PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Advokasi pasien merupakan esensi intrinsik dari etika keperawatan professional. Prinsip
etik ini sangat penting dalam hubungan perawat pasien dan penghormatan terhadap hak
keperawatan. Oleh karena itu, perawat mempunyai peran besar dalam mendorong dan
2012).
Perawat harus benar-benar memahami masalah etik dan kebutuhan pasien yang saling
berkaitan. Perawat harus memahami apa yang diinginkan oleh pasien tanpa ada rasa takut
dari pasien untuk bertanya. Asosiasi medis di Jerman telah mencatat 11.000 kasus terkait
complain dari pasien selama tahun 2007, dimana terjadi peningkatan sebanyak 6,7%
dibandingkan jumlah kasus pada tahun 2006. Dan belum ada studi yang meneliti kasus ini
dari perspektif etika medis (Emrich, Fro, Bruns, Friedrich, & Frewer, 2014).
Otonomi pasien dengan penekanan pada informasi yang tepat dalam persetujuan dan
menolak pengobatan atau terapi adalah landasan bioetika modern. Dalam diskusi tentang
otonomi pasien, perawat dapat menjalankan peranya sebagai advokator dalam melindungi
hak dan kepentingan pasien (Charles, 2017). Pasien melihat peran advokasi perawat
harus menetap di rumah sakit. Pasien akan mempunyai harapan besar kepada perawat
untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan pasien karena perawat berada 24
(Motamed-jahromi et al., 2012) menyatakan bahwa advokasi adalah elemen dasar dalam
keterampilan yang dipelajari oleh perawat dan berkembang sesuai dengan pengalaman
yang berbeda. Pernyataan ini menekankan peran perawat sebagai pemberi asuhan dengan
Perawat harus memiliki pengetahuan dan keterampilan terkait advokasi pasien agar
perawat dapat menunjukkan sikap positif dalam melindungi hak dan kepentingan pasien
(Motamed-jahromi et al., 2012). Peran advokasi perawat akan terlihat dalam komunikasi
pasien dan perawat di rumah sakit. Hasil penelitian (Emrich et al., 2014) menunjukkan
bahwa pasien sering mengeluh tentang kurangnya rasa empati perawat saat berdialog
dengan pasien, hambatan istilah teknis yang tidak dipahami pasien, dan pasien merasa
kurang dihargai.
sering menjadi keluhan. Hasil studi bahkan menunjukkan bahwa sikap kurang empati
yang didemonstrasikan perawat seperti melirik jam atau menguap terus menerus
dan pelatihan terkait kebijakan diantaranya berupa pelatihan advokasi pasien. Advokasi
dan kebijakan terkait kesehatan perlu dimasukkan dalam struktur pelatihan yang ada.
Pimpinan tenaga medis, perawat, dan kesehatan masyarakat bahkan praktisi pendidikan
isu-isu yang mempengaruhi profesi mereka. Walaupun program pelatihan advokasi telah
kendala diantaranya kendala waktu dan penjadwalan, minat yang rendah serta kurangnya
pelatihan kebijakan kesehatan (Darko et al., 2017). Hasil penelitian (Darko et al., 2017)
kesehatan adalah komunikasi efektif sebesar 63% (n=39), pemangku kepentingan 57%
(n=36), dan pengambil keputusan sebesar 54% (n=34). Kemampuan komunikasi perawat
dapat ditingkatkan melalui program pelatihan (Tanabe et al, 2012; Plantinga, 2012)
Rumah Sakit Umum Aisyiyah merupakan salah satu rumah sakit swasta tipe C dan
terakreditasi dasar yang berada di Kota Padang. RSU Aisyiyah dikelola oleh Pimpinan
berdasarkan wawancara dengan 10 orang perawat didapatkan data bahwa 6 orang (60%)
perawat pelaksana menyatakan belum mengetahui tentang pelaksanaan peran dan fungsi
perawat sebagai advokator pasien. 8 orang (80%) menyatakan bahwa tugasnya hanya
pernah mendapatkan pelatihan komunikasi efektif terkait advokasi pasien, dan tidak
Aisyiyah didapatkan data bahwa 7 (70%) orang pasien menyatakan bahwa perawat
tempat pasien mendapatkan informasi terkait pelayanan yang diterimanya. 8 (80%) orang
pasien menyatakan bahwa perawat kurang menunjukkan rasa empati dan peduli ketika
pernah diadakan pelatihan tentang pelaksanaan peran dan fungsi perawat sebagai
sebagai seorang perawat harus mampu mengetahui dan melaksanakan peran perawat
client advocate.
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada pengaruh
Dari fenomena di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian: “Apakah ada pengaruh
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
advokasi terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam komunikasi efektif terkait
2. Tujuan Khusus
kelompok kontrol.
terkait advokasi pasien sebelum dan sesudah pelatihan manajemen advokasi pada
kelompok intervensi.
terkait advokasi pasien sebelum dan sesudah pelatihan manajemen advokasi pada
kelompok kontrol.
terkait advokasi pasien pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah pelatihan
manajemen advokasi.
e) Perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam komunikasi efektif
terkait advokasi pasien pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah pelatihan
manajemen advokasi.
terkait advokasi pasien pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah
D. Manfaat Penelitian
dan perkembangan ilmu keperawatan. Manfaat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini akan memberikan gambaran pelaksanaan advokasi pasien dalam
praktik keperawatan. Hasil ini berguna sebagai motivasi untuk perawat agar lebih
2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memperluas khasanah keilmuan dan sumber
literatur tentang komunikasi dan advokasi perawat. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk melakukan evaluasi terhadap kompetensi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dan rujukan bagi riset selanjutnya,
baik riset kualitatif maupun riset kuantitatif lainnya untuk peningkatan peran serta
TINJAUAN PUSTAKA
Mungkin pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari
padanan kata advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat atau advocateur
yang berarti pengacara hukum atau pembela. Sehingga tidak heran jika advokasi
Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang
dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktek hukum semata (Klassen &
Valerie, 2012).
Dalam bahasa Inggris “to advocate” tidak hanya berarti membela (to defend),
sosial secara sistematis dan strategis (Sabo, Ingram, Reinschmidt, Schachter, &
Jacobs, 2013). Dengan kata lain, advokasi juga bisa diartikan melakukan perubahan
dalam dunia keperawatan khususnya. Bahkan peran perawat sebagai advocator telah
Prinsip etik ini sangat penting dalam hubungan perawat pasien dan penghormatan
terhadap hak pasien sebagai manusia. Kebutuhan pasien merupakan kunci advokasi
dalam keperawatan. Oleh karena itu, perawat mempunyai peran besar dalam
(Med, 2015).
Dalam diskusi tentang otonomi pasien, perawat dapat menjalankan peranya sebagai
(Charles, 2017). Otonomi adalah kapasitas dan kemampuan pasien untuk menerima
Garver, Ljungberg, Schladen, & Groah, 2017). Advokasi merupakan salah satu
adalah peran perawat untuk melindungi hak dan kepentingan pasien sesuai dengan
(Rosiek & Leksowski, 2013) menyebutkan bahwa ada tiga dasar advokasi pasien
dalam konteks hubungan tenaga kesehatan dan pasien yaitu hak azazi manusia, etika
medis, dan empati. Selain itu, (Gelhaus, 2013) menambahkan dua hal yaitu belas
kasih dan peduli. Bagaimana kelima hal tersebut mendasari advokasi pasien dapat
Deklarasi hak azazi manusia telah berperan dalam melindungi martabat manusia
dalam melindungi, mempromosikan dan memenuhi hak azazi pasien. Hak azazi
pasien dan etika medis akan saling melengkapi (Rosiek & Leksowski, 2013).
dasar pasien terhadap privasi, kerahasiaan informasi medis, hak untuk menolak
b. Etika medis
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos, yang berarti “kebiasaan”, “model
perilaku” atau standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan.
Penggunaan istilah etika sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau
Bioethics, 2014). Sementara itu, etika empiris meliputi studi empiris tentang nilai
klinis (Exactly & Empirical, 2012) ; (Cline, Heesters, & Secker, 2012); (Elteren,
Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etika dianggap sebagai
elemen dasar profesi keperawatan (Piryani, n.d.). Etik memiliki terminologi yang
atau kelompok tertentu. Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan pola
atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang
2013). Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik keperawatan
(Rusthoven & Bioethics, 2014). Tenaga kesehatan perlu merenungkan norma dan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang
logis dan mampu membuat keputusan sendiri (Graber & Rizzo, 2016) ; (Brown-
individu yang menuntut pembedaan diri (Mathu & Scott, 2012) ; (Rocha, n.d.).
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya tidak memaksa dan
dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi
pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi (Brown-
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpal yang sama dan adil terhadap orang lain
direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprehensif, dan objektif untuk
yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk
kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
2013).
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasian adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun
dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan
pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus
8. Akuntabilitas (Accountability)
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali (Brown-saltzman
et al., 2013).
c. Empati
Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa
d. Belas kasih
Belas kasih adalah respon yang baik terhadap penderitaan orang lain dan
e. Peduli
Mengingat interaksi hari demi hari antara perawat dan pasien, perawat memainkan
keputusan dengan benar dan tepat (Charles, 2017) ; (Kendall-taylor & Levitt, 2017).
Peran perawat sebagai advocator telah dirintis oleh Florence Nigthtingale, meskipun
Nigthtingale menunjukkan advokasi dengan cara yang luar biasa seumur hidupnya,
melalui lingkungan, kepemimpinan, dan hak azazi manusia ( Gyamfi & Breya, 2016).
lingkungan pasien untuk membantu pasien dalam pemulihannya. Dia percaya bahwa
perawat dapat menggunakan sinar matahari, udara segar, air bersih, kebersihan dan
drainase yang efisien akan mempengaruhi secara positif tubuh pasien, pikiran, dan
jiwanya. Dia percaya bahwa pasien membutuhkan mental, emosional, fisik dan
spiritual untuk meningkatkan peluang pemulihan. Dia mengerti bahwa dokter akan
mengobati penyakit, tapi siapa yang bisa memfasilitasi memberikan lingkungan yang
baik seperti nutrisi yang baik, hubungan emosional bahkan bahan bacaan untuk
sehingga ia dijuluki “Lady with the Lamp”. Dia mengerti bahwa pentingnya keluarga
bagi orang sakit, dia membantu para tentara yang tidak bisa tulis baca untuk menulis
motivasi, dan komunikasi terkait hak azazi manusia ( Gyamfi & Breya, 2016).
Salah satu contoh advokasi terhadap hak azazi manusia adalah advokasi untuk
mengurangi stigma pada pasien HIV (Sunguya, Munisamy, Pongpanich, & Yasuoka,
2016) ; (Huang, Lin, & Saxton, 2016) ; (Bogart et al., 2012). Keterampilan advokasi
2013).
Komunikasi efektif merupakan bagian yang sangat penting dalam organisasi kesehatan
(Unluturk, 2012) ; (Granot, Gordon, Perry, Rizel, & Stemmer, 2016). Komunikasi adalah
sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain
melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud
Komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi. Secara
etimologis, kata efektif (effective) sering diartikan dengan mencapai hasil yang diinginkan
Clovis, Wang, & Dushanka, 2013). Hambatan komunikasi antara perawat dan pasien
timbul karena perbedaan budaya. Penting bagi perawat untuk mengenali asuhan dalam
kompetensi berbasis budaya dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku. ( Reyes, Hadley, &
Davenpor, 2013) ; Smith et al., 2015). Perawat yang memiliki teknik komunikasi yang
baik merupakan ciri dari “the good nurse” (Elteren et al., 2012). Pasien mengidentifikasi
pentingnya komunikasi (Salter, Brainard, Mcdaid, & Loke, 2014). Membangun
komunikasi yang baik dengan pasien akan memudahkan dalam transfer informasi
a. Komunikasi intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri
keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari
memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang
berkelanjutan.
a. Komunikasi interpersonal
komunikan, antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat atau antara
seorang tenaga medis dengan pasien (Armstrong, Mullins, Gronseth, & Gagliardi,
2017).
b. Komunikasi kelompok
Komunikasi tidak hanya terjadi antara seorang dengan seorang yang lainnya,
interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan tujuan yang telah
diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, di mana
c. Komunikasi publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di depan
umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu
komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan
efisien. Saat ini mulai berkembang komunikasi publik dalam dunia digital atau
d. Komunikasi organisasi
umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi serta hubungan antar
manusia.
e. Komunikasi massa
suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada pesan komunikan
yang sama.
Komunikasi dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu komunikasi tertulis, komunikasi
maupun melalui media seperti email, surat, media cetak, dan lainnya. Keuntungan
komunikasi tertulis:
b. Komunikasi verbal
secara tatap muka sehingga umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam
menyampaikan pesan kepada orang lain. Tenaga medis perlu menyadari pesan
verbal dan non verbal yang disampaikan oleh pasien mulai dan saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan karena pesan non verbal dapat memperkuat
bahasa tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, simbol- simbol, serta cara berbicara
seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
Model komunikasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukkan unsur- unsur
(sumber informasi, pesan, saluran, dan penerima pesan) untuk terjadinya komunikasi.
informasi yang dimilikinya keada orang lain (penerima pesan). Pengirim pesan
sesuatu yang berarti dapat berupa pesan verbal, non verbal dan tulisan atau
yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat
Sifat pesan
Kemungkinan pelaksanaannya
Penerima pesan
c. Saluran (channel)
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi
berlangsung melalui hanya satu saluran, biasanya menggunakan dua, tiga atau
empat saluran yang berbeda secara simultan. Contohnya dalam interaksi tatap
muka, kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara), tetapi kita juga
memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual (saluran
visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau- bauan (saluran olfaktori) dan
seringkali kita saling menyentuh (saluran taktil). Media fisik yang sering
digunakan di rumah sakit adalah telpon, brosur, surat edaran, memo, internet, dan
lain- lain.
Penerima pesan adalah orang yang menerima pesan dari sumber informasi
saja terjadi kesenjangan antara yang dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang
hadirnya gangguan atau hambatan. Hambatan ini terjadi karena perbedaan sudut
memastikan apakah pesan telah diterima dengan baik atau tidak. Sementara
penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan diterima dengan baik dan
oleh komunikator. Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau non verbal
dan sangat penting sekali sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak
f. Gangguan.
Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau menyengat,
Faktor- faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan lain- lain
Komunikasi merupakan proses yang kompleks (Studies & Studies, 2017). Syarat
dalam komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan mudah
dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih.
a. Respect : sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita
sampaikan. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling
menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki
sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih
dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Rasa empati akan
c. Audible : dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita
harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan
baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh
penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui
media hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini
perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan
d. Clarity: kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi
dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan
(tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa
percaya dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan
akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat
e. Humble : rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum
pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh
sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pada intinya antara lain:
sikap yang penuh melayani, sikap menghargai, mau mendengar dan menerima
kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui
kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada hal-hal tersebut diatas maka
kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat
pengobatan. Perawat tidak hanya berinteraksi dengan pasien, tapi juga dengan
DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini berisi kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional. Bab ini mempermudah
Kerangka konsep penelitian merupakan unsur penting dalam sebuah penelitian karena
konsep merupakan penjelasan mengenai variable yang akan diteliti berdasarkan konsep
Adanya kerangka konsep akan membantu peneliti untuk berfokus pada variabel apa saja
Penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya perubahan pada
variabel terikat ( Sugiyono, 2016) .Pada penelitian ini variabel bebas yang ditentukan oleh
peneliti adalah pelatihan advokasi. Variable terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat dari variable bebas ( Sugiyono, 2016) . Pada penelitian ini variabel terikat
yang akan diukur adalah sikap dan pengetahuan perawat dalam komunikasi efektif terkait
advokasi pasien.
Berdasarkan uraian di atas, kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Variabel Terikat
Variabel Terikat
Pelatihan Manajemen
Advokasi
Variabel bebas
3.2. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara yang harus dibuktikan kebenarannya dengan uji
statistik yang sesuai ( Dharma, 2013; Sugiyono, 2016). Berdasarkan rumusan masalah yang
terdahulu maka hipotesis yang diajukan dalam penelitiaan ini adalah sebagai berikut:
3.2.1 Ada perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam komunikasi
efektif terkait advokasi pasien pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah
efektif terkait advokasi pasien pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah
3.2.3 Ada perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam komunikasi
Definisi operasional dalam sebuah penelitian membantu memberikan pemahaman yang sama
yang akan diamati. Berikut adalah definisi operasional dalam penelitian ini.
Salah: nilai 0
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode penelitian yang digunakan selama pelaksanaan penelitian yang
berisikan jenis penelitian, populasi dan sampel, tempat dan waktu penelitian, etika penelitian,
alat pengumpul data, uji validitas dan reabilitas, prosedur pengumpulan data, dan analisis
data.
Desain penelitian adalah metode yang digunakan peneliti dan memberikan arah jalannya
eksperimental semu dengan pretest-posttest nonequivalent control group. Desain ini dipilih
oleh peneliti karena sesuai dengan tujuan peneliti untuk melihat pengaruh pelatihan
manajemen advokasi terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam komunikasi efektif
perawat terkait advokasi pasien. Gambar 4.1 adalah bagan rancangan penelitian yang
digunakan:
Kelompok
intervensi O1 O2
Kelompok
kontrol O3 O4
Gambar 4.1
Quasi eksperimental pretest-post test nonequivalent control group
Keterangan:
∆ O1-O2 : Perbedaan pengetahuan dan sikap perawat pada responden di kelompok intervensi
sebelum dan sesudah intervensi
∆ O3-O4 : Perbedaan pengetahuan dan sikap perawat pada responden di kelompok kontrol
sebelum dan sesudah intervensi
∆ O2-O4 : Perbedaan pengetahuan dan sikap perawat antara responden pada kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol sesudah intervensi
4.2.1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan dari unit yang akan diamati ( Sabri & Hastono, 2014)
4.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diukur dan kemudian dipakai untuk
menduga karakter populasi ( Sabri & Hastono, 2014). Jumlah sampel ditentukan dengan
menghitung besar sampel. Besar sampel ditentukan berdasarkan tujuan analisis data. Pada
penelitian ini peneliti menggunakan rumus besar sampel estimasi besar sampel beda 2 mean
= deviasi baku alpa =kesalahan tipe I = 95%. (α = 1-0,95 =0.05). Nilai z untuk α=0.05
adalah 1,96.
= power of test = kesalahan tipe II= 80%. (β= 1-0,80=0,2). Jika β=0,2, maka nilai z adalah
0.842.
= rerata pengetahuan dan sikap perawat pada penelitian sebelumnya atau berdasarkan
literatur. Pada penelitian ini diambil dari penelitian sebelumnya yaitu 63,7 (McPerson
et al, 2012).
= standar deviasi gabungan berdasarkan literatur. Standar deviasi gabungan dihitung dengan
2012)
Berdasarkan rumus tersebut maka penghitungan besar sampel untuk penelitian ini adalah
Pada penelitian selalu ada kemungkinan responden yang drop out. Sebagai langkah untuk
Pada penelitian ini peneliti memperkirakan kemungkinan sampel drop out adalah 10% (f=
20. Jadi jumlah responden minimal pada penelitian ini adalah 40 responden, yaitu 20 orang
Tempat penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah RS Asyiyah Padang sebagai rumah
sakit intervensi dan RS Siti Hawa Padang sebagai rumah sakit kontrol. Intervensi dilakukan
Proses penelitian akan dilaksanakan mulai bulan Januari s/d Mei 2018.
Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subyek penelitian, karena itu penelitian ini
harus memenuhi prinsip etik. Etika penelitian bertujuan untuk melindungi responden dalam
penelitian (Dharma, 2013). Prinsip etik yaitu prinsip kemanfaatan (beneficience), prinsip
menghormati harkat dan martabat manusia (human dignity); serta prinsip keadilan (justice)
Prinsip etik yang harus diperhatikan adalah prinsip kemanfaatan. (Polit & Beck, 2012 ;
Dharma 2013). Polit & Beck (2012) menyebutkan bahwa peneliti harus memperhatikan
prinsip kemanfaatan terutama kepada responden sebagai subyek penelitian, yaitu dengan
memperhatikan hak responden dari perasaan tidak nyaman atau terganggu, dan
memperhatikan hak responden untuk terlindungi dari eksploitasi akibat penelitian. Penelitian
ini juga memberikan hak yang sama kepada responden. Penelitian ini tidak melakukan
secara fisik. Peneliti akan memberikan penjelasan mengenai aktivitas penelitian dan manfaat
yang akan didapat dengan penelitian ini terutama bagi responden. Peneliti juga akan
memperhatikan dan mendiskusikan waktu yang tepat untuk memulai penelitian dan
responden.
Setiap penelitian harus lebih banyak memberikan manfaat daripada kerugian. ( Dharma,
2013) menyebutkan bahwa rasio antara manfaat penelitian harus lebih besar daripada
pengembangan SDM Keperawatan secara umum dan secara khususnya di RS Asyiyah dan
RS Siti Hawa Padang. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh
responden maupun oleh pihak yang terkait dengan pengembangan ilmu dan profesi
keperawatan.
Prinsip etik yang juga harus diperhatikan pada setiap penelitian adalah terkait harkat dan
martabat manusia. Polit & Beck (2013) menyebutkan ada dua hak yang terkait dengan prinsip
menghormati harkat dan martabat responden sebagai manusia yaitu hak untuk mengambil
keputusan dan mendapat penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan. Pada penelitian ini
peneliti akan memberikan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan, termasuk
menjelaskan hak dan kewajiban responden, serta manfaat dan kerugiannya. Peneliti akan
memberikan kesempatan penuh kepada responden untuk mendapat penjelasan, bertanya, dan
mengambil keputusan untuk mengikuti atau menolak terlibat dalam penelitian. Peneliti akan
membuat lembar informed consent penelitian sebagai bagian dari pelaksanaan prinsip ini.
Prinsip etik yang juga penting adalah prinsip keadilan. Polit & Beck (2013) menyebutkan
dalam prinsip keadilan, terdapat dua hak responden yaitu hak untuk menerima perlakuan
yang sama dan hak untuk mendapatkan privasi. Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan
seleksi responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan untuk
penelitian ini, bukan berdasarkan jabatan atau status sosial. Perlakuan yang diberikan saat
intervensi kepada setiap responden sama. Khusus pada kelompok kontrol, intervensi akan
Sebagai usaha untuk menjaga privasi responden, peneliti akan menjaga anonimitas responden
dengan cara tidak mencantumkan nama reponden pada instrumen dan hanya diberi kode
untuk membantu mempermudah peneliti menganalisis data. Data yang diperoleh hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Data yang diperoleh disimpan dalam bentuk
softcopy dan hardcopy. Data berupa softcopy di simpan dalam komputer, dan dikunci dengan
kata sandi (password) yang hanya diketahui oleh peneliti. Data dalam bentuk hardcopy akan
disimpan oleh peneliti dalam lemari yang kuncinya hanya disimpan oleh peneliti.
Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti akan meminta informed consent dari responden.
Kegiatan informed consent berarti responden sudah mendapatkan penjelasan yang adekuat
tentang penelitian yang akan dilakukan, dan responden yang memutuskan ikut atau tidak.
Dokumentasi informed consent dalam bentuk tertulis penting dilakukan sebagai bukti bahwa
peneliti telah memberikan penjelasan kepada responden dan bukti persetujuan responden
Pada penelitian ini informed consent berisi status responden, tujuan penelitian, data yang
secara sukarela, hak untuk mundur dari penelitian serta nomor kontak peneliti. Pada lembar
informed consent juga terdapat kolom tanda tangan sebagai tanda persetujuan responden.
Alat pengumpul data pada penelitian ini berupa kuesioner pre test dan post test. Instrument
penelitian yang disebarkan meliputi instrument A untuk data demografi, instrument B berupa
Data karakteristik responden merupakan data primer, terdiri dari variabel usia, jenis kelamin,
Instrumen ini digunakan untuk mengukur dimensi pengetahuan perawat tentang komunikasi
efektif terkait advokasi pasien. Instrumen berisi pertanyaan pilihan ganda tentang manajemen
advokasi dan komunikasi efektif. Pertanyaan pada kuesioner B terdiri dari 20 pertanyaan
tertutup dengan 4 pilihan jawaban. Responden akan memilih salah satu jawaban dari 4 pilihan
jawaban tersedia dengan memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap benar.
Jawaban yang benar diberi nilai 5 dan jawaban yang salah diberi nilai 0. Total jawaban benar
dimasukkan kedalam rumus . Nilai maksimum yang diperoleh adalah
100
Jumlah pertanyaan 20
Instrumen C digunakan untuk mengukur dimensi sikap perawat dalam komunikasi efektif
terkait advokasi pasien. Pada instrumen ini terdapat 20 pernyataan tertutup dengan 5 pilihan
jawaban yaitu HTP (hampir tidak pernah), JR (jarang), KK (kadang-kadang), SR (sering) dan
SL (selalu). Pernyataan positif diberikan nilai HTP=1, JR=2, KK=3, SR=4, dan SL=5.
Sebaliknya pada pernyataan negatif diberikan nilai HTP=5, JR=4, KK=3, SR=2, dan SL=1.
Total pernyataan 20
Pengujian instrument dilakukan agar instrument kuesioner bersifat valid dan reliabel,
terutama untuk instrument yang belum baku atau bukan merupakan suatu standar. Instrumen
yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak agar hasil penelitian dapat dikatakan valid
dan reliabel (Sugiyono, 2016). Penelitian ini menggunakan instrument berupa kuesioner yang
berasal dari modifikasi kuesioner penelitian sebelumnya dan konsep yang digunakan peneliti.
Uji instrument dilakukan terhadap 30 perawat baru yang memenuhi kriteria inklusi yang
Cicik Padang.
Uji validitas menunjukkan kesahihan alat ukur atau seberapa dekat instrument tersebut dapat
mengukur apa yang ingin diukur (Sugiyono, 2016). Tujuannya untuk mengurangi bias
pengukuran baik berupa bias pengamat, bias subjek maupun bias instrument (Sastroasmoro &
Ismael, 2013). Sebuah instrument disebut valid apabila dapat mengukur sesuatu dengan tepat.
Uji validitas terdiri dari uji validitas internal dan uji validitas eksternal. Uji validitas internal
adalah uji validitas terhadap instrument yang disusun berdasarkan konsep dan teori yang ada,
terdiri dari validitas konstruk dan validitas isi (Sugiyono, 2016). Instrumen kompetensi
adalah instrument tes sehingga harus dilakukan uji validitas internal berupa validitas konstruk
dan validitas isi. Adapun rumus uji statistic yang digunakan adalah rumus Pearson Product
Moment yaitu :
r= korelasi
n= jumlah sampel
X= skor item
Y= skor total
Apabila angka korelasi (r-hitung) antara skor item (X) dengan skor total (Y) lebih besar
daripada r-tabel, maka item tersebut adalah valid dan apabila r-hitung lebih kecil daripada r-
tabel maka item tersebut tidak valid (Sabri &Suhartono, 2014). Cara lain untuk melihat
korelasi item dengan kriteria adalah dengan menetapkan syarat minimum angka korelasi
Uji reliabilitas dilakukan untuk memastikan keandalan suatu instrumen, agar pengukuran
Pada penelitian ini uji reliabilitas akan dilakukan setelah dilakukan uji validitas dan
menggunakan metode one shoot atau pengukuran satu kali saja (Hastono, 2016).
Uji statistic untuk mengukur reliabilitas suatu instrument menggunakan rumus Cronbach
Alpha yaitu :
r = reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ = jumlah varian butir
= varians total
Reliabilitas instrumen penelitian ini menunjukkan konsistensinya jika nilai cronbach alpha ≥
Prosedur pengumpulan data merupakan tahapan pengumpulan data yang akan digunakan
dalam penelitian. Tahapan pengumpulan data dimulai dari tahapan persiapan penelitian,
Tahap persiapan meliputi pembuatan proposal penelitian beserta instrument yaitu berupa
kuesioner penelitian. Pada pembuatan proposal peneliti melakukan pendekatan dan studi
pendahuluan ke tempat yang akan digunakan sebagai tempat penelitian. Setelah melalui
seminar uji proposal maka peneliti mengajukan uji etik (ethical clearance) dari komite etik
mengurus persyaratan administrasi di Rumah Sakit yang dijadikan penelitian termasuk ijin
untuk uji validitas instrument. Setelah mendapatkan izin uji validitas maka peneliti
melakukan uji validitas dan reliabilitas instrument di Rumah sakit yang tidak dijadikan
tempat penelitian.
Penelitian dilaksanakan segera setelah mendapatkan ijin tertulis dari direktur RS yang
dijadikan tempat penelitian. Adapun pelaksanaan penelitian terbagi dalam beberapa tahap
yaitu:
Ada 4 kegiatan utama yang akan dilakukan kepada kelompok intervensi yaitu informed
consent, pretest, intervensi dan posttest. Peneliti akan melakukan informed consent kepada
perawat yang menjadi responden pada penelitian ini dan kemudian akan dilakukan pretest
Pada tahap berikutnya peneliti akan melakukan pelatihan manajemen advokasi. Post test akan
instrument B dan C.
Pada kelompok kontrol ada 3 kegiatan yang dilakukan yaitu informed consent, pre test dan
post test. Peneliti akan melakukan informed consent kepada perawat yang menjadi responden
penelitian dan kemudian melaksanakan pretest bagi responden. Setelah 2 minggu tanpa
intervensi peneliti kembali mengambil data post test pada kelompok kontrol. Instrument yang
digunakan pada pre test dan post test adalah intrumen A, B dan C.
Alur Kerangka Kerja Penelitian
Pengajuan ijin Pengajuan ijin
penelitian di RS penelitian di RS Siti
Aisyiyah Padang Hawa Padang
Responden Kelompok
Responden Kelompok
intervensi:
kontrol:
Informed consent
Informed consent
Pretest
Pretest
Intervensi:
Pelaksanaan pelatihan
manajemen advokasi
Intervensi setelah
penelitian
Gambar 4.2
Alur Kerangka Kerja Penelitian
4.9 Pengolahan dan Analisis Data
Pada penelitian pengolahan dan analisis data merupakan tahapan penting. Pengolahan data
adalah kegiatan meringkas dan menyajikan data yang didapat dari instrument penelitian
( Hastono , 2016 )Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis
Pengolahan data dilakukan peneliti setelah data terkumpul dan prosesnya meliputi editing,
1. Editing
Editing adalah kegiatan memeriksa isian instrument atau data yang telah dikumpulkan
(Hastono, 2016). Pada saat editing, peneliti akan melihat kelengkapan isian, jelas atau
tidaknya jawaban, relevansi dan konsisten. Jika ada data yang belum lengkap atau meragukan
maka peneliti akan mengklarisfikasi untuk melengkapi, mengkoreksi atau jika perlu
2. Coding
Coding adalah proses transformasi data menjadi simbol (Denise F Polit & Beck, 2011) .
Peneliti pada tahap ini akan memberikan kode pada setiap data yang termasuk dalam kategori
yang sama. Tujuannya adalah untuk memudahkan peneliti memasukkan data (data entry) dan
menganalisis data.
3. Processing
Processing atau pemrosesan data diawali dengan memasukkan data (data entry) lalu
mengolahnya menggunakan software pengolahan data di komputer. Pada tahap ini peneliti
akan melakukan entry data segera setelah data terkumpul dan di berikan kode.
4. Cleaning
Pembersihan data atau cleaning dilakukan setelah entri data untuk memeriksa kembali
kemungkinan kesalahan kode. Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan pengecekan dari
output untuk melihat ada tidaknya data yang hilang (missing data).
4.9.2 Analisis Data
Analisis data menggunakan teknik analisis data. Ada 2 macam teknik analisis data dalam
a. Analisis univariat
responden atau variable penelitian. Pada penelitian ini analisis univariat dilakukan pada data
yang didapatkan dari kuesioner A yang berisi data demografi responden berupa umur,
pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan dan masa kerja. Jenis data numerik seperti usia
dan masa kerja dihitung tendensi sentral (mean dan median) dan nilai dispersi (standar
deviasi dan CI). Jenis data kategorik seperti pendidikan, jenis kelamin, dan status pernikahan
dihitung proporsi (presentasenya ) lalu disajikan dalam bentuk tabel proporsi (persentase).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang menghubungkan antara 2 variabel yaitu variabel bebas
dan variabel terikat. Tujuan dari analisis penelitian ini untuk mengetahui perbedaan yang
signifikan pada kedua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisis
bivariat untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap perawat dalam komunikasi
efektif terkait advokasi pasien sebelum dan sesudah intervensi pada masing-masing
kelompok (kontrol dan intervensi) adalah menggunakan dependent t-test. Analisis bivariat
untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap perawat dalam komunikasi efektif
terkait advokasi pasien sebelum dan sesudah intervensi antar kelompok kontrol dan
Berikut adalah jenis uji yang akan digunakan pada penelitian ini:
Uji bivariat menggunakan dependent t-test atau paired t-test dilakukan untuk menguji beda
mean antara hasil pretest dengan post test dalam satu kelompok yang sama. Pada penelitian
ini dependent t-test dilakukan untuk menguji beda mean pre-test dan post-test pada kelompok
intervensi dan pada kelompok kontrol. Dependent t-test dapat dilakukan dengan syarat data
normal. Setelah itu dilanjutkan dengan Levine test untuk melihat homogenitas data untuk
menentukan asumsi nilai p. Nilai p uji T pada data yang homogen ditentukan berdasarkan
equal variance assumed, sedangkan pada data yang tidak homogen menggunakan equal
variance not assumed. Baik pada data homogen maupun tidak, jika nilai p≤α maka
perbedaan mean antar kelompok dianggap signifikan. Jika sebaran data tidak normal maka uji
alternatif yang digunakan untuk melihat beda mean dalam satu kelompok yaitu Wilcoxon test.
Uji bivariat menggunakan Independent T-Test digunakan untuk menguji beda mean antara
kelompok yang berbeda, dalam penelitian ini yaitu kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol. Independent T-Test digunakan jika sebaran data normal, setelah itu dilanjutkan
dengan Levine Test untuk melihat homogenitas data. Nilai p uji T pada data yang homogen
ditentukan berdasarkan equal variance assumed, sedangkan pada data yang tidak homogen
menggunakan equal variance not assumed. Baik pada data homogen maupun tidak, jika nilai
p≤α maka perbedaan mean antar kelompok dianggap signifikan. Jika sebaran data tidak
normal maka untuk melihat perbedaan mean antar 2 kelompok (kelompok intervensi dan
Bogart, L. M., Wagner, G. J., Mutchler, M. G., Risley, B., Mcdavitt, B. W., Mckay, T., … Al,
B. E. T. (2012). COMMUNITY HIV TREATMENT ADVOCACY pROGRAMS MAY
SUPPORT TREATMENT ADHERENCE, 24(1), 1–14.
Brown-saltzman, C. P. K., Fine, A., & Jakel, P. (2013). Making the Call : A Proactive Ethics
Framework, 269–283. http://doi.org/10.1007/s10730-013-9213-5
Charles, S. (2017). The moral agency of institutions : effectively using expert nurses to
support patient autonomy, 506–509. http://doi.org/10.1136/medethics-2016-103448
Cline, C., Heesters, A., & Secker, B. (2012). Education for Ethics Practice : Tailoring
Curricula to Local Needs and Objectives, 227–243. http://doi.org/10.1007/s10730-012-
9187-8
Darko, V., Mckool, M., Bayer, C. R., Smith, L. L., Yan, F., & Heiman, H. (2017).
Understanding health policy leaders ’ training needs, 1–10.
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0174054
Dauwerse, L., Weidema, F., Abma, T., Molewijk, B., & Widdershoven, G. (2014). Implicit
and Explicit Clinical Ethics Support in The Netherlands : A Mixed Methods Overview
Study, 95–109. http://doi.org/10.1007/s10730-013-9224-2
Emrich, I. A., Fro, L., Bruns, F., Friedrich, B., & Frewer, A. (2014). Clinical Ethics and
Patient Advocacy, 111–124. http://doi.org/10.1007/s10730-013-9225-1
Exactly, W., & Empirical, I. (2012). How Can Empirical Ethics Improve Medical Practice ?,
517–526. http://doi.org/10.1017/S096318011200028X
Gelhaus, P. (2013). The desired moral attitude of the physician : ( III ) care, 125–139.
http://doi.org/10.1007/s11019-012-9380-1
Graber, A. D., & Rizzo, M. (2016). Ethical Practice Under Accountable Care. HEC Forum,
28(2), 115–128. http://doi.org/10.1007/s10730-015-9280-x
Granot, T., Gordon, N., Perry, S., Rizel, S., & Stemmer, S. M. (2016). between Oncology
Staff and Family Members of Deceased Patients : A Cross- Sectional Study, 1–12.
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0162813
Horowitz, A. M., Clovis, J. C., Wang, M. Q., & Dushanka, V. (2013). Use of Recommended
Communication Techniques by Maryland Dental Hygienists, 87(4).
Huang, Y., Lin, Y., & Saxton, G. D. (2016). GIVE ME A LIKE : HOW HIV / AIDS
NONPROFIT ORGANIZATIONS CAN ENGAGE THEIR AUDIENCE ON
FACEBOOK, 28(6), 539–556.
Kendall-taylor, N., & Levitt, P. (2017). NeuroView Beyond Hat in Hand : Science Advocacy
Is Foundational for Policy Decisions NeuroView, 708–713.
http://doi.org/10.1016/j.neuron.2017.04.039
Lanoix, M. (2013). The ethics of imperfect cures : models of service delivery and patient
vulnerability, 690–694. http://doi.org/10.1136/medethics-2011-100302
Mathu, P. O., & Scott, P. A. (2012). Patient autonomy and choice in healthcare : self-testing
devices as a case in point, 383–395. http://doi.org/10.1007/s11019-011-9356-6
Mcclellan, K. A., Kleiderman, E., Black, L., Bouchard, K., Dorval, M., Simard, J., … Avard,
D. (2013). Exploring resources for intrafamilial communication of cancer genetic risk :
we still need to talk, 21(9), 903–910. http://doi.org/10.1038/ejhg.2012.286
Med, D. P. (2015). Partnering With Patients in the Development and Lifecycle of Medicines :
A Call for Action.
Meretoja, R., Isoaho, H., & Leino-Kilpi, H. (2004). Nurse Competence Scale: development
and psychometric testing. Journal of Advanced Nursing, 47(2), 124–133.
http://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2004.03071.x
Motamed-jahromi, M., Abbaszadeh, A., Borhani, F., & Zaher, H. (2012). Iranian Nurses ’
Attitudes and Perception towards Patient Advocacy, 2012.
http://doi.org/10.5402/2012/645828
Piryani, R. M. A. L. (n.d.). Needs Assessment for Teaching / Learning Nursing Ethics for
Master of Nursing Students, 0–9.
Plantinga, M., Molewijk, B., Bree, M. De, Moraal, M., Verkerk, M., & Widdershoven, G. A.
M. (2012). Training healthcare professionals as moral case deliberation facilitators :
evaluation of a Dutch training programme, 630–635. http://doi.org/10.1136/medethics-
2012-100546
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2011). Nursing Research: Generating and Assessing Evidence for
Nursing Practice, 9th Edition. Philadelphia: Wolter Kluwer | Lippincott Williams &
Wilkins. http://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2013). Essential Of Nursing Research Appraising Evidence for
Nursing Practice. Journal of Chemical Information and Modeling (7th ed., Vol. 53).
Philadelphia: Wolter Kluwer | Lippincott Williams & Wilkins.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Rocha, J. (n.d.). Autonomous Abortions: The Inhibiting of Women’s Autonomy through
Legal Ultrasound Requirements, 22(1), 35–58.
Rosiek, A., & Leksowski, K. (2013). How the Practicing Physician Encounters Human
Rights in Daily Clinical Situations, 4(1). http://doi.org/10.5195/hcs.2013.110
Rusthoven, J. J., & Bioethics, M. (2014). E thical I ssues R aised by C ompassionate A ccess
to E xperimental T herapies.
Sabo, S., Ingram, M., Reinschmidt, K. M., Schachter, K., & Jacobs, L. (2013). Predictors and
a Framework for Fostering Community Advocacy as a Community Health Worker Core
Function to Eliminate Health Disparities, 103(7), 67–74.
http://doi.org/10.2105/AJPH.2012.301108
Salter, C., Brainard, J., Mcdaid, L., & Loke, Y. (2014). Challenges and Opportunities : What
Can We Learn from Patients Living with Chronic Musculoskeletal Conditions , Health
Professionals and Carers about the Concept of Health Literacy Using Qualitative
Methods of Inquiry ?, 9(11). http://doi.org/10.1371/journal.pone.0112041
Smith, S. K., Selig, W., Harker, M., Roberts, J. N., Hesterlee, S., Leventhal, D., … Leventhal,
D. (2015). Patient Engagement Practices in Clinical Research among Patient Groups ,
Industry , and Academia in the United States : A Survey, 1–11.
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0140232
Studies, A., & Studies, A. (2017). Aspects of communication in medical life . Doctor-patient
communication : differentiation and customization, 10(1).
Sunguya, B. F., Munisamy, M., Pongpanich, S., & Yasuoka, J. (2016). Ability of HIV
Advocacy to Modify Behavioral Norms and Treatment Impact : A Systematic Review,
106(8), 1–9. http://doi.org/10.2105/AJPH.2016.303179
Tractenberg, R. E., Garver, A., Ljungberg, I. H., Schladen, M., & Groah, S. L. (2017).
Maintaining primacy of the patient perspective in the development of patient- centered
patient reported outcomes, 1–21. http://doi.org/10.1371/journal.pone.0171114
Verkerk, M., & Lindemann, H. (n.d.). Toward a Naturalized Clinical Ethics, 22(4), 289–306.
Wibe, T., Hellesø, R., Varsi, C., Ruland, C., & Ekstedt, M. (2012). How Does an Online
Patient-Nurse Communication Service Meet the Information Needs of Men with
Recently Diagnosed Testicular Cancer ?, 2012. http://doi.org/10.5402/2012/260975
Brown-saltzman, C. P. K., Fine, A., & Jakel, P. (2013). Making the Call : A Proactive Ethics
Framework, 269–283. http://doi.org/10.1007/s10730-013-9213-5
Charles, S. (2017). The moral agency of institutions : effectively using expert nurses to
support patient autonomy, 506–509. http://doi.org/10.1136/medethics-2016-103448
Cline, C., Heesters, A., & Secker, B. (2012). Education for Ethics Practice : Tailoring
Curricula to Local Needs and Objectives, 227–243. http://doi.org/10.1007/s10730-012-
9187-8
Darko, V., Mckool, M., Bayer, C. R., Smith, L. L., Yan, F., & Heiman, H. (2017).
Understanding health policy leaders ’ training needs, 1–10.
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0174054
Dauwerse, L., Weidema, F., Abma, T., Molewijk, B., & Widdershoven, G. (2014). Implicit
and Explicit Clinical Ethics Support in The Netherlands : A Mixed Methods Overview
Study, 95–109. http://doi.org/10.1007/s10730-013-9224-2
Emrich, I. A., Fro, L., Bruns, F., Friedrich, B., & Frewer, A. (2014). Clinical Ethics and
Patient Advocacy, 111–124. http://doi.org/10.1007/s10730-013-9225-1
Exactly, W., & Empirical, I. (2012). How Can Empirical Ethics Improve Medical Practice ?,
517–526. http://doi.org/10.1017/S096318011200028X
Gelhaus, P. (2013). The desired moral attitude of the physician : ( III ) care, 125–139.
http://doi.org/10.1007/s11019-012-9380-1
Graber, A. D., & Rizzo, M. (2016). Ethical Practice Under Accountable Care. HEC Forum,
28(2), 115–128. http://doi.org/10.1007/s10730-015-9280-x
Granot, T., Gordon, N., Perry, S., Rizel, S., & Stemmer, S. M. (2016). between Oncology
Staff and Family Members of Deceased Patients : A Cross- Sectional Study, 1–12.
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0162813
Horowitz, A. M., Clovis, J. C., Wang, M. Q., & Dushanka, V. (2013). Use of Recommended
Communication Techniques by Maryland Dental Hygienists, 87(4).
Huang, Y., Lin, Y., & Saxton, G. D. (2016). GIVE ME A LIKE : HOW HIV / AIDS
NONPROFIT ORGANIZATIONS CAN ENGAGE THEIR AUDIENCE ON
FACEBOOK, 28(6), 539–556.
Kendall-taylor, N., & Levitt, P. (2017). NeuroView Beyond Hat in Hand : Science Advocacy
Is Foundational for Policy Decisions NeuroView, 708–713.
http://doi.org/10.1016/j.neuron.2017.04.039
Lanoix, M. (2013). The ethics of imperfect cures : models of service delivery and patient
vulnerability, 690–694. http://doi.org/10.1136/medethics-2011-100302
Mathu, P. O., & Scott, P. A. (2012). Patient autonomy and choice in healthcare : self-testing
devices as a case in point, 383–395. http://doi.org/10.1007/s11019-011-9356-6
Mcclellan, K. A., Kleiderman, E., Black, L., Bouchard, K., Dorval, M., Simard, J., … Avard,
D. (2013). Exploring resources for intrafamilial communication of cancer genetic risk :
we still need to talk, 21(9), 903–910. http://doi.org/10.1038/ejhg.2012.286
Med, D. P. (2015). Partnering With Patients in the Development and Lifecycle of Medicines :
A Call for Action.
Meretoja, R., Isoaho, H., & Leino-Kilpi, H. (2004). Nurse Competence Scale: development
and psychometric testing. Journal of Advanced Nursing, 47(2), 124–133.
http://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2004.03071.x
Motamed-jahromi, M., Abbaszadeh, A., Borhani, F., & Zaher, H. (2012). Iranian Nurses ’
Attitudes and Perception towards Patient Advocacy, 2012.
http://doi.org/10.5402/2012/645828
Piryani, R. M. A. L. (n.d.). Needs Assessment for Teaching / Learning Nursing Ethics for
Master of Nursing Students, 0–9.
Plantinga, M., Molewijk, B., Bree, M. De, Moraal, M., Verkerk, M., & Widdershoven, G. A.
M. (2012). Training healthcare professionals as moral case deliberation facilitators :
evaluation of a Dutch training programme, 630–635. http://doi.org/10.1136/medethics-
2012-100546
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2011). Nursing Research: Generating and Assessing Evidence for
Nursing Practice, 9th Edition. Philadelphia: Wolter Kluwer | Lippincott Williams &
Wilkins. http://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2013). Essential Of Nursing Research Appraising Evidence for
Nursing Practice. Journal of Chemical Information and Modeling (7th ed., Vol. 53).
Philadelphia: Wolter Kluwer | Lippincott Williams & Wilkins.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Rosiek, A., & Leksowski, K. (2013). How the Practicing Physician Encounters Human
Rights in Daily Clinical Situations, 4(1). http://doi.org/10.5195/hcs.2013.110
Rusthoven, J. J., & Bioethics, M. (2014). E thical I ssues R aised by C ompassionate A ccess
to E xperimental T herapies.
Sabo, S., Ingram, M., Reinschmidt, K. M., Schachter, K., & Jacobs, L. (2013). Predictors and
a Framework for Fostering Community Advocacy as a Community Health Worker Core
Function to Eliminate Health Disparities, 103(7), 67–74.
http://doi.org/10.2105/AJPH.2012.301108
Salter, C., Brainard, J., Mcdaid, L., & Loke, Y. (2014). Challenges and Opportunities : What
Can We Learn from Patients Living with Chronic Musculoskeletal Conditions , Health
Professionals and Carers about the Concept of Health Literacy Using Qualitative
Methods of Inquiry ?, 9(11). http://doi.org/10.1371/journal.pone.0112041
Smith, S. K., Selig, W., Harker, M., Roberts, J. N., Hesterlee, S., Leventhal, D., … Leventhal,
D. (2015). Patient Engagement Practices in Clinical Research among Patient Groups ,
Industry , and Academia in the United States : A Survey, 1–11.
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0140232
Studies, A., & Studies, A. (2017). Aspects of communication in medical life . Doctor-patient
communication : differentiation and customization, 10(1).
Sunguya, B. F., Munisamy, M., Pongpanich, S., & Yasuoka, J. (2016). Ability of HIV
Advocacy to Modify Behavioral Norms and Treatment Impact : A Systematic Review,
106(8), 1–9. http://doi.org/10.2105/AJPH.2016.303179
Tractenberg, R. E., Garver, A., Ljungberg, I. H., Schladen, M., & Groah, S. L. (2017).
Maintaining primacy of the patient perspective in the development of patient- centered
patient reported outcomes, 1–21. http://doi.org/10.1371/journal.pone.0171114
Verkerk, M., & Lindemann, H. (n.d.). Toward a Naturalized Clinical Ethics, 22(4), 289–306.
Wibe, T., Hellesø, R., Varsi, C., Ruland, C., & Ekstedt, M. (2012). How Does an Online
Patient-Nurse Communication Service Meet the Information Needs of Men with
Recently Diagnosed Testicular Cancer ?, 2012. http://doi.org/10.5402/2012/260975