Anda di halaman 1dari 16

1

PROPOSAL PENELITIAN

PERBANDINGAN CEMARAN BAKTERI Salmonella sp. DAGING AYAM


PENYEMBELIHAN HUKUM ISLAM DAN DAGING PENYEMBELIHAN NON-
HUKUM ISLAM DI PASAR TRADISIONAL JAKARTA TIMUR

Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian

NAFISAH MUTHIA AFINI


11190950000063

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M/1443 H

DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI 2
1.1. Latar Belakang 3
1.3. Hipotesis 5
1.4. Tujuan Penelitian 5
1.5. Manfaat Penelitian 5
1.6. Kerangka Berpikir 5
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
2. Tinjauan Pustaka 6
2.1. Penyembelihan dalam Islam 6
BAB III 14
DAFTAR PUSTAKA 16
Darmawan, A. (2017). IDENTIFIKASI Salmonella sp PADA DAGING
AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA
MAKASSAR. Skripsi. Universitas Hasanuddin: Makassar. 16
2

BAB I

PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Daging ayam mengambil peran cukup besar dalam penyediaan dan pemenuhan gizi
masyarakat khususnya protein hewani. Beberapa keunggulan yang dimiliki daging ayam,
antara lain: harga masih cukup terjangkau, kandungan zat gizi cukup baik, dapat dikonsumsi
oleh segala lapisan konsumen, termasuk balita maupun yang sedang menjaga asupan gizi
untuk kesehatan. Ditinjau dariaspek ekonomi, putaran usahanya relatif cepat, dan permintaan
pasar cukup tinggi.

Penjaminan Pangan Asal Hewan (PAH) yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal)
memegang peranan penting dalam memberikan keamanan bagi konsumen. Dalam
rangka peningkatkan pengawasan peredaran pemalsuan daging yang salah satunya
yakni dengan menggunakan daging celeng, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 00006/SE/PD.620/F/06/2014 tanggal 30
3

Juni 2014 tentang Peningkatan pengawasan peredaran PAH ASUH. Di butuhkan sebuah
system pendekatan berupa cara-cara produksi pangan asal hewanyang baik pada setiap
mata rantai produksi, mulai dari peternakan sampai ke meja makanguna memperoleh
produk daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH).

Aman, daging tidak tercemar bahaya biologi (mikroorkanisme, serangga, tikus),


kimiawi (pestisidadan gas beracun) dan fisik (kemasan tidak sempurna bentuknya
karena benturan)serta tidak tercemar benda lain yang mengganggu, merugikan dan
membahayakankesehatan manusia. Sehat, daging memiliki zat-zat yang dibutuhkan,
berguna bagikesehatan dan pertumbuhan tubuh manusia. Zat gizi meliputi unsur makro
sepertikarbohidrat, protein dan lemak serta unsur mikro seperti vitamin dan
mineral.Utuh, daging tidak di campur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau
bagian dari hewan lain. Halal, salah satu tahap produksi yang dapat menjadi titik kritis
dan kehalalan daging adalah tahap pemotongan hewan (penyembelihan). Halal
dipandang dari hukum Islam, pengertian hukum islam sendiri yaitu kitab syar‟i yang
bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan
pilihan, atau ketetapan.

Makanan yang baik akan memberikan pengaruh yang baik, sedangkan yang buruk adalah
kebalikannya. Oleh karena itu untuk manusia Allah telah memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk memakan makanan yang baik dan melarang mereka memakan makanan yang buruk.
Dalam Islam penyembelihan hewan ternak sebelum di konsumsi merupakan salah satu hal
yang sangat penting. Di samping belakangan di temukan tentang alasan kesehatan, binatang
yang di sembelih bukan atas nama Allah menjadi haramnya untuk di makan. Karena
pentingnya makanan halal bagi muslim, maka memberikan perhatian penuh pada makanan
dari sumber hewani yang akan di konsumsi menjadi penting. Terutama pada proses
penyembelihan dan pengelohannya. Perhatian ini dianggap perlu karena semakin banyak dan
kompleksnya jenis makanan yang menurut sebagian orang dianggap modern dan memenuhi
syarat kesehatan, tetapi tidak jelas halal haramnya karena tidak jelas penyembelihannya.

Dalam pelaksanaan proses penyembelihan hewan, banyak sekali toko pemotong hewan yang
memanfaatkan peralatan modern seiring dengan perkembangan teknologi, sehingga muncul
beragam model penyembelihan dan pengelolahan yang menimbulkan pertanyaan terkait
dengan kesesuaian pelaksanaan penyembelihan tersebut dengan hukum Islam. Oleh karena
itu, dipandang perlu adanya fatwa MUI tentang Sertifikasi Penyembelihan Halal untuk
dijadikan pedoman. Berdasarkan pada Ketentuan Fatwa MUI yang menjelaskan tentang
Sertifikasi Penyembelihan Halal tersebut ;

1. Ketentuan Hukum: Standar hewan yang di sembelih.

a. Hewan yang di sembelih adalah hewan yang boleh dimakan.

b. Hewan harus dalam keadaan hidup ketika disembelih.


4

c. Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan yang di tetapkan oleh lembaga
yang di miliki kewenangan.

2. Standar penyembelihan,

a. Beragam Islam dan sudah akil baligh.

b. Memahami tata cara penyembelihan secara syar’i.

c. Memiliki keahlian dalam penyembelihan.

3. Standar alat penyembelihan,

a. Alat penyembelihan harus tajam,

b. Alat dimaksud bukkan kuku, gigi/taring atau tulang. Standar proses penyembelihan,

c. Penyembelihan di laksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut atas nama Allah.

d. Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan


(mari’/esophagus), saluran pernafasan/tenggorokan (hulkun/trachea), dan dua pembuluh
darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids).

e. Penyembelihan dilakukan dengan satu kali dan secara cepat.

f. Memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan
(hayyah mustaqirrah).

g. Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut.

Syarat mutu karkas dan daging ayam menurut Dewan Standarisasi Nasional SNI 7388:2009
menyatakan bahwa Salmonella merupakan bakteri patogen berbahaya sehingga di dalam
produk pangan tidak boleh mengandung Salmonella. Bakteri tersebut merupakan penyebab
infeksi, jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh. Penularan Salmonella sp ke manusia diketahui
melalui makanan (80,1%), air (3,2%), antar individu manusia (6,3%), dan kontak dengan hewan
(4,3%). Khusus untuk penularan melalui makanan, ayam merupakan sumber penularan yang
paling sering dilaporkan yaitu sebesar 37,3% (Lee dan Middleton, 2003 dalam Darmawan,
2017)

Banyak jenis kuman yang dapat menyebabkan keracunan makanan dan salah satunya adalah
Salmonella sp. Berdasarkan besarnya resiko yang disebabkan oleh infeksi Salmonella sp maka
perlu dilakukan penelitian untuk mendeteksi ada tidaknya cemaran bakteri Salmonella sp pada
daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Jakarta Timur. Informasi tentang adanya
cemaran Salmonella sp pada produk daging ayam yang dijual pada pasar tradisional di Jakarta
Timur akan dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat Jakarta Timur dalam membeli dan
mengkonsumsi daging ayam yang dijual di pasar-pasar yang ada di sekitar Jakarta Timur.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah terdapat bakteri Salmonella sp. pada daging ayam yan dijual di pasar tradisional?
5

2. Apakah terdapat perbedaan cemaran bakteri antara ayam yang dipotong sesuai syariat
islam dan yang tidak?

3. Bagaimana tingkat cemaran bakteri Salmonella sp pada daging ayam yang dijual di pasar
tradisional di Jakarta Timur?

1.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah

1. Terdapat pengaruh penyembelihan ayam secara syariat Islam terhadap jumlah cemaran
bakteri Salmonella sp.

2. Terdapat pengaruh penyembelihan ayam secara syariat Islam terhadap tingkat


kualitas ayam potong
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh penyembelihan halal pada rumah potong ayam terhadap
perilaku konsumen
2. Mengetahui tingkat cemaran bakteri Salmonella sp. pada daging ayam yang dijual di
pasar tradisional Makassar.

1.5. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan kualiatas
daging ayam antara daging ayam disembelih dengan sesuai hukum Islam dan daging
ayam disembelih non-hukum islam. Serta diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan
agar masyarakat dapat memerhatikan kembali proses penyembelihan ayam sesuai
hukum Islam. Serta penelitian ini diharapkan menjadi acuan program pencegahan kasus
penyakit yang ditimbulkan oleh Salmonella sp
.

1.6. Kerangka Berpikir

Sampling
daging

Penyembelihan sesuai Sampling daging ayam di


hukum Islam pasar tradisional

Pemeriksaan pengaruh penyembelihan


berdasarkan hukum Islam terhadap
kualitas daging ayam

Isolasi bakteri dari sampel daging


ayam
6

Pengamatan bakteri dengan


Faktor-faktor yang mikroskop, lalu diidentifikasi
mempengaruhi:
1. Teknik penyembelihan
(sesuai syariat Islam atau
tidak)
Analisis data

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Tinjauan Pustaka
2.1. Penyembelihan dalam Islam
Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar
Sertifikasi Penyembelihan Halal disebutkan dalam ketentuan umum bahwa
“Penyembelihan adalah penyembelihan hewan sesuai dengan ketentuan hukum Islam”.
Menurut bahasa menyembelih artinya baik dan suci. Maksudnya, bahwa hewan yang
disembelih sesuai dengan aturan syara‟ menjadikan hewan yang disembelih itu baik dan
suci serta halal untuk dimakan. Sedangkan menyembelih menurut istilah adalah
mematikan atau melenyapkan roh hewan dengan cara memotong saluran napas dan
saluran makanan serta urat nadi utama dilehernya dengan pisau, pedang, atau alat lain
yang tajam sesuai dengan ketentuan syara‟, selain tulang dan kuku, agar halal dimakan.
Penyembelihan binatang tidak sama dengan mematikan. Mematikan binatang dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti dipukul, disabet dengan senjata, disiram dengan
air panas atau dibakar. Namun cara-cara tersebut tidak dicontohkan oleh Rosululloh
SAW dan termasuk tindakan kejam.

2. Syarat Penyembelihan
Secara umum syarat-syarat penyembelihan yang wajib dipenuhi bagi kehalalan
mengkonsumsi daging hewan sembelihan adalah Syarat yang harus dipenuhi untuk
penyembelihan halal menurut Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 Tentang
Kesehatan 16 Masyarakat Venteriner dan Kesejahteraan Hewan disebutkan dalam Pasal
8 dan Pasal 9, yang berbunyi :
7

Pasal 8
(1) Pemotongan Hewan potong yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di rumah
potong Hewan yang:
a. Memenuhi persyaratan teknis yang diatur oleh Menteri; dan
b. Menerapkan cara yang baik.
(2) Pendirian rumah potong Hewan harus memenuhi persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(3) Cara yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan:
a. Pemeriksaan kesehatan Hewan potong sebelum dipotong;
b. Penjaminan kebersihan sarana, prasarana, peralatan, dan lingkungannya
c. Penjaminan kecukupan air bersih;
d. Penjaminan kesehatan dan kebersihan personel;
e. Pengurangan penderitaan Hewan potong ketika dipotong;
f. Penjaminan penyembelihan yang Halal bagi yang dipersyaratkan dan bersih;
g. Pemeriksaan kesehatan jeroan dan karkas setelah Hewan potong dipotong; dan
h. Pencegahan tercemarnya karkas, daging, dan jeroan dari bahaya biologis, kimiawi,
dan fisik.
(4) Pemeriksaan kesehatan Hewan potong sebelum dipotong dan pemeriksaan kesehatan
jeroan dan karkas setelah Hewan potong dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf g harus dilakukan oleh Dokter Hewan di rumah potong Hewan atau
paramedik Veteriner di bawah Pengawasan Dokter Hewan Berwenang.
Pasal 9
1) Pemeriksaan kesehatan Hewan potong sebelum dipotong sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a dilakukan untuk memastikan bahwa Hewan potong yang
akan dipotong sehat dan layak untuk dipotong.
2) Hewan potong yang layak untuk dipotong harus memenuhi kriteria paling sedikit: 24
a. Tidak memperlihatkan gejala penyakit Hewan menular dan/atau Zoonosis;
b. Bukan ruminansia besar betina anakan dan betina produktif;
c. Tidak dalam keadaan bunting; dan
d. Bukan hewan yang dilindungi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan tata cara penyembelihan halal antara lain

a. Bagi Penyembelih
1) Beragama Islam dan sudah akil baligh.
Orang yang menyembelih harus muslim dan mempunyai akal, sebab penyembelihan itu
merupakan salah satu sarana ibadah kepada Allah yang membutuhkan niat. Hal itu tidak
terjadi jika orang yang akan menyembelih adalah orang gila, orang mabuk, atau anak
kecil yang belum tamyiz.

2) Memahami tata cara penyembelihan secara syar‟i.


Selain beragama Islam dan sudah akil baligh, memahami tata cara penyembelihan
secara syar‟i juga merupakan syarat. bagi seorang penyembelih karena halal atau
tidaknya hewan sembelihan dilihat dari cara penyembelihannya yang sesuai dengan
syariat Islam atau tidak.

3) Memiliki keahlian dalam penyembelihan.


8

a. Alat penyembelihan
1) Alat penyembelihan harus tajam.
2) Alat dimaksud bukan kuku, gigi/taring atau tulang
Alat penyembelihan yang tajam dimaksudkan agar tidak menyakiti hewan. Sedangkan
larangan menggunakan kuku, gigi/taring atau tulang dikarenakan penyembelihan
dengan gigi dan kuku merupakan penyiksaan terhadap binatang.
Berikut tata cara penyembelihan sesuai syariat Islam:
1) Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut asma Allah.
Hal tersebut berdasar pada Qur‟an Surat Al-An’aam ayat 121:

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah
menjadi orang-orang yang musyrik. (…)
2) Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran
makanan (mari’/esophagus), saluran pernafasan/tenggorokan (hulqum/trachea), dan dua
pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids). Pada saat penyembelihan,
dianjurkan untuk memotong empat bagian leher tersebut karena mempermudah
keluarnya ruh dari tubuh binatang. Tindakan ini merupakan bentuk perbuatan baik
tehadap binatang yang disembelih.33
3) Penyembelihan dilakukan dengan satu kali dan secara cepat.
4) Memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda hidupnya
hewan (ha’yah mustaqirrah).
5) Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut
9

(Jalaludin, dkk., 2017)

2.2. Daging Ayam Broiler


Ayam broiler atau yang disebut juga ayam ras pedaging adalah jenis ras unggulan hasil
persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama
dalam memproduksi daging ayam. Ayam broiler yang merupakan hasil perkawinan
silang dan sistem berkelanjutan sehingga mutu genetiknya bisa dikatakan baik. Mutu
genetik yang baik akan muncul secara maksimal apabila ayam tersebut diberi faktor
lingkungan yang mendukung, misalnya pakan yang berkualitas tinggi, sistem
perkandangan yang baik, serta perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Perkembangan yang pesat dari ayam ras pedaging ini juga merupakan upaya
penanganan untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam.
Perkembangan tersebut didukung oleh semakin kuatnya industri hilir seperti perusahaan
pembibitan (Breeding Farm) yang memproduksi berbagai jenis strain.
Daging ayam broiler mudah didapatkan baik di pasar swalayan maupun tradisional. Ada
perubahan yang cepat pada cara pemrosesan karkas/daging unggas ke arah
pengoperasian yang moderen sekarang ini dan memungkinkan pemrosesan daging
unggas lebih terjamin kualitas dan keamanannya. Perusahan RPA (Rumah Penyaluran
Ayam) atau tempat pendistribusian umumnya sudah memiliki sarana penyimpanan dan
transportasi yang memadai, namun tidak dapat dihindari adanya kontaminasi dan
kerusakan fisik selama prosesing dan pendistribusian, baik dari peralatan yang
10

digunakan ataupun tangan-tangan pekerja sampai pada perlakuan pedagang-pedagang


penyalur di pasar. Prossesing ayam merupakan proses pengubahan ayam menjadi karkas
dan atau daging. Proses ini sangat rawan terhadap kontaminasi mikroorganisme karena
pada seluruh tahapan menggunakan air sebagai media prosesing dan pembersihan.
Mikroorganisme ini dapat merusak atau menyebabkan deteriorasi karkas atau daging
sehingga secara langsung dapat mempengaruhi kualitas fisik dan kimia daging. Karkas
yang diproses untuk penyimpanan jangka panjang dan untuk memenuhi permintaan
daerah-derah yang jauh akan dikemas selanjutnya dibekukan. Pembekuan dilakukan
untuk memperpanjang masa simpan, dengan tujuan membatasi aktivitas
mikroorganisme, reaksi-reaksi enzimatik, kimia dan kerusakan fisik. (Naomi, 2011).
Menurut Bayumitra (2014) kontaminasi oleh mikroorganisme terhadap daging ayam
dapat terjadi sebelum pemotongan dan setelah pemotongan. Selain itu, transportasi
merupakan salah satu faktor penting dalam rantai penyediaan bahan pangan asal ternak
dan unggas baik transportasi dari peternakan ke tempat pemotongan, dari rumah
pemotongan ke distributor dan industri, maupun dari distributor ke pengecer atau
konsumen juga akan mempengaruhi jumlah 6 mikroorganisme seperti Salmonella
merupakan bakteri yang sering mencemari produk daging ayam.
Ciri-ciri daging ayam segar dan dapat dikonsumsi oleh konsumen untuk bahan makanan
yaitu; daging yang mempunyai kenampakan yang mengkilat, warnanya cerah dan tidak
pucat, tidak ada bau asam apalagi busuk, daging masih elastis, tidak kaku, apabila
dipegang daging tidak terasa lengket pada tangan dan masih terasa kebasahannya
(Hadiwiyoto, 1983) dalam (Masita, 2016).
Ciri-ciri daging yang segar yang lainnya yaitu berwarna merah dan segar, bau darahnya
segar, dan teksturnya kenyal. Selain itu untuk mengetahui kesegaran daging dapat
dilakukan dengan uji fisis. Ciri daging yang baik memiliki ciri bila ditekan dengan jari
bentuknya akan kembali dengan cepat yang menunjukkan kekenyalan daging yang baik.
Daging yang sulit disobek menggunakan tangan menunjukkan kekukuhan yang baik,
serta dengan menghaluskan daging menggunakan dua jari, bila terasa lembut, maka
daging mempunyai mutu yang baik (Purba, 2005). Kebusukan pada daging akan
ditandai dengan terbentuknya senyawa- senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S,
indol, dan amin yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging
yang rusak ditandai dengan adanya perubahan organoleptik, yaitu warna, bau,
kekenyalan, penampakan, dan rasa. Adapun dua senyawa diamin yang digunakan
sebagai indikator kebusukan daging yaitu kadaverin dan putresin. Putresin merupakan
senyawa diamin yang diproduksi oelh Pseudomonas, sedangkan kadaverin diproduksi
oleh Enterobacterceae. Peningkatan kadaverin dan putresin akan terjadi secara nyata
jika jumlah total mikroba mencapai 4 x 107 koloni/gram. Perubahan bau akan terjadi
jika total bakteri pada permukaan daging mencapai 107 koloni/cm2, dengan diikuti
pembentukan lendir pada permukaan jika jumlah bakterinya mencapai 108 koloni/cm2
(Siagian, 2002 dalam Firdaus 2018).
Kualitas daging ayam dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor
sebelum pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik,
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon,
antibiotik, dan mineral), dan stres (Soeparno, 2005). Jaringan hewan sehat umumnya
bebas dari bakteri pada saat dipotong, tetapi ketika diperiksa daging segar pada tingkat
penjual retail selalu ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme. Sumber
11

kontaminasi mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau pemotong, bagian
yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah,
penanganan, dan penyimpanan. Kemampuan pertumbuhan mikroorganisme pada daging
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi
ketersediaan nutrisi, pH, aktivitas air (aw) yang terdapat dalam daging, potensi oksidasi-
reduksi dan ada tidaknya substansi penghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi suhu ruang penyimpanan, kelembaban relatif, dan
kondisi oksigen atmosfer (Jay et al., 2005 dalam Hasrawati, 2017).

2.3. Bakteri Salmonella sp.


Klasifikasi bakteri Salmonella sp.
Klasifikasi Salmonella adalah sebagai berikut (Tindall., 2005) :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Ordo : Enterobacteria
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Species : Salmonella sp.

Salmonella tidak dapat dibedakan dengan E. coli jika dilihat dengan mikroskop ataupun
dengan menumbuhkannya pada media yang mengandung nutrien umum. Salmonella
dapat tumbuh optimum pada media pertumbuhan yang sesuai dan memproduksi koloni
yang tampak oleh mata dalam jangka waktu 24 jam pada suhu 37°C. Salmonella sensitif
terhadap panas dan tidak tahan pada suhu lebih dari 70°C dan pasteurisasi pada suhu
71,1°C selama 15 menit (Cox et al, 2000 dalam Darmawan, 2017). Salmonella
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon disaat genus lainnya
membutuhkan sumber karbon kompleks sebagai sumber nutrisinya. Beberapa
Salmonella kecuali S. typhi memproduksi gas selama proses fermentasi. Salmonella
mampu mengubah Nitrat menjadi Nitrit dan tidak membutuhkan NaCl untuk
pertumbuhannya (Hanes, 2003 dalam Darmawan, 2017).

Tabel 1. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba berdasarkan SNI


7388:2009
Jenis pangan Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum

Salmonellosis adalah penyakit menular yang dapat menyerang hewan maupun manusia.
Hal ini dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan yang tercemar oleh bakteri
Salmonella (Dominguez, et al., 2002). Pang et al.,(1995) menyebutkan bahwa peristiwa
typoid salmonellosis (demam enterik) relatif stabil dengan jumlah terendah terjadi di
12

daerah negara maju, tetapi peristiwa non- typhoid salmonellosis (gastroenteritis) relatif
meningkat di seluruh negara. Kasus gastroenteritis (diare) akut adalah 1,3 milyar kasus
dengan tiga juta jiwa meninggal, sedangkan kasus demam enterik adalah 16 juta kasus
dengan kematian sebanyak 600 ribu kasus. Pada hewan terutama unggas, Salmonellosis
menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Hal ini berhubungan dengan
penurunan produktivitas, dengan angka morbiditas sampai 80%, sedangkan angka
mortalitasnya 10-20% atau lebih tinggi, selain itu sifat zoonosisnya yang dapat
ditransmisikan dan menimbulkan penyakit pada manusia (Direktorat Jendral
Peternakan, 1982).

Kejadian Pada Manusia Serangan Salmonella sebagai food-borne disease


terdokumentasi untuk pertama kali pada akhir 1800an (Cox, 2000), Insidensi
Salmonellosis di negara industri pada manusia meningkat di tahun 1980–1990. Kasus
tersebut menyebar secara cepat karena kemampuan Salmonella untuk membentuk klon-
klon baru 9 pada hewan yang berbeda (Wegener et al., 2003), resisten terhadap berbagai
antibiotika (Chung et al, 2003), serta diterapkannya pola pemeliharaan hewan yang
sangat intensif. 2.2.8 Pengobatan Tujuan utama dalam pengobatan Salmonellosis yaitu
mengembalikan cairan tubuh yang hilang akibat diare. Ampicillin dan amoxillin
merupakan antibiotik yang sering diberikan pada kasus Salmonellosis, dan juga
Clorampenicol digunakan apabila kondisi pasien sangat mengkhawatirkan, meskipun
dapat menimbulkan efek samping yang cukup serius (Dharmojono, 2001).

BAB III
METODE PENELITIAN

3. Metode Penelitian
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal Januari secara analisis di Laboratorium
Mikrobiologi Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pengambilan sampel dilakukan di tiga lokasi pasar tradisional di Jakarta Timur

3.2. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: cawan petri diameter 15 cm, Ose,
Laminar air flow, Incubator suhu 35oC, bunsen, Erlenmayer 1000 ml, 500 ml, 250 ml,
gelas ukur 100 ml, gunting, Hot plate stirer, magnet stirer, pinset, rak tabung, autoklaf
suhu 121oC, sendok dan timbangan analitik.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: Alkohol, Aluminum foil, aquades, Bag
stomacher, Buffer Pepton Water (BPW), Bismuth Sulfit Agar (BSA),\ karet gelang,
kapas dan paha ayam 24 buah.
13

3.3. Rancangan Penelitian dan Sampling


Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian cross-sectional
adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasional, atau pengumpulan data.
Penelitian cross-sectional hanya mengobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan
terhadap variabel subjek pada saat penelitian (Notoatmojo, 2010).
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk melakukan deskripsi
mengenai fenomena yang ditemukan pada saat uji labotorium tanpa melakukan
intervensi dengan waktu pengambilan sampel diambil secara cross- sectional dan
dilakukan dengan pengambilan sampel secara simple random sampling.
Sampling Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ayam broiler yang
terdapat di 3 pasar tradisional kota Jakarta Timur, untuk penentuan sampel dilakukan
dengan metode random sampling dan digunakan rumus Federer (1963) untuk
menentukan jumlah sampel.
(T-1) (N-1) ≥ 15
T : Merupakan jumlah kelompok percobaan N : Merupakan jumlah sampel tiap
kelompok (T-1) (N-1) ≥ 15
(3-1) (N-1) ≥ 15
2N–5 ≥ 15
2N ≥ 15 + 5
2N ≥ 20
N ≥ 20/2
N ≥ 10 (tiap pasar)
Jadi, total sampel yang dibutuhkan yaitu 2 pasar x 10 = 20 sampel. Total sampel
tersebut diambil dari 3 lokasi pasar yang berbeda yaitu Pasar Kramat Jati (Kecamatan
Kramat Jati), Pasar Rebo (Kecamatan Kramat Jati), dan Pasar Embrio (Kecamatan
Makasar), Jakarta Timur. Pengujian sampel dilakukan duplo. Sampel tersebut masing-
masing dimasukkan ke dalam coolbox untuk menghambat aktivitas mikroorganisme.
Pengambilan sampel secara random ini nantinya akan dikelompokkan menjadi dua,
yaitu, daging ayam yang dipotong secara hukum Islam dan daging ayam yang dipotong
tidak dengan hukum Islam.

3.4. Prosedur Kerja


Cara kerja dalam penelitian ini terdiri dari dua cara, yang pertama yaitu cara kerja di
lapangan pada saat pengambilan sampel dan kedua yaitu cara kerja di laboratorium pada
saat melakukan uji cemaran bakteri Salmonella sp.

3.4.1. Sampling di lapangan


Cara kerja di lapangan pada saat pengambilan sampel di lapangan/lokasi penelitian
dilakukan pada pukul 07.00 sampai 10.00 saat proses penjualan. Namun sebelum
melakukan pengambilan sampel, maka perlu disiapkan terlebih dahulu alat dan bahan
yang diperlukan seperti kotak sampel, larutan alcohol 70%, plastik sampel, spidol
permanent dan sarung tangan. Botol sampel yang akan 33 digunakan tentunya telah
melewati proses sterilisasi. Proses pengambilan sampel daging di pasar sebagai berikut:
14

a. Mempersiapkan lembar observasi sesuai pasar dan penjual tempat pengambilan


sampel.
b. Memakai sarung tangan sesuai standar dalam laboratorium.
c. Mencuci tangan dengan larutan alkohol 70%.
d. Mengambil sampel daging ayam bagian paha lalu masukkan dalam plastik steril
kemudian ikat.
e. Beri nomor sesuai dengan lembar observasi.
f. Masukkan dalam kotak sampel yang telah disiapkan.
2. Di Laboratorium
Cara kerja di laboratorium pada saat melakukan uji cemaran bakteri Salmonella sp pada
daging ayam sebagai berikut:

3.4.2. Sterilisasi alat


Sterilisasi alat ini setiap hari dilakukan untuk memamtikan semua mikroorganisme yang
terdapat dalam suatu alat. Sebelum dimasukkan kedalam autuklaf bungkus dengan
aluminium foil seperti gunting, pinset, botol pengencer dan Erlenmeyer. Sedangkan
cawang petri dibersihkan dulu dengan alkohol kemudian di bungkus dengan kertas
HVS, setelah di bungkus lalu di masukkan kedalam plastik dan diikat karet, kemudian
dimasukkan kedalam autoklaf dengan tekanan 15 Psi dengan suhu 121℃ selama 30
menit.

3.4.3. Pembuatan Media


1). Media Buffer Pepton Water (BPW)
Pada proses pembuatan media Buffer Pepton Water (BPW) yaitu menimbang media
Buffer Pepton Water (BPW) sebanyak 20 gram di atas timbangan anlitik yang sudah
diberi Paper oil, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer di encerkan dengan
aquades sebanyak 950 ml, kemudian dihomogenkan, setelah dihomogenkan dimasukkan
ke dalam Autoclave selama 15 menit dengan suhu 121℃, diturunkan suhunya sekitar
40-45℃ di Waterbath.
2). Media Bismuth Sulfit Agar (BSA)
Pada proses pembuatan media yang Bismuth Sulfit Agar (BSA) yaitu menimbang media
Bismuth Sulfit Agar (BSA) sebanyak 17,44 gram di atas timbangan anlitik yang sudah
diberi Paper oil, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer diencerkan dengan
aquades sebanyak 360 ml, kemudian dihomogenkan, setelah dihomogenkan dilakukan
pemasakan diatas Hot plate stirrer dengan memasukkan magnet stirrer sebagai
pengaduk saat pemasakan berlangsung. Pada proses ini dilakukan dengan suhu 125℃
dengan 360rpm selama 15-20 menit. Setelah proses ini dilakukan pencetakan pada
masing-masing cawan petri sebanyak 15-20 ml/cawan yang dilakukan di dalam Laminar
air flow. Diamkan selama beberapa jam hingga memadat, setelah itu balik proses
penempatan cawan agar air yang ada didinding cawan tidak jatuh pada media agar.

3.4.4. Inkubasi Media


1) Menimbang masing-masing sampel sebanyak 15 gram, simpan dalam Bag stomacher.
2) Menambahkan 135 ml larutan media Buffer Pepton Water (BPW) dalam sampel
tersebut.
3) Menghomogenkan sampel dengan media.
15

4) Menginkubasi pada temperatur 35 oC selama ± 24 jam.

3.4.5. Seleksi pada Media Agar


1) Masing- masing sampel pengkayaan di ambil 1 loop dan di gores ke dalam media
Bismuth Sulfit Agar (BSA).
2) Menginkubasi pada suhu 35 oC selama ± 24 jam.

3.4.6 Pengamatan Salmonella sp.


Pada media Bismuth Sulfit Agar (BSA) koloni berwarna keabu-abuan atau hitam dan
kadang metalik, media disekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama koloni
berwarna hitam.

3.4.7. Pewarnaan Bakteri


1) Menyiapkan objek glass yang telah disterilisasi dengan alkohol.
2) Membakar Ose lalu celupkan pada aquades dan beri setetes aquades pada objek glass
menggunakan Ose.
3) Bakar Ose lalu ambil biakan bakteri Salmonella sp, gores pada objek glass secara
merata.
4) Melakukan fiksasi objek glass, kemudian tetesi kristal violet secara merata. Diamkan
selama 1 sampai 2 menit.
5) Membersihkan dibawah air mengalir, tambahkan lugol secara merata dan diamakan
selama 1 sampai 2 menit.
6) Membersihkan dibawah air mengalir, tambahkan safranin secara merata dan
diamakan selama 1 sampai 2 menit
7) Menyiram alcohol 90%, menghilangkan air pada permukaan objek glass dengan
tissue. 8) Menambahkan Oil Emuli, meletakkan pada meja preparat.
9) Mengamati dibawah mikroskop bentuk dan warna dari bakteri Salmonella sp.

3.4.8. Analisis Data


Data yang diperoleh dari setiap pengujian di analilis dengan pendekatan deskriptif.

3.5. Parameter Pengamatan


Karakteristik morfologis koloni (makroskopis) yaitu warna koloni, bentuk, tepian dan
elevasi koloni, jumlah koloni, serta secara mikroskopis seperti bentuk sel dan sifat gram
bakteri, serta prevalensi dari bakteri Salmonella sp. maupun jenis bakteri lainnya yang
ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, A. (2017). IDENTIFIKASI Salmonella sp PADA DAGING AYAM


BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR. Skripsi.
Universitas Hasanuddin: Makassar.

Hasrawati. (2017). TINGKAT CEMARAN BAKTERI Salmonella sp PADA DAGING


AYAM YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL MAKASSAR. Skripsi.
16

Universitas Islam Negeri Alauddin: Makassar

Jalaluddin, M., Razali, Yana, A. (2017). PENILAIAN PEMOTONGAN AYAM


DITINJAU DARI ASPEK FISIK DAN ESTETIKA DI RPU PEUNAYONG
KOTA BANDA ACEH. JIMVET. 01(2): 218-225

Anda mungkin juga menyukai