Anda di halaman 1dari 10

Rancangan Kotbah Minggu, 04 Januari 2004

Judul : Beriman dengan Berani


Bacaan : Kej. 22: 1-19
Nats : Kej. 22: 16
Tujuan : Agar Jemaat mampu menyerahkan diri dengan seutuhnya
pada Tuhan, dalam situasi apapun.

Tafsiran Singkat
Secara naratif kisah dalam Kej. 22:1-19 hendak mengisahkan
tentang pergumulan iman Abraham dan sekaligus perkembangan
imannya yang mencapai puncak. Dalam kisah ini digambarkan
bahwa Abraham mengalami pergumulan terberat ketika Allah “me-
minta” agar anaknya, yang dipandang sebagai anak perjanjian, un-
tuk dipersembahkan kepada Allah.
Bila dipertimbangkan secara manusiawi, permintaan Allah ini
merupakan permintaan yang “aneh”. Mengapa? Karena Allah sendiri
yang menjanjikan anak kepada Abraham, tetapi Allah sendiri juga
yang meminta agar anak tersebut dikorbankan (dengan jalan disem-
belih – suatu bentuk pengorbanan seperti yang diberlakukan bagi
seekor hewan). Dan bila Abraham menolak permintaan ini dengan
alasan manusiawi, tentu kita tidak dapat mempersalahkan Abraham
begitu saja; karena bukankah Ishak adalah anak (satu-satunya!) dan
darah dagingnya sendiri? Di sisi lain, bila dilihat segi kebudayaan
yang hidup di sekitar Abraham, tentu tidak dapat dipersalahkan bila
Abraham menolak permintaan ini; karena yang dimaksud dengan
korban persembahan bagi Allah (dan allah lain, bagi penduduk di
sekitar Abraham) adalah seekor hewan, bukan manusia! Jadi,
adalah aneh apa bila permintaan untuk memberikan korban berupa
manusia (bahkan anaknya sendiri) diikuti oleh Abraham.
Tetapi justru “tindakan yang aneh” inilah yang dilakukan Abra-
ham. Abraham mengikuti permintaan Allah untuk mengorbankan
anaknya sendiri! Tampaknya kisah ini hendak menceritakan tentang
Abraham yang “nekad”. Tetapi yang dimaksud dengan nekad di sini
bukan sembarang nekad yang bernilai negatif, melainkan “nekad
untuk percaya total kepada Allah”. Di tengah-tengah keraguan
terhadap keberadaan dan perintah Allah yang “sangat aneh” dan
layak untuk ditolak, justru Abraham nekad untuk mempercayainya!
Inilah puncak dari keimanan Abraham, sehingga ia layak mendapat
gelar “Bapa setiap orang percaya”.
Adalah menarik ketika Allah melihat sikap Abraham yang “nekad
untuk percaya” kepadaNya, maka Allah pun bersumpah demi diri-
Nya sendiri (lih. ay. 16)! Dalam pemahaman Peranjian Lama (PL),
istilah “sumpah (Syevu’a) di dalam nama Allah” memiliki makna
penyerahan diri agar Allah sendiri yang berkuasa dan bertindak atas
orang yang bersumpah. Bila sumpah sudah diucapkan, maka hal itu
harus dilaksanakan agar orang yang bersumpah tidak terkena kutuk
akibat sumpahnya sendiri. Jika Allah bersumpah di dalam namaNya
sendiri, hal ini berarti bahwa Allah akan melaksanakan apa yang
diungkapkannya dengan sungguh-sungguh tanpa mengurangi sedi-
kitpun apa yang diucapkanNya. Dengan demikian, sumpah Allah
kepada Abraham di dalam namaNya sendiri mengungkapkan bahwa
Allah sedang memberkati Abraham dengan janjiNya (ay. 16-18).
Dan perlu dicatat bahwa yang mendorong Allah bersumpah atas
namaNya sendiri adalah Iman Abraham yang nekad untuk
percaya, iman yang berani!

Rancangan Kotbah
Sebelum seorang pemain akrobat berjalan di atas tali yang
menghubungkan menara satu dengan menara yang lain, ia bertanya
kepada para penonton, “Apakah saudara-saudara percaya bahwa
saya bisa menyeberang dengan selamat?” Para penonton
menjawab serentak, “Percaya ...!” Dan pemain akrobat itu pun
menyeberangi tali tersebut, dan berhasil! Setelah itu, pemain
akrobat ini pun bertanya sekali lagi,” Sekarang saya akan
menyeberangi tali ini dengan menggendong seseorang, apakah
saudara-saudara percaya saya akan berhasil melakukannya?”
Sekali lagi para penonton menjawab, “Percaya!” Namun kali ini si
pemain akrobat bertanya, “Siapa yang bersedia untuk saya
gendong?” Ternyata tidak ada satu pun penonton yang berani.
Sampai beberapa saat kemudian, ada seseorang berkata, “Saya
bersedia di gendong ... Ayah!” Ternyata anak si pemain akrobat itu
yang mengatakannya, lalu ia pun digendong oleh si pemain akrobat
melintasi tali yang membentang, dan ... berhasil dengan gemilang!
Jika cerita di atas diamati, maka kita dapat melihat bahwa di
sinilah letak perbedaan antara orang beragama dengan orang
beriman. Orang beragama hanya percaya kepada Tuhan (seperti
para penonton), tetapi orang beriman adalah orang yang percaya
dan mempercayakan diri pada Tuhan (seperti halnya si anak). Dan
sikap yang dibutuhkan dalam menghadapi kondisi dan fenomena
dewasa ini adalah sikap seorang beriman, yaitu selalu percaya dan
sekaligus mempercayakan dirinya pada Tuhan.
Bacaan kita pada hari ini juga mengungkapkan iman Abraham,
yang bukan hanya percaya dengan janji Allah tetapi sekaligus ia
menyerahkan serta mempercayakan dirinya kepada Allah. Kehen-
dak Allah yang harus terjadi dalam kehidupannya, bukan kehendak-
nya sendiri. Maka ketika Allah menginginkan putranya untuk diper-
sembahkan, Abraham pun nekad untuk selalu percaya kepada
Allah, dengan keyakinan bahwa tidak ada satu pun kehendak Allah
yang buruk bagi kehidupan Abraham. Inilah kualitas iman yang
harus ditumbuhkembangkan dalam kehidupan.
Di samping keyakinan yang teguh atas janji Allah yang selalu
baik, alasan lain yang mendorong Abraham untuk nekad percaya
adalah keyakinan bahwa Ishak adalah milik Allah yang dititipkan
kepada dirinya. Anak, bagi Abraham, bukanlah milik orang tua
melainkan milik Allah yang dipercayakan kepada orang tua untuk
mengasuhnya; sehingga bila Allah menginginkan anak tersebut,
orang tua pun harus bersedia untuk menyerahkannya kepada si
pemilik.
Dalam menghadapi kehidupan sekarang, yang dibutuhkan
adalah iman Abraham, yaitu iman yang berani menyerahkan dirinya
untuk dipimpin Allah, meskipun harus melalui jalan yang bersemak
dan gelap, tanpa sekalipun pernah meragukan Allah.
Rancangan Kotbah Minggu, 18 Januari 2004
Judul : Dirikanlah keadilan Tuhan!
Bacaan : Amos 2:6-16
Nats : Amos 2:7
Tujuan : Agar Jemaat memberlakukan keadilan Tuhan dalam seti-
ap aspek kehidupan.

Tafsiran Singkat
Amos 2:6-16 adalah bagian dari bingkai besar yang terdapat dalam
Amos 1:3-2:16, yang secara khusus berbicara tentang Nubuat
melawan bangsa-bangsa asing. Dalam nubuatan ini ditegaskan
bahwa bangsa-bangsa asing, yang seringkali digambarkan sebagai
bangsa yang ingin menindas bangsa Israel, akan mengalami
kehancuran karena mereka telah melakukan tindak kejahatan (lih.
psl. 1:3-2:3). Dengan tegas Amos menubuatkan bahwa kehancuran
yang dialami oleh bangsa-bangsa asing ini karena Tuhan yang
bertindak atas mereka. Di sini Amos memproklamirkan sebuah
prinsip teologis yang utama, yaitu Tuhan tidak pernah berkompromi
terhadap kejahatan! Apa pun tindakan yang dilakukan oleh setiap
bangsa asing terhadap Israel, apabila itu sudah mengarah pada
kejahatan, maka Tuhan akan bertindak untuk menghancurkan
mereka karena Tuhan sangat tidak berkenan terhadap kejahatan.
Namun hal ini tidak hanya berlaku bagi bangsa asing saja,
sebab jika bangsa Israel melakukan kejahatan, maka Tuhan pun
akan bertindak untuk menghacurkan bangsa Israel (meskipun
mereka disebut sebagai bangsa pilihan Tuhan). Dalam hal ini prinsip
bahwaTuhan tidak pernah berkompromi dengan kejahatan tetap
diberlakukan, kepada siapa pun tanpa pandang bulu.
Perikop yang menjadi perhatian pada hari ini juga menubuatkan
tentang kehancuran yang akan dialami oleh Israel karena Israel
tidak taat dan tidak memberlakukan keadilan Tuhan dalam praktek
kehidupan mereka. Amos menggambarkan betapa hancurnya kehi-
dupan moral bangsa Israel, bahkan kehancuran itu sudah sampai
pada sendir-sendi kehidupan rumah tangga. Istilah anak dan ayah
pergi menjamah seorang perempuan muda merupakan simbolisasi
dari degradasi (penurunan) kehidupan moral bangsa Israel dalam
kehidupan keluarga! Hal ini menunjukkan bahwa seluruh sendi
kehidupan bangsa Israel telah ternodai!
Nada-nada kecaman ini berlangsung terus hingga ayat 16, yang
sekaligus hendak memperlihatkan bahwa kehidupan Israel yang
serba tidak tahu berterima kasih ini pada hakikatnya sama seperti
kehidupan bangsa asing yang tidak memiliki moral sama sekali.
Itulah sebabnya mengapa hukuman penghancuran pun akan dialami
bangsa Israel, karena – menurut Amos – Israel telah melakukan tin-
dak kejahatan dalam setiap sendi kehidupan. Mengapa hal ini bisa
terjadi? Karena prinsip: Tuhan yang adil adalah Tuhan yang tidak
akan pernah bisa berkompromi dengan kejahatan, tetap diberlaku-
kan dalam setiap kondisi!]
Rancangan Kotbah
Situasi sosial dewasa ini dapat digambarkan dalam sebuah anekdot
sindiran. Anekdot itu mengatakan demikian: orang miskin (yang ada
dalam jajaran kelompok bawah) akan bertanya, “Apa yang bisa kita
makan pada hari ini?” Pertanyaan ini mengandung nada keputus-
asaan karena mereka sendiri tidak tahu nasib mereka pada hari ini.
Sedangkan bagi orang yang tergabung dalam kelompok menengah
(tidak kaya tetapi juga tidak miskin), mereka akan mengajukan per-
tanyaan, “Kita makan apa hari ini?” Pertanyaan ini mengandung
makna pemilihan, dalam arti mereka bisa memilih makan apa untuk
hari ini karena mereka mampu untuk membeli makanan. Sedangkan
kelompok atas (klompok orang-orang pemilik modal dan kekuasaan)
akan bertanya, ”Siapa yang kita makan hari ini?” Pertanyaan ini
mengandung makna penguasaan terhadap hidup (termasuk kehi-
dupan yang dimiliki oleh orang-orang miskin, tetapi tidak pernah
diakui oleh mereka yang memiliki kekuasaan). Itulah sebabnya
mengapa banyak kasus yang selalu merugikan kaum miskin, tetapi
menguntungkan kaum Atas. Fenomena ini, sebenarnya, hendak me-
nunjukkan bahwa kehidupan itu seolah-olah tidak berpihak dan tidak
layak dimiliki oleh orang-orang miskin.
Agaknya situasi seperti ini juga terjadi pada jaman nabi Amos.
Yang kaya menindas dan menguasai serta memiliki kehidupan yang
miskin, sehingga yang miskin sama sekali tidak memiliki hak atas
kehidupan. Inilah yang diprotes dan dikecam oleh Amos! Bila feno-
mena ketidakadilan ini tetap diberlakukan, maka hal itu akan meng-
undang Tuhan untuk turun tangan dalam menegakkan keadilanNya.
Dan jangan merasa kaget kalau keadilan Tuhan akan menghancur-
kan sendi-sendi kehidupan, karena keadilan Tuhan tidak pernah ber-
kompromi dengan kejahatan!
Renungan kita pada hari ini hendak mengajak agar setiap kita
yang telah merasakan keadilan dan pembebasan Tuhan ikut terlibat
dalam menerapkan prinsip keadilan Tuhan dalam kehidupan yang
kita jalani, bukan sebaliknya! Setiap orang yang pernah mengalami
keadilan dan pembebasan Tuhan dipanggil untuk mengabarkan dan
menyebarluaskan keadilan dan pembebasan Tuhan itu pada setiap
sendi kehidupan, sebagai ungkapan terima kasih dan syukurnya ke-
pada Tuhan.
Tetapi bila kita sendiri tidak mau menjadi pembawa keadilan dan
pembebasan Tuhan pada kehidupan, maka kita telah melakukan
sebuah tindak kejahatan yang sangat tidak berkenan di hati Tuhan.
Untuk itu kita harus bersiap menerima penghukuman Tuhan, karena
Tuhan tidak pernah bisa berkompromi dengan kejahatan.
Sekarang, pertanyaan yang harus digumulkan adalah: sedang
berada di manakah kita saat ini? Apakah berada dalam posisi
sebagai seorang pembawa berita pembebasan dan keadilan Tuhan?
Atau sedang berada dalam posisi seseorang yang sedang mem-
bawa berita kehancuran bagi orang lain melalui tindakan kita yang
sok kuasa dan merampas hak hidup seseorang?
Jika kita berada dalam posisi yang pertama, HALELUYA! Namun
jika kita berada dalam posisi kedua, BERTOBATLAH!

Pemahaman Alkitab Januari 2004


Judul : Bagikan Kue Keadilan dengan Rata!
Bacaan : Amos 8:4-8
Tujuan : Agar peserta PA memahami dan tahu bagaimana cara
bersikap adil kepada sesama.
Metoda : Permainan dan Diskusi

1. Permainan:
Peralatan : Kancing (± 100 buah) atau bisa diganti dengan ba-
han lain.
Jumlah pemain: Bebas
Waktu : 10-15 menit
Setiap peserta diminta untuk duduk melingkar, dan di tengah-
tengah ditempatkan meja untuk meletakkan dan menebarkan kan-
cing. Dengan menggunakan aba-aba 1-2-3, maka para peserta
diharapkan dengan secepatnya mengambil dan mengumpulkan kan-
cing yang ada di meja sebanyak-banyaknya. Semakin banyak di-
kumpulkan, peluang untuk menang semakin terbuka.
Setelah kancing yang ada di meja habis, silakan menghitung
jumlah kancing yang kumpulkan oleh setiap peserta. Bagi peserta
yang berhasil mengumpulkan kancing terbanyak, maka ia berhak
untuk memberikan sebuah perintah yang harus dilakukan oleh 3
orang peserta yang mengumpulkan kancing dengan jumlah terkecil.
Sementara permainan ini dilakukan, pemimpin PA hendaknya
mencatat beberapa hal, yaitu:
1. Perhatikan pada saat peserta berebut kancing, apakah terjadi
kecurangan? Kalau ya, diamkan dan biarkan untuk dijadikan
bahan refleksi.
2. Catat hukuman apa yang diberikan oleh si penguasa (peme-
nang). Apakah hukuman itu bersifat semena-mena dan memper-
malukan yang kalah, atau justru memberikan kedamaian dan
membuat yang kalah merasa senang melakukan perintah/
hukuman yang diberikan.
Setelah permainan usai, refleksikan permainan itu dengan
menghadirkan beberapa pertanyaan seperti di bawah ini:
a. Bagaimana kesan peserta pada saat saling berebut
kancing?
b. Apakah ada peserta yang berbuat curang? Kalau
memang ada, mengapa itu terjadi?
c. Bagaimana perasaan dari pengumpul kancing
terbanyak? Dan bagaimana rasanya menjadi penentu kehidupan
dan yang meme-rintah 3 orang yang kalah?
d. Bagaimana perasaan kelompok yang kalah?
Bagaimana rasanya diperintah untuk melakukan tugas yang
harus dilakukan?
e. Bagaimana bentuk hukuman yang diberikan?
Membangun atau membuat malu (mempermalukan) si terhukum?
Pengantar Bahan PA
Apa yang dimainkan oleh peserta adalah bentuk permainan yang
bersifat rekreatif, tetapi juga sekaligus dapat dijadikan bahan refleksi
terhadap kecenderungan dasariah manusia. Manusia memiliki ke-
cenderungan dasariah untuk selalu menang dan mengalahkan sesa-
manya. Apabila sudah dapat mengalahkan sesamanya, maka ke-
cenderungan dasariah itu kemudian diikuti dengan keinginan untuk
memerintah dan menjadi penentu kehidupan orang lain/sesamanya.
Hal inilah yang menjadi penyebab munculnya situasi ketidakadilan
dalam lingkup kehidupan manusia.
Bacaan PA kita kali ini juga mengingatkan bahwa apabila sifat
dasariah manusia diikuti dan dipupuk terus, maka keadilan Tuhan
tidak akan pernah dapat dirasakan oleh manusia secara merata.
Justru yang terjadi adalah ketidakadilan, karena semua manusia
mengumbar seluruh keinginan dasariahnya untuk menguasai dan
menjadi pemenang. Manusia cenderung untuk menginjak-injak
harkat hidup sesamanya demi kesenangan dan keuntungan dirinya
sendiri. Mereka tidak peduli terhadap sesama dan kehidupan, yang
penting adalah dirinya selalu aman dan sejahtera; masa bodoh
dengan orang lain!
Jika sifat dasariah ini dilestarikan, mungkinkah “Tuhan Sejati” di-
kenal oleh manusia? Jawabannya sudah pasti, yaitu: TIDAK! “Tuhan
Sejati” tidak akan pernah dikenal oleh manusia, karena manusia te-
lah menjadi tuhan bagi dirinya sendiri dan keinginan mereka pun
akan menjadi penguasa kehidupannya. “Tuhan Sejati” telah diganti
oleh “tuhan” hasil ciptaan manusia itu sendiri, yang bermuara pada
keinginan dan sifat dasariah mereka.
Amos mengingatkan akan bahaya yang muncul apabila manusia
mengikuti semua nafsu dasariah mereka. Manusia akan menjadi pe-
mangsa bagi sesamanya (homo homini lupus), sehingga kehidupan
akan menjadi kacau serta tidak teratur. Peringatan dan kecaman
Amos bertujuan agar manusia tidak lagi mengumbar nafsu dasariah
mereka. Amos mengharapkan agar manusia kembali pada fitrahnya
selaku “gambar dan rupa” Tuhan, yaitu manusia yang penuh dengan
kasih dan selalu mengemban keadilan Tuhan. Namun bila manusia
tidak mau juga mengikuti keadilan Tuhan, maka jangan salahkan
Tuhan apabila IA turun tangan dan memberi hukuman yang berat
kepada manusia.
Tuhan adalah pemilik kehidupan yang adil dan panjang sabar.
Namun apabila Tuhan melihat banyak manusia yang tidak berdaya
selalu menjadi korban bagi manusia yang tidak tahu keadilan, maka
Tuhan sendiri yang akan turun tangan dan menjadi pembela bagi
mereka yang lemah, miskin dan tidak berdaya. Pembelaan Tuhan
berarti penghukuman bagi si penindas dan si penguasa yang tidak
memiliki nurani.

Pertanyaan untuk didiskusikan


1. Bagaimana cara kita mengetahui dan memberlakukan
keadilan Tuhan dalam kehidupan ini?
2. Bagaimana cara kita untuk menekan dan mengendalikan
nafsu dasariah kita, agar kita dapat menjadi manusia yang
dipenuhi dengan sifat welas asih dan tidak memiliki keinginan
untuk men-jadi penguasa dan penentu kehidupan orang lain?
3. Cobalah permainan itu diulangi sekali lagi dengan aturan:
semua peserta tidak saling berebut, tetapi mereka sepakat untuk
membagi kancing sama jumlahnya. Apa yang dirasakan oleh
peserta bila aturan ini diberlakukan?

selamat ber-PA
Rancangan Kotbah Minggu, 16 Mei 2004

Judul : Beriman dengan Berani


Bacaan : 2 Kor. 1:12-14
Nats : 2 Kor. 1:19
Tujuan : Jemaat mampu meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan

Anda mungkin juga menyukai