Anda di halaman 1dari 4

UAS PAK KONTEKSTUAL

“TUHAN MEMERINTAH ABRAHAM UNTUK MENGORBANKAN ISHAK”

DOSEN : Pdt. Dr. Mieke Nova Sendow, M.Pd.K

DISUSUN OLEH :

Nama : KennyGinsu

Nim : 202041146

Kelas : 17.00

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON


FAKULTAS TEOLOGI 2021
Setelah memberikan seorang anak laki-laki kepada Abraham, firman yang Tuhan telah
sampaikan kepada Abraham pun digenapi. Ini bukan berarti bahwa rencana Tuhan berakhir di
sini; Sebaliknya, rencana agung Tuhan bagi pengelolaan dan penyelamatan umat manusia baru
saja dimulai, dan berkat-Nya berupa seorang anak laki-laki bagi Abraham hanyalah pendahuluan
dari rencana pengelolaan-Nya secara keseluruhan. Pada saat itu, siapa yang tahu bahwa
peperangan Tuhan dengan Iblis telah dimulai secara diam-diam ketika Abraham
mempersembahkan Ishak?

Selanjutnya, mari kita melihat apa yang Tuhan lakukan kepada Abraham. Dalam Kejadian 22:2,
Tuhan memberikan perintah berikut ini kepada Abraham: "Ambillah anak lelakimu, anak
lelakimu satu-satunya, Ishak, yang engkau kasihi, bawalah dia ke tanah Moria, dan
persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran, di salah satu gunung yang akan
Kutunjukkan kepadamu." Maksud Tuhan jelas: Dia menyuruh Abraham untuk
mempersembahkan anak laki-laki satu-satunya, Ishak, yang dia kasihi, sebagai korban bakaran.
Memandang hal ini pada zaman sekarang, apakah perintah Tuhan masih bertentangan dengan
gagasan manusia? Ya! Semua yang dilakukan Tuhan pada waktu itu sangat bertentangan dengan
gagasan manusia; itu tidak dapat dipahami manusia. Dalam gagasan mereka, manusia
memercayai hal-hal berikut ini: ketika seseorang tidak percaya, dan menganggapnya mustahil,
Tuhan memberikan kepadanya seorang anak laki-laki, dan setelah dia memperoleh anak laki-
laki, Tuhan memintanya untuk mengorbankan anaknya. Bukankah ini sama sekali tidak masuk
akal! Apa yang sebenarnya ingin dilakukan Tuhan? Apa maksud Tuhan yang sebenarnya? Dia
memberikan seorang anak kepada Abraham tanpa syarat, tetapi Dia juga meminta Abraham
untuk memberikan korban persembahan tanpa syarat. Apakah ini berlebihan? Dari sudut
pandang pihak ketiga, ini tidak hanya berlebihan, tetapi ini juga merupakan kasus "mencari gara-
gara." Namun Abraham sendiri tidak merasa bahwa Tuhan meminta terlalu banyak. Meskipun
dia memiliki sedikit pendapatnya sendiri tentang hal itu dan meskipun dia sedikit curiga akan
Tuhan, dia tetap siap untuk memberikan persembahan itu. Pada titik ini, apa yang kaulihat yang
membuktikan bahwa Abraham bersedia mempersembahkan anaknya? Apa yang dikatakan dalam
kalimat-kalimat ini? Teks aslinya memberikan catatan sebagai berikut: "Maka Abraham bangun
pagi-pagi benar dan memasang pelana keledainya lalu membawa dua orang bujang bersamanya
dan Ishak anaknya; dia juga membelah kayu untuk korban bakaran itu lalu berangkatlah dia dan
pergi ke tempat yang diperintahkan Tuhan kepadanya" (Kejadian 22:3). "Tibalah mereka ke
tempat yang Tuhan tunjukkan kepadanya, lalu Abraham mendirikan mezbah di sana, menyusun
kayu dan mengikat Ishak, anaknya dan membaringkannya di mezbah itu, di atas kayu. Lalu
Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk menyembelih anak lelakinya"
(Kejadian 22:9–10). Ketika Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk
menyembelih anak laki-lakinya, apakah tindakannya itu dilihat oleh Tuhan? Ya. Keseluruhan
proses—dari awal, saat Tuhan meminta agar Abraham mempersembahkan Ishak, hingga saat
Abraham benar-benar mengangkat pisaunya untuk menyembelih anak laki-lakinya—
menunjukkan kepada Tuhan hati Abraham, dan terlepas dari kebodohan, ketidaktahuan, dan
kesalahpahaman Abraham sebelumnya akan Tuhan, pada waktu itu, hati Abraham untuk Tuhan
adalah benar dan jujur, dan dia benar-benar akan mengembalikan Ishak, anak laki-laki yang
diberikan kepadanya oleh Tuhan, kepada Tuhan. Di dalam dirinya, Tuhan melihat ketaatan,
ketaatan yang sangat Dia inginkan.

Bagi manusia, Tuhan melakukan banyak hal yang tidak dapat dipahami dan bahkan tidak masuk
akal. Ketika Tuhan ingin mengatur seseorang, pengaturan ini sering bertentangan dengan
gagasan manusia dan sukar dipahami olehnya, tetapi justru pertentangan dan kesulitan untuk
dipahami inilah yang merupakan ujian dan tes Tuhan bagi manusia. Sementara itu, Abraham
mampu menunjukkan ketaatan dalam dirinya kepada Tuhan, yang merupakan keadaan paling
mendasar agar dirinya mampu memuaskan tuntutan Tuhan. Baru pada saat itulah, ketika
Abraham mampu menaati tuntutan Tuhan, ketika dia mempersembahkan Ishak, Tuhan sungguh-
sungguh merasakan kepastian serta perkenanan-Nya terhadap umat manusia—terhadap
Abraham, yang telah Dia pilih. Baru pada saat itulah Tuhan yakin bahwa orang yang telah
dipilih-Nya ini adalah seorang pemimpin yang sangat diperlukan yang dapat melaksanakan janji
dan rencana pengelolaan-Nya selanjutnya. Meskipun hanya sebuah ujian dan tes, Tuhan merasa
dipuaskan, Dia merasakan kasih manusia kepada-Nya, dan Dia merasa dihiburkan oleh manusia
seperti yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Pada saat Abraham mengangkat pisaunya
untuk menyembelih Ishak, apakah Tuhan menghentikannya? Tuhan tidak membiarkan Abraham
mengorbankan Ishak, karena Tuhan sama sekali tidak berniat mengambil hidup Ishak. Jadi,
Tuhan menghentikan Abraham tepat pada waktunya. Bagi Tuhan, ketaatan Abraham telah lulus
ujian, apa yang dilakukannya sudah cukup, dan Tuhan sudah melihat hasil dari apa yang ingin
Dia lakukan. Apakah hasil ini memuaskan bagi Tuhan? Dapat dikatakan bahwa hasil ini
memuaskan bagi Tuhan, bahwa itulah yang Tuhan inginkan, dan yang Tuhan rindukan. Apakah
ini benar? Meskipun, dalam konteks yang berbeda, Tuhan menggunakan cara-cara yang berbeda
untuk menguji setiap orang, dalam diri Abraham Tuhan melihat apa yang Dia inginkan, Dia
melihat bahwa hati Abraham benar, dan bahwa ketaatannya tanpa syarat. Justru "tanpa syarat"
inilah yang Tuhan inginkan. Orang sering berkata, "Aku sudah mempersembahkan ini, aku sudah
meninggalkan itu—mengapa Tuhan masih belum puas denganku? Mengapa Dia terus
membuatku menghadapi ujian? Mengapa Dia terus mengujiku?" Ini menunjukkan satu fakta:
Tuhan belum melihat hatimu, dan belum mendapatkan hatimu. Dengan kata lain, Dia belum
melihat ketulusan hati seperti ketika Abraham mampu mengangkat pisaunya untuk menyembelih
anaknya dengan tangannya sendiri dan mempersembahkannya kepada Tuhan. Dia belum melihat
ketaatanmu yang tanpa syarat, dan belum merasa dihiburkan olehmu. Maka adalah wajar jika
Tuhan terus mengujimu. Bukankah ini benar?

Anda mungkin juga menyukai