Anda di halaman 1dari 3

Nama : Adinda Aulia Rahmah

NIM : 2111120187

KAMILA

Aku terbangun di suatu malam yang dingin. Rasanya seperti terbangun di tengah-tengah mimpi.
Namun seakan aku tak mengingat siapa diriku dan aku tak tau aku ada dimana. Yang pertama kali
menarik perhatianku adalah sebuah simbol yang tergambar di sebuah kertas di hadapanku. Sebuah
simbol berbentuk bintang dan lingkaran yang tak pernah kulihat sebelumnya.

Ditengah malam yang gulita, aku akhirnya menyadari bahwasanya aku terbangun dan berada di ruang
kelas pada pukul setengah satu malam. Aku terkejut dan berlari ketakutan. Hingga pada akhirnya aku
terhenti di depan ruang kelas yang pintunya tak tertutup dengan rapat. Terdengar samar suara
seseorang melakukan suatu aktivitas. Namun setelah kuperhatikan melalui celah pintu, sosok yang
kulihat bukanlah sosok yang aku harapkan, melainkan sosok jelmaan wanita berkaki-tangan yang sedang
menulis di papan tulis. Ya, aku menyebutnya demikian karena tubuh bagian bawahnya terdiri dari
puluhan tangan yang aku tak tau pasti ada berapa jumlahnya. Melihat hal itu membuatku semakin takut
dan kebingungan. Aku berlari lebih kencang hingga akhirnya menemukan pintu gerbang sekolah.
Terdapat sedikit kelegaan melihatnya, apalagi secara kebetulan ada penjual nasi goreng yang lewat
dengan gerobaknya. Namun saat aku berteriak dan meminta pertolongan padanya, ia malah berlari
meninggalkan gerobaknya didepan gerbang sekolah. Aku bingung kenapa ia ketakutan dan berlari
meninggalkanku, sedangkan posisi kami sudah sangat dekat saat itu.

Ditengah lamunan kebingunganku, aku dikejutkan oleh munculnya seorang anak laki-laki belasan tahun
yang usianya nampak tak terpaut jauh dariku. "Selamat bergabung" tuturnya. Aku yang masih linglung
dengan kehadirannya dibuat menjadi semakin bingung atas apa yang diucapkannya padaku.

Selang beberapa waktu berlalu dan percakapan cukup panjang yang kami lalui. Akhirnya aku menyadari
satu hal yang tak pernah ingin kudengar sebelumnya, bahwasanya aku-adalah-hantu.

Namaku Kamila. Tentang apa yang menjadi penyebab kematianku atau mengapa aku bisa berada di
tempat ini, semuanya masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.

Dan dari sekian banyak penampakan yang kulihat malam ini, hanya ia yang berkenan menghampiriku
dan memberi tahu namaku. Namanya Hans, anak laki-laki berparas Eropa ini adalah penghuni pertama
tempat ini.

Ia menceritakan peristiwa yang terjadi sebelum ajal menjemputnya. Tempat ini dulunya adalah sekolah
untuk anak-anak pejabat pemerintahan Belanda. Awalnya semuanya berjalan dengan baik, hingga pada
akhirnya datang para pasukan dari tentara Jepang yang memaksa mereka keluar dari ruang kelas. Para
murid dikumpulkan ditengah lapangan dikelilingi pasukan tentara yang menodongi mereka dengan
senjata. Ini bukan ancaman, karena sebagian murid sudah terkapar berlumuran darah di sekitar
lapangan. Hanya tersisa beberapa dari mereka. Pak guru diberikan pistol kecil dan dipaksa membantai
murid-muridnya dengan todongan pistol di kepala. Mau tak mau pak guru harus mengambil keputusan,
dan tersisalah satu diantara mereka, Hans. Melihat hal itu, secepat kilat pak guru mengalihkan arah
pistolnya ke arah pria yang menodonginya dengan senjata dan menarik pelatuknya. Walaupun ia tau
riwayatnya akan tamat, tapi pak guru hanya ingin Hans selamat. Namun nahas, nasib Hans justru
berakhir tak lebih baik dari pak guru.

Kaki pak guru dijerat dibelakang mobil dengan bagian wajah diseret menghadap tanah. Sedangkan Hans
diikat dan digantung di suatu ruangan yang juga terdapat beberapa anak lainnya dengan posisi yang
sama. Saat Hans tersadar dan merintih, salah seorang dari tentara Jepang itu menebas bagian tengah
tubuhnya hingga terbagi menjadi dua bagian terpisah, yang disusul dengan hilangnya nyawa Hans.
Beberapa hari setelah peristiwa itu, ia terbangun sebagai hantu di sekolah ini.

Setelah cerita Hans selesai, ia mengajakku bertemu pak guru. Kulihat wajahnya yang rata karena
tergerus jalanan. Namun ia berbeda dengan kami, ia berada di luar pagar sekolah dan tak bisa masuk,
sebagaimana kami yang juga tak bisa keluar dari tempat ini.

Satu keistimewaan dibalik wajah rata pak guru, ia bisa membaca semua rahasia seluruh hantu yang
terjebak di sekolah dan peristiwa yang terjadi ditempat ini karena wajahnya yang sudah menyatu
dengan tanah di sekitar sekolah. Ia menuliskan semuanya di sebuah buku yang selalu berada di
genggamannya. Termasuk alasan mengapa hantu-hantu korban kejahatan selama hidup di dunia yang
tak bersalah terkurung tak berdaya di tempat ini, yang disebabkan oleh seorang dukun tua yang
mengunci tempat ini dengan mantranya demi mendapatkan uang dan melakukan hal buruk lainnya. Aku
yang geram mendengar penjelasan pak guru bertekad untuk membantu kaum bangsaku agar terbebas
dan bisa pergi dengan tenang.

Pak guru menyampaikan bahwa dukun itu akan datang pada tengah malam ini saat bulan purnama
penuh seutuhnya untuk menguatkan kunci gerbang mistisnya. Pak guru juga memberitahukan
kelemahannya. Ia sulit dikalahkan dengan kekuatan ghaib. Tapi tak ada yang mustahil, kami pun
menyusun rencana.

Singkat cerita, aku berhasil menjebak preman yang sedang mabuk untuk masuk ke gedung sekolah
karena raganya akan kupinjam untuk menjalankan rencana.

Tepat tengah malam, dukun tua itu memulai ritualnya. Ia tak sadar bahwa ada seseorang yang
bersembunyi dibalik pohon dan memperhatikan gerak-geriknya.
Saat ia berusaha fokus dan memejamkan mata, sebongkah batu besar melayang tepat mengenai
kepalanya. Ia tersungkur bersimbah darah dengan sajennya yang berserakan, dalam sekejap nyawanya
pun ikut melayang.

Mantra pengunci telah sirna, pintu gerbang telah terbuka. Sebagian penghuni sekolah berterimakasih
dan pergi dengan tenang ke tempat seharusnya. Tersisa beberapa, termasuk aku, Hans dan pak guru.

Beberapa hari setelah gerbang terbuka aku masih termenung dan belum tau apa yang harus aku lakukan
selanjutnya. Hingga secara tak sengaja terdengar olehku suara tangis seorang wanita yang setelah
kutelusuri berada di ruang kelas. Kulihat jelmaan wanita berkaki-tangan yang pernah kulihat di awal dulu
menangis di depan kelas. Ku tanyakan pada pak guru peristiwa apa yang menimpanya hingga
membuatnya menjadi seperti itu. Namanya Lisa. Ia adalah seorang guru muda dengan wajah cantik jelita
di desa yang berada tak jauh dari tempat ini. Ia pergi mengajar dengan berjalan kaki melewati ladang
jagung. Hingga pada suatu hari, ia dicegat oleh 4 orang preman dan dilecehkan dengan kasar secara
bergantian disana hingga akhirnya meregang nyawa. Puluhan tangan yang berada di bagian bawah
tubuhnya adalah bentuk perlindungan diri yang dibayangkannya untuk melindungi dirinya saat itu.
Setelah mendengar cerita dari pak guru, hatiku seketika bergejolak tak karuan. Aku pun menyampaikan
niatku kepada pak guru, dan pak guru mengizinkan.

Aku dan Bu Lisa berkelana mencari para pelaku yang menghilangkan nyawanya. Kami dapati mereka
sedang berjudi sama seperti dahulu kala. Kupersilahkan Bu Lisa untuk membalaskan dendamnya
terhadap mereka yang telah menghabisi nyawanya dengan tragis.

Kala pagi menjelang, para petani berkerumun dengan wajah tegang menyaksikan jasad 4 preman
tersebut terbujur kaku terpajang ditengah ladang.

Bersamaan dengan hari itu, tangan-tangan di tubuh bagian bawah Bu Lisa pun menghilang. Terukir
senyum manis dan menenangkan di wajahnya sebelum ia pergi meninggalkan kami di gedung sekolah.

Kuharap ia beristirahat dengan damai di tempat yang lebih layak.

Hingga terbesit suatu pepatah di benakku yang pernah kudengar semasa aku masih hidup, bahwa
dendam takkan menyelesaikan masalah. Namun sepertinya di alam ini, hukum itu berlaku sebaliknya.

Ada yang harus ditebus jika suatu kedamaian ingin diraih, meski dengan cara keji dan menyakitkan.

Ini bukanlah akhir, tapi ini adalah awal perjalananku untuk memulai kehidupanku di alam yang baru.

Anda mungkin juga menyukai