Anda di halaman 1dari 83

ANALISIS POTENSI BAHAYA PADA PENAMBANGAN

BATU ANDESIT PT. SAPTA MITRA NUSANTARA


KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH

SKRIPSI

Oleh :

WILDAN NAUFAL
NIM 112140088

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2021
ANALISIS POTENSI BAHAYA PADA PENAMBANGAN
BATU ANDESIT PT. SAPTA MITRA NUSANTARA
KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH

SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh :

WILDAN NAUFAL
NIM 112140088

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2021
ANALISIS POTENSI BAHAYA PADA PENAMBANGAN
BATU ANDESIT PT SAPTA MITRA NUSANTARA,
KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

Oleh :

WILDAN NAUFAL
NIM 112140088

Disetujui untuk
Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Tanggal : 27 Desember 2021

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Ir. Dyah Probowati, MT.) (Dr. Drs. Nur Ali Amri, MT.)

ii
RINGKASAN

PT. Sapta Mitra Nusantara merupakan perusahaan pertambangan yang


bergerak di bidang usaha pertambangan batu andesit yang berlokasi di Desa
Gembongan, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah
dengan luas IUP sebesar 8,4 Ha. Metode penambangan yang digunakan di PT.
Sapta Mitra Nusantara adalah quarry.
PT. Sapta Mitra Nusantara dalam kegiatan penambangannya melakukan
kegiatan pembongkaran, pemuatan, dan pengangkutan. Salah satu upaya untuk
melindungi pekerja dari potensi bahaya yang dapat ditimbulkan adalah melalui
perencanaan program K3 salah satunya adalah identifikasi potensi bahaya,
penilaian risiko dan upaya pengendaliannya.
Kajian dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya yang ada pada kegiatan
penambangan, upaya pengendalian dan penilaian risiko, serta mengevaluasi dan
melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja pada kegiatan
penambangan andesit.
Setelah identifikasi bahaya dan penilaian risiko, terdapat 23 bahaya yang
teridentifikasi dari aktivitas pembongkaran, pemuatan dan pengangkutan. Pada
kegiatan melanggar dengan tingkat bahaya rata-rata 6 adalah sedang. Pada kegiatan
transportasi dengan tingkat bahaya rata-rata 5 adalah sedang. Pada kegiatan
transportasi dengan tingkat bahaya rata-rata 9 adalah sedang.
Upaya pengendaliannya adalah dengan meningkatkan kesadaran pekerja
untuk menggunakan APD, melakukan kegiatan sesuai dengan SOP yang telah
ditetapkan, dan melakukan kegiatan safety talk sebelum melakukan kegiatan
penambangan. Karena biasanya potensi bahaya tersebut disebabkan oleh tindakan
tidak aman dan kondisi tidak aman.

iii
SUMMARY

PT Sapta Mitra Nusantara is a mining company engaged in the mining


business of Andesite Stone located in Gembongan Village, Ungaran District,
Semarang Regency, Central Java Province with an area of IUP of 8.4 Ha. The
mining method used in PT Sapta Mitra Nusantara is quarry.
PT Sapta Mitra Nusantara in mining activities carried out breaking,
loading and transportation activities. One effort to protect workers against
potential hazards that can be caused is through the planning of programs K3 one
of which is identifying hazards and risk assessment.
The study was conducted to identify hazards that exist in mining activities,
control efforts and risk assessment, and evaluate and implement occupational
safety and health programs in andesite mining activities.
After hazard identification and risk assessment, there are 23 identified
hazards identified from breaking, loading and transport activities. In breaking
activities with an average level of hazards 6 is moderate. In transportation activities
with an average level of hazards 5 is moderate. In transportation activities with an
average level of hazards 9 is moderate.
The control effort is to increase the awareness of workers to use APD,
conduct activities in accordance with the established SOP, and carry out safety talk
activities before conducting mining activities. Because usually the potential danger
is caused by unsafe actions and unsafe conditions.

iv
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat
karunianya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Pertambangan pada jurusan Teknik
Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta.
Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian di PT Sapta Mitra Nusantara,
yang dilaksanakan dari tanggal 03 September sampai dengan 07 November 2018,
selain itu dengan mengambil data dari beberapa literatur-literatur yang terkait.
Dengan tersusunnya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Mohammad Irhas Effendi, MS., Rektor Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Ir. Sutarto, M.T., Dekan Fakultas Teknologi Mineral
3. Bapak Dr. Ir. Eddy Winarno, S.Si., M.T., Ketua Jurusan Teknik
Pertambangan,
4. Ibu Ir. Wawong Dwi Ratminah, MT., Koordinator Program Studi Sarjana
Teknik Pertambangan dan Dosen Pembahas I,
5. Ibu Ir. Dyah Probowati,M.T., Dosen Pembimbing I,
6. Bapak Dr. Drs. Nur Ali Amri,M.T., Dosen Pembimbing II,
7. Bapak Ir. Drs. Abdul Rauf, M.Sc., Dosen Pembahas II
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Skripsi
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, November 2021 Penulis,

(Wildan Naufal)

v
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ............................................................................................. v
ABSTRACT ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 2
1.4. Batasan Penelitian .................................................................... 2
1.5. Metode Penelitian..................................................................... 2
1.6. Manfaat Penelitian ................................................................... 4

II. TINJAUAN UMUM


2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah ............................................... 5
2.2. Iklim dan Curah Hujan ............................................................. 7
2.3. Kondisi Geologi ......................................................... 7
2.4. Kegiatan Penambangan ............................................................ 13

III. DASAR TEORI


3.1. Peraturan Perundang-Undangan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja ......................................................................................... 16
3.2. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja ......................... 17
3.3. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................ 18
3.4. Manajemen Risiko ................................................................... 19
3.5. Penilaian Risiko ...................................................................... 22
3.6. Perbandingan ILO dan OHSASS ............................................ 26
3.7. Identifikasi Potensi Bahaya ...................................................... 26

vi
IV. HASIL PENELITIAN Halaman
4.1. Kegiatan Penambangan ............................................................ 32
4.2. Tenaga Kerja ............................................................................ 32
4.3. Alat Pelindung Diri .................................................................. 33
4.4. Tindakan Tidak Aman dan Kondisi Tidak Aman .................... 33
4.5. Identifikasi Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko .................... 38
4.6. Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja ....... 42

V. PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Potensi Bahaya pada Kegiatan Penambangan Batu
Andesit, Penilaian Risiko dan Upaya Pengendalian ............... 44
5.2. Evaluasi Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja ......................................................................................... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan............................................................................... 59
6.2. Saran ......................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 60


LAMPIRAN................................................................................................. 61

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah .............................................. 6
2.2. Peta Geologi (R.E. Thanden, 1996) ................................................. 11
2.3. Stratigrafi Kabupaten Semarang...................................................... 12
2.4. Hidraulic Rock Breaker CAT 345BLME SERIES II........................ 14
2.5. Proses Pemuatan Batu Andesit ke Dumptruck ................................ 15
2.6. Dumptruck Truck Nissan TrontonCWB-09 ..................................... 15

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Data Curah Hujan Tahun 2008-2017............................................... 7
3.1. Level Risiko..................................................................................... 24
3.2. Tingkat Peluang ............................................................................... 24
3.3. Tingkat Bahaya ................................................................................ 25
3.4. Cara Menetukan Tingkat Bahaya .................................................... 25
3.5. Penyebab Kecelakaan Menurut H.W. Heinrich............................... 29
4.1 Data Pendidikan Karyawan ............................................................. 32
4.2. Alat Pelindung Diri .......................................................................... 33
4.3. Tindakan Tidak Aman pada Kegiatan Pembongkaran .................... 34
4.4. Kondisi Tidak Aman pada Kegiatan Pembongkaran ...................... 34
4.5. Tindakan Tidak Aman pada Kegiatan Pemuatan ............................ 35
4.6. Kondisi Tidak Aman pada Kegiatan Pemuatan............................... 35
4.7. Tindakan Tidak Aman pada Kegiatan Pengangkutan ..................... 36
4.8. Kondisi Tidak Aman pada Kegiatan Pengangkutan ........................ 37
4.9. Potensi Bahaya pada Kegiatan Pembongkaran ............................... 38
4.10. Penilaian Risiko pada Kegiatan Pembongkaran .............................. 38
4.11. Potensi Bahaya pada Kegiatan Pemuatan........................................ 39
4.12. Penilaian Risiko pada Kegiatan Pemuatan ...................................... 39
4.13. Potensi Bahaya pada Kegiatan Pengangkutan ................................. 40
4.14. Penilaian Risiko pada Kegiatan Pengangkutan ............................... 41
4.15. Data Penambahan Alat Pelindung Diri ............................................ 42
5.1. Persentase Penyebab Kecelakaan Kerja .......................................... 45
5.2. Tingkat Pendidikan .......................................................................... 47
5.3. Upaya Pengendalian pada Kegiatan Pembongkaran ....................... 48
5.4. Upaya Pengendalian pada Kegiatan Pemuatan ............................... 49
5.5. Upaya Pengendalian pada Kegiatan Pengangkutan......................... 50

ix
Tabel ......................................................................................................... Halaman
5.6. Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Kegiatan
Pembongkaran ................................................................................. 52
5.7. Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Kegiatan
Pemuatan ......................................................................................... 53
5.8. Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Kegiatan
Pengangkutan................................................................................... 54

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
A CURAH HUJAN ....................................................................... 62
B KONDISI TIDAK AMAN DAN TINDAKAN TIDAK AMAN 63
C CONTOH RAMBU-RAMBU DI PT SAPTA MITRA ........... 66
D CONTOH PENILAIAN RISIKO .............................................. 68

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kegiatan usaha pertambangan adalah suatu usaha untuk menggali dan
mengolah sumber daya alam yang bersifat tidak dapat diperbarui (non renewable).
PT. Sapta Mitra Nusantara merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
pertambangan batu andesit di Desa Gembongan, Kecamatan Ungaran, Kabupaten
Semarang, Provinsi Jawa Tengah dengan luas IUP sebesar 8,4 Ha. Sistem
penambangan yang dilakukan PT. Sapta Mitra Nusantara sistem tambang terbuka
dengan metode kuari. Kegiatan penambangan batu andesit meliputi:
pembongkaran, pemuatan dan pengangkutan.
Menurut data laporan kecelakaan yang ada pada perusahaan, sejak perusahaan
berdiri tahun 2016 hingga sekarang belum ditemukan adanya kecelakaan kerja,
namun dalam pengamatan di lapangan masih adanya potensi-potensi bahaya yang
timbul di lingkungan penambangan seperti tindakan tidak aman (unsafe action)
yang dilakukan oleh pekerja dan kondisi tidak aman (unsafe condition) dari
lingkungan kerja. Potensi bahaya yang ada di lapangan tersebut tidak boleh
diabaikan karena dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja dan berhentinya proses
penambangan.
Dalam pelaksanaan kegiatan penambangan tentu tidak lepas dari potensi
bahaya, terutama pada area penambangan yang mana terdapat berbagai macam alat
berat yang memerlukan kewaspadaan lebih dalam operasional, apabila terjadi
kecelakaan kerja akan menimbulkan dampak bagi perusahaan diantaranya adalah
hilangnya jam kerja yang menyebabkan terganggunya produksi perusahaan.
1.2. Rumusan Masalah
Setiap kegiatan penambangan berkemungkinan akan menimbulkan potensi
kecelakaan. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi potensi bahaya pada proses
penambangan sehingga resiko kecelakaan dapat diminimalkan. Dalam

1
melaksanakan kegiatan penambangan diwajibkan mematuhi peraturan-peraturan
keselamatan kerja dari Pemerintahan diantaranya adalah Permen ESDM No 26
Tahun 2018 dan Kepmen 1827K/MEM/2018.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi potensi-potensi bahaya yang ada pada setiap proses
penambangan serta penilaian risiko dan upaya pencegahannya.
2. Mengevaluasi implementasi program K3 pada kegiatan penambangan batu
andesit.

1.4. Batasan Masalah


a. Penelitian ini hanya di lakukan pada proses penambangan batu andesit
meliputi pembongkaran, pemuatan, dan pengangkutan
b. Penelitian ini hanya mengidentifikasi bahaya dan menghitung tingkatan
resiko di PT. Sapta Mitra Nusantara serta upaya pengendaliannya.

1.5. Metode Penelitian


Metode yang digunakan pada penelitian ini menggabungkan antara studi
pustaka dengan data lapangan, adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu:
1. Studi literatur.
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari berbagai literatur penunjang yang
berkaitan dengan kajian penelitian, baik yang bersifat sebagai dasar penelitian
maupun yang bersifat sebagai pendukung dan referensi yang berkaitan dengan
keselamatan dan kesehatan kerja pada kegiatan penambangan yang didapat dari :
a. Perpustakaan
b. Media cetak
c. Media elektronik
d. Karya-karya ilmiah.
2. Observasi lapangan.
Metode ini dilaksanakan dengan menggunakan pengamatan secara langsung
untuk memperoleh gambaran kondisi kerja dan lingkungan sekitar, serta hal –
hal yang mempengaruhi pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan
kerja.
3. Pengambilan data.

2
Pengambilan data dilakukan setelah studi literatur dan observasi lapangan
dilakukan. Data yang diambil merupakan data primer dan sekunder. Data
primer adalah data yang langsung diambil di lokasi penelitian yaitu :
a. Sistem penambangan yang diterapkan
b. Kondisi front penambangan dan lingkungan sekitar
c. Tindakan tidak aman (unsafe condition)
d. Kondisi tidak aman (unsafe act)
e. Potensi-potensi bahaya pada kegiatan penambangan batu andesit
S edangkan data sekunder adalah data yang diambil dari literatur atau laporan
perusahaan atau instansi terkait yaitu :
a. Data kecelakaan kerja
b. Data keluhan penyakit
c. Program-program keselamatan dan kesehatan kerja
d. Data curah hujan
4. Pengolahan dan analisis data.
Setelah semua data terkumpul baik data primer maupun data sekunder, maka
dilakukan pengolahan data. Data yang telah diolah kemudian dianalisis secara
lebih lanjut. Berikut tahap pengolahan dan analisis data:
a. Hasil observasi dan wawancara dikelompokkan untuk menganalisis
faktor-faktor penyebab kecelakaan dan penyakit akibat kerja, misalnya
kondisi-kondisi tidak aman, tindakan-tindakan tidak aman dan faktor lain.
b. Hasil observasi dan wawancara disusun untuk mengidentifikasi potensi-
potensi bahaya yang ada pada tiap tahapan kegiatan penambangan.
c. Dari potensi-potensi bahaya pada tiap tahapan penambangan yang sudah
disusun tersebut, kemudian dilakukan analisis potensi bahaya kecelakaan.
d. Hasil pengamatan langsung dilapangan dan wawancara di kelompokkan
untuk mengevaluasi pengimplementasian program-program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) seperti Standard Operational Procedure (SOP),
inspeksi, safety talk, safety meeting, layanan kesehatan, induksi dan
perizinan, rambu-rambu dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR), dan
ketersedian Alat Pelindung Diri (APD) unit serta pelatihan-pelatihan.
Kemudian dievaluasi pelaksanaan K3 yang ada di perusahaan sesuai

3
dengan Permen ESDM No.26 tahun 2018 dan Kepmen
1827K/MEM/30/2018.
5. Kesimpulan
Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan analisis data dan didapat korelasi
antara hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan permasalahan yang
diteliti.

Studi Literatur

Observasi Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer : Data Sekunder :

1. Tahapan penambangan batu 1. Peta kesampaian daerah


andesit 2. Data curah hujan
2. Kondisi tidak aman 3. Data karyawan dan jam kerja
3. Tindakan tidak aman 4. Data alat pelindung diri (APD)
5. Program keselamatan kerja

Pengolahan Data

Analisis Data
- Menganalisis faktor penyebab kecelakaan kerja
- Mengidentifikasi potensi bahaya berdasarkan kondisi dan tindakan
tidak aman
- Penilaian resiko dan Upaya pengendaliannya
- Mengevaluasi pelaksanaan program keselamatan kerja

Kesimpulan
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan atau
bahan evaluasi untuk perusahaan yang bersangkutan agar dapameminimalkan
resiko kecelakaan kerja dan terciptanya kondisi kerja yang aman dan nyaman.

4
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah


PT. Sapta Mitra Nusantara adalah perusahaan yang bergerak di bidang
penambangan batu andesit. Perusahaan ini terletak di Kelurahan Kalirejo,
Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah
PT. Sapta Mitra Nusantara hingga saat ini sudah dalam tahap penambangan.
PT. Sapta Mitra Nusantara mempunyai IUP seluas 8,4Ha.
Lokasi IUP batu andesit secara administratif terletak pada Kelurahan
Kalirejo, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa
Tengah. Kecamatan Ungaran Timur memiliki batas administratif sebagai
berikut.
1. Sebelah Utara berbatasan dengan desa Beji
2. Sebelah Barat berbatasan dengan desa Langen Sari
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Karang Jati.
4. Sebelah Timur berbatasan dengan gunung Lemahabang.
Lokasi IUP batu andesit secara astronomis terletak pada Koordinat
UTM 110o25’30’’–110o26’00’’ BT dan 7o10’30’’-7o09’30’’ LS. Lokasi
penambangan dapat ditempuhi melalui perjalanan darat berupa jalan aspal
dengan menggunakan kendaraan bermotor baik sepeda motor maupun mobil
melalui beberapa jalan alternatif sebagai berikut:
1. Dari arah Yogyakarta menuju Ungaran ditempuh kurang lebih 3 jam ke
arah utara .
2. Dari arah Ungaran kearah timur melalui jalan Wringin Putih – Ngobo
lalu masuk ke Kelurahan Karangjati sejauh 1 km.

5
Sumber Peta: Dinas Pekerjan Umum Kabupaten Semarang
Gambar 2.1
Peta Kesampaian Daerah

6
Batas Desa

7
2.2. Iklim dan Curah Hujan
Kabupaten Semarang mempunyai iklim tropis, dengan dua musim
yaitu musim kemarau dan musim penghujan dengan rata rata curah hujan
177,3 mm/tahun dari 2008-2017. Kondisi curah hujan digambarkan dalam
curah hujan pada tahun 2008-2017. Data curah hujan rata-rata per bulan pada
tahun 2008-2017 dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1
Data Curah Hujan rata-rata per bulan tahun 2008-2017 (mm)

(Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, 2017)

2.3. Kondisi Geologi


2.3.1. Fisiografi
Kondisi fisik wilayah Kabupaten Semarang berdasarkan fisiografi, dari hasil
identifikasi oleh seorang ahli geologi yang bernama Bemmelen (1949), serta hasil
dari pengamatan lapangan dapat dikelompokkan beberapa satuan bentuk lahan
antara lain:

8
1. Dataran Tinggi Kaligetas
Satuan bentuk lahan ini pertama kali dinamakan Plato Notopuro (Bemmelen,
1949), kemudian dengan dasar pertimbangan penemuan baru dari tipe lokasi
Formasi penyusun utama yaitu Formasi Kaligetas, maka untuk selanjutnya
kemudian disebut sebagai Plato Kaligetas. Secara umum litologi penyusun utama
satuan bentuk lahan ini adalah endapan lahar dari hasil kegiatan gunung api yang
telah berubah menjadi tanah sisa berwarna coklat kemerahan akibat proses
pelapukan.
2. Perbukitan Candi
Satuan bentuk lahan perbukitan candi terdapat di bagian tengah dari wilayah
Kota Semarang membentang dari arah barat hingga timur dengan elevasi berkisar
dari 10 meter sampai 200 meter di atas permukaan laut. Secara umum, satuan
bentuk lahan ini tersusun oleh litologi sedimen laut dan endapan lingkungan darat
hasil kegiatan gunung api dari Gunung Ungaran Tua.
3. Satuan Bentuk Lahan Delta
Satuan bentuk lahan delta ini, berdasarkan pada kenampakan lapangan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a. Satuan Bentuk Lahan Delta Tua
Terbentuk pada awal sedimentasi dari Sungai Garang dan Sungai Pengkol.
Umumnya satuan bentuk lahan ini terdapat pada elevasi yang berkisar antara
2 sampai 10 meter di atas permukaan laut.
b. Satuan Bentuk lahan Delta Muda
Terdapat pada bagian muara Sungai Garang dan Sungai Pengkol, atau lebih
dikenal dengan Muara Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur, yang pada
masa sekarang masih aktif dengan proses sedimentasi di sekitar kedua muara
sungai tersebut.
4. Satuan Bentuk Lahan Dataran Alluvial Sungai
Merupakan endapan material yang diangkut dan diendapkan di sepanjang
bantaran sungai utama yang mengalir melewati bagian tengah Kota Semarang
terutama di sepanjang bantaran Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur (Hadi
Nugroho, 2002).

9
Kabupaten Semarang terletak pada suatu cekungan antara Perbukitan
Rembang dan Pegunungan Kendeng. Secara fisiografi daerah Semarang dapat
dibagi menjadi 3 daerah, yaitu daerah perbukitan Rembang (di Utara), perbukitan
Kendeng (di Selatan), dan daerah dataran yang dikenal sebagai depresi Randu
Latung di bagian tengah. Berdasarkan Fisiografi Regional (Bemmelen, 1949), maka
daerah penelitian terletak di daerah Perbukitan Kendeng.
Pegunungan Kendeng tersusun oleh batuan sedimen laut dalam yang telah
mengalami perlipatan, pensesaran secara intensif membentuk suatu antiklinorium.
Ciri khas Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan morfologi
bergelombang, dengan ketinggian 50 hingga 200 meter.
2.3.2. Stratigrafi
Daerah fokus penelitian merupakan bagian dari Zona Kendeng yang tersusun
atas batuan sedimen Kenozoikum (Oligosen- Pleistosen) yang sangat tebal dan
menerus, kemudian dilanjutkan oleh batuan vulkanik. Tebal seluruh sedimen pada
zona Kendeng tidak diketahui secara pasti, tapi diperkirakan tebalnya mencapai
lebih dari 3000 meter .
Batuan sedimen penyusun stratrigrafi regional Zona Kendeng pada umumnya
terdiri dari endapan laut dalam. Secara umum zona Kendeng di bagi menjadi 3
subzona yaitu, Zona Kendeng Barat, Zona Kendeng Tengah, Zona Kendeng Timur.
Daerah penelitian termasuk dalam Zona Kendeng Barat. Secara stratigrafis
batuan yang menyusun Mandala Kendeng dari formasi yang paling tua ke muda
adalah Formasi Pelang, Formasi Kerek, Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan,
Formasi Kabuh, Formasi Notopuro dan Formasi Undak Bengawan Solo.
(Gambar 2.3).
1. Formasi Pelang
Formasi Pelang ini dianggap sebagai formasi tertua dari Mandala Kendeng,
terutama di bagian tengah. Bagian bawah dan atasnya tidak diketahui dengan jelas,
karena singkapannya terdapat di upthrust, berbatasan langsung dengan Formasi
Kerek yang lebih muda. Dari bagian yang tersingkap tebal terukurnya sekitar 85-
125 meter. Ketebalan pastinya sulit didapat bagian bawah formasi ini jarang yang
tersingkap. Formasi Pelang ini terutama terdiri dari napal, napal lempungan dengan

10
lensa kalkarenit bioklastik yang banyak mengandung fossil Foraminifera besar
yang menceritakan umur Tersier Bawah, (De Genevraye & Samuel, 1972). Bagian
bawah formasi ini berdasarkan kandungan foraminifera planktoniknya
menunjukkan umur N4 (Ologosen Akhir-Miosen Awal), sedangkan bagian atasnya
berumur N8-N9 (Miosen Tengah). Berdasarkan kandungan foraminifera
bentoniknya, formasi ini diendapkan pada lingkungan laut terbuka dan dalam (200-
1.000m).
2. Formasi Kerek
Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara lempung, napal
lempungan, napal, batu pasir tufaan gampingan dan batu pasir tufaan. Perulangan
ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded
bedding) yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan fosil foraminifera planktinik
dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada miosen awal-miosen akhir (N10-N18)
pada lingkungan shelf. Ketebalan formasi ini bervariasi antar 1.000-3.000meter.
Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi ini terbagi menjadi
dua yaitu Formasi Kalibeng Bawah & Formasi Kalibeng Atas. Bagian Bawah dari
Formasi Kalibeng tersusun napal tak berlapis setebal 600m berwarna putih
kekuningan sampai abu-abu kebiruan, kaya akan foraminifera planktonik. Asosiasi
fauna yang terbentuk pada N17-N21 (Miosen Akhir- Pliosen).
3. Formasi Pucangan
Di bagian barat dan tengah Zona Kendeng formasi ini terletak tidak selaras di
atas Formasi Sonde. Formasi Pucangan merupakan formasi yang memiliki
penyebaran cukup luas. Di Kendeng Barat batuan ini mempunyai penyebaran dan
tersingkap luas antar Trinil dan Ngawi. Ketebalan berkisar antara 61-480 m,
berumur Pliosen Akhir (N21) hingga Plistosen (N22).
4. Formasi Kabuh
Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi Pucangan (Pringgoprawiro,
1983). Formasi ini terdiri dari batu pasir dengan material non vulkanik antar lain
kuarsa, berstruktur silangsiur dengan sisipan konglomerat dan tuff, mengandung
fosil moluska air tawar dan fosil-fosil vertebrata, berumur Plistosen Tengah,
merupakan endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh intensifnya struktur

11
silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen berukuran kerikil. Di bagian
bawah yang berbatasan dengan Formasi Pucangan dijumpai grenzbank.
Menurut Bemmelen (1949) di bagian barat Zona Kendeng (daerah Sangiran),
formasi ini diawali lapisan konglomerat gampingan dengan fragmen andesit, batu
gamping konkresi, batu gamping globigerina, kuarsa, augiit, hornblende, feldspar
dan fosil globigerina. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan batu pasir
tuffaan berstruktur silangsiur dan berlapis mengandung fragmen berukuran kecil
yang berwarna putih sampai cokelat kekuningan.
5. Formasi Notopuro
Menurut Bemmelen (1949) Formasi Notopuro terletak tidak selaras di atas
Formasi Kabuh. Litologi penyusunnya terdiri dari breksi lahar berseling dengan
batu pasir tufaan dan konglomerat vulkanik. Makin ke atas, sisipan batu pasir tufaan
makin banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa-lensa breksi vulkanik dengan
fragmen kerakal, terdiri dari andesit dan batu apung, yang merupakan ciri khas
Formasi Notopuro. Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar yang
terbentuk pada lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan ketebalan
mencapai lebih dari 240 meter.
6. Formasi Undak Bengawan Solo
Formasi Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen batu
gamping, napal dan andesit di samping batu pasir yang mengandung fosil-fosil
vertebrata, Di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik
sebagai konglomerat dan batu pasir andesit yang agak terkonsilidasi dan
menumpang di atas bidan erosi pada formasi kabuh maupun notopuro
(Pringgoprawiro, 1983).
Berdasarkan peta geologi lokasi IUP PT. Sapta Mitra Nusantara berada pada
batuan terobosan basal andesit yang berasal dari gunung Mergi. Batuan terobosan
batu Basal Andesit berada diantara formasi Kaligetas dan Batuan Gunung Api
Gajah Mungkur. Pada Gambar 2.2 menunjukan peta geologi daerah penelitian
penambangan batu andesit.

12
Sumber : Stratigrafi umum Zona Kendeng (Pringgoprawiro, 1983)

Gambar 2.3
Stratigrafi Kabupaten Semarang

13
2.4. Kegiatan Penambangan Batu Andesit
Metode penambangan yang diterapkan adalah sistem tambang terbuka
dengan metode kuari. Bentuk topografi bahan galian umumnya berbentuk bukit,
dan penambangan dimulai dari puncak bukit (top hill type) ke arah bawah (top
down) secara bertahap membentuk jenjang (bench). Secara garis besar tahapan
kegiatan penambangan dapat diuaraikan sebagai berikut.

2.4.1. Metode Penambangan


Penambangan batu andesit PT. Sapta Mitra Nusantara direncanakan
menggunakan metode Kuari. Penambangan dilakukan pada tiap – tiap level dengan
membuat jenjang pada tiap levelnya. Metode ini dipilih dengan pertimbangan
bahwa kondisi bahan galian yang letaknya didekat permukaan tanah sehingga
sangat efektif. PT . Sapta Mitra Nusantara telah menetapkan target produksi sebesar
120.000 ton/tahun.

2.4.2. Kegiatan Persiapan Penambangan


Pada kegiatan persiapan penambangan batu andesit di PT. Sapta Mitra
Nusantara terbagi menjadi dua tahap yaitu sebagai berikut:
1. Land Clearing
Tahap land clearing yaitu pembersihan lahan atau pembabatan vegetasi serta
semak belukar yang ada pada area IUP Operasi Produksi. Pembersihan lahan dari
vegetasi ini dilakukan untuk memudahkan pengupasan tanah penutup. Pembabatan
vegetasi dilakukan dengan menggunakan backhoe dan peralatan manual seperti
gergaji mesin, sabit dan cangkul. Backhoe digunakan untuk memindahkan pohon
besar yang dapat mengganggu proses penambangan selanjutnya. Gergaji mesin
digunakan untuk memotong batang pohon, sehingga proses pembersihan lahan
dpaat dilakukan dengan lebih mudah. Vegetasi semak dan pohon kecil di bersihkan
menggunakan sabit. Setelah dilakukan pembersihan lahan, vegetasi berbatang keras
akan dipisahkan dengan vegetasi semak dan rerumputan.

14
2. Pengupasan Tanah Penutup
Kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup atau over burden di PT. Sapta
Mitra Nusantara ini bertujuan untuk memindahkan lapisan tanah yang menutupi
batu andesit yang akan ditambang. Tanah penutup ini perlu dipindahkan supaya
tidak mengganggu proses penambangan batu andesit. Tanah penutup yang terdapat
di lokasi tambang ini mempunyai ketebalan yang tidak merata.. Pada tahap awal,
pengupasan dilakukan pada atas bukit, sedangkan yang lainnya dilakukan secara
bertahap sesuai kemajuan tambang yang telah dicapai. Tanah penutup kemudian di
tempatkan pada tempat kusus.
2.4.3. Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan dimaksudkan untuk memisahkan sebagian batu
andesit dari batuan asalnya dengan metode penambangan secara kuari, kegiatan
penambangan batu andesit sebagai berikut :
1. Pembongkaran
Pembongkaran batu andesit di PT. Sapta Mitra Nusantara dilakukan dengan
cara mekanis menggunakan alat hydraulic rock breaker excavator CAT 345B LME
SERIES II sebanyak 1 unit (Gambar 2.4).

Sumber : Dokumentasi Penulis


Gambar 2.4
Hydraulic Rock Breaker Excavator CAT 345B LME SERIES II

15
2. Pemuatan
Pemuatan (loading) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisikan
endapan bahan galian andesit hasil pembongkaran ke dalam alat angkut. Kegiatan
loading dilakukan dengan menggunakan alat muat Backhoe KOMATSU PC-300
sebanyak 2 unit (Gambar 2.5).

Sumber : Dokumentasi Penulis


Gambar 2.5
Proses Pemuatan Batu Andesit ke Dumptruck

3. Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan (hauling) adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengangkut material andesit dari front penambangan untuk dibawa ke pengolahan
dan pemasaran yang dituju. Pengangkutan dilaksanakan dengan sistem siklus yang
artinya dump truck yang telah dimuati langsung berangkat tanpa harus menunggu
dump truck yang lain dan setelah membongkar muatan langsung kembali ke lokasi
penambangan untuk dimuati kembali. Kegiatan pengangkuatan menggunakan
dump truck Nissan TrontonCWB-09-D sebanyak 3 unit (Gambar 2.6).

16
Pengangkutan yang dilakukan selain menggunakan dump truck Nissan
TrontonCWB-09-D menggunakan dump truck yang langsung di bawa oleh
konsumen. Dump truck yang di bawa langsung oleh konsumen umumnya dump
truck Mitsubishi Colt Diesel 125 PS.

Sumber : Dokumentasi Penulis


Gambar 2.6
Dump Truck Nissan TrontonCWB-09-

17
BAB III
DASAR TEORI

Industri di dunia terutama di bidang pertambangan semakin mengalami


perkembangan yang pesat. Perkembangan tersebut mengakibatkan munculnya
berbagai persoalan dan dampak positif maupun negatif, salah satunya berkaitan
dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) pada industri pertambangan semakin kompleks seiring dengan kemajuan
teknologi dan perkembangan industri tambang itu sendiri.
Industri pertambangan merupakan industri yang padat modal, padat tenaga
kerja dan padat teknologi. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran
operasi serta menghindari kecelakaan kerja maka diperlukan penerapan sistem
manajemen keselamatan pertambangan yang baik dan benar.

3.1. Peraturan Perundang-Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Adapun dasar hukum keselamatan kerja mengacu pada :
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja pasal 3, 4 mengenai syarat-syarat keselamatan kerja, pasal 5, 8 mengenai
pengawasan, pasal 9 mengenai pembinaan, dan pasal 11 mengenai kecelakaan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pasal 86 dan 87 mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara pasal 96 Undang-Undang ri no 3 thn 2020
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2010 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 26 dan pasal 27.
5. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 26 Tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan
Mineral dan Batubara pasal 14-19.

18
6. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Republik Indonesia No.
1827K/30/MEM/2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik.
Pembahasan mengenai K3 terdapat pada Lampiran III dan IV.

3.2. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan menurut Keputusan Direktur
Jendral Minerba Kementrian ESDM 185.K/37.04/DJB/2019 adalah Segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi pekerja tambang agar selamat dan sehat melalui
upaya pengelolaan keselamatan kerja, Kesehatan kerja, lingkungan kerja, dan sistem
manajemen keselamatan dan Kesehatan kerja. Keselamatan kerja adalah sarana
utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan
kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.
Kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan
kerugian-kerugian secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja,
dan lain-lain. Biaya-biaya sebab akibat kecelakaan kerja, baik langsung atau tidak
langsung cukup atau kadang-kadang sangat atau terlampau besar, sehingga bila
diperhitungkan secara keseluruhan hal ini merupakan kehilangan yang berjumlah
besar, oleh karena itu, Keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting untuk menjadi
acuan menciptakan kecelakaan nihil (Zero Accident ) di setiap perusahaan-perusahaan
pertambangan di Indonesia. Keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai 5 faktor
utama yang disebut dengan 4 M + 1 L yaitu:
1. Manusia, Yaitu pengawas pada pekerja
2. Material, yaitu pengawasan terhadap material
3. Masin, yaitu pengawasan terhadap mesin yang digunakan
4. Metode, yaitu pengawasan terhadap metode kerja
5. Lingkungan, yaitu pengawasan terhadap lingkungan atau area disekitar
Dalam pengendalian 5 faktor diatas akan mereduksi resiko kerugian akibat
kecelakaan.
KEPMEN ESDM No 1827K/30/MEM/2018, Keselamatan mencakup:
1. Manajemen Risiko
2. Program Keselamatan Kerja
3. Pendidikan dan Pelatihan Keselamatan Kerja
4. Kampanye

19
5. Administrasi Keselamatan Kerja
6. Manajemen Keadaan Darurat
Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan kerja
yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian seperti terhambatnya proses produksi,
kerugian biaya, kerusakan mesin dan peralatan kerja, cidera, cacat bahkan kematian.
Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.
Kesehatan kerja merupakan upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit serta
menjaga dan meningkatkan kesehatan para pekerja sekaligus meningkatkan
produktifitas tenaga kerja. Oleh karena itu, Keselamatan dan kesehatan kerja sangat
penting untuk menjadi acuan menciptakan kecelakaan nihil (zero accident) di setiap
perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia.
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik akan mencegah
terjadinya bencana kecelakaan sehingga baik pekerja maupun orang lain yang berada
di tempat kerja selalu dalam kondisi selamat dan sehat, menghindarkan kemungkinan
terhambatnya produksi agar produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien,
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan berkurangnya
kecelakaan yang terjadi.
Setiap perusahaan diharapkan dapat menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja sebagai landasan untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengkaji ulang sasaran program keselamatan dan kesehatan kerja
secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan karyawan untuk berperan aktif
dalam melaksanakan penyempurnaan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

3.3. Program Keselamatan Kerja


Program keselamatan kerja dibuat dan dilaksanakan untuk mencegah
kecelakaan, kejadian berbahaya, kebakaran, dan kejadian lain yang berbahaya serta
menciptakan budaya keselamatan kerja. Kejadian berbahaya merupakan kejadian
yang dapat membahayakan jiwa atau terhalangnya produksi. Kecelakaan atau
kejadian berbahaya dilaporkan sesaat setelah terjadinya kecelakaan atau kejadian
berbahaya. Program keselamatan kerja disusun dengan mengacu kepada peraturan
perundang-undangan, kebijakan, kebutuhan, dan proses manajemen risiko.
Kecelakaan tambang memenuhi 5 unsur :

20
1. Benar-benar terjadi, yaitu tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tanpa
unsur kesengajaan.
2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh
Kepala Teknik Tambang (KTT) atau Penanggungjawab Teknik dan
Lingkungan (PTL).
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan atau pengolahan dan/atau pemurnian
atau akibat kegiatan penunjang lainnya;
4. Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap
saat orang yang diberi izin
5. Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.
Cidera akibat kecelakaan tambang dicatat dalam buku daftar kecelakaan
tambang dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut:

1) Cidera Ringan
Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak
mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 (satu) hari dan kurang dari 3 (tiga)
minggu, termasuk hari minggu dan hari libur.
2) Cidera Berat
a) cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak
mampu melakukan tugas semula selama sama dengan atau lebih dari 3 (tiga)
minggu termasuk hari minggu dan hari libur;
b) cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat
tetap (invalid)
c) cidera akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lamanya pekerja
tambang tidak mampu melakukan tugas semula, tetapi mengalami seperti
salah satu di bawah ini:
1. Keretakan tengkorak, tulang punggung, pinggul, lengan bawah sampai ruas
jari, lengan atas, paha sampai ruas jari kaki, dan lepasnya tengkorak bagian
wajah;
2. Pendarahan di dalam atau pingsan disebabkan kekurangan oksigen;
3. Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat mengakibatkan
ketidakmampuan tetap; atau
4. Persendian yang lepas dimana sebelumnya tidak pernah terjadi.

21
3) Mati
Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati akibat
kecelakaan tersebut.

3.4. Manajemen Risiko


Perusahaan wajib melaksanakan menajemen risiko berdasarkan KEPMEN
ESDM No. 1827K/MEM/30/2018. Pada Sistem Manajemen Keselamatan
Pertambangan (SMKP) manajemen termasuk kedalam elemen kedua yaitu
perencanaan. Manajemen risiko merupakan suatu aktifitas dalam mengelola risiko
yang ada, terdiri atas:
1. Konsultasi dan Komunikasi
Komunikasi dan konsultasi dengan pemangku kepentingan internal maupun
eksternal harus dilaksanakan seekstensif mungkin sesuai dengan kebutuhan dan pada
setiap tahapan proses manajemen risiko. Oleh karena itu sejak awal harus disusun
suatu rencana komunikasi dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan.
Rencana ini harus merujuk pada risiko yang mungkin terjadi, dampaknya, dan apa
yang perlu dilakukan untuk mengatasinya, serta hal–hal lain yang terkait. Komunikasi
dan konsultasi yang efektif baik internal maupun eksternal haruslah membuahkan
kejelasan bagi pihak–pihak yang bertanggung jawab untuk menerapkan proses
manajemen risiko dan para pemangku kepentingan terkait. Mereka harus memahami
dengan baik kriteria pengambilan keputusan serta mengapa suatu tindakan perlu
diambil. Pendekatan konsultasi secara kelompok sangat disarankan untuk
menghasilkan hal–hal berikut tetapi tidak terbatas pada :
a. Penentuan konteks yang benar;
b. Memastikan bahwa kepentingan para pemangku kepentingan telah dimengerti
dan dipertimbangkan dengan baik;
c. Memperoleh manfaat dari berbagai keahlian yang ada untuk menganilisis risiko;
d. Memastikan bahwa semua risiko telah diidentifikasikan dengan baik;
e. Memastikan bahwa berbagai pandangan telah dipertimbangkan dalam
melakukan evaluasi risiko;
f. Meningkatkan proses manajemen perubahan ketika pelaksanaan proses
manajemen risiko;
g. Memperoleh persetujuan dan dukungan untuk tindakan perlakuan risiko; serta

22
h. Mengembangkan rencana komunikasi dan konsultasi internal maupun eksternal.
2. Penetapan Konteks
Konteks manajemen risiko adalah konteks di mana proses manajemen risiko
diterapkan. Hal ini meliputi sasaran organisasi, strategi, lingkup, parameter, kegiatan
utama organisasi atau bagian lain di mana manajemen risiko diterapkan. Penerapan
manajemen risiko dilaksanakan dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat
kewenangan dan pencatatan / dokumentasi proses yang diperlukan harus ditentukan
dengan baik. Konteks proses manajemen risiko akan berubah sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Hal ini dapat meliputi hal–hal berikut:
a. Penetapan tanggung jawab untuk manajemen risiko;
b. Penerapan lingkup kegiatan pertambangan baik dari luas maupun
kedalamannya, termasuk bila ada hal – hal khusus yang harus diperhatikan
atau tidak dicakup;
c. Penentuan tujuan, sasaran, lokasi maupun tempat kegiatan, proses, fungsi,
proyek, produk jasa dan harta yang terkena kegiatan pertambangan;
d. Penentuan hubungan dari kegiatan pertambangan;
e. Penentuan metode untuk melakukan risk assessment (penilaian risiko);
f. Penentuan kriteria penilaian kinerja manajemen risiko;
g. Melakukan identifikasi dan spesifikasi keputusan yang harus diambil;
h. Menentukan identifikasi lingkup ataupun kerangka kajian studi yang
diperlukan, termasuk luas dan sasarannya serta sumber daya yang diperlukan
untuk melakukan kajian tersebut.
3. Identifikasi bahaya.
Langkah pertama dalam proses manajemen risiko adalah melakukan identifikasi
bahaya tempat kerja yang berpeluang mengalami kerusakan. Aktivitas yang dapat
digunakan dalam mengidentifikasi antara lain :
a. Berkonsultasi dengan pekerja dan tim K3.
b. Melakukan investigasi/inspeksi dan safety audit.
c. Menganalisis rekaman dan data.
d. Melakukan survey pada karyawan .
4. Penilaian dan Pengendalian Risiko .

23
Tujuan dari langkah penilaian risiko untuk menentukan prioritas pengendalian
tindak lanjut terhadap tingkat risiko kecelakaan yang ditimbulkan dari bahaya
potensial di tempat kerja. Sedangkan untuk menerapkan pengendalian risiko harus
melakukan beberapa hal antara lain: mengembangkan prosedur kerja, menggunakan
sistem kontrol yang paling efektif, komunikasi, menerapkan penanggung jawab untuk
setiap tindakan, menetapkan tanggal penyelesaian dan tanggal review, menyediakan
pelatihan, melakukan pengawasan dan dokumentasi.

5. Pemantauan dan Peninjauan


Langkah terakhir dalam proses ini adalah melakukan monitoring dan meninjau
efektivitas pengendalian. Pemantauan dan tinjauan risiko harus melakukan interval
waktu sesuai dengan yang ditetapkan dalam organisasi. Hal-hal yang harus dilakukan
antara lain penentuan level risiko yang terkait dengan masing-masing bahaya, sasaran
dan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi tingkat risiko dan kegiatan
pemantauan kemajuannya, menindak lanjuti rencana tindakan sampai semuanya
terselesaikan.

3.5 Penilaian Risiko


Penelitian ini melakukan penilaian risiko menggunakan ILO dikarenakan :
dalam ILO, organisasi tidak hanya mengidentifikasi dan mengendalikan risiko
terhadap K3, namun organisasi juga dipersyaratkan untuk mengidentifikasi dan
mengendalikan risiko dan peluang K3 lainnya yang berkaitan dengan
keberlangsungan organisasi. ILO menuntut pemasok barang dan jasa
(kontraktor, supplier / vendor perusahaan) untuk memenuhi persyaratan K3 karena
pemasok barang dan jasa merupakan bagian yang mempengaruhi kinerja K3
organisasi, ILO menuntut penggabungan dari aspek kesehatan dan keselamatan kerja
dalam keseluruhan sistem manajemen organisasi, dengan demikian mendorong top
manajemen untuk memiliki peran kepemimpinan yang kuat terhadap sistem
manajemen K3.
Penilaian risiko di tempat kerja dilakukan dengan mengikuti 5 (lima) langkah
sistimatis (ILO, 2013) sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi dan mencari potensi bahaya yang terdapat di tempat kerja.
b. Menetapkan akibat yang ditimbulkan oleh potensi bahaya tersebut dan
bagaimana kemungkinan kejadiaannya.

24
c. Melakukan evaluasi terhadap risiko dan menetapkan apakah persyaratan
pencegahan yang ada sudah layak atau masih diperlukan tambahan persyaratan
pengendalian lain.
d. Mencatat semua temuan.
e. Mengkaji hasil penilaian dan melakukan revisi apabila diperlukan.
Risiko yang ditimbulkan dari suatu potensi bahaya yang sudah dievaluasi
sebelumnya, dapat diperkirakan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Sifat dari kondisi dan situasi apa yang akan dilindungi:
1) Manusia
2) Property (aset perusahaan seperti : mesin, pesawat, bangunan, bahan dsb)
3) Lingkungan
b. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia:
1) Ringan
2) Berat/Serius
3) Meninggal
c. Luasnya kemungkinan bahaya yang ditimbulkan:
1) Satu orang
2) Beberapa orang
Probabilitas atau kemungkinan timbulnya risiko dapat diperkirakan dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kemungkinan kekerapan atau lama pemaparan :
1) Kondisi normal operasi
2) Sifat pekerjaan : manual
3) Waktu yang dihabiskan untuk bekerja didaerah berbahaya
4) Jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan
5) Frekuensi pemaparan
b. Kemungkinan waktu kejadian kecelakaan
1) Reliabilitas dan data statistik lainnya
2) Data historis kecelakaan
3) Data penyakit akibat kerja
4) Komposisi risiko
c. Kemungkinan menghindarkan dan membatasi bahaya :
1) Siapa yang mengoperasian peralatan/mesin :
 terampil (Skill)

25
 tidak terampil (Unskill)
 Tidak berawak (Unmanned)
2) Pemahaman dan kesadaran terhadap risiko :
 Melalui informasi yang bersifat umum
 Melalui pengamatan langsung
 Melalui tanda peringatan
 Melalui indikator peralatan
Ada 3 cara dalam melakukan penilaian risiko yaitu:
a. Analisis Kualitatif.
Metode ini menganalisa dan menilai suatu risiko dengan cara membandingkan
suatu risiko terhadap suatu deskripsi atau uraian dari parameter (peluang dan
akibat) yang digunakan.
b. Analisa Semikuantitatif.
Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan analisa kualitatif, perbedaannya
pada metode ini uraian atau deskripsi dari parameter yang ada dinyatakan dengan
nilai atau score tertentu.
c. Analisa Kuantitatif.
Metode penilaian ini dilakukan dengan menentukan nilai dari masing-masing
parameter yang didapat dari hasil analisa data yang representatif. Analisa terhadap
nilai peluang atau akibat dilakukan dengan beberapa metode seperti analisa
statistic, model computer, simulasi, fault tree, analisis, dll.

Tabel 3.1
Tingkat Resiko
Level Tingkat Keterangan
Tidak ada cedera, kerugian biaya rendah,
Sangat Ringan 1
kerusakan peralatan ringan.
Cedera ringan (hanya membutuhkan P3K),
Ringan 2
peralatan rusak ringan.
Menyebabkan cidera yang memerlukan
Sedang 3 perawatan medis ke rumah sakit, peralatan
rusak sedang.
Menyebabkan cidera yang menyebabkan
Berat 4 cacatnya angota tubuh permanen, peralatan
rusak berat.

Menyebabkan kematian 1 orang atau lebih,


Fatal 5 kerusakan berat pada mesin sehingga
mengganggu proses produksi.
Sumber : International Labour Organization (ILO).

26
Tabel 3.2
Tingkat peluang
Tingkat Keterangan

1 Sangat tidak mungkin/hampir mustahil


2 Kecil kemungkinan tapi tidak mustahil
3 Kemungkinan terjadi
4 Kemungkinan sering terjadi
5 Hampir pasti terjadi
Sumber : International Labour Organization (ILO).
Tabel 3.3
Tingkat Bahaya

Tingkat Skor Keterangan

Rendah 1-4 Masih dapat ditoleransi

Sedang 5-10 Dikendalikan sampai batas


toleransi

Tinggi 11-25 Pemantauan intensif &


pengendalian
Sumber : International Labour Organization (ILO).

Tabel 3.4
Cara Menetukan Tingkat Bahaya
Tingkat Bahaya
5 5 10 15 20 25
4 4 8 12 16 20
Tingkat Peluang

3 9

3 3 6 9 12 15
2 2 4 6 8 10
1 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5
Level Risiko

27
Risiko (R) merupakan suatu nilai yang ditetapkan untuk menentukan suatu
tingkatan dampak/akibat berdasarkan keparahan yang disebabkan oleh kecelakaan
kerja. Peluang (P) merupakan suatu nilai yang ditetapkan sebagai untuk menentukan
tingkat keseringan terhadap kejadian kecelakaan. Matriks probabilitas adalah sarana
menggabungkan peringkat kualitatif atau semi kuantitatif dari konsekuensi (level
risiko) dan probabilitas untuk menghasilkan tingkat risiko (tingkat keparahan).
Tingkat Bahaya :Merupakan hasil perkalian dari Risiko (R) dan Peluang (P) sehingga
dapat ditetapkan sebagai tingkat bahaya dari suatu pekerjaan yang dilakukan.

Tingkat Bahaya = R x P......................................................................................(3.1)

3.6 Penyebab Kecelakaan Kerja


Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat berbagai faktor
penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses produksi. Dari
beberapa penelitian para ahli memberikan indikasi bahwa suatu kecelakaan kerja tidak
dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi terjadi oleh satu atau beberapa faktor
penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu peristiwa. Secara umum penyebab
kecelakaan kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Sebab dasar atau asal mula
Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap
kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja meliputi faktor:
a. Komitmen dari pihak manajemen dalam upaya penerapan K3 di perusahaan
b. Manusia atau para pekerjanya sendiri
c. Kondisi tempat kerja, sarana dan lingkungan kerja
2. Sebab utama
Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan
K3 yang belum dilaksanakan secara benar. Sebab utama kecelakaan kerja meliputi
faktor:
a. Faktor manusia atau tindakan tidak aman (unsafe act)
Yaitu merupakan tindakan tidak aman yang berhubungan dengan tingkah laku
para pekerja dalam melaksanakan pekerjaaannya. Yang di maksud dengan tindakan
tidak aman yaitu :
1) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan.
2) Ketidak mampuan untuk bekerja secara normal.

28
3) Kelelahan dan kejenuhan.
4) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman.
5) Bersendau gurau dengan pekerja lain.
6) Menghilangkan atau merusak alat pengaman.
7) Memakai peralatan yang rusak.
8) Tidak memakai APD secara benar.
9) Pembebanan tidak sesuai.
10) Sebab lain.
Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan sering kali disebut sebagai human
error dan sering kali disalah artikan karena selalu dituduhkan sebagai penyebab
terjadinya kecelakaan. Padahal sering kali kecelakaan karena kesalahan desain mesin
dan peralatan kerja yang tidak sesuai.
b. Faktor lingkungan kerja atau kondisi tidak aman (unsafe condition)
Yaitu kondisi tidak aman yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja atau
peralatan yang di gunakan dalam pekerjaan yang tidak aman. Kondisi tidak aman yaitu
:
1) Pelindung pada alat tidak memadai.
2) APD tidak memadai.
3) Alat atau material tidak memadai.
4) Ruang gerak yang terbatas.
5) Sistem peringatan tidak memadai.
6) Bahaya ledakan atau kebakaran.
7) Kondisi lingkungan yang berbahaya (gas, kabut, asap, debu, jalan licin dan
lain-lain ).
8) Kebisingan tinggi.
9) Sebab lain.
c. Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja
Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan sumber penyebab
kecelakaan, apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai maka akan menyebabkan
terjadinya suatu kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakan kerja.
Sedangkan penyebab kecelakaan kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas
3 bagian berdasarkan prosentasenya, yaitu: tindakan tidak aman oleh pekerja (88%),

29
kondisi tidak aman dalam area kerja (10%), diluar kemampuan manusia (2%) dapat
dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5
Penyebab Kecelakaan Menurut Heinrich, H.W

No Penyebab Kecelakaan % Rincian Penyebabnya

1 Tindakan tidak aman 88 -Tidak memakai alat pelindung diri.


-Bekerja dengan tergesa-gesa.
-Tidak mengikuti prosedur kerja.
-Bekerja sambil bergurau
-Tidak mengikuti peraturan keselamatan
kerja
-Mengemudi melebihi batas kecepatan
2 Kondisi tidak aman 10 -Lantai kerja tidak rata.
-Lingkungan kerja berdebu.
-Tidak ada pagar pengaman.

3 Di luar kemampuan 2 Takdir


manusia

Upaya pencegahan kecelakaan akan berhasil dan efektif bila dimulai dengan
memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja. Setelah
dilakukan manajemen K3, selanjutnya dapat dilakukan identifikasi dan evaluasi
sumber-sumber penyebab, memprediksi gejala yang timbul dan mencegah kontak
dengan/kepada objek kerja. Pada akhirnya kerugian kecelakaan dapat dihindarkan
semaksimal mungkin.
Anatomi kecelakaan perlu diketahui agar dapat menganalisa kecelakan yang
terjadi, menemukan penyebabnya dan mencegah terjadinya kecelakan lain, Empat hal
pokok kecelakaan tersebut:
1. Penyebab penunjang.
a. Tindakan pengawas, misalnya:
1) Instruksi keselamatan tidak memadai.
2) Peraturan keselamatan tidak dilaksanakan.

30
3) Jarang melakukan kontak dengan pekerja tentang keselamatan.
4) Bahaya tidak ditanggulangi, dan lain-lain.
b. Kondisi mental pekerja, misalnya:
1) Gugup.
2) Reaksi lambat.
3) Linglung, dan lain-lain.
c. Kondisis fisik pekerja
1) Sangat cepat.
2) Penglihatan kabur.
3) Kondisi badan tidak cukup dengan pekerjaan.
2. Penyebab langsung.
a. Tindakan tidak aman, misalnya:
1) Tidak menggunakan safety belt, kacamata, masker, sarung tangan.
2) Terlalu ceroboh dalam menangani mesin.
3) Terlalu gegabah dalam menangani mesin.
4) Kurang hati-hati dalam menangani peralatan mekanis/bahan peledak.
b. Kondisi tidak aman.
1) Jalan angkut yang tidak rata.
2) Peralatan yang seharusnya sudah tidak layak, tetap digunakan.
3) Lingkungan kerja berdebu.
3. Kecelakaan, misalnya:
a. Tergelincir.
b. Terbakar.
c. Terkena ledakan.
d. Tertimpa/kejatuhan.
e. Terjepit, dan sebagainya.
4. Akibat kecelakaan.
a. Produksi terhenti.
b. Merusak.
c. Luka berat, ringan, dan mati.

31
3.7 Pengendalian Resiko

Pengendalian risiko adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau


menghilangkan risiko bahaya yang terjadi pada setiap kegiatan. Pengendalian
dilakukan Menurut Keputusan Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM
185.K/37.04/DJB/2019, langkah-langkah pengendalian risiko sebagai berikut:

1. Rekayasa, seperti eliminasi, subtitusi, dan isolasi.


2. Administrasi, seperti pemasangan rambu-rambu peringatan, pemilihan pekerja,
rotasi pekerja atau jadwal kerja, pembatasan jam kerja, serta pemilihan perusahaan
jasa pertambangan.
3. Praktik Kerja, seperti analisis keselamatan pekerjaan (JSA), prosedur kerja baku
(standart operating procedure), instruksi kerja (work instruction), dan pelatihan.
4. Alat Pelindung Diri, adalah alat yang digunakan untuk membatasi antara tubuh
dengan potensi bahaya yang diterima oleh tubuh.

32
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Kegiatan penambangan PT. Sapta Mitra Nusantara yang dilakukan saat ini
meliputi kegiatan pembersihan lahan, pengangkutan tanah pucuk, pembongkaran,
pemuatan, pengangkutan, pengolahan, dan penjualan. Kegiatan pertambangan
dilakukan pada IUP Operasi Produksi seluas 8,4 Ha. Pada kegiataan ini melibatkan
berbagai macam alat berat di antaranya adalah Bulldozer, wheel loader, dump truck,
excavator, rockbreaker, dan lain-lain. Karena adanya pemakaian alat-alat berat ini
menimbulkan banyak potensi kecelakaan. Potensi kecelakaan ini dapat ditimbulkan
karena tindakan tidak aman maupun kondisi tidak aman sehingga dapat
membahayakan para pekerja di lingkungan tambang. Berdasarkan data karyawan
pada bulan September 2019 terdapat 41 karyawan yang bekerja PT. Sapta Mitra
Nusantara yang terdiri dari pegawai tetap, pegawai kontrak, maupun pegawai
borongan. PT. Sapta Mitra Nusantara memberlakukan waktu kerja menjadi satu
shift kerja yaitu selama 8 jam kerja/shift.
Kegiatan penambangan meliputi pembongkaran, pemuatan, dan
pengangkutan. Pada proses pembongkaran PT. Sapta Mitra Nusantara melakukan
pemecahan batuan menggunakan rock breaker. Proses pemuatan di PT. Sapta Mitra
Nusantara menggunakan alat Excavator Komatshu PC-300. Pada proses
pengangkutan di PT. Sapta Mitra Nusantara menggunakan dumptruck dengan tipe
Nissan Tronton CWB-09-D.
Oleh karena itu, pihak perusahaan benar-benar memperhatikan aspek
keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluruh karyawan. Guna
mengimplementasikan PERMEN ESDM RI No. 26 tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan
Mineral dan Batubara dan Kepmen 1827K/30/MEM/2018 yang mengatur tentang
Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik.

33
Gambar 4.2
Peta Lokasi Pengambilan Data Potensi Kecelakaan

4.1. Kegiatan Penambangan

Kegiatan penambangan meliputi:


1. Pembongkaran
Kegiatan pembongkaran di PT. Sapta Mitra Nusantara menggunakan pemecahan
batuan menggunakan hydraulic rock breaker excavator CAT 345B LME SERIES
II. Pada saat pemecahan batuan berpotensi terjadinya kecelakaan di akibatkan
operator maupun dari alat rock breaker itu sendiri.
2. Pemuatan
Kegiatan pemuatan di PT. Sapta Mitra Nusantara menggunakan Excavator
Komatshu PC-300. Dikarenakan front penambangan yang kecil sehingga dapat
terjadinya benturan antara backhoe dengan dumptruck. Pada saat pemuatan batu
andesit sangat berpotensi terjadinya kecelakaan yang di akibatkan dari kelalaian
operator pada saat bekerja.
3. Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan di PT. Sapta Mitra Nusantara menggunakan dumptruck
Nissan TrontonCWB-09D. Jarak dari lokasi penambangan ke pengolahan sejauh
1200m. Kegiatan pengangkutan dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan di
karenakan adanya beberapa sebab diantaranya adalah: kondisi jalan angkut yang

34
tidak rata, bergelombang dan terdapat genangan air yang bisa membahayakan
bagi para pekerja. Pada jalan angkut tambang terdapat penyempitan jalan
sehingga dapat membahayakan jika dilalui oleh dua unit.
4.2. Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan merupakan salah satu faktor mengenai kesadaran
kesehatan dan keselamatan kerja. Adapun data tingkat pendidikan karyawan yang
bekerja di PT. Sapta Mitra Nusantara dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1
Data Pendidikan Karyawan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Karyawan Lapangan Kantor
1. SMP 16 16 -
2. SMA/SMK 20 20 -
3. Sarjana 5 - 5
Jumlah 41 36 5
Sumber: PT . Sapta Mitra Nusantara

4.3 Alat Pelindung Diri


Pekerja wajib memakai alat pelindung diri pada setiap pekerjaan yang
dilakukan khususnya pada kegiatan penambangan, berikut beberapa alat pelindung
diri yang digunakan pada kegiatan penambangan di PT. Sapta Mitra Nusantara. Alat
pelindung diri di wajibkan bagi para pekerja untuk menghindari bahaya-bahaya
yang dapat terjadi pada kegiatan penambangan.

Tabel 4.2
Data Alat pelindung Diri

No. Alat Pelindung Diri Jumlah Alat

1. Masker 45/hari

2. Helm 45

3. Kacamata 45
4. Sarung tangan 45

5. Ear plug 8
6. Rompi 45

7. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) 5


8. Safety Shoes 40
Sumber : PT Sapta Mitra Nusantara

35
4.4. Tindakan Tidak Aman dan Kondisi Tidak Aman
Tindakan tidak aman merupakan perilaku yang seharusnya tidak perlu
dilakukan dalam melakukan pekerjaan, dimana perilaku tersebut dapat
meningkatkan kemungkinan celaka jika tidak diubah atau tidak diberi peringatan.
Kondisi Tidak Aman adalah situasi atau keadaan yang tidak langsung disebabkan
oleh tindakan atau ketidaksengajaan dari satu atau lebih karyawan pada suatu lokasi
yang dapat menyebabkan celaka atau cidera jika kondisi tersebut tidak diperbaiki.
Dalam pelaksanaan kegiatan penambangan ditemukan beberapa tindakan tidak
aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition) yang merupakan
penyebab langsung kecelakaan.

4.4.1 Tindakan Tidak Aman dan Kondisi Tidak Aman pada kegiatan
Pembongkaran
Kegiatan pembongkaran di PT. Sapta Mitra Nusantara ini dengan
menggunakan Rock Breaker. Area pembongkaran merupakan area yang
membahayakan karena berhubungan dengan alat berat (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4).
Tabel 4.3
Tindakan Tidak Aman pada Kegiatan Pembongkaran
Frekuensi
dilihat
Tindakan Tidak Aman selama
No. Keterangan
(Unsafe Act) pengamatan
(1 minggu)

1. Tidak menutup pintu saat Operator rock breaker dan excavator yang sering
mengendarai alat berat tidak menutup pintu dengan alasan panas. Padahal
5 kali debu atau batuan yang beterbangan akibat aktifitas
penambangan bisa menyebabkan operator celaka

2. Tidak mengenakan APD Para operator sering tidak menggunakan APD


berupa kacamata, masker, maupun rompi. Padahal
6 kali pihak perusahaan telah menyediakan APD yang
lengkap bagi para operator.

3 Jarak antara rock breaker Jarak antara rock breaker dengan excavator yang
dan excavator yang terlalu 3 kali terlalu dekat dan kurang komunikasi antar operator
dekat dapat menimbulkan potensi bahaya bersenggolan.

36
Tabel 4.4
Kondisi Tidak Aman pada Kegiatan Pembongkaran
Frekuensi
Kondisi Tidak Aman dilihat selama
No. Keterangan
(Unsafe Condition) pengamatan
(1 minggu)
1. Lereng yang terjal akibat Terdapat jalan tambang yang berada di atas
kegiatan yang di lakukan pembomgkaran akibatnya terdapat jurang di
6 kali
oleh rock breaker pinggir jalan tersebut sehingga membahayakan
alat berat yang melintasi jalan tersebut

4.4.2 Tindakan Tidak Aman dan Kondisi Tidak Aman pada Kegiatan
Pemuatan
Pada area pemuatan ini terdapat beberapa tindakan tidak aman dan kondisi
tidak aman. Pada area pemuatan terdapat 2 excavator dan 3 dumptruck. Tindakan
Tidak Aman dam Kondisi Tidak Aman pada tabel 4.5 dan tabel 4.6.

Tabel 4.5
Tindakan Tidak Aman pada Kegiatan Pemuatan
Frekuensi
dilihat selama
Tindakan Tidak Aman
No. pengamatan Keterangan
(Unsafe Act)
(1 minggu)

1. Tidak mengenakan APD Para operator sering tidak menggunakan APD


berupa kacamata, masker, maupun rompi. Padahal
pihak perusahaan telah menyediakan APD yang
6 kali lengkap bagi para karyawan. Hal ini menyebabkan
para pekerja sering mengeluh sakit mata maupun
batuk saat bekerja.

2. Jarak antar excavator Ketika bekerja antar excavator jarak bekerjanya


terlalu dekat terlalu berdekatan. Sehingga alat alat menjadi
3 kali tidak dapat bergerak leluasa dan juga bisa
menyebabkan bersenggolan antar excavator.

3 Jarak antar excavator dan Pada saat melakukan kegiatan pemuatan jarak
dumptruck yang terlalu antara excavator dan dumptruck terlalu dekat
dekat 2 kali sehingga bisa terjadinya bersenggolan antara
dumptruck dan excavator

37
Tabel 4.6
Kondisi Tidak Aman pada Kegiatan Pemuatan
Frekuensi

Kondisi Tidak Aman dilihat selama


No. pengamatan Keterangan
(Unsafe Condition)
(1 minggu)

1. Front penambangan yang 2 kali Pemuatan terpusat di satu tempat dimana pada
dilakukan proses tempat tersebut ada tiga alat berat yaitu 2 backhoe
pemuatan kurang luas dan 1 rock breaker. Hal ini mengakibatkan alat
berat saling bersenggolan

2 Area manuver dumptruck 0 kali Apabila area manuver dumptruck tidak diperluas
sempit dapat menyebabkan tabrakan antar dumptruck.

4.4.3 Tindakan Tidak Aman dan Kondisi Tidak Aman pada Kegiatan
Pengangkutan.
Untuk menuju ke lokasi pemuatan truk harus melewati jalan menanjak dan
berkelok. Material yang telah diangkut kemudian didumping di area pengolahan
dengan jarak 1200m. Tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman pada kegiatan
pemuatan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8

Tabel 4.7
Tindakan Tidak Aman pada Kegiatan Pengangkutan
Frekuensi
Tindakan Tidak dilihat selama
No. Keterangan
Aman (Unsafe Act) pengamatan
(1 minggu)
1. Mengemudi dengan 6 kali Menurut hasil pengamatan sering terjadi
tidak aman pelanggaran-pelanggaran oleh operator,
antara lain :
a. Mengoperasikan telepon genggam saat
mengemudi kendaraan
b. Mengemudi dengan kecepatan
melebihi batas aman (30km/jam)
c. Merokok saat bekerja
d. Tidak menggunakan sabuk pengaman
e. Tidak menggunakan APD dengan
lengkap

38
Lanjutan tabel 4.7
Frekuensi
No. Tindakan Tidak dilihat selama Keterangan
Aman (Unsafe Act) pengamatan
(1 minggu)
2. Tidak dilakukannya 3 kali Sebelum memulai pekerjaan para operator
pengecekan truk diwajibkan untuk mengecek kondisi truk
sebelum bekerja masing-masing. Namun beberapa masih
belum melakukan pengecekan sehingga
beresiko apabila terjadi rem blong maupun
kerusakan yang lain.
3. Pemuatan material 4 kali Pemuatan material di bak yang tidak rapi
tidak sesuai prosedur atau berlebih, sehingga membuat material
banyak tumpah di jalan angkut.
4. Memaksakan diri 3 kali Terdapat pekerja yang tidak jujur mengenai
bekerja dalam keadaan keadaan dirinya yang tidak siap kerja, seperti
tidak siap kerja sakit atau dalam keadaan kelelahan.
5 Tidak menggunakan 6 kali Terdapat pekerja yang tidak mengenakan
Alat Pelindung Diri APD dengan lengkap misalnya, helm,
(APD) dengan masker, dan sabuk pengaman.
lengkap
6 Menyalip kendaraan 1 kali Karena sistem yang diberlakukan untuk
lain di tikungan driver adalah sistem borong maka para driver
akan mengumpulkan ritase sebanyak-
banyaknya sehingga sering menyalip
kendaraan lain di tikungan yang tajam

Tabel 4.8
Kondisi Tidak Aman pada Kegiatan Pengangkutan
Frekuensi dilihat
Kondisi Tidak Aman selama
No. Keterangan
(Unsafe Condition) pengamatan
(1 minggu)
1. Beberapa truk tidak 6 kali Dari 3 truk yang membawa batu Andesit sebanyak
dilengkapi dengan pintu 1 truk tidak dilengkapi dengan pintu belakang
belakang menyebabkan beberapa batu terjatuh di jalan
tambang sehingga mengganggu mobilitas truk
yang lain.

39
Lanjutan tabel 4.8
2. Jalan tidak rata, 6 kali Kondisi jalan yang tidak rata, berlubang dan
berlubang dan terdapat tergenang air dapat membahayakan karena licin
genangan-genangan air sehingga membuat armada sulit untuk
dikendalikan hingga akhirnya dapat
mengakibatkan armada oleng atau rebah dan
mengakibatkan jalan longsor. Penanganan yang
dilakukan yaitu dengan melakukan perawatan

3. Kondisi jalan angkut 6 kali Konsentrasi debu akan meningkat drastis ketika
berdebu musim kemarau. Panas terik matahari akan
membuat debu semakin banyak. Hal ini akan
mengganggu penglihatan ketika kendaraan saling
berpapasan. Selain itu adanya debu dapat
menyebabkan iritasi mata maupun sakit
pernafasan. Hal ini menyebkan para pekerja
kurang nyaman dalam bekerja. Penanganan yang
telah dilakukan adalah dengan melakukan
penyiraman pada setiap ruas jalan. Namun pada
kenyataannya, hal tersebut belum cukup efektif
untuk mengurangi konsentrasi debu yang ada
karena minimnya jumlah armada dan panjangnya
lintasan yang harus disiram.

4 Kondisi jalan angkut 6 kali Lokasi penambangan batu Andesit PT Sapta


terjal Mitra Nusantara berada di atas bukit. Hal ini
membuat jalan menuju lokasi penambangan terjal
dan menanjak.

4.5. Identifikasi Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko


Identifikasi bahaya dan penilaian risiko merupakan proses untuk menentukan
prioritas pengendalian terhadap dampak kecelakaan/penyakit akibat kerja. Metode
yang digunakan untuk analisis penilaian risiko pada penelitian ini adalah metode
analisis kualitatif. Berdasarkan 3 tahapan penambangan yaitu :
4.5.1. Pembongkaran
Pembongkaran batu andesit pada PT. Sapta Mitra Nusantara dilakukan
dengan cara menggunakan rock breaker, sebelum memulai kegiatan pembongkaran
unit rock breaker harus dilakukan pemeriksaaan rutin, setelah pemeriksaan rutin
unit mulai bekerja dengan meletakan rock breaker di front loading batu andesit dan
selanjutnya dilakukan proses pembongkaran, dan berikut beberapa aktivitas dan
potensi bahaya yang dapat ditemui (Tabel 4.9)

40
Tabel 4.9
Potensi Bahaya Pada kegiatan pembongkaran
Kemungkinan Terjadi Berapa Kali Terjadi
NO Kegiatan Potensi Bahaya / Tidak Mungkin (1 minggu)
Terjadi

1 Aktifitas Bersenggolan Mungkin terjadi


dengan unit lain 2x
Pembongkaran
Batu Andesit
Terkena batu Mungkin Terjadi
yang beterbangan 0x

Unit lain kena Mungkin Terjadi


swing breaker 2x

4.5.2. Potensi Bahaya pada Kegiatan Pemuatan


Pada kegiatan pemuatan ada beberapa kegiatan yang menghasilkan potensi
bahaya diakibatkan oleh alat berat (Tabel 4.10).

Tabel 4.10.
Potensi Bahaya pada Kegiatan Pemuatan
Kemungkinan Berapa Kali
NO Kegiatan Potensi Bahaya Terjadi / Tidak Terjadi
Mungkin Terjadi (1 minggu)

1 Melakukan Bersenggolan 1x
excavator dengan Mungkin Terjadi
pemuatan Batu
dumptruck
Andesit
Bersenggolan 1x
antar excavator Mungkin Terjadi

Gangguan saluran 6x
pernafasan akibat
Mungkin terjadi
debu

2 Melakukan Bersenggolan Mungkin Terjadi 0x


antar dumptruck
antrian di front
karna tidak
loading Batu menjaga jarak
Andesit
Tabrakan akibat MungkinTerjadi 0x
area manuver
sempit

4.5.3 Potensi Bahaya pada Kegiatan Pengangkutan


Pada kegiatan pengangkutan ada beberapa kegiatan yang menghasilkan
potensi bahaya diakibatkan oleh mobilisasi alat berat (Tabel 4.11).

41
Tabel 4.11
Potensi Bahaya pada Kegiatan Pengangkutan
Kemungkinan
Berapa Kali Terjadi
NO Kegiatan Potensi Bahaya Terjadi / Tidak
(1 minggu)
Mungkin Terjadi
1 Pemeriksaan Terjepit Mungkin terjadi 0x
Unit Mobil berjalan ketika Mungkin terjadi
2x
dihidupkan
dumptruck Rem blong Mungkin terjadi 0x
2 Tabrakan akibat Mungkin terjadi
driver menggunakan
handphone saat 0x
mengendarai
dumptruck
Tertabrak material di Kemungkinan kecil
jalan angkut terjadi 0x
Aktifitas Terpapar debu Mungkin terjadi
6x
Pengangkutan
Batu Andesit Terperosok karena Mungkin terjadi
operator menyalip 0x
kendaraan lain
Terguling karena Mungkin terjadi
kelebihan muatan 0x

Tabrakan akibat Mungkin terjadi


driver mengantuk 0x
atau kelelahan
Driver mengendarai Mungkin terjadi 1x
dumptruck lebih dari
batas aman
(30km/jam)
3 Penumpahan Unit terguling Mungkin terjadi 0x
Material
(dumping)

4.6. Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Demi terciptanya kondisi kerja yang aman dan efektif, pihak perusahaan telah
melakukan beberapa program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) guna
menjamin keselamatan para pekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Berikut
ini perwujudan mengenai K3 yang tengah dijalankan :
1. Penyediaan dan Penambahan Alat Pelindung Diri (APD).
Penyediaan dan penambahan jumlah alat keselamatan kerja dilakukan dengan
melengkapi alat-alat pelindung diri (APD) yang sudah ada pada tahun
sebelumnya. APD yang sudah ada diantaranya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

42
Tabel 4.12
Data Penambahan Alat pelindung Diri
No. Alat Pelindung Diri Jumlah Alat

1. Masker 50/hari
2. Helm 50
3. Kacamata 50
4. Sarung tangan 50
5. Ear plug 46
6. Rompi 50
7. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) 5
8. Safety Shoes 50

2. Pemasangan Rambu.
Berbagai macam rambu dipasang di sepanjang jalan angkut, area kantor,
maupun area tambang serta area-area berbahaya. Rambu yang dipasang adalah
jenis rambu perintah, larangan, peringatan dan informasi. Pemasangan beberapa
macam rambu dapat dilihat pada Lampiran B.
3. Organisasi bagian K3
Perusahaan telah memiliki salah satu bagian yang mengurusi tentang K3. Tetapi
belum ada tenaga ahli tentang K3 itu sendiri sehingga anggota bagian K3
merupakan gabungan dari beberapa pekerja dari berbagai divisi. Setiap minggu
sebanyak 2 kali diadakan inspeksi lapangan mengenai K3 oleh petugas yang
sedang bertugas. Pada kenyataannya di lapangan inspeksi yang dilakukan
kurang maksimal karena banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
namun tidak ada penindakan tegas.
3. SOP (Standard Operational Procedure)
Perusahaan sudah memiliki SOP pada kegiatan pembersihan lahan, kegiatan
pemuatan, dan kegiatan. Standard Operational Procedure menjadi pedoman
bagi para pelaksana pekerjaan. Tapi pelaksanaan SOP tersebut masih kurang,
dengan adanya SOP namun pelaksanaannya masih kurang maka menyebabkan
munculnya potensi-potensi bahaya penyebab kecelakaan. Berikut adalah SOP
di PT Sapta Mitra Nusantara:
a. SOP Kegiatan Penambangan
b. SOP Pengoperasian Alat Mekanis

43
BAB V
PEMBAHASAN

Kesehatan dan keselamatan kerja dalam industri pertambangan merupakan


sesuatu yang tidak boleh diabaikan, dengan penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja yang baik serta Standard Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, maka
pekerja tambang dapat terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga pekerja
merasa aman, terlindungi dan dapat bekerja secara optimal dan efisien.
Berdasarkan Pengamatan yang dilakukan di PT. Sapta Mitra Nusantara,
sejak awal dilakukannya penambangan pada tahun 2016 hingga selesai
melaksanakan pengambilan data belum pernah terjadinya kecelakaan kerja.
walaupun demikian masih banyak tindakan tidak aman (unsafe action) yang
dilakukan oleh para pekerja dan kondisi tidak aman (unsafe condition) yang ada
dilokasi penambangan, yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja serta
sakit akibat kerja. Sebagian besar potensi bahaya yang dilakukan kurangnya
pengawasan terhadap pekerja dan pengetahuan dari pekerja tentang risiko bahaya
yang dapat terjadinyan.

5.1. Identifikasi Potensi Bahaya pada Kegiatan Penambangan Batu Andesit,


Upaya Pengendalian dan Penilaian Risiko
Penyelidikan kecelakaan, kejadian berbahaya dan penyakit kerja dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi potensi bahaya yang mungkin terjadi pada
lokasi kerja, dengan ditemukannya potensi bahaya yang mungkin terjadi pada
lokasi kerja, maka untuk mengendalikannya dilakukan monitoring atau manajemen
risiko yaitu menganalisis risiko terhadap kemungkinan yang terjadi dengan
memberikan penilaian tingkat bahaya yang ada, kemudian melakukan pengendalian
risiko dengan berdasarkan standar prosedur yang ada, serta upaya-upaya yang dapat
dilakukan demi tercapainya proses bekerja yang baik dan aman.

5.1.1 Faktor Penyebab Kecelakaan

44
Penyebab utama terjadinya kecelakaan menurut Heinrich, H.W (1980)
dengan teorinya yang dikenal sebagai teori Domino Heinrich, penyebab kecelakaan
adalah 88% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan atau tindakan tidak aman dari
manusia (unsafe act), sedangkan sisanya disebabkan oleh hal-hal lain yang tidak
berkaitan dengan kesalahan manusia, yaitu 10% karena kondisi tidak aman (unsafe
condition) dan 2% karena lain-lain seperti misalnya takdir Tuhan. Sedangkan
berdasar dari hasil penelitian, kecelakaan yang terjadi pada PT. Sapta Mitra
Nusantara 65% disebabkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act) dan 35%
disebabkan oleh kondisi tidak aman (unsafe condition) (Tabel 5.1).

Tabel 5.1
Presentase Penyebab Kecelakaan Kerja
Jumlah Presentase
No. Penyebab Kecelakaan
(%)
1. Tindakan tidak aman (Unsafe act) 13 65
Kondisi tidak aman (Unsafe
2. 7 35
condition)

Jumlah 20 100

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Secara


umum faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor penyebab langsung
dan faktor penyebab tidak langsung.

5.1.1.1 Faktor Penyebab Langsung

1. Kondisi Tidak Aman.


Terdapat beberapa kondisi tidak aman yang dijumpai dilokasi, antara lain :
a) Jalan berbedu yang dapat mengganggu penglihatan dan kesehatan.
Debu (dust) adalah partikel-partikel zat berukuran kecil yang dibawa oleh
udara yang dapat bersifat toksik bagi manusia, dengan konsentrasi debu
yang tinggi menyebabkan jarak pandang terbatas sehingga menyebabkan
operator kurang waspada terhadap warga yang melintas Penanganan yang
dilakukan antara lain dengan melakukan penyemprotan jalan menggunakan
mobil tangki air. Saat ini mobil tangki air yang tersedia adalah 1 unit dengan
kapasitas 5.000 liter. Mobil tangki air ini digunakan untuk menyemprot

45
jalan sepanjang 1.200 m dari area pengangkutan menuju area pengolahan.
Hal ini menyebabkan penanggulangan debu kurang maksimal karena dalam
sehari hanya bisa dilakukan 2x penyiraman. Oleh karena itu perlu
penambahan mobil tangki air dengan ukuran yang sama yaitu 5.000 liter
sehingga penanggulangan debu dapat berjalan secara maksimal.

2. Tindakan Tidak Aman


Faktor lain yang paling berpengaruh dalam penyebab kecelakaan kerja adalah
tindakan tidak aman yang dilakukan oleh para pekerja sendiri. Tindakan tidak aman
yang menyebabkan kecelakaan antara lain :
a. Tidak menggunakan APD
Meskipun perusahaan telah menyediakan APD kepada para pekerja akan
tetapi banyak yang tidak menggunakannya dengan baik. Para pekerja sering
menyepelekan penggunaan APD di lapangan. Apabila sedang melakukan
pengelasan pekerja tidak menggunakan kacamata pelindung. Hal ini
menyebabkan mata terkena percikan api. Pada awalnya percikan api ini hanya
menyebabkan mata merah, tetapi lama kelamaan mengganggu penglihatan
sehingga harus dilakukan operasi. Sebaiknya dalam melakukan kegiatan
apapun di area penambangan harus menggunakan APD lengkap.
b.Kurangnya sanksi terhadap pelanggaran mengenai APD
Tidak adanya sanksi yang tegas mengenai pekerja yang tidak menggunakan
APD membuat para pekerja semakin menyepelakan penggunaan APD di area
penambangan. Perlu adanya sanksi tegas terhadap pekerja yang tidak
menggunakan APD dari mulai teguran hingga sanksi yang berat. Selain itu
perlu adanya inspeksi oleh bagian K3 secara berkala di lapangan.

5.1.1.2. Faktor Penyebab Tidak Langsung

1. Tingkat pendidikan
Pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pola pikir mengenai pekerjaan
yang diberikan kepadanya. Selain itu pendidikan berpengaruh pada tingkat
penyerapan materi dari pelatihan maupun pengajaran yang diberikan. Orang yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung berpikir lebih panjang atau
dalam memandang suatu pekerjaan akan melihat dari berbagai segi, misalnya dari

46
segi keamanan alat, lokasi atau dari segi keamanan diri. Lain halnya dengan orang
yang berpendidikan lebih rendah, cenderung akan berpikir lebih pendek atau dapat
dikatakan ceroboh dalam bertindak
Dari 41 karyawan hanya 5 orang saja yang menempuh pendidikan hingga
sarjana sehingga tingkat pendidikan pegawai di PT. Sapta Mitra Nusantara
tergolong rendah. Tingkat pendidikan karyawan dapat dilihat pada tabel 5.2 sebagai
berikut :
Tabel 5.2
Tingkat Pendidikan
Tingkat Jumlah
No. Lapangan Kantor
Pendidikan Karyawan
1. SMP 16 16 -
2. SMA/SMK 20 20 -
3. Sarjana 5 - 5
Jumlah 41 36 5

Berdasarkan tingkat pendidikan tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan


bekerja para pegawai masih kurang. Oleh sebab itu perlu adanya pelatihan-
pelatihan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja secara berkala minimal 3
bulan sekali. Hal ini penting untuk meningkatkan kesadaran akan K3 kepada para
pekerja. PT. Sapta Mitra Nusantara sudah ada sanksi tegas terhadap pelanggaran-
pelanggaran yang berhubungan dengan K3 seperti tidak menggunakan APD
maupun bekerja tidak sesuai SOP. Tetapi tingkat kesadaran dari pekerja yang
kurang sehingga melakukan pelanggaran-pelangaran. Oleh sebab itu penting bagi
perusahaan untuk tidak memberi toleransi kepada karyawan yang tidak mematuhi
peraturan K3 sehingga karyawan dapat memahami pentingnya keselamatan dan
keseshatan kerja

2. Pengalaman Kerja
Hampir semua pekerja yang bekerja di PT. Sapta Mitra Nusantara
merupakan penduduk sekitar. Rata-rata semua pekerja pada saat awal bekerja
adalah minim pengalaman. Para operator back hoe dan rock breaker saat pertama
kali masuk bekerja belum memiliki kemampuan untuk mengoperasikan alat. Untuk
meningkatkan kemampuan para pekerja maka perlu diadakan pelatihan

47
pengoperasian alat pada saat awal masuk bekerja dan diberikan pengarahan
mengenai potensi-potensi kecelakaan yang dapat terjadi dalam pengoperasian alat.
5.1.2 Penilaian Resiko
Tujuan dari langkah penilaian risiko untuk menentukan prioritas pengendalian
tindak lanjut terhadap tingkat risiko kecelakaan yang ditimbulkan dari bahaya
potensial di tempat kerja. Untuk penilaian risiko pada kegiatan penambangan batu
andesit sebagai berikut :
a. Pembongkaran
Pembongkaran batu andesit dilakukan dengan menggunakan alat berat rock
breaker dan berikut potensi bahaya dan penilaian risiko pada kegiatan
pembongkaran.
Tabel 5.6
Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Kegiatan Pembongkaran
N Potensi Bahaya Level Risiko Tingkat Peluang Tingkat Bahaya
o (1) (2) (3) (2x3)

1 Bersenggolan dengan 3
excavator 1 3 (Rendah)
2 Terkena batu yang 6
beterbangan 2 3 (sedang)

3 Unit lain kena swing 3


breaker 1 3 (Rendah)

Terpapar debu 9
4 3 3 (Sedang)
6
Rata-Rata (Sedang)

Penilaian pada kegiatan pembongkaran dengan rata-rata skor tingkat bahaya


6 yaitu sedang. Pada potensi bahaya nomor 1 dan 3 di dapat skor tingkat bahaya 3
yaitu rendah. Untuk level risiko didapat nilai 1 karena tidak menimbulkan cidera
bagi operator dan kerusakan peralatan ringan, untuk nilai tingkat peluang 3 yaitu
kemungkinan terjadi. Pada potensi bahaya nomor 2 dan 6 didapat skor tingkat 6
yaitu sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai 2 karena menimbulkan cidera
ringan (hanya membutuhkan P3K) dan untuk nilai tingkat peluang 3 yaitu
kemungkinan terjadi. Pada potensi bahaya nomor 4 didapatkan skor tingkat bahaya
9 yaitu sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai 3 karena menyebabkan cidera

48
yang membutuhkan perawatan medis dan untuk nilai tingkat peluang 3 yaitu
kemungkinan terjadi.

b. Pemuatan
Pemuatan batu andesit menggunakan alat berat excavator dan berikut potensi
bahaya dan penilaian risiko pada kegiatan pengangkutan.

Tabel 5.7
Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Kegiatan Pemuatan
No Tingkat Peluang Tingkat Bahaya
Potensi Bahaya Level Risiko
(1) (2) (3) (2x3)

1 Bersenggolan
3
excavator dengan 1 3
(Rendah)
dumptruck
2 Bersenggolan antar 3
excavator 1 3
(Rendah)
3 Gangguan saluran
pernafasan akibat 9
3 3
debu (Sedang)

Bersenggolan antar
dumptruck karna 6
4 2 3
tidak menjaga jarak (Sedang)

Tabrakan akibat area


manuver sempit 9
5 3 3
(Sedang)
5
Rata-Rata
(Sedang)

Penilaian pada kegiatan pemuatan dengan rata-rata skor tingkat bahaya 5 yaitu
sedang. Pada potensi bahaya nomor 1 dan 2 didapat skor tingkat bahaya 3 yaitu
rendah. Untuk level risiko didapatkan nilai 1 karena tidak menimbulkan cidera dan
kerusakan alat ringan dan untuk tingkat peluang didapat nilai 3 yaitu kemungkinan
terjadi. Pada potensi bahaya nomor 3 dan 5 didapat skor tingkat bahaya 9 yaitu
sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai 3 karena menimbulkan cidera yang
memerlukan perawatan medis dan peralatan rusak sedang dan untuk tingkat
peluang didapatkan nilai 3 yaitu kemungkinan terjadi. Pada potensi bahaya nomor
4 didapatkan skor tingkat bahaya 6 yaitu sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai
2 karena menimbulkan cidera ringan (hanya membutuhkan P3K) dan peralatan

49
rusak ringan, dan untuk tingkat peluang didapatkan nilai 3 yaitu kemungkinan
terjadi.

c. Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan batu andesit menggunakan alat berat dumptruck dan berikut
potensi bahaya dan penilaian risiko pada kegiatan pengangkutan.

Tabel 5.8
Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko Pada Kegiatan Pengangkutan
Potensi Bahaya Level Risiko Tingkat Peluang Tingkat Bahaya
No
(1) (2) (3) (2x3)
Terjepit 4
1 2 2
(Rendah)
Mobil berjalan ketika 4
2 2 2
dihidupkan (Rendah)
Rem blong 12
3 4 3
(Tinggi)
Tabrakan akibat
4 driver menggunakan
handphone saat 12
4 3
mengendarai (Tinggi)
dumptruck
5 Tertabrak material di 8
jalan angkut 4 2
(Sedang)
6 Terpapar debu 9
3 3
(Sedang)
7 Terperosok karena
12
operator menyalip 4 3
(Tinggi)
kendaraan lain
8 Terguling karena 12
kelebihan muatan 4 3
(Tinggi)
9 Tabrakan akibat
12
driver mengantuk 4 3
(Tinggi)
atau kelelahan
10 Tabrakan akibat
driver mengendarai
12
dumptruck lebih dari 4 3
(Sedang)
batas aman
(30km/jam)
11 Unit terguling 8
4 2
(Sedang)
9
Rata-Rata
(Sedang)

Penilaian pada kegiatan pengangkutan dengan rata-rata skor tingkat bahaya


adalah 9 yaitu sedang. Pada potensi bahaya nomor 1 dan 2 didapat skor tingkat

50
bahaya 4 yaitu rendah. Untuk level risiko didapatkan nilai 2 karena menyebabkan
cidera ringan (hanya membutuhkan P3K) dan untuk tingkat peluang didapatkan
nilai 2 yaitu kemungkinan kecil terjadi tetapi tidak mustahil. Pada potensi bahaya
pada nomor 5 dan 11 didapatkan skor tingkat bahaya 8 yaitu sedang. Untuk level
risiko didapatkan nilai 4 karena bisa menyebabkan cacat pada anggota tubuh
permanen dan peralatan rusak berat, dan untuk tingkat peluang didapatkan nilai 2
yaitu kemungkinan kecil terjadi tetapi tidak mustahil. Pada potensi bahaya nomor
6 didapatkan skor tingkat bahaya 9 yaitu sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai
3 karena bisa menimbulkan cidera yang membutuhkan perawatan medis ke rumah
sakit dan untuk tingkat peluang didapatkan nilai 3 yaitu kemungkinan terjadi. Pada
potensi bahaya nomor 3,4,7,8,9 dan 10 didapatkan skor tingkat bahaya 12 yaitu
berat. Untuk level risiko didapatkan nilai 4 karena bisa menyebabkan cacat pada
anggota tubuh permanen dan peralatan rusak berat, dan untuk tingkat peluang
didapatkan nilai 3 yaitu kemungkinan terjadi.
5.1.3. Upaya Pengendalian Potensi Bahaya
a. Upaya Pengendalian Potensi Bahaya Pada Kegiatan Pembongkaran

Tabel 5.3
Upaya Pengendalian Pada Kegiatan Pembongkaran
NO Kegiatan Potensi Bahaya Upaya Pengendaliannya
1 Aktifitas Bersenggolan Rekayasa : Harus menjaga jarak aman untuk
Pembongkaran dengan unit lain menghindari bersenggolan antara rock breaker
Batu Andesit dengan excavator
Praktik kerja: Memberitahu jarak aman,
mengatur waktu kegiatan ,monitoring secara
berskala, memberi safety talk berskala.
APD: Menggunakan APD
Terkena batu yang Administrasi : Menutup pintu dan jendela
beterbangan dengan rapat
Rekayasa : Operator harus menjaga jarak
apabila rockbreaker sedang melakukan
aktifitas pemecahan batu andesit
APD : Menggunakan APD terutama kacamata
Unit lain kena Praktik kerja :monitoring secara berskala,
swing breaker memberikan teguran.
Rekayasa :Rock breaker harus menjaga jarak
dengan unit lain agar tidak terkena swing
breaker
APD:Menggunakan APD lengkap

Pada kegiatan pembongkaran batu andesit terdapat 3 potensi bahaya. Upaya


pengendalian dari potensi bahaya bersenggolan dengan unit lain adalah harus
menjaga jarak aman untuk menghindari bersenggolan antara rock breaker dengan

51
excavator. Potensi bahaya ini terjadi karena kurangnya komunikasi antar operator
sehingga terjadi bersenggolan dengan unit lain. Upaya pengendalian pada potensi
bahaya terkena batu yang beterbangan adalah operator harus menjaga jarak apabila
rockbreaker sedang melakukan aktifitas pemecahan batu andesit dan menggunakan
APD. Potensi bahaya ini terjadi karena tindakan dari operator yang tidak peduli
akan keselamatan kerja. Upaya pengendalian pada potensi bahaya unit lain kena
swing breaker adalah rock breaker harus menjaga jarak dengan unit lain agar tidak
terkena swing breaker. Potensi bahaya ini terjadi karena kurangnya koordinasi antar
operator sehingga potensi bahaya ini dapat terjadi.

b. Upaya Pengendalian Potensi Bahaya Pada Kegiatan Pemuatan

Tabel 5.4
NO Aktivitas/kegiatan Potensi Bahaya Upaya Pengendaliannya
1 Melakukan pemuatan Bersenggolan Praktik kerja :Harus adanya informasi
Batu Andesit dengan excavator dengan khusus dari operator excavator untuk
menggunakan dumptruck mencegah terjadinya bersenggolan,
excavator monitoring secara berskala,
melakukan teguran
APD : menggunakan APD lengkap
Bersenggolan antar Praktik kerja:Menjaga jarak antar
excavator excavator, monitoring secara
berskala, melakukan teguran
APD : Menggunakan APD lengkap
Gangguan Praktik kerja:Operator harus menutup
pernafasan akibat pintu pada saat proses pemuatan,
debu monitoring secara berkala,
melakukan teguran
APD:Menggunakan APD (masker).
2 Melakukan antrian di Bersenggolan / Rekayasa : memperluas lokasi antrian
front loading Batu menabrak akibat di front loading.
Andesit tidak menjaga jarak Praktik kerja :Driver harus menjaga
antar dumptruck jarak aman pada saat antri, monitrong
saat antri secara berskala, melakukan teguran
APD : menggunakan APD
Tabrakan / terguling Rekayasa : memperluas area antrian
akibat area manuver front loading .
sempit Praktik kerja :Menggunakan operator
dumptruck yang sudah mempunyai
pengalaman.
Administrasi :memasang rambu-
rambu lokasi sempit
Upaya Pengendalian Pada Kegiatan Pemuatan
Pada kegiatan pemuatan batu andesit terdapat 3 potensi bahaya. Upaya
pengendalian pada potensi bahaya bersenggolan excavator dengan dumptruck
adalah harus adanya informasi khusus dari operator excavator untuk mencegah

52
terjadinya bersenggolan. Potensi bahaya ini terjadi karena misskomunikasi antar
operator. Upaya pengendalian dari potensi bahaya bersenggolan dengan excavator
adalah pada saat proses pemuatan antar excavator harus menjaga jarak. Potensi
bahaya ini terjadi karena kurangnya koordinasi antar operator excavator. Upaya
pengendalian pada potensi bahaya gangguan pernafasan akibat debu adalah
operator harus menutup pintu pada saat proses pemuatan dan menggunakan APD
(masker). Potensi bahaya ini terjadi karena operator yang tidak menutup pintu
dengan alasan panas.
Pada kegiatan antri di front loading terdapat 2 potensi bahaya. Upaya
pengendalian pada potensi bahaya bersenggolan/menabrak akibat tidak menjaga
jarak pada saat antri. Potensi bahaya ini terjadi karena operator dumptruck yang
tidak mau antri untuk melakukan pemuatan batu andesit. Upaya pengendalian pada
potensi bahaya tabrakan/terguling akibat area manuver sempit adalah menggunakan
operator dumptruck yang sudang mempunyai pengalaman dan perusahaan harus
memperluas area manuver. Potensi bahaya ini terjadi karena operator dumptruck
yang tidak mempunyai skill untuk mengendarai dumptruck.
c. Upaya Pengendalian Potensi Bahaya Pada Kegiatan Pengangkutan

Tabel 5.5
Upaya Pengendalian Pada Kegiatan Pengangkutan
NO Kegiatan Potensi Bahaya Upaya Pengendaliannya
1 Pemeriksaan Unit Terjepit Rekayasa : Tidak terburu-buru saat
dumptruck pemeriksaan unit.
Administrasi : Membuat rambu-
rambu peringatan hati-hati saat
bekerja
Praktik kerja :Operator dumptruck
harus hati-hati pada saat menutup
pintu dumptruck
APD : Menggunakan masker
Mobil berjalan ketika Rekayasa : Tidak terburu-buru saat
dihidupkan pemeriksaan unit.
Administrasi : Membuat rambu-
rambu saat bekerja
Praktik kerja :Sebelum menghidupkan
dumptruck, operator harus
memastikan persneling dalam
keadaan netral, monitoring secara
berskala melakukan teguran.
APD : menggunakan masker.

53
Rem blong Rekayasa :Tidak terburu-buru saat
pemeriksaan unit.
Administrasi:Membuat rambu-rambu
batas kecepatan maksimal
Praktik kerja : Sebelum melakukan
pekerjaan operator diwajibkan untuk
memeriksa kondisi dumptruck
APD : menggunakan masker
2 Tabrakan akibat driver Rekayasa : Tidak di perbolehkan
menggunakan menggunakan handphone saat
handphone saat bekerja
mengendarai dumptruck Administrasi :Membuat rambu-rambu
tidak menggunakan handphone
Aktifitas
Praktik kerja :Melakukan
Pengangkutan
pengawasan terhadap operator
Batu Andesit
dumptruck agar tidak menggunakan
handphone pada saat menyetir,
monitoring secara berskala,
melakukan teguran.
APD : menggunakan masker
Tertabrak material di Rekayasa : Melakukan pembersihan
jalan angkut material yang terjatuh di jalan angkut,
dumptruck tidak kelebihan muatan,
memasang terpal di atas bak
dumptruck
Praktik kerja : Operator dumptruck
harus dalam keadaan siap bekerja,
agar tetap fokus
Administrasi : Memasang rambu-
rambu batas kecepatan maksimal.
APD : Menggunakan APD lengkap
Terpapar debu APD :Menggunakan APD lengkap
Terperosok karena Rekayasa: Tidak mengendarai
operator menyalip dumptruck melebihi batas maksimal
kendaraan lain Administrasi: Membuat rambu-rambu
batas kecepatan maksimal
Praktik kerja :Mengingatkan kepada
seluruh operator dumptruck untuk
tidak menyalip kendaraan lain,
monitoring secara berskala,
melakukan teguran
APD : menggunakan APD lengkap
Terguling karena Rekayasa :Tidak melakukan pemuata
kelebihan muatan melebihi batas
Praktik kerja: Memberitahu kepada
operator excavator untuk tidak
mengisi material yang berlebihan
Administrasi : Membuat rambu-
rambu batas kecepatan maksimal
APD : menggunakan APD lengkap
3 Penumpahan Unit terguling Rekayasa : Tidak mengangkut
Material material melebihi batas.
(dumping) Praktik kerja: Harus ada pekerja yang
mengatur pada saat dumptruck
melakukan dumping material
APD: Menggunakan APD lengkap

54
Pada kegiatan pemeriksaan unit dumptruck terdapat 3 potensi bahaya.
Upaya pengendalian pada potensi bahaya terjepit adalah operator dumptruck harus
hati-hati pada saat menutup pintu dumptruck. Potensi bahaya ini terjadi karena
operator kurang hati-hati pada saat menutup pintu sehingga menyebabkan terjepit.
Upaya pengendalian pada potensi bahaya mobil berjalan ketika dihidupkan adalah
sebelum menghidupkan dumptruck, operator harus memastikan persneling
dumptruck dalam keadaan netral. Upaya pengendalian pada potensi bahaya rem
blong adalah sebelum melakukan pekerjaan operator diwajibkan untuk memeriksa
kondisi dumptruck. Potensi bahaya ini terjadi karena operator sebelum menjalankan
dumptruck tidak ngechek kondisi dumptruck.
Pada kegiatan pengangkutan batu andesit terdapat 5 potensi bahaya. Upaya
pengendalian pada potensi bahaya tabrakan akibat driver menggunakan handphone
saat mengendarai dumptruck adalah melakukan pengawasan terhadap operator
dumptruck agar tidak menggunakan handphone pada saat mengendarai dumptruck.
Upaya pengendalian pada potensi bahaya tertabrak material di jalan angkut adalah
operator dumptruck harus dalam keadaan siap bekerja, agar tetap fokus. Potensi
bahaya ini terjadi karena operator dumptruck tidak fokus pada saat mengendarai
dumptruck. Upaya pengendalian pada potensi bahaya terpapar debu adalah
menggunakan APD berupa masker. Upaya pengendalian pada potensi bahaya
terperosok akibat driver menyalip kendaraan lain adalah mengingatkan kepada
seluruh operator agar tidak menyalip kendaraan lain. Upaya pengendalian pada
potensi bahaya terguling karena kelebihan muatan adalah memberitahu kepada
operator excavator untuk tidak mengisi material yang berlebihan. Upaya
pengendalian pada potensi bahaya tabrakan akibat operator dumptruck mengantuk
/ kelelahan adalah memeriksa kesiapan para pekerja setiap harinya. Upaya
pengendalian pada potensi bahaya operator mengendarai dumptruck melebihi batas
aman adalah memberikan peringatan kepada operator yang mengendarai
dumptruck melebihi batas aman.
Pada kegiatan penumpahan material (dumping) terdapat 1 potensi bahaya.
upaya pengendalian pada potensi bahaya unit terguling adalah harus ada pekerja
yang mengatur pada saat dumptruck melakukan dumping material.

55
Tujuan dari langkah penilaian risiko untuk menentukan prioritas
pengendalian tindak lanjut terhadap tingkat risiko kecelakaan yang ditimbulkan
dari bahaya potensial di tempat kerja. Untuk penilaian risiko pada kegiatan
penambangan batu andesit sebagai berikut :
d. Pembongkaran
Pembongkaran batu andesit dilakukan dengan menggunakan alat berat rock
breaker dan berikut potensi bahaya dan penilaian risiko pada kegiatan
pembongkaran.

Tabel 5.6
Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Kegiatan Pembongkaran

Potensi Bahaya Level Risiko Tingkat Peluang Tingkat Bahaya


No
(1) (2) (3) (2x3)

1 Bersenggolan dengan 3
excavator 1 3 (Rendah)

2 Terkena batu yang 6


beterbangan (sedang)
2 3

3 Unit lain kena swing 3


breaker (Rendah)
1 3

Terpapar debu 9
4 3 3 (Sedang)

6
Rata-Rata (Sedang)

Penilaian pada kegiatan pembongkaran dengan rata-rata skor tingkat bahaya


6 yaitu sedang. Pada potensi bahaya nomor 1 dan 3 di dapat skor tingkat bahaya 3
yaitu rendah. Untuk level risiko didapat nilai 1 karena tidak menimbulkan cidera
bagi operator dan kerusakan peralatan ringan, untuk nilai tingkat peluang 3 yaitu
kemungkinan terjadi. Pada potensi bahaya nomor 2 dan 6 didapat skor tingkat 6
yaitu sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai 2 karena menimbulkan cidera
ringan ( hanya membutuhkan P3K) dan untuk nilai tingkat peluang 3 yaitu
kemungkinan terjadi. Pada potensi bahaya nomor 4 didapatkan skor tingkat bahaya

56
9 yaitu sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai 3 karena menyebabkan cidera
yang membutuhkan perawatan medis. Dan untuk nilai tingkat peluang 3 yaitu
kemungkinan terjadi.

e. Pemuatan
Pemuatan batu andesit menggunakan alat berat excavator dan berikut potensi
bahaya dan penilaian risiko pada kegiatan pengangkutan.

Tabel 5.7
Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Kegiatan Pemuatan
No Tingkat Peluang Tingkat Bahaya
Potensi Bahaya Level Risiko
(1) (2) (3) (2x3)
1 Bersenggolan
3
excavator dengan 1 3
(Rendah)
dumptruck
2 Bersenggolan antar 3
excavator 1 3
(Rendah)
3 Gangguan saluran
pernafasan akibat 9
3 3
debu (Sedang)

4 Bersenggolan antar
dumptruck karna 6
2 3
tidak menjaga jarak (Sedang)

5 Tabrakan akibat area


manuver sempit 9
3 3
(Sedang)

5
Rata-Rata
(Sedang)

Penilaian pada kegiatan pemuatan dengan rata-rata skor tingkat bahaya 5 yaitu
sedang. Pada potensi bahaya nomor 1 dan 2 didapat skor tingkat bahaya 3 yaitu
rendah. Untuk level risiko didapatkan nilai 1 karena tidak menimbulkan cidera dan
kerusakan alat ringan dan untuk tingkat peluang didapat nilai 3 yaitu kemungkinan
terjadi. Pada potensi bahaya nomor 3 dan 5 didapat skor tingkat bahaya 9 yaitu
sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai 3 karena menimbulkan cidera yang
memerlukan perawatan medis dan peralatan rusak sedang dan untuk tingkat
peluang didapatkan nilai 3 yaitu kemungkinan terjadi. Pada potensi bahaya nomor
4 didapatkan skor tingkat bahaya 6 yaitu sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai
2 karena menimbulkan cidera ringan (hanya membutuhkan P3K) dan peralatan

57
rusak ringan, dan untuk tingkat peluang didapatkan nilai 3 yaitu kemungkinan
terjadi.

f. Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan Batu Andesit menggunakan alat berat dumptruck dan
berikut potensi bahaya dan penilaian risiko pada kegiatan pengangkutan.

Tabel 5.8
Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko Pada Kegiatan Pengangkutan
Potensi Bahaya Level Risiko Tingkat Peluang Tingkat Bahaya
No
(1) (2) (3) (2x3)
Terjepit 4
1 2 2
(Rendah)
Mobil berjalan ketika 4
2 2 2
dihidupkan (Rendah)
Rem blong 12
3 4 3
(Tinggi)
Tabrakan akibat driver
4 menggunakan
handphone saat 12
4 3
mengendarai (Tinggi)
dumptruck
5 Tertabrak material di 8
jalan angkut 4 2
(Sedang)
6 Terpapar debu 9
3 3
(Sedang)
7 Terperosok karena
12
operator menyalip 4 3
(Tinggi)
kendaraan lain
8 Terguling karena 12
kelebihan muatan 4 3
(Tinggi)
9 Tabrakan akibat driver
12
mengantuk atau 4 3
(Tinggi)
kelelahan
10 Tabrakan akibat driver
mengendarai
12
dumptruck lebih dari 4 3
(Sedang)
batas aman
(30km/jam)
11 Unit terguling 8
4 2
(Sedang)
9
Rata-Rata
(Sedang)

Penilaian pada kegiatan pengangkutan dengan rata-rata skor tingkat bahaya


adalah 9 yaitu sedang. Pada potensi bahaya nomor 1 dan 2 didapat skor tingkat
bahaya 4 yaitu rendah. Untuk level risiko didapatkan nilai 2 karena menyebabkan
cidera ringan (hanya membutuhkan P3K) dan untuk tingkat peluang didapatkan

58
nilai 2 yaitu kemungkinan kecil terjadi tetapi tidak mustahil. Pada potensi bahaya
pada nomor 5 dan 11 didapatkan skor tingkat bahaya 8 yaitu sedang. Untuk level
risiko didapatkan nilai 4 karena bisa menyebabkan cacat pada anggota tubuh
permanen dan peralatan rusak berat, dan untuk tingkat peluang didapatkan nilai 2
yaitu kemungkinan kecil terjadi tetapi tidak mustahil. Pada potensi bahaya nomor
6 didapatkan skor tingkat bahaya 9 yaitu sedang. Untuk level risiko didapatkan nilai
3 karena bisa menimbulkan cidera yang membutuhkan perawatan medis ke rumah
sakit dan untuk tingkat peluang didapatkan nilai 3 yaitu kemungkinan terjadi. Pada
potensi bahaya nomor 3,4,7,8,9 dan 10 didapatkan skor tingkat bahaya 12 yaitu
berat. Untuk level risiko didapatkan nilai 4 karena bisa menyebabkan cacat pada
anggota tubuh permanen dan peralatan rusak berat, dan untuk tingkat peluang
didapatkan nilai 3 yaitu kemungkinan terjadi.

5.2. Evaluasi Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Demi terciptanya kondisi kerja yang aman dan sehat serta pelaksanaan sistem
manajemen yang baik, pihak perusahaan telah membentuk suatu organisasi khusus
yang menangani masalah keselamatan dan kesehatan kerja dan merencanakan,
membuat, menetapkan, serta menerapkan kebijakan-kebijakan atau program-
program Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3) guna menjamin keselamatan dan
kesehatan para pekerja serta meningkatkan produktivitas kerja. Program-program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah dijalankan pada kegiatan
pembongkaran, pemuatan dan pengangkutan batu andesit untuk menurunkan
tingkat risiko yaitu dengan cara melakukan seluruh pekerjaan sesuai dengan
Standard Operational Procedure (SOP), Penyediaan dan penambahan Alat
Pelindung Diri, safety talk, inspeksi kerja, dan pemasangan rambu pada tempat
yang memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Program-program tersebut telah dilaksanakan oleh manajemen, namun ada
beberapa program yang tidak diindahkan oleh beberapa karyawan. Seperti halnya
safety talk, masih ada karyawan yang mangkir untuk ikut serta dalam kegiatan
tersebut. Sehingga diperlukan adanya sanksi yang tegas bagi karyawan yang tidak
ikut serta melaksanakan program-program keselamatan dan kesehatan kerja yang
telah ditetapkan.

59
Belum tersedianya Layanan kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit
akibat kerja oleh PT. Sapta Mitra Nusantara oleh karna itu perlu adanya kegiatan
misalnya pemeriksaan kesehatan (medical check up). untuk menjamin kesehatan
para karyawan.
Evaluasi berdasarkan elemen keempat yaitu implementasi pada Peraturan
Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 26 tahun 2018 dan Keputusan
Menteri No. 1827K/30/MEM/2018 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Pertambangan, yakni sebagai berikut :
a. Pelaksanaan pengelolaan operasional.
Perusahaan telah menyusun, menetapkan, menerapkan dan mendokumentasikan
prosedur operasi/kerja seperti Standard Operational Procedure (SOP) dan
instruksi kerja aman. Namun belum dilakukan evaluasi atau peninjauan ulang
prosedur operasi/kerja secara berkala apabila terjadi kecelakaan, perubahan
peralatan, atau perubahan proses. Perusahaan juga telah menyediakan alat
pelindung diri dan alat keselamatan dengan jumlah yang memadai secara cuma-
cuma, serta mengevaluasi dari hasil inspeksi kepatuhan terhadap penggunaan
dan perawatan alat pelindung diri dan alat keselamatan.
b. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan kerja.
Perusahaan telah menetapkan prosedur pengelolaan lingkungan kerja, seperti
pengendalian debu, dan kebersihan lingkungan kerja. Namun belum dilakukan
pengelolaan lingkungan kerja melalui pemantauan dan pengukuran atas
kebisingan, getaran, kualitas dan kuantitas udara kerja disebabkan karena
ketidaktersediaan alat.
c. Pelaksanaan pengelolaan kesehatan kerja.
Perusahaan belum menyediakan unit pelayanan kesehatan, namun hanya
disediakan tenaga medis bukan dokter untuk memeriksa kesehatan pekerja dan
melakukan diagnosis penyakit akibat kerja. Perusahaan melakukan pemeriksaan
kesehatan awal untuk para calon pekerja baru, namun perusahaan belum
melaksanakan pemeriksaan secara berkala terhadap kesehatan para pekerja
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Catatan kesehatan
pekerja telah dibuat, didokumentasikan, dan dievaluasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

60
d. Pelaksanaan pengelolaan keselamatan operasi pertambangan.
Perusahaan telah menetapkan sistem pelaksanaan pemeliharaan/perawatan
sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan. Sistem pelaksanaan
pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan
pertambangan ini biasa disebut commissioning. Jadwal pelaksanaan yang telah
ditetapkan adalah pertriwulan sekali, namun kegiatan ini belum sepenuhnya
dilaksanakan secara berkala.
e. Pengelolaan keadaan darurat.
Prosedur pengelolaan keadaan darurat sekurang-kurangnya terdiri atas
identifikasi dan penilaian potensi keadaan darurat, pencegahan keadaan darurat,
kesiapsiagaan keadaan darurat, respon keadaan darurat, serta pemulihan keadaan
darurat. Perusahaan telah membentuk tim tanggap darurat yang selalu siap siaga.
Tersedia pula sarana dan prasarana keadaan darurat , seperti alat pemadam api
ringan, hydrant, petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), kotak
P3K dan isi kotak P3K. Namun, perusahaan belum melakukan identifikasi dan
penilaian potensi keadaan darurat, rencana pencegahan keadaan darurat sesuai
dengan hasil identifikasi dan penilaian potensi keadaan darurat, serta belum
menyusun dan menetapkan prosedur pemulihan keadaan darurat.

61
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Jumlah Bahaya yang teridentifikasi sebanyak 23 potensi bahaya dari kegiatan


pembongkaran, pemuatan dan pengangkutan, dengan rincian sebagai berikut:
a. Pada kegiatan pembongkaran terdapat 7 potensi bahaya dari 3 kegiatan
dengan rata-rata skor tingkat bahaya 6 yaitu sedang
b. Pada kegiatan pemuatan terdapat 5 potensi bahaya dari 2 kegiatan
dengan rata-rata skor tingkat bahaya 6 yaitu sedang
c. Pada kegiatan pengangkutan terdapat 11 potensi bahaya dari 3 kegiatan
dengan rata-rata skor tingkat bahaya 9 yaitu sedang.
Berdasarkan hasil penelitian pada kegiatan pengangkutan yang mengalami
potensi bahaya paling tinggi yaitu dengan nilai tingkat bahaya 9. Potensi
bahaya pada kegiatan pengangkutan disebabkan oleh tindakan-tindakan tidak
aman dari operator.
2. Program-program keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dijalankan
pada kegiatan pembongkaran batu andesit dan pemuatan serta pengangkutan
batu andesit untuk menurunkan tingkat risiko yaitu dengan cara melakukan
seluruh pekerjaan sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP),
safety talk, inspeksi kerja, dan pemasangan rambu. Namun, masih ada
beberapa program yang belum terimplementasi sepenuhnya.
6.2. Saran
1. Perlu adanya pengawasan yang lebih intensif dalam penerapan kegiatan
safety talk agar para pekerja selalu mengikuti kegiatan tersebut.
2. Perlu adanya sosialisasi lebih lanjut tentang pentingnya penggunaan APD.

62
DAFTAR PUSTAKA

1. Bemmelen, R.W. Van., 1949. The Geology of Indonesia, Vol. 1 A, Government


Printing Office, The Hauge.

2. De Genevraye ,P. , Samuel. 1972. Geology of the Kendeng Zone (Central and
East Java), Indonesian Petroleum Association

3. Heinrich, H.W. Industrial Accident Prevention Scientific Approach. New York,


McGraw Hill Book Company. 1980.

4. International Labour Organization, Geneva, Switzerland, 1989, “Pencegahan


Kecelakaan”, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

5. Thanden, R. E. (1996). Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang, Jawa,


skala 1:100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

6. _____, 1970, Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,


Jakarta.
.
7. _____, 2018, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1827K/MEM/2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang
Baik., Direktorat Teknik Pertambangan Umum, Jakarta.

8. _____, 2003,Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,


Jakarta.

9. _____, 2009, Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan


Mineral dan Batubara, Jakarta.

10. _____, 2010,Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2010 tentang Pembinaan


dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara, Jakarta.

11. _____, 2018,Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26
tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan
Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

63
LAMPIRAN

64
LAMPIRAN A

DATA CURAH HUJAN DAN HARI HUJAN

TABEL A.1

DATA CURAH HUJAN


KABUPATEN UNGARAN
Curah Hujan Bulanan (mm)
62

Tahun
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2008 280 256 298 216 324 56 0 0 0 10 312 376
2009 301 307 197 142 325 34 25 50 25 15 345 340
2010 291 298 146 264 298 95 34 21 0 160 257 352
2011 316 331 134 0 0 29 0 0 60 20 246 280
2012 224 288 285 195 264 27 0 0 0 110 321 371
2013 365 321 298 214 168 0 56 90 23 0 189 246
2014 357 350 312 264 346 0 24 25 0 56 357 327
2015 273 289 221 325 184 45 0 0 0 81 321 330
2016 285 315 315 336 256 24 50 25 0 78 354 368
2017 320 305 287 258 369 182 135 20 40 90 318 386
Rata-rata 251,0 255,0 207,8 184,5 211,2 41,0 27,0 19,3 12,3 51,7 251,7 281,3
Sumber : Badan Statistik Kabupaten Ungaran

65
LAMPIRAN B
KONDISI TIDAK AMAN DAN TINDAKAN TIDAK AMAN

Gambar B.1
Jalan Berkelok dan Menikung Tajam

Gambar B.2
Posisi Alat-Alat Berat yang Terlalu Dekat

66
Gambar B.3 Gambar B.4
Jalan Berdebu Jalan Tidak Rata

Gambar B.5
Truck Tidak
Mempunyai Tutup
Belakang

67
Gambar B.6 Gambar B.7
Tikungan Ganda, Tikungan Rambu Tanjakan
Pertama Kekanan

Gambar B.8 Gambar B.9


Rambu Belokan Kekanan Rambu turunan

68
LAMPIRAN C
CONTOH RAMBU-RAMBU DI PT SAPTA MITRA NUSANTARA

Gambar C.1 Gambar C.2


APD Yang Harus Digunakan Larangan Merokok Daerah
Bengkel

Gambar C.3
Rambu Hati-Hati Saat
Melintasi Perempatan

69
LAMPIRAN D
CONTOH PENILAIAN RISIKO

Kegiatan Potensi bahaya Level Risiko Tingkat Peluang Tingkat Bahaya


(1) (2) (3) (4) (3x4)
Land Tersengat lebah,
Clearing tergigit ular,jatuh
tersandung akar di
karenakan berjalan di
area vegetasi yang 3 3 9
padat dan cidera
kepala akibat
kejatuhan ranting.

Tingkat Bahaya
5 5 10 15 20 25
4 4 8 12 16 20
Tingkat Peluang

3 9

3 3 6 9 12 15
2 2 4 6 8 10
1 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5
Level Risiko

Keterangan:
: Tingkat Bahaya Rendah
: Tingkat Bahaya Sedang
: Tingkat Bahaya Tinggi

70
71

Anda mungkin juga menyukai