami KTD umumnya tertekan secara psikologis, karena secara psikososial ia
belum siap menjalani kehamilan. Kondisi psikologis yang tidak sehat ini akan
berdampak pula pada kesehatan fisik yang tidak menunjang untuk melangsungkan
kehamilan.
5. Perkawinan dan kehamilan dini.
Nikah dini ini, khususnya terjadi di pedesaan. Di beberapa daerah, dominasi orang
tua biasanya masih kuat dalam menentukan perkawinan anak dalam hal ini remaja
perempuan. Alasan terjadinya pernikahan dini adalah pergaulan bebas seperti hamil
di luar pernikahan dan alasan ekonomi. Remaja yang menikah dini, baik secara fisik
maupun biologis belum cukup matang untuk memiliki anak sehingga rentan
menyebabkan kematian anak dan ibu pada saat melahirkan. Perempuan dengan usia
kurang dari 20 tahun yang menjalani kehamilan sering mengalami kekurangan gizi
dan anemia. Gejala ini berkaitan dengan distribusi makanan yang tidak merata,
antara janin dan ibu yang masih dalam tahap proses pertumbuhan.
6. IMS (Infeksi Menular Seksual) atau PMS (Penyakit Menular Seksual), dan
HIV/AIDS
IMS ini sering disebut juga penyakit kelamin atau penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Sebab IMS dan HIV sebagian besar menular melalui hubungan
seksual baik melalui vagina, mulut, maupun dubur. Untuk HIV sendiri bisa menular
dengan transfusi darah dan dari ibu kepada janin yang dikandungnya. Dampak yang
ditimbulkannya juga sangat besar sekali, mulai dari gangguan organ reproduksi,
keguguran, kemandulan, kanker leher rahim, hingga cacat pada bayi dan kematian.

I. Penanganan Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja


Ruang lingkup masalah kesehatan reproduksi perempuan dan laki-laki menggunakan
pendekatan siklus kehidupan. Berdasarkan masalah yang terjadi pada setiap fase
kehidupan, maka upaya-upaya penanganan masalah kesehatan reproduksi remaja
sebagai berikut :
1. Gizi seimbang
2. Informasi tentang kesehatan reproduksi
3. Pencegahan kekerasan, termasuk seksual
4. Pencegahan terhadap ketergantungan NAPZA
5. Pernikahan pada usia wajar.
6. Pendidikan dan peningkatan ketrampilan
7. Peningkatan penghargaan diri
8. Peningkatan pertahanan terhadap godaan dan ancaman.

II. KONSEP KOLASE BIJI-BIJIAN


A. Pengertian kolase biji-bijian
Dalam Bahasa Inggris kolase berarti collage yang berasal dari kata coller dalam
bahasa Prancis yang merupakan merekat. Yang kemudian kolase dapat diartikan
sebagai salah satu teknik seni menempel yang berasal dari berbagai macam bahan selain
cat, seperti kertas, kain, kaca, logam, dam bahan lainnya lalu dikombinasikan dengan
menggunakan cat (minyak) atau teknik lainnya.
Kolase adalah sebuah teknik menempel berbagai macam unsure ke dalam satu
frame sehingga menghasilkan karya seni yang baru. Dengan demikian, kolase adalah
karya seni rupa yang dibuat dengan cara menempelkan bahan apa saja kedalam satu
komposisi yang serasi sehingga menjadi satu kesatuan karya.
Sedangkan pengertian untuk biji-bijian sendiri adalah alat permainan yang
paling mudah ditemui, paling mudah dicari di sekitar lingkungan dalam sehari-hari.

B. Manfaat
1) Meningkatkan kreativitas, dengan menyediakan berbagai pilihan baik bidang
tempel, warna, karakter bahan akan memancing kreativitas anak.
2) Melatih konsentrasi, dibutuhkan konsentrasi yang tinggi ketika melakukan kegiatan
kolase karena dibutuhkan koordinasi antara pergerakan tangan danmata. Dan
pergerakan ini sangat baik untk menstimulus perkembangan motorik halus anak.
3) Mengenal warna dan bentuk, dengan menggunakan media biji-bijian maka anak-
anak akan lebih mengenal tentang keberagaman bentuk biji-bijian serta warnanya.
Sehingga pemahaman ini membuat kerja otak menjadi lebih aktif lagi, dan
kecerdasan otak anak tumbuh dengan maksimal.
4) Melatih memecahkan masalah, sebenarnya kegiatan kolase ini juga sebagai
stimulus anak untuk bisa memecahkan masalah anak sederhana. Suatu masalah
yang menyenangkan sehingga anak tidak sadar jika sedang memecahkan suatu
masalah.
5) Mengasah kecerdasan spasial, dengan kegiatan ini kecerdasan spasial atau
kecerdasan ruang anak akan lebih terasah, karena anak akan menyadari bagian mana
yang masih kosong dan bagian mana yang sudah penuh dengan tempelan.
6) Melatih ketekunan, dalam menyelesaikan satu kolase membutuhkan tingkat
ketekunan yang tinggi. Karena tanpa ketekukan dan kesabaran yang tinggi maka
hasil dari kolase sendiri menjadi kurang baik.
7) Meningkatkan kepercayaan diri, dengan anak mampu menyelesaikan kolase dengan
baik akan memberikan rasa percaya diri pada anak dan kepuasan tersendiri pada
anak.

C. Prosedur
1) Siapkan dulu rancagan kolase biji yang hendak Anda buat. Anda harus tahu dulu
gambar yang ingin dibuat, jenis biji yang akan dipakai, jumlah bijinya, dan juga
medianya. Media bisa menggunakan kanvas ataupun papan kayu.
2) Setelah Anda tahu apa saja bahan yang diperlukan, buat dulu sketsa pada media.
Sketsa akan membantu Anda memastikan jenis biji tertempel dengan benar dan
rapi.
3) Siapkan dan bersihkan biji. Pastikan juga biji sudah kering semua. Setelah itu,
mulailah menempel biji-biji itu sesuai rencana.
4) Lakukan penempelan sampai semua area tertempeli sesuai rencana.

D. Langkah-langkah membuat kolase dengan biji-bijian


1) Rencanakan dulu gambar dan jenis biji yang hendak dipakai.
2) Selalu gunakan sketsa untuk hasil yang lebih rapi dan sesuai rencana.
3) Jangan menggunakan biji yang mudah busuk.
4) Biji harus benar-benar kering sebelum ditempelkan.
5) Untuk biji besar yang direkatkan di area dengan space luas, baiknya oleskan di biji
dan satu titik pada media di mana biji itu hendak ditempelkan. Tapi, untuk
penempelan biji kecil dalam jumlah banyak, maka oleskan langsung lem di
medianya.
6) Hindari menggunakan lem yang bisa menyebabkan glue line.
7) Agar makin cantik, jangan segan untuk mewarnai biji-biji yang hendak digunakan.
8) Jangan ragu juga untuk menempelkan bahan tambahan yang tidak terbuat dari biji.
9) Pastikan lem yang dipakai benar-benar kuat, bukan lem kertas biasa.

BAB III
ANALISA JURNAL
A. ANALISA PICOT

Judul : Permainan Kolase Untuk Meningkatkan Motorik Halus Pada Kelompok A Tk


Muslimat Nu Banjarmasin
Peneliti : Huda, Ratna Faeruz, Miratul Hayati

1. Problem : Dalam rangka menunjang pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan


rohani anak, maka perlu diselenggarakan pendidikan anak usia dini yang
memperhatikan seluruh aspek tumbuh kembang anak. Seluruh aspek perkembangan
meningkat secara fundamental dan optimal pada anak usia dini, salah satunya adalah
perkembangan motorik.
2. Intervention : pada penelitian yang dilakukan oleh Huda, dkk (2019) dengan judul
“Permainan Kolase Untuk Meningkatkan Motorik Halus Pada Kelompok A Tk
Muslimat Nu Banjarmasin” intervensi yang digunakan untuk meningkatkan motorik
halus pada kelompok A TK muslimat Nu Banjarmasin adalah terapi bermain kolase.
Kolase merupakan kegiatan seni yang dilakukan dengan menempelkan benda tertentu
(biji-bijian, kaca, kayu, dll) ke sebuah area yang telah disediakan untuk membentuk
suatu bentuk tertentu.
3. Comparation : pada penelitain yang dilakukan oleh Huda, dkk (2019), dengan judul
“Permainan Kolase Untuk Meningkatkan Motorik Halus Pada Kelompok A Tk
Muslimat Nu Banjarmasin”. Penelitian ini sejalan dengan peneliatan yang dilakukan
oleh Devi peneliti melakukan permainan kolase dengan menggunakan bahan alam
dengan melibatkan anak untuk melakukan kegiatan menggunting, menyobek,
memotong dan menggulung bahan sesuai dengan keinginan anak, mampu
meningkatkan kemampuan kreativitas anak hingga 81, 25%. (Fratnya Puspita Devi,
2014). Penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Nia sutisna dan Yeni
bahwa permainan kolase mampu meningkatkan kemampuan motorik halus pada siswa
Celebral Palsy tipe spastik. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kemampuan
motorik halus pada anak celebral Palsy tersebut sebanyak 85, 29% (Sutisna dan
Rachmawati, 2018).
4. Outcame : berdasarkan hasil penelitian. setelah melalui tindakan yang direncanakan
dalam dua siklus penelitian ini. Pada siklus I didapatkan kemampuan motorik anak
mengalami peningkatan rata-rata sekitar 11,14%. Selanjutnya ketika dilaksanakan
tindakan dalam siklus II didapati kenaikan kemampuan motorik halus anak sebesar rata-
rata 29,09% dari siklus I. Indikasi keberhasilan perlakuan (tindakan) dalam penelitian
ini dapat diamati melalui peningkatan kemampuan motorik halus anak dalam bermain
kolase pada kelompok A. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bermain kolase
dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak kelompok A. Setelah dilakukan
dua kali tindakan, dapat dibuktukan kemampuan motorik halus anak mengalami
peningkatan yang cukup signifikan.
5. Time :
1) Penelitian dilakukan di TK Muslimat Banjarmasin
2) Tidak diketahui kapan penelitian dilakukan
3) Jurnal di publikasikan pada Desember 2019
BAB IV
SATUAN ACARA PELAKSANA TERAPI AKTIVITAS BERMAIN
KOLASE BIJI-BIJIAN

A. Karakteristik sasaran
Sasaran terapi bermain Kolase biji-bijian ini adalah anak-anak dengan jumlah peserta TAB
4 orang dengan kriteria :
1. Usia : 6 – 18 th
2. Bersedia mengikuti permainan atau terapi
3. Tidak dalam kondisi sakit

B. Waktu dan tempat pelaksanaa


1. Tempat : (Alamat Rumah)
2. Hari/Tanggal : 25 juni 2021
3. Waktu : 04.00 WIB

C. Setting tempat
Masing - masing fasilitator disamping peserta yang didampingi oleh orangtua nya Skema
tempat.

D. Jenis aktivitas
Menempel sebuah gambar dengan mengunakan biji-bijian

E. Metode
1. Demokrasi
2. Diskusi

F. Alat dan bahan


Laptop/hp

G. Uraian kerja
Struktur Organisasi
1. Leader : imut mutiara
2. Observer : Khairun Nisak dan Vera Oktaviani
3. Fasilitator : Vika Amalia
Uraian tugas
1. Leader
a. Membuka proses kegiatan
b. Menjelaskan tujuan bermain
c. Memperkenalkan anggota kelompok
d. Menjelaskan kontrak program acara selama permainan berlangsung
2. Observer
a. Mencatat dan mengamati respon peserta TAB secara verbal dan non verbal
b. Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan perilaku
c. Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain
d. Mencatat dan mengamati segala aktivitas peserta TAB
3. Fasilator
a. Menyediakan fasilitas selama kegiatan berlangsung
b. Memotivasi peserta yang tidak aktif selama Terapi Bermain Anak berlangsung
c. Membantu leader memfasilitasi peserta untuk berperan aktif dalam kegiatan

H. Proses pelaksanaan
No Waktu Kegiatan Respon Anak

1 5 menit Persiapan
1. Menyiapkan ruangan
2. Menyiapkan alat-alat
3. Mengundang peserta
2 5 menit Pembukaan
1. Mengucapkan salam
2. Menyampaikan tujuan
dan maksud dari
kegiatan
3. Menjelaskan kontrak
waktu dan mekanisme
kegiatan bermain
4. Menjelaskan cara
bermain/menempel
3 20 menit Pelaksanaan
1. Mengajak anak bermain
dengan cara
menempelkan biji-
bijian pada gambar
yang telah tersedia
2. Fasilitator
mendampingi anak-
anak dan memberikan
motivasi kepada anak
3. Menanyakan kepada
anak apakah sudah
selesai dalam
mengerjakan menempel
biji-bijian pada gambar
yang diberikan
4. Memberi tahu anak
bahwa waktu yang
diberikan telah selesai
5. Memberikan pujian
terhadap anak yang
mampu menyelesaikan
menempel biji-bijian
pada gambar sampai
selesai
4 10 menit Evaluasi
1. Melakukan review
pengalaman bermain
menempel biji-bijian
pada gambar
2. Mengidentifikasi
kejadian yang berkesan
selama bermain
3. Menganalisis kesan
yang didapat oleh anak
4. Menyimpulkan
kegiatan acara

I. Antisipasi masalah
1. Penanganan anak-anak yang tidak aktif selama Terapi Bermain :
a. Memanggil nama anak
b. Memberi kesempatan kepada anak untuk memberikan respon positifnya
2. Anak yang meninggalkan acara kegiatan Terapi Bermain :
a. Memangil nama anak
b. Menanyakan alasan meninggalkan kegiatan
c. Memberikan penjelasan tujuan kegiatan dan anjurkan anak balik ke ruangan setelah
acara berakhir
3. Bila anak di luar kelompok ingin mengikuti kegiatan :
a. Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini dilakukan untuk anak-anak yang mengikuti
terapi aktivitas bermain yang dirawat di RSIA Asih Jakarta Selatan, katakan pada
anak bahwa ada kegiatan lain yang mungkin dapat diikuti oleh anak tersebut.
b. Jika anak memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi peran pada
kegiatan tersebut.

J. Evaluasi
1. Evaluasi input
a. Tim berjumlah 4 orang yang terdiri dari 1 orang leader, 1 orang observer, dan 2
orang fasilitator
b. Lingkungan tenang dan tepat waktu
c. Peralatan : Daftra nama peserta
2. Evaluasi proses
a. Minimal 75% peserta dapat mengikuti dari awal sampai berakhirnya kegiatan
b. Minimal 75% peserta aktif mengikuti kegiatan
c. Maksimal 25% peserta yang keluar dari kegiatan.
3. Evaluasi Output
a. Peserta dapat mengikuti kegiatan dengan kooperatif
b. Pelaksana kegiatan tepat waktu
4. Evaluasi dan Dokumentasi Hal-hal yang perlu dievaluasi adalah sebagai berikut :
a. Kemampuan mengikuti kegiatan dengan baik
b. Tingkah laku selama mengikuti kegiatan
c. Perasaan setelah mengikuti kegiatan
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Terapi bermain adalah bentuk konseling atau psikoterapi dengan menggunakan
permainan guna mengamati serta mengatasi berbagai masalah kesehatan mental dan
gangguan perilaku. Anak-anak belajar memahami dunia dan lingkungannya melalui
permainan. Ketika bermain, ia dapat dengan bebas menunjukkan perasaan batin dan emosi
terdalamnya.
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa
kehidupan orang dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan biologis
dan psikologis. Secara biologis ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya seks primer
dan seks sekunder sedangkan secara psikologis ditandai dengan sikap dan perasaan,
keinginan dan emosi yang labil atau tidak menentu
2. Saran
a) Orang Tua
Sebaiknya orang tua memberikan alternatif-alternatif kegiatan untuk anak dan remaja
agar tidak hanya bermain game dan menonton video yang kurang menididik di
handphone. Pastikan anak selalu diberikan permainan yang dapat mengsah otak,
menambah ilmu pengetahuan dan selalu memberikan pengaruh positif. Selalu
mengawasi, dan memberikan batasan durasi permainan.
b) Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat selalu memberikan terapi bermain yang dapat melatih
daya tangkap anak. Mahasiswa dapat selalu berpartisipasi membantu anak-anak
mengurangi rasa bosan dan kecemasan dengan memberikan terapi bermain yang positif
di masa Pandemi Covid-19.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, B. Khoirul dkk. (2016). “Konsep Diri, Adversity Quotient dan Penyesuaian Diri
pada.” Remaja” Persona, Jurnal Psikologi Indonesia. 5 (2), 137 – 144.
http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/persona/article/view/730 (Diakses pada tanggal 24 juni
2021)
Wulandari Ade. (2014). “Karakteristik Pertumbuhan Perkembangan Remaja Dan Implikasinya
Terhadap Masalah Kesehatan Dan Keperawatannya.” Jurnal Keperawatan Anak. 2
(1), 39-43.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKA/article/view/3954 (Diakses pada tanggal 24 juni
2021)
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/73288af89e84432f35a27ecbcf04f0c2.pdf
(Diakses pada tanggal 24 juni 2021)
Aisyaroh Noveri. “KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA.” Staff Pengajar Prodi D-III Kebidanan
FIK Unissula.
http://cyber.unissula.ac.id/journal/dosen/publikasi/210104090/635Kespro_Remaja.
pdf (Diakses pada tanggal 24 juni 2021)
Muharrar, Syakir. Sri Verayanti R. 2013. Kreasi Kolase, Montase, Mozaik sederhana. Jakarta:
Erlangga.
Safitri, Anis. 2018. Peningkatan Motori Halus Melalui Kegiatan Kolase Dengan Bebagai
Macam Biji-bijian Pada Kelompok B Di TK PKK Parang 1 Desa Parang Kecamatan
Banyakan Kabupaten Kediri Tahun. Skripsi.
LAMPIRAN
Available online at JECE (Journal of Early Childhood Education)
Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/jece
Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15408/jece.v1i2.13278
JECE, 1 (2), Desember 2019, 1-8

PERMAINAN KOLASE UNTUK MENINGKATKAN MOTORIK HALUS


PADA KELOMPOK A TK MUSLIMAT NU BANJARMASIN
Huda, Ratna Faeruz, Miratul Hayati
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
corresponding e-mail: ratnaf@uinjkt.ac.id

Abstract

The purpose of this study was to improve children’s fine motor skills through collage play in
groip A at Muslimat NU Banjarmasin Kindegarten. This research is collaborative classroom
action research using Kemmis and Mc Taggart model. The subjects of the study are 10
children in group A at Muslimat NU Kindergarten. The object of this study is the children’s
fine motor skill. Guided observation is used for this instrument. The data analysis technique
is carried out qualitatively and quantitatively. This research was conducted in two cycles. The
result shows a gradual increase in children’s fine motor skills. Improvement of children’s fine
motor skill through collage play in the implementation of pre-liminary research 40,45% and
in the first cycle increased to 50,59%. In 2nd cycle, the child’s fine motor ability increased
with percentage 80,68%.
Keywords : fine motor skills, collage games, kindergarten

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan motorik halus
anak melalui bermain kolase pada kelompok A di TK Muslimat NU Banjarmasin.
Penelitian tindakan kelas kolaboratif dengan menggunakan model Kemmis dan Mc
Taggart digunakan dalam penelitian ini. Terpilih sebagai subjek penelitian adalah
anak TK Muslimat NU Kelompok A berjumlah 10 anak. Instrumen yang digunakan
adalah pedoman observasi. Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Untuk dapat mengamati perubahan atas tindakan yang dilakukan,
penelitian ini menerapkan dua siklus. Setelah dilakukan tindakan melalui dua siklus
diperoleh hasil bahwa bermain kolase dapat meningkatkan kemampuan motorik
halus anak dengan persentase kenaikan 40,45% saat pratindakan yang kemudian
meningkat pada siklus I menjadi 51,59%. Selanjutnya setelah dilakukan siklus II,
kemampuan motorik halus anak meningkat dengan persentase 80,68%.
Kata Kunci: kemampuan motorik halus, permainan kolase, taman kanak-kanak

Copyright © 2019, P-ISSN 2686-2492


JECE (Journal of Early Childhood Education)

Pendahuluan
Dalam rangka menunjang pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani anak, maka perlu diselenggarakan pendidikan anak usia dini yang
memperhatikan seluruh aspek tumbuh kembang anak. Seluruh aspek perkembangan
meningkat secara fundamental dan optimal pada anak usia dini, salah satunya
adalah perkembangan motorik.
Perkembangan motorik merupakan salah satu aspek perkembangan yang
penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Perkembangan motorik
memiliki pengaruh antara lain: a) seorang anak bisa mendapatkan rasa senang
manakala dia bisa mengoptimalkan kerja-kerja motoriknya melalui berbagai
permainan dan aktivitas motorik halus maupun motorik kasar lainya. Dari proses
bermain tersebut anak akan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang
menyenangkan sekaligus menstimulus perkembanagn, kognitif, emosional, sosial
dan spiritualnya terlebih jika dilakukan dengan teman sebayanya. b) dengan
ditunjang keterampilan motorik yang baik, memungkinkan anak untuk dapat lepas
dari ketidakberdayaan pada fase-fase awal kelahiranya kepada kondisi yang lebih
mandiri (independent). Kepercayaan diri anak akan perlahan tumbuh dengan
gerakan-gerakan motorik dari satu tempat ketempat lainya. c) kemampuan anak
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah sepertik aktifitas melukis, menulis
dan menggambar akan sangat terbantu dengan berkembangnya kemampuan
motorik anak. d) perkembangan kemampuan motorik yang baik akan
memungkinkan anak untuk bermain dan berinteraksi dengan yang lainya sehingga
menunjang perkembangan sosial dan emosionalnya. Sebaliknya jika karena
kemampuan motoriknya tidak mendukungnya untuk bermain dan bergaul dengan
teman sebayanya, maka sangat mungkin seorang anak terkucil. e) Perkembangan
kepribadian anak akan makin baik jika dapat ditunjang dengan perkembangan
keterampilan motorik. (Hurlock, 1980)
Kemampuan motorik halus adalah salah satu perkembangan motorik yang
harus dioptimalkan karena menjunjang banyak sekali perkembangan lainya pada
diri anak. Cratty (dalam Samsudin, 2008) berpendapat bahwa motorik halus
berkaitan dengan kematangan mekanisme otot syaraf yang memberikan penampilan
progresif pada keterampilan motorik, seperti kegiatan literasi dan berbagai kegiatan
akademik lainnya, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut. Berlener (dalam Anggani, 2000) mengatakan motorik halus adalah keadaan
yang menunjukkan kemampuan mengunakan media tertentu melalui koordinasi
antara mata dan tangan. Karenanya gerakan tangan dengan mata harus terus
dikembangkan secara optimal sehingga keterampilan yang mendasar seperti
membuat garis horizontal (__), membuat garis vertikal (|||), membuat garis miring
kiri (\\\) atau kanan (///), membuat garis lengkung (c), ataupun membuat
lingkaran (oo) mampu meningkat secara terus menerus.

Vol. 1 No. 2 | 2-8


Copyright © 2019 | JECE | P-ISSN 2686-2492
JECE (Journal of Early Childhood Education)

Perkembangan motorik halus menjadi sangat penting untuk melatih gerak otot
dan koordinasi tangan dan mata agar kemampuan dan kerapian anak sesuai dengan
tahap perkembangan usianya. Pada saat anak berada pada usia prasekolah,
merupakan waktu yang tepat untuk melatih kemampuan seperti menggambar,
menggunting dan menulis, karena pada usia 4-5 tahun anak mampu memegang alat
tulis secara tripod grasp dan menulis sesuai dengan contoh yang telah diberikan atau
coretan bebas dari anak yang membutuhkan ketekunan dan keuletan (Anggani,
2005).
Bermain mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan
kemampuan motorik halus anak, Dworetsky (dalam Moeslichaton, 2004)
menjelaskan bermain merupakan kegiatan yang dilakukan berulang ulang dan
menimbulkan perasaan senang yang mana lebih menekankan pada prosesnya dari
pada hasilnya. Kegiatan bemain juga merupakan kegiatan yang menyenangkan,
sehingga bermain merupakan cara belajar yang efektif bagi anak. Melalui bermain
terjadi stimulasi pertumbuhan otot dan otak anak. Melalui bermain anak dapat
berekspresi dan melakukan eksplorasi sehingga dapat memantabkan berbagai hal
yang telah mereka ketahui serta menemukan hal baru. Terkait dengan
perkembangan potensi diri yang dimiliki anak, bermain dan permainan dapat
membantu secara optimal seluruh potensi yang ada seperti potensi fisik, mental
intelektual dan moral sprititual.
Joan (dalam Yus, 2011) mengatakan , bahwa bermain adalah “aktivitas yang
dapat membantu anak mencapai tahapan perkembangan yang utuh, baik fisik,
intelektual, sosial, moral dan emosional”. Bermain dapat memberikan efek positif
terhadap perkembangan anak. Bermain dapat membantu anak menyerap berbagai
hal baru dari lingkungan tumbuh kembangnya. Pada saat anak bermain semua
aspek perkembangan anak terstimulus dan berkembang dengan baik. Piaget (dalam
Mayestik, 2011) berpendapat bahwa bermain merupakan suatu aktivitas yang dapat
memberikan kesenangan dan kepuasan bagi diri anak sehingga mereka dapat
melalukannya secara berulang. Sementara itu Fleer (dalam Nurani, 2013)
mengatakan “kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri,
dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat dimana ia hidup. Menurutnya
bermain dapat menjadi sarana sosialisasi, bereksplorasi, menemukan, berekspresi,
berkreasi, dan belajar dengan menyenangkan”.
Permainan kolase dapat meningkatkan kreativitas anak (Devi, 2014) peneliti
melakukan permainan kolase dengan menggunakan bahan alam dengan melibatkan
anak untuk melakukan kegiatan menggunting, menyobek, memotong dan
menggulung bahan sesuai dengan keinginan anak, mampu meningkatkan
kemampuan kreativitas anak hingga 81, 25%. (Fratnya Puspita Devi, 2014). Penelitian
ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Nia sutisna dan Yeni bahwa
permainan kolase mampu meningkatkan kemampuan motorik halus pada siswa

Vol. 1 No. 2 | 3-8


Copyright © 2019 | JECE | P-ISSN 2686-2492
JECE (Journal of Early Childhood Education)

Celebral Palsy tipe spastik. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kemampuan
motorik halus pada anak celebral Palsy tersebut sebanyak 85, 29% (Sutisna dan
Rachmawati, 2018).
Kolase merupakan kegiatan seni yang dilakukan dengan menempelkan benda
tertentu (biji-bijian, kaca, kayu, dll) ke sebuah area yang telah disediakan untuk
membentuk suatu bentuk tertentu. Anak-anak sangat senang dengan aktifitas ini
karena mereka dapat meletakkan dan menempelkan di area tertentu yang telah
disediakan sesuai dengan bentuk dan pola yang mereka inginkan. Seefeld dan Wasik
(dalam khasanah, 2019) mengatakan hal yang sama bahwa seni kolase dengan
karakteristik produknya yang bermotif tertentu, praktis dan relatif cepat dikerjakan,
sangat disukai oleh anak-anak terlebih menimbulkan kesan tiga dimensi. Permainan
kolase merupakan salah satu permainan yang banyak melibatkan penggunaan
motorik halus dalam kegiatanya. Sehingga harapanya melalui bermain kolase
kemampuan motorik halus anak mampu berkembangn secara optimal.

Metode
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi permainan kolase
dalam meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak kelompok A di TK
Muslimat NU Banjarmasin dan peningkatan kemampuan motorik halus pada anak
kelompok A di TK Muslimat NU Banjarmasin setelah diterapkannya permainan
kolase.
Penelitian ini dilaksanakan di TK Taman Kanak-Kanak Muslimat NU
Banjarmasin Kalimantan Selatan dengan subjek anak usia 4-5 Tahun yaitu pada
siswa Taman Kanak-Kanak Kelompok A dengan jumlah siswa sebanyak 10 anak
yang beralamat Jalan Pekapuran B Laut Banjarmasin. Waktu penelitian dilaksanakan
pada bulan November 2018. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas
(Kemmis & Taggart, 2002) Metode yang digunakan adalah Mix Method yang
menggunakan kedua pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan secara
kolaboratif yaitu adanya kerjasama semua pihak di dalamnya guru, kepala sekolah,
dan teman sejawat. Subyek Penelitian Tindakan Kelas adalah Kelompok A TK
Muslimat NU Banjarmasin, metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi,
dokumentasi dan wawancara. Penelitian ini menggunakan model Kemmis dan
Taggart, yang terdiri dari tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Perencanaan
Pelaksanaan
Reflekasi SIKLUS 1

Observasi

Perencanaan

Refleksi SIKLUS 2 Pelaksanaan

Observasi

Vol. 1 No. 2 | 4-8


Copyright © 2019 | JECE | P-ISSN 2686-2492
JECE (Journal of Early Childhood Education)

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adanya peningkatan kemampuan
motorik halus anak di TK Muslimat NU Banjarmasin. Subjek dari penelitian tersebut
adalah untuk anak usia 4-5 tahun. Pemilihan 10 anak karena dari hasil penelitian
awal kemampuan motorik halus anak TK A masih harus ditingkatkan. Dalam PTK
ini, peneliti menentukan sendiri standar dan patokanya yang memperhatikan
kemampuan subjek penelitian. Adapun kriterian peniliaan ditentukan empat skala
yaitu sangat baik, baik, cukup, dan sangat kurang. Selanjutnya peneliti menentukan
intepretasi target keberhasilan yang diharapkan mencapai ≥75%. Untuk
mendapatkan hasil tersebut peneliti menyusun instrumen pengamatan anak dan
menerapkan siklus satu yang terdiri dari enam pertemuan, dan siklus dua yang
terdiri atas enam pertemuan.

Hasil dan Pembahasan


Data hasil penelitian tindakan yang dilakukan dari kegiatan pra-siklus, siklus 1 dan
siklus 2 dijelaskan pada table di bawah ini:
Tabel.1
Data Awal Pra-Tindakan dan Akhir Setelah Tindakan Kemampuan Motorik Halus Subjek Penelitian
Subjek Pratindakan Siklus 1 Poin Siklus 2 Poin
No. Nama Skor % Skor % Kenaikan % Skor % Kenaikan %
1 AR 16 36,36 21 47,72 5 11,36 35 79,55 14 31,82
2 JS 16 36,36 19 43,18 3 6,818 33 75 14 31,82
3 KA 20 45,45 28 63,63 8 18,18 40 90,91 12 27,27
4 MA 17 38,36 23 52,27 6 13,64 37 84,09 14 31,82
5 MF 19 43,18 23 52,27 4 9.09 34 77,27 11 25
6 MM 20 45,45 22 50 2 4,54 34 77,27 12 27,27
7 MY 21 47,72 23 52,27 2 4,54 36 81,82 13 29,55
8 NA 18 40,90 23 52,27 5 11,36 35 79,55 12 27,27
9 RN 11 25 17 38,63 6 13,64 33 75 16 36,36
10 SN 20 45,45 28 63,63 8 18,18 38 86,36 10 27,73
Jumlah 178 40,45 227 51,59 49 11,14 355 80,68 128 29,09

Tabel di atas menunjukan peningkatan kemampuan motorik halus anak setelah


melalui tindakan yang direncanakan dalam dua siklus penelitian ini. Pada siklus I
didapatkan kemampuan motorik anak mengalami peningkatan rata-rata sekitar
11,14%. Selanjutnya ketika dilaksanakan tindakan dalam siklus II didapati kenaikan
kemampuan motorik halus anak sebesar rata-rata 29,09% dari siklus I. Indikasi
keberhasilan perlakuan (tindakan) dalam penelitian ini dapat diamati melalui
peningkatan kemampuan motorik halus anak dalam bermain kolase pada kelompok
A. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bermain kolase dapat meningkatkan
kemampuan motorik halus anak kelompok A. Setelah dilakukan dua kali tindakan,
dapat dibuktukan kemampuan motorik halus anak mengalami peningkatan yang

Vol. 1 No. 2 | 5-8


Copyright © 2019 | JECE | P-ISSN 2686-2492
JECE (Journal of Early Childhood Education)

cukup signifikan. Skor yang diperoleh subjek penelitian menunjukan peningkatan


kemampuan motorik halus setelah melalui dua siklus dan dilakukan observasi
secara teliti. Ini dibuktikan dengan adanya prosentase anak yang paling rendah
kemampuan motorik halusnya yaitu 4,54% pada pra-perlakukan kemudian
meningkat menjadi 29,55% sehingga persentase kemampuan motorik halus seluruh
subjek penelitian dalam kelompok A mencapai 80,68% pada akhir siklus.
Data kualitatif yang dapat diperoleh dalam penelitian tindakan ini adalah
sebagai berikut:
1) Proses pembelajaran
a) Dalam menyusun proses pembelajaran, ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan oleh seorang guru salah satunya perencanaan pembelajaran
sehingga dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi menarik dan
menyenangkan serta lebih mudah untuk dipahami peserta didik dalam
permainan kolase. Pembelajaran tersebut tidak sebatas hanya menyenangkan,
tetapi juga dapat memotivasi anak untuk lebih kreatif dan menambah
kepercayaan diri pada anak.
b) Anak tampak antusias dan semangat karena belajar melalui permainan yang
mereka sukai yaitu kolase yang dapat membuat anak berimajinasi sesuka hati
mereka dalam menempel-nempel dan menggambar bebas. Perkembangan
kemampuan motorik halus anak melalui permainan kolase berlangsung
secara bertahap, yaitu mulai anak mampu menempel kolase yang meliputi
merobek kertas untuk bahan kolase, mengambil potongan kertas, memegang
lem dengan jari tangan, membersihkan tangan setelah menggunakan lem,
menulis nama sendiri pada lembar kolase, bermain kolase sesuai aturan serta
menggambar bebas.
2) Media pembelajaran
Media pembelajaran yang dirancang sesuai dengan perkembangan anak dan
kebutuhan anak terutama pada kelompok A yaitu media yang bervariasi baik
warna dan bentuk, dan alat yang berkaitan dengan meningkatkan kemampuan
motorik halus.
3) Kemampuan Motorik Halus Anak
Berdasarkan hasil pengamatan/observasi menunjukkan terdapat peningkatan
kemampuan motorik halus anak yang meliputi aspek gerakan tubuh yang
terkoordinasi antara mata dan tangan, koordinasi bilateral, keterampilan
manipulasi tangan dan tripod grasp. Hal tersebut ditunjukan melalui hasil
pengamatan dalam proses pembelajaran, kemampuan motorik halus anak yang
terdapat rekaman, foto, catatan lapangan dan catatan wawancara. Secara
kualitatif, berdasarkan penyusunan data menurut Miles dan Huberman, tahapan

Vol. 1 No. 2 | 6-8


Copyright © 2019 | JECE | P-ISSN 2686-2492
JECE (Journal of Early Childhood Education)

yang dilalui yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi (penarikan
kesimpulan).

Simpulan
Sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan penelitian tindakan
diatas, dapat disimpulkan bahwa bermain kolase dapat meningkatkan kemampuan
motorik halus anak pada kelompok A TK Muslimat NU Banjarmasin. Hal ini
terindikasi melalui peningkatan persentase kemampuan anak hasil pengukuran
sebelum maupun setelah tindakan. Hal tersebut dapat dilihat ketika pra-penelitian di
peroleh persentase sebesar 40,45% kemudian pada siklus 1 rata-rata persentase
menjadi 51,59%. Pada siklus 1 sudah terjadi peningkatan namun belum memenuhi
kriteria keberhasilan sebesar 75%, sehingga dilakukan siklus II dan presentase rata-
rata menjadi 80,68%. Adapun indikator peningkatan motorik halus bisa dilihat dari
berbagai aspek kemampuan motorik halus anak yaitu gerakan koordinasi antara
mata dan tangan, koordinasi bilateral, kemampuan manipulasi tangan dan tripod
grasp.[]

Daftar Rujukan
Alfiah. (2014). “Upaya Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Dalam Memegang
Alat Tulis Melalui Kegiatan Menggambar Dengan Media Kapur Tulis Dan
Arang Pada Siswa”, Vol. 2, No. 2.
Devi, Fratnya Puspita. (2014). “Peningkatan Kreativitas Melalui Kegiatan Kolase
Pada Anak Kelompok B2 Di TK Aba Keringan Kecamatan Turi Kabupaten
Sleman”, Tesis, Universitas Negri Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan.
Diana, Mutiah. (2010). Psikologi Bermain AUD. Jakarta: Kencana.
Ema, Yohana. (2013). Meningkatkan Kreativitas Anak dengan Teknik Mozaik Dengan
Media Biji-bijian. Bengkulu: UNIB.
Guyton & Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hajar, Pamadhi dan Evan Sukard. (2010). Seni Keterampilan Anak. Jakarta: UT.
Hurlock, Lizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Khasanah, Yuli Nur. (2019). “Meningkatkan kretivitas melalui kegiatan Kolase pada
anak”, Golden Age Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak.
Kurnia, Selia Dwi. (2015). “Pengaruh Kegiatan Painting dan Ketrampilan Motorik
Halus Terhadap Kreativitas AUD Dalam Seni Lukis”, Jurnal PAUD, Vol. 9, No.
2.

Vol. 1 No. 2 | 7-8


Copyright © 2019 | JECE | P-ISSN 2686-2492
JECE (Journal of Early Childhood Education)

Latif, Mukhtar. (2013). Orientasi Baru PAUD Teori dan Aplikasi. Jakarta: Kencana.
Mayesky. (2011). Perkembangan Anak II. Jakarta: PT Indeks.
Moeslichatoen. (2004). Metode pengajaran di taman kanak-kanak. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurani, Yuliani. (2013). Konsep Dasar Pendidikan PAUD. Jakarta: Indeks.
Samsudin. (2008). Pembelajaran Motorik di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Litera.
Santrock. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Sumanto. (2005). Pengembangan Kreativitas Senirupa Anak TK. Jakarta: Depdikbud.
Sutisna, Nina., dan Yeni Rachmawati. (2018). Pengaruh Aktivitas Kolase Terhadap
Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Pada Siswa Cerebral Palsy Tipe Spastik.
Bandung : Pedagogia.
Sudono, Anggani. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta: Grasindo.
Yus, Anita. (2011). Penilaian Perkembangan Belajar Anak. Jakarta: Kencana.

Vol. 1 No. 2 | 8-8


Copyright © 2019 | JECE | P-ISSN 2686-2492

Anda mungkin juga menyukai