Anda di halaman 1dari 46

1

ANALISIS CEMARAN DNA TIKUS PADA BAKSO DAGING


SAPI YANG BEREDAR DI MAKASSAR DENGAN METODE
POLYMERASE CHAIN REACTION ( PCR )

NAMA : RISTIEYEN RAMADINI


STAMBUK : 15020140338
PEMBIMBING : 1. PROF.Dr.H.TADJUDDIN NAID,M.Sc.,Apt
2. AMINAH,S.Farm.,M.Sc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produk olahan pangan semakin banyak bermunculan dan mudah

untuk diperoleh. Berbagai variasi produk banyak ditemukan baik variasi

sumber, jenis maupun bentuk. Pemalsuan produk pangan sangat

berkaitan erat terhadap gaya hidup, kesehatan dan agama. Sebagaimana

dalam Qs: Al-Baqarah {2:173} yang berbunyi :

Terjemahnya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu


bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

Universitas Muslim Indonesia


2

Kemajuan teknologi pangan telah berkembang pesat termasuk

penyediaan bahan baku, pengolahan, penyajian, dan pengemasan.

Seiring dengan perkembangan tersebut, keamanan pangan asal hewan

menjadi perhatian konsumen. Keamanan pangan adalah makanan yang

dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan bebas dari kontaminan /

bahaya seperti aspek fisik, kimia dan biologi halal bagi konsumen muslim.

Pencampuran daging dengan hewan yang dilarang untuk dikonsumsi,

seperti keledai, binatang liar, anjing, dan tikus, untuk memotong harga

telah membuat masyarakat muslim khawatir. Pemalsuan daging dan

produk olahannya dengan daging tikus merupakan masalah yang harus

diatasi untuk menjamin keamanan pangan ( Primasari 2011, hh. 15-16).

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang secara langsung

berperan meningkatkan kesehatan sehingga mampu melakukan kegiatan

sehari-hari secara baik. Untuk itulah keamanan makanan menjadi sangat

penting agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Tetapi, belakangan

ini banyak makanan yang beredar di masyarakat tidak terjamin lagi

keamanannya (Agustina 2010, h. 53).

Identifikasi spesies hewan ditambahkan ke produk daging olahan

adalah perhatian konstan, baik bagi konsumen maupun pihak yang

berwenang (Ballin, 2010). tujuannya adalah untuk mengotentikasi identitas

standar produk yang terkait dengan labelnya yang benar, sehingga

melindungi konsumen dari kemungkinan kehadiran dari jenis daging yang

tidak diketahui dan tidak diinginkan. Namun, produk daging adalah

makanan paling banyak tunduk pada kecurangan karena kesulitan dalam

Universitas Muslim Indonesia


3

pengukuran dan manfaat ekonomi pengolahannya, terutama dalam

produk akhir (Arslan et al 2006, h. 1353).

Metode yang kini terkenal sangat akurat, cepat, mudah digunakan,

dan dapat menentukan spesies asal pangan yakni metode Polymerase

Chain Reaction (PCR). Selain itu, teknik PCR ini dapat dilakukan meski

sampel yang digunakan berjumlah sedikit ataupun berukuran sangat kecil.

Deoxyribonucleic acid (DNA) yang berada pada sampel kemudian dapat

dilipatgandakan jumlahnya dan hasilnya dilihat sebagai pita yang jelas

(Ilhak dan Arslan 2007, h. 159).

Penggunaan teknik PCR pada kasus pemalsuan pangan pernah

dilakukan pada pendeteksian daging tikus, kucing, anjing, babi, ayam,

sapi, domba dewasa dan kuda pada pangan maupun produk pangan

( Martin et al 2007, h. 2734 ).

Oleh karena itu peneliti ingin menganalisis cemaran daging tikus

pada pedagang bakso daging sapi yang beredar di Makassar.

B. Rumusan Masalah

Apakah produk olahan bakso daging sapi yang beredar

dimakassar mengandung DNA tikus ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi kontaminasi

DNA tikus pada bakso daging sapi yang beredar di wilayah Makassar

menggunakan metode PCR.

Universitas Muslim Indonesia


4

2. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya

kontaminasi DNA tikus pada bakso daging sapi di wilayah Makassar

menggunakan metode PCR.


3. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk membuktikan ada

atau tidak kontaminasi DNA tikus pada bakso daging sapi di wilayah

Makassar menggunakan metode metode PCR.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penellitian ini diharapkan untuk menambah data ilmiah tentang

keamanan dan kehalalan suatu produk olahan makanan dan

memberikan refrensi terhadap penelitiaan selanjutnya .

2. Manfaat Praktis

Sebagai Manfaat penelitiaan ini untuk memberikan informasi

kepada masyarakat tentang kehalalan suatu produk makanan

khususnya produk olahan daging sapi.

Universitas Muslim Indonesia


5

E. Kerangka pikir

Berdasarkan latar belakang dapat disusun suatu kerangka

pemikiran yang disajikan dalam bentuk bagan pada gambar berikut :

Bakso Daging Sapi Analisis Cemaran DNA


yang beredar di tikus dengan metode PCR
Makassar ( Polymerase chain
reaction )

Data Ilmiah

Kesimpulan
Masyarakat

F. Hipotesis

Sampe bakso daging sapi yang beredar di wilayah Makassar tidak

mengandung daging tikus.

Universitas Muslim Indonesia


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tikus

Tikus termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata,

subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, dan famili Muridae.

Spesies-spesies utama yang terdapat di Pulau Jawa yaitu Bandicota

indica, Mus caroli, kelompok Mus musculus, Rattus argentiventer (tikus

sawah), R. rattus (tikus rumah), R. exulans, R. tiomanicus (tikus pohon),

dan R. norvegicus. Berdasarkan ukuran dan akses, R. argentiventer, R.

rattus, dan R. norvegicus ialah spesies-spesies yang berpotensi untuk

dimanfaatkan dagingnya. Tikus-tikus ini memiliki bobot yang dapat

mencapai 200 g, bahkan R. norvegicus dapat mencapai 500 g (Myers dan

Armitage, 2004).

Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan

kehidupan manusia. Keberadaan tikus di muka bumi sudah jauh lebih tua

dari umur peradaban.Kehidupan tikus sudah sangat tergantung pada

kehidupan manusia. Tikus merupakan hewan vertebrata dengan sifat yang

sangat cerdik, sangat merusak dan menghasilkan keturunan sangat cepat

menyebabkan tikus sulit dikendalikan. Tikus sering disebut sebagai satwa

liar yang sudah berasosiasi dengan kehidupan manusia, baik yang

bersifat mutualisme, parasitisme maupun komensalisme (Pryambodo

2004, h. 54).

Universitas Muslim Indonesia


7

Bahan pangan dapat berasal dari tanaman maupun ternak. Produk

ternak merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dari kehidupan

manusia. Namun produk ternak akan menjadi tidak berguna dan

membahayakan kesehatan apabila tidak aman dikonsumsi (Gustiani 2009,

h.96).

Sediaan dari produk daging yang dicampur dengan daging dan

lemak dari asal yang berbeda adalah illegal. Pemalsuaan jenis ini adalah

cara umum sebagian besar negara. Pemalsuan dengan daging yang tidak

pasti atau pelabelan produk ‘halal’ yang tidak tepat yang berisi bangkai

jelas menganggu larangan agama muslim diseluruh dunia (Alaraidh 2008,

h. 225).

Sejauh ini, Pemerintah Indonesia melalui SK bersama (LPPOM

MUI, Depag dan BPOM Depkes) telah mencangkan sistem jaminan halal

yang diwujudkan dalam bentuk sertifikasi halal bagi setiap produsen

produk pangan. Kendala satunya adalah ketiadaan metode yang benar –

benar bisa menjamin kehalalan dari produk pangan tersebut (Hermanto ,

Muawanah, & Harahap 2008, hh. 102-103).

B. Bakso Sapi

Bakso adalah produk daging yang banyak dikonsumsi dan

merupakan bahan pangan yang sangat popular dikalangan masyarakat.

Bakso yang dijumpai di pasar dan supermarket dibuat dari berbagai jenis

daging antara lain daging sapi ayam, dan ikan (Suryanto, 2000).

Daging mengandung selama ada pengaruh kekuatan dari luar,

beberapa misalnya pemotongan daging, unsur pokok seperti air, protein,

Universitas Muslim Indonesia


8

lemak , dan abu komponen bahan kering yang terbesar dati daging

(Soeparno,1994), selain mutu protemnya tinggi, daging mengandung

asam-asam amino (amino acids) esensial, asam-asam amino non

esensial dan senyawa nitrogen non protein yang lengkap dan seimbang

untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Hammesh 2003, h.44).

Bakso daging menurut SNI 01-3818 1995 adalah produk makanan

berbentuk bulatan atau behtuk lain yang diperoleh dari campuran daging

temak (kadar daging tidak < kurang dari 50%) dan pati atau serealia

dengan atau tanpa Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan

(Dewan Standardisasi Indonesia 1995, h.55).

Salah satu produk makanan yang favorit dikonsumsi masyarakat

Indonesia adalah bakso. Bakso biasanya dibuat daging sapi yang

dicampur dengan tepung dan bumbu-bumbu tertentu. Beberapa negara

memiliki nama sendiri untuk bakso, yaitu Bakso (Indonesia) Bebola

(Malaysia), Nem nuong (Vietnam), Kofta (India), Konigsberger klopse

(Jerman), Koefte (Turki), Kung-Wan (Taiwan dan Cina), dan Polpette

(Italia) (Huda et al., 2009). Harga daging sapi di pasaran yang relatif lebih

mahal dibandingkan dengan daging lain membuat beberapa pedagang

berusaha menyiasati harga produksi pembuatan bakso sapi.

Pencampuran daging sapi dengan daging lain dalam pembuatan bakso

dirasa menjadi solusi yang efektif untuk menurunkan harga produksi

pembuatan bakso, dan kasus yang paling ekstrim adalah mencampurnya

dengan daging tikus rumah (Rohman et al., 2011).

Universitas Muslim Indonesia


9

Tabel 1. Kandungan Air, Protein, Lemak, dan Kalori dalam Daging per 100 gram

Kalori
Produk Air (%) Protein (%) Lemak (%) Mineral (%)
(Kilojoule)
Daging sapi
75.0 22.3 1.8 1.2 116
(Kurus)
Daging sapi 54.7 16.5 28.0 0.8 323
Daging sapi
berlemak 4.0 1.5 94.0 0.1 854
(subkutan)
Sumber : (Heinz & Hautzinger, 2007, h. 2)

C. Deoxyribonucleic Acid (DNA)

Asam nukleat dan protein merupakan senyawa polimer utama yang

terdapat pada sel. Asam nukleat berfungsi menyimpan dan

mentransmisikan informasi genetika dala sel. Sel mempunyai dua jenis

molekul asam nukleat yaitu DNA (asam deoksiribonukleat) dan RNA

(asam ribonukleat) DNA menyimpan informasi genetik yang spesifik untuk

setiap individu dan spesies tertentu, yang akan diwariskan ke generasi

berikutnya. Semua sel menggunakan sistem dimana informasi yang

terdapat dalam DNA dicopy menjadi RNA dan kemudiaan dirubah menjadi

protein oleh mesin molekul yang disebut ribosom. Pada tingkat molekul

sel-sel memiliki lebih banyak kesamaan daripada perbedaan (Gaffar 2007,

h. 10).

Pada dasarnya sel mengandung dua asam nukleat, yaituDNA dan

RNA. DNA yang terdapat dinukleus disebut DNA kromosomal, sedangkan

DNA lain yang terdapat didalam sel dan diluar nukleus yaitu DNA

mitokondria, DNA kloroplas dan DNA plasmid, ketiganya disebut DNA

ekstrakromosonal (Fatchiyah et al. 2011, h. 22). Akhir-akhir ini banyak

dilakukan penelitian variasi genetic menggunakan DNA mitokondria,

karena DNA mitokondria mempunyai kecepatan mutasi yang diperkirakan

Universitas Muslim Indonesia


10

5-10 kali lebih tinggi daripada DNA inti, mempunyai ukuran yang relatif

kecil, mengkode sebagian enzim yang terlibat dala fosforilasi oksidase

dari merupakan DNA non inti yang membawa pengaruh genetik. Variasi

pada DNA mitokondria cukup untuk penanda genetik terhadap sifat-sifat

produksi seperti daging dan susu (Lelana 2003, h. 6).

Gambar 1. Skematik DNA mitokondria mamalia. mRNA, tRNA,

rRNA,non-coding (D-Loop) (Park & Larsson 2011, h. 810).

DNA (deoxyribonucleic a-cid) dan RNA (ribonucleic acid) disebut

sebagai asam nukleat. Sedangkan unit struktur asam nukleat disebut

nukleutida. Setiap nukleutida memiliki tiga bagian:basa, gula pentosa yang

disebut deoksiribosa atau ribose, dan fosfat. Basa nukleotida dinamai :

adenin (A), sitosin (C), guanin (G), dan urasil (U). A dan G disebut purin

sedangkan T,C,U disebut pirimidin. Keberaaan DNA dalam sel adalah

berupa dua untaian panjang nukleotida yang berpasangan sambil berputar

sehingga membentuk struktur double helix (Lucianus 2010, hh. 1-2).

Universitas Muslim Indonesia


11

Struktur molekul DNA merupakan rantai heliks ganda yang

memutar ke kanan. Kedua rantai polinukleotida memutar pada sumbu

yang sama dan bergabung satu dengan yang lainnya melalui ikatan

hidrogen antara basa-basanya. Basa guanin berpasangan dengan basa

cytosin, sedangkan basa adenin berpasangan dengan basa tymin. Antara

basa guanin dan basa cytosin terbentuk tiga ikatan hidrogen, sedang

antara basa adenin dan tymin terbentuk dua ikatan hidrogen. Sehingga

dalam molekul DNA jumlah basa G akan selalu sama dengan jumlah basa

C, sedangkan jumlah basa A=T. Kemudian jumlah basa purin (A + G) akan

sama dengan jumlah basa pyrimidin (C + T). Kedua untai DNA saling

berkomplementasi melalui basa penyusunnya dengan arah antiparalel

(berlawanan 5’→ 3’ vs 3’→5’), ujung yang mengandung gugus fosfat

bebas disebut ujung 5’ sedangkan pada ujung lainnya yang mengandung

gugus hidroksil bebas disebut ujung 3’ (Gaffar 2007, h. 14).

Gambar 2. Struktur double heliks DNA (Gaffar 2007, h. 14)

Universitas Muslim Indonesia


12

Gambar 3. Struktur purin dan pirimidine (Gaffar 2007, h. 12)

Menurut Priyani (2004, h. 3) basa nitrogen yang menyusun

nukleotida dikelompokan menjadi 2 yaitu :

1. Purine basa nitrogen yang strukturnya berupa dua cincin. Termasuk

diantaranya adalah : adenin dan guanine.

2. Primidin, yaitu basa nitrogen yang strukturnya berupa satu cincin.

Termasuk diantaranya adalah : citosin dan timin.

Struktur DNA mirip dengan struktur RNA. Perbedaan diantara

keduanya terdapat pada jenis gula dan basa pada monomernya serta

jumlah untai penyusunnya. Pada DNA, tidak terdapat gugus hidroksil pada

posisi karbon 2’ dari molekul gula (2-deoksiribosa) sementara pada RNA

molekul gulanya adalah ribosa (Gaffar 2007, h. 11).

DNA dan RNA adalah rantai-rantai nukleotida yang secara kimia

hampir tidak saling berbeda, sedangkan sebaliknya protein terbuat dari

campuran 20 macam asam amino yang sangat berlainan, masing-masing

dengan sifat kimianya yang khas. Keragaman inilah yang memungkinkan

sifat kimia yang serba canggih dimiliki oleh setiap protein, dan ini diduga

dapat menjelaskan mengapa evolusi telah memilih protein dari pada

molekul RNA sebagai katalisator yang terbesar reaksinya di dalam sel

(Pratiwi 2001, h. 26).

DNA dapat diisolasi, baik dari sel hewan, manusia, maupun pada

tumbuhan. Isolasi DNA/RNA merupakan langkah awal yang harus

dikerjakan dalam proses rekayasa genetika sebelum melangkah ke

proses selanjutnya. Prinsip dasar isolasi total DNA/RNA dari jaringan

Universitas Muslim Indonesia


13

adalah dengan memecah dan mengekstraksi jaringan tersebut sehingga

akan terbentuk ekstrak sel yang terdiri DNA, RNA dan substansi dasar

lainnya. Ekstrak sel kemudian dipurifikasi sehingga dihasilkan pelet sel

yang mengandung DNA/RNA total. Isolasi DNA memiliki beberapa

tahapan, yaitu: (1) Isolasi sel; (2) Lisis dinding dan membran sel; (3)

Ekstraksi dalam larutan; (4) Purifikasi; dan (5) Presipitasi. Prinsip-prinsip

dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan presipitasi.

Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan

berat jenis molekul. Dengan menjalankan prosedur dengan benar akan

diperoleh DNA kromosom dan plasmid dengan kemurniannya cukup

tinggi, dapat dilihat dari penampakan hasil elektroforesis yang baik (Faatih

2009, h. 62).

Kromosom merupakan struktur seperti benang pada nukleus sel

eukariotik yang nampak pada saat sel mulai membelah. Pada organisme

diploid, kromosom berjumlah diploid (2 set) pada setiap selnya.

Kromosom dapat dibedakan menjadi kromosom autosomal dan kromosom

seks. Komponen utama kromosom pada eukariota adalah DNA dan

protein histon. Protein histon ini bersifat basa, sehingga dapat

menetralkan sifat asam dari DNA. Gen adalah unit hereditas suatu

organisme hidup, gen ini di kode dalam materi genetis organisme yang

kita kenal sebagai molekul DNA, atau RNA pada beberapa virus

(Fatchiyah et al. 2011, h. 16). Dilihat dari organismenya, struktur DNA

prokariot berbeda dengan struktur DNA eukariot. DNA prokariot tidak

Universitas Muslim Indonesia


14

memiliki protein histon dan berbentuk sirkular, sedangkan DNA eukariot

berbentuk linear dan memiliki protein histon (Faatih 2009, h. 64).

Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA didesain spesifik untuk

tikus . Sekuens primer yang digunakan dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Sekuens primer yang digunakan untuk DNA tikus

Primer Sekuens
Forward 5'- CGG CAT CCT ATT ACA ACC TGC-3 '
Reverse 5'- CGG CTC CTC GTA AAG CGA A-3'
(Primer didesain oleh Tri Swasono, 2014)

D. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan

amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh

Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan

kali hanya dalam beberapa jam. Dengan diketemukannya teknik

Polymerase Chain Reaction (PCR) di samping juga teknik-teknik lain

seperti sekuensing DNA, telah proses Polymerase Chain Reaction (PCR)

melibatkan beberapa tahap yaitu: (1) pra-denaturasi DNA templat; (2)

denaturasi DNA templat; (3) penempelan primer pada templat (annealing);

(4) pemanjangan primer (extension) dan (5) pemantapan (postextension).

Tahap (2) sampai dengan (4) merupakan tahapan berulang (siklus), di

mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA. Proses PCR secara

umum berlangsung dalam tiga tahap, yakni tahap denaturasi, tahap

penempelan (annealing), dan tahap pemanjangan (extension) (Handoyo,

& Rudiretna 2000, h. 18).

Universitas Muslim Indonesia


15

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik yang

melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan pada setiap siklus

terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda. Untai ganda DNA templat

(unamplified DNA) dipisahkan dengan denaturasi termal dan kemudian

didinginkan hingga mencapai suatu suhu tertentu untuk memberi waktu

pada primer menempel (anneal primers) pada daerah tertentu dari target

DNA. Polimerase DNA digunakan untuk memperpanjang primer (extend

primers) dengan adanya dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) dan buffer

yang sesuai. Umumnya keadaan ini dilakukan antara 20 – 40 siklus

(Handoyo, & Rudiretna 2000, h. 18).

PCR memiliki beberapa keunggulan, diantaranya dapat

memperbanyak DNA pada bagian yang spesifik sesuai yang diharapkan,

memiliki sensitivitas tinggi, dapat digunakan untuk melakukan pengujian

hingga manipulasi DNA, mampu memberikan hasil dalam waktu singkat,

dapat digunakan untuk mendeteksi sampel yang terkontaminasi maupun

menyeleksi sampel negatif, dapat mengidentifikasi organisme secara

mendetail hingga tingkat spesies bahkan serotipe yang bahkan tidak

dapat dilakukan menggunakan sistem konvensional, dapat bekerja pada

materi genetik dari berbagai sel, serta dapat dilakukan pada sampel yang

berupa campuran kompleks. Namun meski begitu, PCR juga memiliki

beberapa kelemahan, diantaranya DNA sel bakteri yang mati ikut

terdeteksi pula (Prayoga, & Wardani 2014, hh. 484-485).

Enzim polimerase merupakan enzim yang berperan dalam proses

sintesis atau pemanjangan untaian DNA baru, umumnya menggunakan

Universitas Muslim Indonesia


16

enzim Taq Polimerase (Prayoga, & Wardani 2014, h. 485). mengatakan

bahwa buffer lysis dan proteinase-K dipakai sebagai reagen pelisis supaya

komponen DNA dalam sitoplasma sel bisa keluar dan diisolasi. Phenol

digunakan untuk mengendapkan komponen protein lain yang tidak

dikehendaki sedangkan etanol 70% sebagai pencuci hasil isolasi (Faatih

2009, h. 64)

Teknik PCR dapat dimodifikasi ke dalam beberapa jenis

diantaranya (Yusuf 2010, hh. 4-5):

1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP); metode ini

digunakan untuk membedakan organisme berdasarkan analisis

model derifat dari perbedaan DNA.

2. Inverse-PCR, metode ini digunakan ketika hanya satu sekuen

internal yang diketahui. Template didigesti dengan enzim restriksi

yang memotong bagian luar daerah yang akan diamplifikasi,

fragmen restriksi yang dihasilkan ditempelkan dengan ligasi dan

diamplifikasi dengan menggunakan sekuen primer yang memiliki

titik ujung yang memiliki jarak yang jauh satu sama lain dengan

segmen eksternal yang telah tergabung. Metode ini khusus

digunakan untuk mengidentifikasi ”sekuen antara” dari beragam

gen.

3. Nested-PCR, proses ini memungkinkan untuk mengurangi

kontaminasi pada produk selama amplifikasi dari penyatuan primer

yang tidak diperlukan. Dua set primer digunakan untuk mendukung

metode ini, set kedua mengamplifikasi target kedua selama proses

Universitas Muslim Indonesia


17

pertama berlangsung. Sekuens DNA target dari satu set primer

yang disebut primer inner disimpan di antara sekuens target set

kedua dari primer yang disebut sebagai outer primer. Pada

prakteknya, reaksi pertama dari PCR menggunakan outer primer,

lalu reaksi PCR kedua dilakukan dengan inner primer atau nested

primer menggunakan hasil dari produk reaksi yang pertama

sebagai target amplifikasi. Nested primer akan menyatu dengan

produk PCR yang pertama dan menghasilkan produk yang lebih

pendek daripada produk yang pertama.

4. Quantitative-PCR; digunakan untuk pengukuran berulang dari hasil

produk PCR. Metode ini secara tidak langsung digunakan untuk

mengukur kuantitas, dimulai dari jumlah DNA, cDNA, atau RNA.

Hasil dari metode ini juga menampilkan copy dari sampel

5. Reverse Transcriptase (RT-PCR); metode ini digunakan untuk

amplifikasi, isolasi atau identifikasi sekuen dari sel atau jaringan

RNA. Metode ini dibantu oleh reverse transcriptase (mengubah

RNA menjadi cDNA), mencakup pemetaan, menggambarkan kapan

dan dimana gen diekspresikan.

6. Random Amplified Polymorphic DNA ( RAPD ) bertujuan untuk

mendeteksi polimorfisme pada tingkat DNA. Metode ini

dikembangkan oleh Welsh and Mc Clelland (1990) dengan cara

mengkombinasikan teknik PCR menggunakan primer – primer

dengan sequens acak untuk keperluan amplifikasi lokus acak dari

genom.

Universitas Muslim Indonesia


18

Elektroforesis adalah suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan

pada pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan

listrik (titik isoelektrik). Pergerakan molekul dalam medan listrik

dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia dari

molekul. Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran berat

molekul dan muatan listrik yang dikandung oleh makro-molekul tersebut.

Bila arus listrik dialirkan pada suatu medium penyangga yang telah berisi

protein plasma maka komponen-komponen protein tersebut akan mulai

bermigrasi. Teknik elektroforesis dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu

elektroforesis larutan (moving boundary electrophoresis) dan

elektroforesis daerah (zone electrophoresis). Pada teknik elektroforesis

larutan, larutan penyangga yang mengandung makro-molekul ditempatkan

dalam suatu kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi dari

makro-molekul diukur dengan jalan melihat terjadinya pemisahan dari

molekul (terlihat seperti pita) di dalam pelarut. Sedangkan teknik

elektroforesis daerah adalah menggunakan suatu bahan padat yang

berfungsi sebagai media penunjang yang berisi (diberi) larutan penyangga

(Pratiwi 2001, h. 27).

Universitas Muslim Indonesia


19

Gambar 5. Metode elektroforesis (Yusuf 2010, h. 4)

Pada proses Polymerase Chain Reaction (PCR) diperlukan

beberapa komponen utama adalah (Yusuf 2010, hh. 1-2) :

a. DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipat gandakan. DNA

cetakan yang digunakan sebaiknya berkisar antara 105 – 106 molekul.

Dua hal penting tentang cetakan adalah kemurnian dan kuantitas.

b. Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (18

– 28 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai

DNA. Dan mempunyai kandungan G + C sebesar 50 – 60%.

c. Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP), terdiri dari dATP, dCTP, dGTP,

dTTP. dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi

efektif ion. Ini yang diperlukan untuk reaksi polimerasi.

d. Enzim DNA Polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi

sintesis rantai DNA. Enzim ini diperoleh dari Eubacterium yang disebut

Thermus aquaticus, spesies ini diisolasi dari taman Yellowstone pada

tahun 1969. Enzim polimerase taq tahan terhadap pemanasan berulang-

ulang yang akan membantu melepaskan ikatan primer yang tidak tepat

dan meluruskan wilayah yang mempunyai struktur sekunder.

Universitas Muslim Indonesia


20

e. Komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Larutan buffer PCR

umumnya mengandung 10 – 50mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 (suhu 20°C); 50

mM KCl; 0,1% gelatin atau BSA (Bovine Serum Albumin); Tween 20

sebanyak 0,01% atau dapat diganti dengan Triton X-100 sebanyak 0,1%;

disamping itu perlu ditambahkan 1,5 mM MgCl2.

Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan

menggunakan elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas

menginjeksi DNA ke dalam gel agarosa dan menyatukan gel tersebut

dengan listrik. Hasilnya untai DNA kecil pindah dengan cepat dan untai

yang besar diantara gel menunjukkan hasil positif (Yusuf 2010, h. 3)

Universitas Muslim Indonesia


21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat/ Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai selesai.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Instrumen Farmasi Universitas

Muslim Indonesia Makassar.

B. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah daging sapi sebagai bahan

utama dalam pembuatan bakso dan sampel yang digunakan adalah bakso

daging sapi yang beredar di wilayah kota makassar.

C. Metode Kerja

Jenis penelitian yang digunakan yaitu secara eksperimental dengan

menggunakan metode PCR (Polimerase chain reaction).

D. Alat dan Bahan


1. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gel agarose (CBS

Scientific), microwave (Panasonic NN-ST324M), mikropipet, tube

eppendrotf, sentrifuge sorvall legend micro 17R (Thermo Scientific,

USA), translaminator (IVA), neraca analitik (Kern ABT 220 5DM), PCR

CFX 96 (Biorad, USA), shaker EFM 60 (OSK, Seiwariko CO,Ltd),

spektrofotometer UV-Vis (Thermo Scientefic), vortex (Ika Genius 3), dan

waterbath (Memert).

Universitas Muslim Indonesia


22

2. Bahan yang dipakai


Bahan yang digunakan yaitu daging tikus, daging sapi, bakso sapi

dari tiga pedagang di Makassar


Bahan lain yang digunakan terdiri dari ultrapure agarosa

(Roche), aqua bidestillata steril, aqua bebeas nuclease, dapar lisis

TNE, dapar pemuat, dapar TE, dapar TBE (Roche), 1 Kb DNA ladder

(Vivantis), etanol absolut, etanol 70%, etidium bromide (EtBr), fenol,

kloroform, proteinase K (Roche), RNAse (Roche) dan Enzim Dream Taq

Green PCR Master Mix,


Primer mitokondria gen NDI (forward primer Forward

5'-CGG CAT CCT ATT ACA ACC TGC-3 ') (reverse primer 5'- CGG CTC

CTC GTA AAG CGA A-3').


E. Prosedur Kerja

1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi alat dan bahan dengan cara membungkus alat-alat,

kemudian alat-alat yang tahan terhadap pemanasan disterilkan pada

oven pada suhu 1800C selama 2 jam, sedangkan alat yang tidak tahan

terhadap pemanasan disterilkan pada autoklaf dengan tekanan 1 atm

selama 15 menit

2. Preparasi sampel jaringan segar

Jaringan/daging disiapkan dari 2 spesies (tikus dan sapi) yang

telah diverifikasi spesimen jenisnya. Masing-masing daging dicuci

Universitas Muslim Indonesia


23

bersih dengan air mengalir, ditiriskan lalu dicincang hingga halus dan

disimpan pada suhu -200C hingga siap digunakan.

3. Preparasi sampel bakso sapi

Sampel bakso masing-masing terdiri dari lima produk bakso sapi

dan satu bakso babi yang dikumpulkan di wilayah kota Makassar. Tiap

sampel sebanyak 0,2 g diambil dari 5 titik yang tersebar pada sampel.

Selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung 2 mL. Semua sampel

pasaran diberi label dan disimpan pada suhu -20 0C hingga digunakan

untuk penyiapan isolasi DNA.

4. Tahapan Isolasi DNA

a) Isolasi DNA jaringan hewan (Sambrook et al. 1989)

Jaringan hewan sebanyak 0,2 g dimasukkan ke dalam

lumpang, ditambahkan 0,5 mL dapar lisis, dan digerus hingga halus.

Kemudian, jaringan hewan dimasukkan ke dalam tabung 2 mL,

ditambahkan 0,5 mL dapar lisis lalu divortex selama ± 4 menit.

Setelah itu, jaringan hewan ditambahkan 15 µL Proteinase-K (20 µg/

µL) divortex ± 1 menit, kemudian diinkubasi dalam waterbath pada

suhu 600C selama 1 jam (setiap 15 menit dibolak-balik). Selanjutnya

jaringan hewan disentrifus menggunakan mikrosentrifus dengan

kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan dipindahkan

ke tube2 mL baru. Supernatan ditambahkan fenol dingin 1:1,

kemudian dishaker cepat ± 30 menit. Selanjutnya, supernatan

disentrifus menggunakan mikrosentrifus dengan kecepatan 13.000

rpm selama 10 menit, lalu supernatan dipindahkan ke tube 2 mL

Universitas Muslim Indonesia


24

baru. Kemudian Supernatan ditambahkan kloroform dingin 1:1, lalu

dishaker lambat ± 15 menit. Selanjutnya supernatan disentifus

menggunakan sentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10

menit lalu dipindahkan ke tube eppendorf 1,5 mL baru. Kemudian

supernatan ditambahkan etanol absolute dingin 1:2, dibolak-balik

perlahan hingga terbentuk benang, dan apabila tidak terbentuk

benang, disimpan pada suhu -80 oC selama 1 jam. Supernatan

kemudian disentrifus menggunakan mikrosentrifus dengan

kecepatan 13.000 rpm selama 15 menit, supernatan dibuang dan

endapan ditambahkan 0,5 mL etanol 70%. Kemudian endapan

disentrifus menggunakan mikrosentrifus dengan kecepatan 13.000

rpm selama 10 menit, supernatan dibuang dan endapan dikeringkan

± 2 jam. Setelah endapan kering, ditambahkan 40 µL dapar TE,

disimpan pada suhu 4oC semalam. Kemudian endapan kering

ditambahkan 3 µL RNase (20 µg/ µL), diinkubasi dalam waterbath

suhu 37o C selama 1 jam. Lalu disimpan pada suhu -20 oC sampai

siap digunakan.

b) Isolasi DNA bakso sapi (Sambrook et al. 1989)

Jaringan sebanyak 0,2 g dimasukkan ke dalam lumpang,

ditambahkan 0,5 mL dapar lisis, dan digerus hingga halus.

Kemudian, jaringan hewan dimasukkan ke dalam tabung 2 mL,

ditambahkan 0,5 mL dapar lisis lalu divortex selama ± 4 menit.

Setelah itu, jaringan hewan ditambahkan 15 µL Proteinase-K (20 µg/

µL) divortex ± 1 menit, kemudian diinkubasi dalam waterbath pada

Universitas Muslim Indonesia


25

suhu 600C selama 1 jam (setiap 15 menit dibolak-balik). Selanjutnya

jaringan hewan disentrifus menggunakan mikrosentrifus dengan

kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan dipindahkan

ke tube 2 mL baru. Supernatan ditambahkan fenol dingin 1:1,

kemudian dishaker cepat ± 30 menit. Selanjutnya, supernatan

disentrifus menggunakan mikrosentrifus dengan kecepatan 13.000

rpm selama 10 menit, lalu supernatan dipindahkan ke tube 2 mL

baru. Kemudian Supernatan ditambahkan kloroform dingin 1:1, lalu

dishaker lambat ± 15 menit. Selanjutnya supernatan disentifus

menggunakan sentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10

menit lalu dipindahkan ke tube eppendorf 1,5 mL baru. Kemudian

supernatan ditambahkan etanol absolute dingin 1:2, dibolak-balik

perlahan hingga terbentuk benang, dan apabila tidak terbentuk

benang, disimpan pada suhu -80 oC selama 1 jam. Supernatan

kemudian disentrifus menggunakan mikrosentrifus dengan

kecepatan 13.000 rpm selama 15 menit, supernatan dibuang dan

endapan ditambahkan 0,5 mL etanol 70%. Kemudian endapan

disentrifus menggunakan mikrosentrifus dengan kecepatan 13.000

rpm selama 10 menit, supernatan dibuang dan endapan dikeringkan

± 2 jam. Setelah endapan kering, ditambahkan 40 µL dapar TE,

disimpan pada suhu 4oC semalam. Kemudian endapan kering

ditambahkan 3 µL RNase (20 µg/ µL), diinkubasi dalam waterbath

suhu 37o C selama 1 jam. Lalu disimpan pada suhu -20 oC sampai

siap digunakan.

Universitas Muslim Indonesia


26

5. Analisis DNA

a) Elektroforesis gel agarosa (Sambrook et al. 1989)

Isolasi DNA sebanyak 10 µL yang telah ditambahkan 2 µL

dapar pemuat, dianalisis secara elektroforesis pada gel agarosa

0,8% menggunakan dapar TBE dan telah diwarnai dengan etidium

bromide (untuk 1 L larutan dapar terdiri dari 10,8 g Tris base, 5,5 g

asam borat, 4 mL EDTA 0,5 M pH 8) dengan arus 90 V selama 60

menit. Gel agarosa hasil elektroforesis tersebut divisualisasi dengan

UV-transluminator dan gambar didokumentasikan

b) Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA (Sambrook et al.

1989)

DNA sebanyak 2 µL ditambahkan 998 µL aqua bidestillata steril

(dalam tube), dihomogenkan. Kemudian diukur dengan

spektrofotometer UV pada panjang gelombang 260 dan 280nm.

Konsentrasi DNA hasil isolasi dihitung dari A 260 dikalikan faktor

pengencerannya dan konstanta serapan DNA (serapan DNA murni

pada panjang gelombang 260 nm dengan 1 absorbansi unit

mengandung 50 µg/mL DNA)

6. Analisis DNA Tikus dengan PCR (Sambrook et al.1989)

Amplifikasi dengan PCR dilakukan dengan penggunaan campuran

reaksi 20 µL yang terdiri dari 2 µL (50 ng) isolate DNA , 1 µL masing-

masing primer forward dan reverse (500 nm), dan 6 µL aqua bebas

nuclease. Pengujian mengikuti kondisi suhu 95 oC untuk aktivasi enzim/

denaturasi awal, selanjutnya diikuti dengan 30 siklus ; 95 oC selama 5

Universitas Muslim Indonesia


27

detik (tahapan denaturasi), 62 oC selama 10 detik (tahap hibridisasi/

annealing), dan 72o C selama 10 detik (tahap lanjutan/ extension).

F. Analisis data

Dari sampel bakso sapi yang dianalisis menggunakan metode PCR

(Polimerase Chain Reaction) dengan dapat terdeteksi setelah

dielektroforesis dengan gel agarosa.

Universitas Muslim Indonesia


28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada produk makanan olahan tertentu terbuat dari daging, akhir

-akhir ini tidak jarang ditayangkan di media masa elektronik akan adanya

campuran produk makanan olahan untuk konsumsi manusia yang

tercampur dengan daging dari jenis (spesies) lain selain bahan utamanya

berupa daging sapi misalnya. Campuran tersebut dapat berupa daging

tikus.

Pendeteksian DNA daging tikus pada sampel bakso sapi yang

beredar di kota Makassar dengan menggunakan daging tikus sebagai

kontrol positif dan bakso sapi sebagai kontrol negatif serta menggunakan

5 jenis bakso sapi yang berada di kota Makassar dengan merek yang

berbeda yaitu bakso dewi sinta, bakso mba nur, bakso tanpa nama, bakso

nikmat dan bakso joko. Pendeteksian dilakukan dengan menggunakan

metode PCR ( Polymerase Chain Reaction ). Metode analisis pencemaran

daging tikus pada produk makanan bakso dan sampel daging telah

dilakukan dengan analisis molekuler menggunakan teknik PCR

(Polymerase chain Reaction ).

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode enzimatis

untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro. Metode PCR (Polymerase

chain reaction) juga adalah salah satu tekhnik yang sangat popular dan

bermanfaat bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, karena

Universitas Muslim Indonesia


29

dapat mendeteksi dan mengetahui adanya kandungan DNA daging tikus

dalam suatu produk makanan.

Sebelum melakukan amplifikasi DNA menggunakan alat PCR,

terlebih dahulu ada dua tahap yang harus dilakukan yaitu tahap isolasi

dan tahap elektroforesis. Tahap isolasi adalah tahap memisahkan DNA

dari komponen-komponen sel lain melalui proses penghancuran membran

sel (lisis), pemusnahan protein dan RNA, dan pemanenan DNA. Ada

beberapa tahapan dalam isolasi DNA (1) isolasi sel; (2) lisis dinding; (3)

ekstraksi dalam larutan; (4) purifikasi; dan (5) presipitasi. Metode isolasi

dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan

Arslan, 2007).

Tahap pertama isolasi DNA dilakukan menggunakan lysis buffer,

bahan lysis buffer terdiri dari Tris HCl pH 8, EDTA pH 8, NaCl dan SDS,

penghancuran membran sel (lisis) dengan menambahkan detergen untuk

membuat sel menjadi rusak dan mengeluarkan komponen– komponennya

yaitu protein, lipid, karbohidrat, DNA dan RNA , detergen yang biasa

digunakan yaitu SDS. SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) adalah detergen

yang mempunyai muatan negatif yang sangat besar sehingga SDS akan

mengikat muatan positif dari protein dan dengan demikian mengakibatkan

pergerakan protein kearah elektroda positif . Tris adalah dapar yang di

gunakan untuk menjaga kestabilan pH, EDTA (Etylene diamine tetra

acetic acid) berfungsi sebagai penghelat menyebabkan membran sel tidak

2+¿
stabil karena mengandung ion pengkelat yang di kombinasi
Mg¿

Universitas Muslim Indonesia


30

dengan enzim pendegradasi membrane sel yaitu enzim lisozim, dan NaCl

berfungsi membantu pengendapan protein karena adanya fenomena

salting-out.

Selanjutnya sampel diiinkubasi dalam waterbath pada suhu 55ºC

selama 1 jam untuk menginaktifasi enzim yang mendegradasi DNA.

Proses degradasi protein diperlukan kondisi yang optimal pada suhu 50 -

55ºC dan ditambahkan proteinase K sebagai reagen pelisis supaya

komponen DNA dalam sitoplasma sel bisa keluar dan diisolasi.

Selanjutnya dilakukan sentrifug, prinsip utama dari sentrifugasi

adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul sehingga

di peroleh DNA dengan kemurnian yang cukup tinggi dan dapat dilihat dari

penampakan hasil elektroforesis yang baik. Pada tahap purifikasi

supernatan dari hasil sentrifuge ditambahkan fenol dingin (1:1) untuk

mengendapkan komponen protein lain yang tidak dikehendaki.

Ditambahkan kloroform karena kloroform merupakan pelarut organik yang

dapat mendenaturasi dan memisahkan kontaminasi protein. Tahap

dengan menggunakan etanol 70% untuk membersihkan DNA dari zat –

zat pengotor. Ditambahkan RNase karena RNase merupakan

endoribonuklease yang secara khusus mendegradasi C dan U pada untai

tunggal RNA. RNase memotong rantai fosfodiester antara 5’- ribosa pada

nukleotida dan kelompok fosfat pada 3’- ribosa pirimidin yang saling

berdekatan (Puspitaningrum, 2015).

Hasil isolasi kemudiaan di analisis dengan menggunakan

elektroforesis. Elektroforesis pada dasarnya bekerja berdasarkan migrasi

Universitas Muslim Indonesia


31

atau perpindahan partikel-partikel bermuatan dalam lingkungan yang

memiliki medan listrik dan kemudian terpisahkan oleh gel elektroforesis.

Semua molekul atau fragmen DNA bermuatan negatif, sehingga fragmen

DNA akan bergerak menuju kutub positif (anoda) dengan perpindahan

yang sama dalam medan listrik.

Dalam pembuatan gel agarosa di tambahkan dengan etidium

bromide yang berfungsi untuk visualisasi gel. Menurut Gaffar (2007)

etidium bromide akan masuk di antara ikatan hidrogen pada DNA,

sehingga pita fragmen DNA akan kelihatan dibawah lampu UV. Gel

agarosa yang telah memadat diberi larutan TBE buffer 1x hingga

terendam. Kemudian dilakukan proses loading sampel ke dalam sumur-

sumur yang terdapat pada gel dan dilakukan elektroforesis.

Setelah proses elektroforesis selesai, gel agarosa diamati dibawah

sinar ultraviolet yang akan terbentuk pita – pita berwarna kuning-merah.

Gambar 1. Hasil elektroforesisDaging sapi

Universitas Muslim Indonesia


32

Gambar 2. Hasil elektroforesis sampel Bakso Sapi

Elektroforesis berfungsi untuk melihat apakah isolasi yang di lakukan

berhasil mendapatkan DNA dari sampel atau tidak. Pada gambar 6

(daging ayam segar) setelah di lakukan pengecekan menggunakan alat

elekftroforesis gel agarosa, terdapat pita DNA yang timbul pada sampel,

namun smear pada pita yang dihasilkan kurang terang atau jelas.

Setelah dilakukan elektroforesis selanjutnya dilakukan pengukuran

konsentrasi dan kemurniaan dengan menggunakan spektrofotometer UV-

Vis dengan menggunakan panjang gelombang A 260 dan A280

Tabel 3. Hasil Uji Kuantitatif Spektrofotometer UV-Vis Isolat DNA Daging


Segar
NO. Kode Isolat Konsentrasi (µg/mL) Kemurnian(A 260/A280)

1 Sapi 2775 1,76

2 Tikus 1225 1,25

Universitas Muslim Indonesia


33

Tabel 4. Hasil Uji Kuantitatif Spektrofotometer UV-Vis Isolat sampel Bakso


Sapi
NO. Kode Isolat Konsentrasi (µg/mL) Kemurnian(A 260/A280)
1 E6 325 1,9

2 I9 550 1,69

3 G10 725 1,705

4 F9 100 2,0

5 H6 3675 1,4

Keterangan: (1) Bakso Nikmat (E6), (2) Bakso Tanpa Nama (I9) , (3) Bakso Joko (G10),
(4) Bakso Mba Nur (F 9), (5) Bakso Dewi Sinta (H6).

Selanjutnya adalah proses amplifikasi DNA mitokondria

menggunakan alat Polymerse Chain Reaction (PCR) . Menurut Lelana

(2003) DNA mitokondria mempunyai kecepatan mutasi 5 – 10 kali lebih

tinggi dari pada DNA inti, mempunyai ukuran yang relative kecil dan

mempunyai variasi DNA mitokondria yang cukup untuk penanda genetik

pada paroduksi daging dan susu. Selain itu, MtDNA mempunyai jumlah

cetakan yang tinggi yaitu sekitar 1000-10000 cetakan, sehingga mtDNA

dapat digunakan untuk analisis sampel dengan walaupun jumlah DNA

yang sangat terbatas. Untuk melakukan proses PCR (Polymerase Chain

Reaction) masing – masing disiapkan campuran reaksi total PCR

sebanyak 20 µL yang terdiri dari ddH 2 O 6 µL, enzim dream Taq green

PCR master mix 10 µL, masing – masing 1 µL primer forward dan reverse,

serta DNA sampel 2 µL masukkan kedalam tabung effendorf lalu di PCR.

Pada proses ini amplifikasi dilakukan dengan 30 siklus karena dapat

menghasilkan amplicon yang lebih jelas dan tebal. Ada tiga tahapan

Universitas Muslim Indonesia


34

penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30 siklus yang

pertama denaturasi, annealing (penempelan primer), extention

(pemanjangan primer). Pada tahap denaturasi terjadi proses pembukaan

DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal biasanya berlangsung

selama 3 menit pada suhu 95ºC, adapun waktu denaturasi yang terlalu

lama dapat mengurangi aktifitas enzim Taq green polymerase. Enzim DNA

polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai

DNA. Enzim ini tahan terhadap pemanasan berulang-ulang yang akan

membantu melepaskan ikatan primer yang tidak tepat dan meluruskan

wilayah yang mempunyai struktur sekunder. Tahap kedua annealing

(penempelan primer), primer yang di gunakan yaitu primer gen cyt b

karena dapat mendeteksi kontaminasi daging babi pada daging lain

sampai level kontaminasi 1%. Waktu annealing yang biasa digunakan

dalam PCR adalah 30 – 45 detik. Semakin panjang ukuran primer,

semakin tinggi temperaturnya. Temperatur penempelan DNA yang

digunakan adalah 51ºC karena suhu annealing harus 5ºC di bawah tm

(melting temperature) yang sebenarnya pada primer yang digunakan.

Tahap yang terakhir extention (pemanjangan primer) selama tahap ini

enzim green Taq polymerase memulai aktivitasnya memperpanjang DNA

primer dari ujung 3’. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim

tersebut pada suhu 72ºC diperkirakan 35 – 100 nukleotida/detik,

bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan molekul DNA target.

Dengan demikian untuk produk PCR dengan panjang 2000 pasang basa,

waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap perpanjangan primer ini.

Universitas Muslim Indonesia


35

Biasanya di akhir siklus PCR waktu yang digunakan untuk tahap ini

diperpanjang sampai 5 menit sehingga seluruh produk PCR diharapkan

terbentuk DNA untai ganda .

Gambar 5. Hasil elektroforesis daging tikus setelah di PCR (Polymerase


Chain Reaction) menggunakan primer ND1

Universitas Muslim Indonesia


36

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T 2010, ‘Kontaminasi logam berat pada makanan dan


dampaknya pada kesehatan’, Teknobuga, vol. 2, no. 2, hh. 53-65.

Alaraidh, I, A 2008, ‘Improved DNA extraction method for porcine


contaminants, detection in imported meat to the Saudi market’.
Saudi Journal of Biological Sciences’, vol. 15, no. 2, hh. 225-229.

Arslan, A., O. I. Ilhak, and M. Calicioglu 2006. Effect of method of cooking


on identification of heat processed beef using polymerase chain
reaction (PCR) technique. Meat Sci. 72:326–330.

Ballin, N. Z 2010. Authentication of meat and meat products. Meat Science


3: 577-587.

Dewan Standardisasi Indonesia, 1995. SNI 013947-1995. Daging sapi/ .


kerbau. Departemen Per industrian dan Perdagangan.

Faatih, M 2009, ‘Isolasi dan digesti DNA kromosom’, vol. 10, no. 1, hh. 61
– 67.

Fatchiyah, et al., 2011 , ‘Biologi Molekular’: Prinsip Dasar Analisis,


Erlangga, Jakarta. hh. 14 - 17
Gaffar, S 2007, ‘Buku Ajar Bioteknologi Molekul’, FMIPAUNPAD, Bandung

Gustiani, E 2009, ‘Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan


asal ternak (daging dan susu) mulai dari peternakan sampai
dihidangkan’, Jurnal Litbang Pertanian, vol. 28, no. 3, hh. 96-100.

Hammes, W.P., D. Haller dan C. Canzle 2003, Fermented Meat in: E. R


Farriworth (Ed). Handbook, of Fermented Functional Foods. CPC
Press, Boca Raton.

Handoyo, D, & Rudiretna, A 2000, ‘Prinsip umum dan pelaksanaan


polymerase chain reaction (PCR) [general principles and
implementation of polymerase chain reaction]’, Unitas, vol. 9, no. 1,
hh. 17-29.

Heinz, G, &Hautzinger, P 2007,'Meat processing technology for small- to


medium-scale producers, Food and Agriculture Organization of the
United Nations Regional Office for Asia and the Pacific, Bangkok

Universitas Muslim Indonesia


37

Hermanto, S, Muawanah, A, & Harahap, R 2008, ‘Profil dan Karakteristik


Lemak Hewani (Ayam, Sapi dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan
GCMS’, Jurnal Kimia VALENSI, vol. 1, no. 3, hh. 102-109.

Lelana, N.E. And Sutarno, N.E 2003, 'Identifikasi Polimorfisme Pada


Fragmen Nd-5 Dna Mitokondria Sapi Benggala Dan Madura
Dengan Teknik Pcr-Rflp', This Page Intentionally Left Blank, vol. 4,
no. 1, pp. 7-11.

Lucianus, J 2010, ‘Introduksi Genetika Molekular Virus. Jurnal Kedokteran


Maranatha’, vol. 3, no. 1, hh. 1-6.
Martin, I., Garcia, T., Fajardo, V., Rojas, M., Hernandez, P.E., Gonzalez, I.,
dan
Martin, R. 2007. Technical Note : Detection of Cat, Dog, and Rat or Mouse
Tissues in Food and Animal Feed Using Spesies-Specific
Polymerase Chain

Myers, P. & D. Armitage. 2004. Rattus norvegicus, animal diversity. http://


animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Rattus_n
orvegicus.html. [21 Agustus 2010].

Reaction. Journal Animal Science 85 : 2734-2739.


Park, C.B. And Larsson, N.G 2011, 'Mitochondrial Dna Mutations In
Disease And Aging'', The Journal Of Cell Biology, vol. 193, no. 5,
pp. 809-818.

Pratiwi, R 2001, ‘Mengenal Metode Elektroforesis’, Oseana, vol. 26, no. 1,


hh. 25-31.

Prayoga, W, & Wardani, A, K 2014,‘Polymerase Chain Reaction Untuk


Deteksi Salmonella sp’, Kajian Pustaka [IN PRESS APRIL 2015]’,
Jurnal Pangan dan Agroindustri, vol. 3, no. 2, hh. 483-488.

Primasari, A 2011. Sensitivitas gen sitokrom b (cyt b) sebagai marka


spesifik pada genus Rattus dan Mus untuk menjamin keamanan
pangan produk asal daging. Tesis. Sekolah Pasasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Priyambodo, S 2003, ‘Pengendalian Hama Tikus Terpadu’. Penebar


Swadaya . Jakarta.

Priyani, N 2004, ‘Sifat Fisik dan Kimia DNA’, Skripsi, Fakultas MIPA,
Program Studi Biologi FMIPA USU, Medan.

Universitas Muslim Indonesia


38

Sambrook, J, & Russell, D, W 1989, ‘Molecular Cloning A Laboratory


Manual 3rd edition’, New York, Cold Spring Harbor Laboratory
Press.

Soepamo. 1994. ‘Ilmu dan Teknologi Daging’. UCM Press. Yogyakarta.

Suryanto, E. 2000, ‘Pomacea insularis (Gastropoda: pilidae) its control


under the integrates pest management (IPM) Concept’. Desertasi
Doctor of Philoshopy, University Putra Malaysia, Sedang, Selangor

Yusuf, Z. K 2010, 'Polymerase Chain Reaction (Pcr)', J Saintek, vol. 20,


no. 5, Universitas Negeri Gorontalo.

Universitas Muslim Indonesia


39

LAMPIRAN

Lampiran 1.Skema kerja alur penelitian

Penyiapan sampel (bakso sapi, daging sapi, dan daging tikus)

Isolasi DNA

Cek keberadaan DNA dengan


elektroforesis gel

DNA tidak ada DNA ada

PCR (Polymerase
Elektroforesis gel Cek konsentrasi DNA
Chain Reaction)

Universitas Muslim Indonesia


40

Lampiran 2. Skema kerja tahapan isolasi


0,2 g sampel
- Dimasukkan dalam lumpang
- Ditambahkan 0,5 mL dapar lisis
- Digerus hingga halus
- Dimasukkan dalam eppendorf 2 mL
- Ditambahkan 1 mL dapar lisis
- Vortex ± 5 menit
- Ditambahkan 30 µL Proteinase-K
- Vortex ± 1 menit
- Inkubasi 1 jam, pada suhu 55oC
- Sentrifus 13.000 rpm, 10 menit

Supernatan

- Dipindahkan ke tube eppendorf 2 mL baru


- Ditambahkan fenol dingin 1:1
- Dishaker cepat, 30 menit
- Disentrifus 13.000 rpm, 10 menit
Supernatan

- Dipindahkan ke tube eppendorf 2 mL baru


- Ditambahkan kloroform dingin 1:1
- Dishaker lambat, 15 menit
- Disentrifus 13.000 rpm, 10 menit
-
Supernatan-
- Dipindahkan ke tube eppendorf 1,5 mL
baru
- Ditambahkan etanol absolute dingin1:2
- Bolak-balik sampai terbentuk benang
- Disentrifus 13.000 rpm, 15 menit
- Supernatan dibuang,endapan diambil
Endapan
- Ditambahkan 0,5 mL etanol 70%
- Disentrifus 13.000 rpm, 10 menit
- Supernatant dibuang, endapan
dikeringkan ±2 jam

Universitas Muslim Indonesia


41

Lanjutan

Endapan kering
- Ditambahkan 20 µL dapar TE
- Disimpan pada suhu 4OC, semalam
- Ditambahkan 3 µL Rnase
- Diinkubasi dalam waterbath suhu 37oC
selama 1 jam.
- Disimpan pada suhu -20o C sampai siap
digunakan.

Universitas Muslim Indonesia


42

Lampiran 3. Skema kerja metode PCR

Amplifikasi dengan PCR

- Campuran reaksi 20 µL
- Terdiri dari 2 µL (50 ng) isolat
DNA
- 1µL masing-masing primer
forward dan reverse (500 nm)
- 6 µL aqua bebas nuclease
Kondisi suhu 95°C untuk aktivitas enzim/
denaturasi awal 30 siklus

95°C selama 5 detik (tahapan


Denaturasi)

62°C selama 10 detik (tahapan


hibridisasi Annealing)

72°C selama 10 detik (tahapan


lanjutan/Extansion)

Universitas Muslim Indonesia


43

Lampiran 4. Skema kerja Pengecekan hasil isolasi DNA menggunakan


elektroforesis gel agarosa

Isolat DNA

- Isolasi DNA 10µ yang telah


ditambahkan 2 µL dapar pemuat
- Dianalisis secara elektroforesis
pada gel agarosa 0,6%
menggunakan dapar TBE

Gel agarosa hasil elektroforesis divisualisasi dengan


UV-transluminator

Gambar di dokumentasikan

Universitas Muslim Indonesia


44

Lampiran 5. Skema kerja pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA

2 µL DNA

- Ditambahkan 998 aquabides steril


- Dihomogenkan

Diukur dengan spektrofotometer UV-


Vis pada panjang gelombang 260 dan
280 nm

Lampiran 6. Komposisi dan Perhitungan Bahan


Universitas Muslim Indonesia
45

1. Buffer lysis

Komposisi :

- Tris HCl pH 8

- EDTA pH 8

- NaCl

- SDS

2. Fenol

Di timbang 15 g fenol, masukkan dalam wadah bersih dan gelap

(botol coklat) selanjutnya masukkan dalam waterbath suhu 60ºC,

tunggu hingga cair.

Di buat tris HCl 1M pH 8, ditimbang tris di hitung berat molekulnya,

idealnya pembuatan tris 2x (200 mL), kemudian ukur pH dengan

sampai pH mencapai 8, campur 1:1 antara fenol cair dengan tris,

stirrer/aduk cepat selama 1 jam, dibeker yang sebelumnya ditutup

dengan ditutup dengan aluminium foil, setelah 1 jam diamkan selama

3 jam, ambil bagian atas (tris) kemudian tambahkan tris lagi

sebanyak 5,5 mL aduk lagi. Fenol dapat digunakan setelah

overnight.

3. Buffer TE

Komposisi:

- Tris HCl 100 mM pH 8 8 mL

- EDTA 50 mM pH 8 1,6 mL

4. Primer spesifik cyt b

Universitas Muslim Indonesia


46

 Primer cyt b reverse

MW = 7697,0 g/mol

TM = 56,0⁰

58 OD = 23,7 nmol = 0,18 mg

23,7 nmol add 237 µL aqua bebas nuclease ( ddH 2 o)

(100µM)

Pengenceran :

V. 100µM = 1000µM

V = 100µL

Jadi 100µL dipipet kemudian add hingga 1000µL aqua bebas

nuclease ( ddH 2 o) (10µM)

 P. cyt b forward

MW = 9493,2 g/mol

TM = 56,2ºC

10,6 OD = 34,3 nmol = 0,33 mg

34,3 nmol add 343 µL aqua bebas nuclease ( ddH 2 o)

(100µM)

Pengenceran :

V.100 µM = 1000 µL. 10 µM

V = 100 µL

Jadi 100 µL dipipet kemudian add hingga 1000 µL aqua bebas

nuclease ( ddH 2 o) (10µM)

Universitas Muslim Indonesia

Anda mungkin juga menyukai