Anda di halaman 1dari 4

SITI FAHRA FAUZIAH

XII MIPA 4
CERPEN SEJARAH KEKEJAMAN NAZI

BUKU HARIAN ANNE


Hari yang cerah, hamparan rumput yang hijau, dan angin yang berhembus kencang.
Aku menutup mataku menunggu sebuah kejutan yang akan diberikan oleh sahabatku Peter
John. Dia adalah sahabatku sejak kecil, orang tua kami berteman dekat dan ayah Peter
merupakan rekan kerja dari ayahku.
Hari ini, 12 Juni 1939 adalah hari ulang tahunku yang ke-12. Peter mengajakku untuk
pergi ke tempat yang indah ini. Kami berdiri di bawah pohon yang rindang. Peter
menyuruhku untuk menutup mataku dan aku menurutinya. Setelah menutup mataku, dia
memintaku untuk mengulurkan tanganku. Dia meletakkan sebuah benda berbentuk kotak,
tidak terlalu besar, dan tidak terlalu tebal di telapak tanganku. Setelah meletakkannya, dia
menyuruhku untuk membuka mataku. Saat aku membuka mataku, aku melihat matanya yang
berbinar-binar menunggu reaksi apa yang akan ku berikan. Lalu, aku mengalihkan
pandanganku ke benda yang ada ditanganku. Aku pun terkejut saat melihat sebuah buku
catatan harian yang bertuliskan namaku Anne Robin dengan sampul buku bermotif bunga
yang sangat indah. Peter menanyakan ‘Apakah aku menyukainya?’ Dan aku menjawab
bahwa aku sangat sangat menyukainya. Peter sangat mengetahui apa yang aku butuhkan
karena kebetulan buku yang biasa aku gunakan telah robek dan usang. Peter memberi
tahukan kepada ku bahwa dia tahu kalau aku sangat suka menulis dan bercita-cita untuk
menjadi penulis terkenal. Aku terharu karena dia sangat memperhatikanku.
Aku merasa senang sekali sebelum dia mengatakan hal yang membuatku sangat sedih
dan kecewa. Ternyata, hari itu juga menjadi hari perpisahanku dengannya, Dia harus
meninggalkan ku dan pergi ke Amerika karena ayahnya ditugaskan bekerja disana. Dia ingin
menolak, namun orang tuanya tidak membolehkan dia hidup di Jerman sendirian. Orang
tuanya juga mengatakan bahwa di Amerika dia dapat menggapai cita-citanya menjadi tentara.
Jika di Jerman, dia tidak dapat menggapai impiannya itu karena merupakan keturunan
Yahudi. Yahudi tidak dibolehkan untuk ikut serta dalam kemiliteran oleh pemerintah Jerman.
Aku meneteskan air mata saat dia mengatakan hal tersebut. Namun, aku tidak bisa
berbuat apa-apa. Itu adalah keputusan orang tua Peter dan dia. Aku juga tidak ingin
menghalangi impian Peter. Aku hanya bisa bersedih dan berharap suatu hari nanti kita akan
bertemu kembali.
***
Lima tahun telah berlalu.
Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-17, tepatnya di tanggal 12 Juni 1944.
Aku berada di loteng sebuah gedung perkantoran tempat ayahku bekerja. Aku di kamar
menulis catatan harian ini di buku yang diberikan oleh Peter. Saat ini aku sangat
merindukannya. Aku ingin menceritakan apa yang aku alami sekarang kepadanya.
Disini aku menderita karena harus bersembunyi di atas loteng. Aku telah bersembunyi
selama dua tahun, semenjak ditraktor kejam Adolf Hitler pemimpin NAZI menjadi perdana
menteri Jerman. Sebelum dia memerintah saja, kami keturunan Yahudi sudah sangat
menderita. Warga Jerman selalu mendiskriminasi kami. Mereka bahkan membuat kebijakan
agar kami tidak boleh menggunakan transportasi umum, duduk di bangku taman, menikah
dengan warga Jerman, hingga keluar lewat jam 8 malam. Aku bahkan dikeluarkan dari
sekolahku yang merupakan sekolah umum dan harus pindah ke sekolah khusus keturunan
Yahudi. Padahal sistem pendidikan disitu sangat buruk.
Keadaan kami tambah memburuk ketika Hitler memerintah. Hitler memerintahkan
tentara Jerman untuk menangkap kami Yahudi dan akan dipindahkan ke Kamp-Kamp
Konsentrasi NAZI. Aku mendengar bahwa di Kamp itu kami akan dibantai habis habisan.
Itulah yang membuat aku dan keluargaku harus bersembunyi di loteng sempit dan berdebu
ini.
Ada delapan orang dari tiga keluarga yang harus bersembunyi disini. Pintu menuju
loteng ini dihalangi oleh sebuah rak buku besar sehingga tidak ada yang mengira ada
ruangan rahasia di balik rak buku tersebut. Didalamnya, pintu itu ditutup lagi dengan rapat
menggunakan palang dan gembok yang banyak. Loteng ini memiliki beberapa ruangan. Ada
dua kamar kecil yang dapat digunakan untuk tidur dan satu ruang keluarga. Kami harus
saling membagi kamar tidur. Dan tidak boleh bersuara hingga menyiram toilet karna suara
yang akan dikeluarkannya. Makanan disini juga terbatas, kami harus makan satu hari sekali
agar tidak kehabisan makanan. Untungnya, Tuan Kleiman yang merupakan teman kerja
Ayah yang non Yahudi dapat membantu kami memasok makanan dari luar walaupun hanya
bisa membeli sedikit makanan agar tidak keta___
BRAAAKKK!
Aku terhenti menulis saat mendengar suara keras dari pintu. Aku langsung bergegas
menghampiri Ibu dan Ayahku yang ada diluar. Orang lain yang menghuni di loteng itu juga
keluar mendengar suara itu. Kami berkumpul di ruang keluarga dengan rasa penuh cemas.
Suasana menjadi tegang. Kami ketakutan jika tentara Jerman mengetahui kalau kami
bersembunyi disini. Dan ternyata, hal yang kami takutkan benar terjadi.
Tentara Jerman berusaha mendobrak pintu. Mereka cukup lama untuk menembus pintu
tersebut. Tentara-tentara itu berteriak dengan keras dan kasar menyuruh kami untuk keluar.
Kami terdiam membeku didalam. Tidak ada hal yang dapat kami lakukan, tentara-tentara itu
datang dengan jumlah yang cukup banyak dan bersenjata. Sepertinya ada yang
memberitahukan keberadaan kami disini.
Akhirnya, tentara-tentara itu berhasil masuk kedalam dan mengobrak-abrik serta
menghancurkan tempat persembunyian kami. Mereka memerintahkan kami untuk segera
membereskan barang-barang kami lalu menyeret kami keluar dengan kasar.
Tentara Jerman itu membawa kami ke Kamp Konsentrasi menggunakan kereta yang
biasa digunakan untuk mengangkut hewan ternak. Kami dibawa ke salah satu Kamp
Konsentrasi Auschwitz.
Sesampainya disana, kami dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari orang yang
sudah tua dan lemah dan orang yang masih kuat bekerja. Aku terpisah dengan Ayah dan
Ibuku karena mereka sudah tua. Aku sangat sedih ketika harus dipisahkan. Aku mendengar
orang-orang tua dan lemah itu akan langsung di eksekusi dengan dibawa ke ruangan yang
berisi gas beracun.
Aku sendiri dibawa ke salah satu tempat. Ditempat itu, aku ditato sebagai tanda tahanan
kerja paksa. Aku juga disuruh untuk membuka pakaianku dan menggantikannya dengan
seragam bergaris berwarna biru. Terdapat banyak sekali orang di tempat itu yang senasib
denganku. Kami diarahkan untuk bekerja di salah satu pabrik industri tempat pembuatan
senjata yang akan digunakan Jerman untuk Perang dunia II. Disana kami dilatih untuk
membantu membuat senjata itu. Kami terus disuruh bekerja sampai malam tanpa istirahat dan
makan.
Saat malam tiba, kami dipulangkan ke penginapan kumuh di Kamp Konsentrasi.
Penginapan itu sangat padat dan diisi dengan banyak sekali kamar tidur susun. Ada banyak
sekali orang didalamnya. Sesampainya disana, kami diberikan sepotong roti tawar keras dan
telur rebus. Aku terpaksa harus memakannya agar tidak kelaparan. Setelah makan, kami
langsung disuruh untuk tidur oleh penjaga tempat itu dan lampu dimatikan.
Sebelum tidur, aku mengambil tasku dan mencari buku harianku didalamnya. Aku
menyempatkan untuk menulis buku harian ini. Aku takut aku tidak akan selamat disini.
Setidaknya, kisah hidupku dan kekejaman Nazi yang aku terima dapat aku ceritakan di buku
ini. Aku berharap seseorang dapat menemukan buku ini setelah perang ini berakhir.
***
Kehidupanku di Kamp ini terus berulang, satu tahun telah berlalu. Tubuhku menjadi
sangat kurus dan dari hari ke hari aku bertambah lemah dan sakit. Mengetahui hal itu,
penjaga memberitahu kepadaku bahwa aku harus dipindahkan.
“Sepertinya aku akan dibawa ketempat Ibu dan Ayah. Aku merasa hidupku tidak lama
lagi dan aku masih belum bertemu dengan Peter. Sepertinya impianku menjadi penulis
terkenal tidak akan terwujud. Terima kasih atas buku harian yang kau berikan. Buku ini
sangat menghiburku di kala aku menderita di tempat ini. Aku dapat menulis apa saja disini.
Aku dapat menuliskan apa yang aku rasakan. Aku harap kamu dapat membacanya.” tulisku
di buku harianku. Sepertinya ini akan menjadi catatan terakhirku. Aku menyempatkan untuk
menulis di buku ini sebelum aku dibawa oleh penjaga itu. Aku tidak membawa buku ini
bersamaku. Aku menyimpannya di bawah tempat tidurku. Aku berharap buku ini tidak akan
rusak dan baik-baik saja.
Aku berjalan dituntun oleh penjaga disampingku ke sebuah ruangan. Sesampainya di
depan ruangan tersebut, penjaga itu membukakan pintunya. Pintu terbuka lebar. Aku disuruh
masuk ke tempat tersebut. Aku mengikuti perintahnya dan pasrah akan keadaan. Percuma aku
melawan karena aku sudah tidak punya kekuatan melawan tentara yang lebih kuat dariku.
Seluruh badanku sakit dan lemas. Aku hanya berharap agar derita yang aku rasakan ini cepat
berakhir.
Aku telah masuk ke dalam ruangan itu. Penjaga itu segera menutup pintu dengan rapat.
Aku duduk dan menatap ke langit langit ruangan. Aku melamun dan memikirkan kehidupan
yang telah aku lalui. Ibu, Ayahku, hari saat ulang tahunku yang ke-12 bersama Peter,
kehidupan damaiku sebelum Nazi berkuasa, aku merindukan semua itu.
Penjaga itu memasukkan gas beracun ke dalam ruangan. Lalu, gas itu mulai memenuhi
seluruh ruangan, Aku menghirup gas tersebut. Kepalaku mulai terasa pusing, penglihatanku
tidak jelas lagi, dan seluruh tubuhku menjadi sangat lemah.
“Ibu, Ayah, Aku akan segera menemui kalian” Setelah mengucapkan kalimat itu, aku
menutup mataku untuk selamanya.
***
8 MEI 1945
Tentara Sekutu datang menyerbu Jerman karena Pasukan Jerman NAZI telah kalah
dalam perang dan menyerah tanpa syarat pada pihak sekutu. Tentara sekutu membebaskan
para tahanan di Kamp Kamp Konsentrasi yang masih tersisa. Diantara para tentara sekutu itu,
terdapat seorang pria muda berbadan tinggi dan besar yang juga turut dalam membebaskan
para tahanan itu. Saat dia membereskan tempat terjadinya penyiksaan oleh NAZI tersebut,
tidak sengaja dia menemukan sebuah buku yang tidak asing baginya. Dia melihat buku itu
dan membaca isinya. Dia meneteskan air mata saat membacanya.
“Anne, aku sangat menyesal meninggalkanmu. Maafkan aku karena kau harus
menderita disini. Maafkan aku karena tidak bisa membantumu. Aku telah mencapai impian
yang aku inginkan. Aku sudah membaca bukumu ini. Kau menulisnya dengan sangat bagus.
Aku yakin kau juga pasti akan menjadi penulis terkenal dengan buku ini.” Ucap pria itu
sambil menangis.
Pria itu membawa buku tersebut ke teman dekatnya yang merupakan seorang penulis.
Dia memohon agar temannya dapat menyusun dan menerbitkan buku tersebut. Akhirnya
buku tersebut dapat diterbitkan dan terjual lebih dari 30 juta eksemplar . Setidaknya, Anne
telah berhasil mewujudkan impiannya menjadi penulis walau dia tidak dapat merasakannya.
Tulisannya dapat membuka mata semua orang bahwa dampak peperangan dan
ketidakmanusiaan dapat memutuskan harapan dan cita-cita dari seorang anak yang tidak
bersalah.

Anda mungkin juga menyukai