Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TEORI WARNA

“PSIKOLOGI WARNA”

Dosen Pengampun :
Dra. Eti Herawati, M.Si

Kelompok 4:
1. Aini Nabila (1510521010)
2. Cindy Claudia (1510521011)
3. Sandra Astriya Rahayu (1510521014)
4. Meilly Noptriana Abigail (1510521027)
5. Tifani Meyliana (1510521030)

D4- KOSMETIK DAN PERAWATAN KECANTIKAN

FAKULTAS TEKNIK

UNVERSITAS NEGERI JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan hidayah
yang telah dilimpahkan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul "Psikologi Warna” ini dengan tepat waktu.
Penyusunan Makalah ini merupakan tugas terstruktur dalam
pelaksanaan mata kuliah Teori Warna sekaligus sebagai wahana
pembelajaran bagi mahasiswa dalam mempelajari dan menambah wawasan
tentang Teori Warna itu sendiri.
Untuk semua hal yang terdapat di dalam makalah ini belumlah
sempurna untuk sebagai bahan pembelajaran yang sangat baik, sehingga
kami sangat membutuhkan kritik dan saran dari Dosen pengajar dan rekan-
rekan mahasiswa sekalian.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan  kepada
semua pihak yang memberi saran untuk memperbaiki isi makalah ini, saya
ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
1.3 Tujuan.............................................................................................
1.4 Manfaat...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Psikologi Warna............................................................
2.2 Konsep Dasar Psikologi Warna......................................................
2.3 Efek Psikologi Warna.....................................................................
2.4 Jenis dan Arti Warna Dalam Ilmu Psikologi..................................
2.5 Kombinasi Warna...........................................................................
2.6 Preferensi Warna.............................................................................
2.7 Tata Cara Memilih Warna Melalui Ilmu Psikologi Warna.............
2.8 Penerapan Psikologi Warna............................................................

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


3.1Kesimpulan......................................................................................
3.2Saran................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama ini warna seolah hanyalah sebuah bagian partikel dari suatu teori.
namun tahukah anda bahwa selama ini warna sangatlah bisa untuk membantu
desain pengembangan belajar. Warna memiliki karakteristik yang baik untuk
membantu dalam proses pekembangan belajar mengajar. Contohnya saja warna
merah menggambarkan rangsangan suatu emosi yang ada dalam jiwa karakteristik
warna perlu dijadikan pertimbangan dalam aplikasi warna agar mencapai tujuan
yang diinginkan oleh seniman atau pendesain. Disini kita juga bisa menmgetahui
bahwa warna mempunyai pengelompokkan. Penglompokkan tersendiri baik
berdasakan kejadiannya ataupun bedasakan penggabungannya. Warna sangatlah
mampu untuk mempengaruhi suatu emosidan kepribadian seseorang. Warna-
warna juga memiliki efek psikologis. Kemampuan warna menciptakan impresi
mampu menimbulkan efek-efek tertentu. efeknya berpengaruh terhadap pikiran,
emosi, tubuh, dan keseimbangan. Itulah yang akan kita pelajari dalam bab ini.
Kita pun nantinya akan mengetahui bagaimana cara untuk mengaplikasikan teori
dalam desain pengembangan pembelajaran. Warna mampu dikombinasikan satu
sama lain. Tapi pada dasarnya warna mempunyai karakter atau sifat yang
berbeda-beda.Penggunaan warna telah dimanfaatkan secara luas dalam bidang
industri dandesain .Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana cara yang baik
untuk memanfaatkan aplikasi #arna dalam desain pembelajaran serta karakteristik
warna yang cocok .

1.2 Rumusan Masalah


- Apa pengertian Psikologi Warna menurut teori?.
- Bagaimana karakteristik Psikologi Warna?.
- Bagaimana pengelompkan Psikologi Warna?.
- Bagaimana aplikasi warna tertsebut?
1.3 TuJuan Penulisan

- Mengetahui pengertian dari Psikologi Warna itu sendiri


- Mengetahui karakteristik Psikologi Warna
- Mengetahui pengelompokkan Psikologi Warna
- Mengetahui aplikasi Psikologi Warna

1.4 Manfaat
-
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Psikologi Warna
Arti psikologi warna merupakan cabang dari ilmu psikologi yang
mempelajari tentang warna sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku
manusia. Ilmu ini mempelajari tentang pengaruh warna terhadap emosi
dan juga perilaku manusia. Semua warna memiliki efek tersendiri terhadap
psikologi seseorang, karena setiap warna memancarkan panjang
gelombang energi tertentu dan berbeda satu sama lain.

Seorang psikolog bernama Carl Gustav menggunakan warna sebagai alat


psikoterapi. Jung, seorang psikolog lainnya juga percaya bahwa setiap
warna memiliki potensi dan kekuatan untuk mempengaruhi psikologi
seseorang. Hal ini disebabkan karena setiap warna memiliki efek emosi,
perubahan suasana hati bahkan dapat mempengaruhi produktivitas
seseorang.

Dalam branding dan marketing bisnis, psikologi warna difokuskan pada


bagaimana warna tersebut mempengaruhi kesan konsumen terhadap suatu
produk. Bidang studi ini perlu dipertimbangkan ketika pelaku bisnis akan
membuat aset pemasaran, membangun bisnis baru maupun mengubah
nama yang lama menjadi baru.

Pengertian Psikologi Warna Menurut Para Ahli


1. Menurut Avicenna
Pada tahun 980-1037, dokter dari Arab yang bernama Avicenna
menyatakan bahwa warna dapat digunakan untuk mendiagnosa
atau melihat tanda-tanda sebuah penyakit di dalam tubuh manusia.
Selain itu, warna juga dapat digunakan sebagai alat terapi seperti
warna merah untuk memperlancar pencernaan, warna kuning
untuk meredakan nyeri dan peradangan, serta warna biru dan putih
digunakan untuk memperlambat sirkulasi darah.

2. Menurut Max Luscher


Seorang psikolog dari Basel University pada abad ke-10
menjelaskan bahwa pengertian psikologi warna adalah bisa
menunjukkan kondisi pikiran dan ketidakseimbangan kelenjar
dalam tubuh seseorang. Argumen tersebut sebagai landasan bahwa
warna dapat dijadikan untuk diagnosa baik secara fisik maupun
psikis.

3. Menurut Johann Wolfgang von Goethe


Menurut Goethe dalam bukunya yang berjudul Theory of Colours,
menyatakan bahwa setiap warna memiliki kesan dan pengaruh
tertentu, baik itu kesan positif maupun negatif, terhadap emosi
seseorang. Warna kuning menurutnya memberikan kesan positif
atau memberikan pengaruh emosi berupa efek suka cita.
Sedangkan warna biru lebih memberikan kesan negatif, yakni efek
emosi berupa sedih.

4. Menurut Johannes Itten


Dalam buku The Elements of Color, Johannes Itten menyatakan
bahwa setiap warna memiliki kesan dan efek yang berbeda pada
seseorang. Seperti warna merah yang memberikan kesan
kekuatan, warna biru berarti keyakinan, kuning memberi kesan
ceria, orange adalah kesombongan, hijau adalah kasih sayang dan
ungu adalah kesucian.

2.2 Konsep Dasar Psikologi Warna


Warna dipercaya bisa memberikan pengaruh pada psikologi, emosi dan
juga tindakan manusia. Tidak hanya itu saja, warna juga menjadi bentuk
komunikasi non verbal sehingga bisa mengungkapkan pesan secara instan
dan lebih bermakna.

Seorang psikolog ternama dari Swiss yang bernama Carl Gustav Jung
menjadikan warna sebagai alat penting dalam psikoterapi yang dilakukan.

Carl Gustav meyakini jika setiap warna memiliki makna, potensi dan juga
kekuatan untuk mempengaruhi. Bahkan warna tersebut menghasilkan efek
tertentu pada emosi, produktivitas hingga mood.

Teori Psikologi Warna


Salah satu teori psikologi warna yang terkenal di dunia adalah teori
Brewster. Teori warna Brewster memiliki definisi dalam mengelompokkan
warna menjadi empat golongan atau kelompok.

Keempat golongan tersebut yaitu warna primer, sekunder, tersier dan juga
warna netral. Adapun yang termasuk warna primer yaitu merah, biru dan
kuning. Warna-warna dalam ilmu psikologi warna yang memiliki
kekuatan dan ciri khas serta kemudian mempengaruhi psikologi manusia
dan bisa dimanfaatkan dalam bisnis.

2.3 Efek Psikologi Warna


Salah satu contoh hubungan antara warna dengan emosi adalah persepsi
umum bahwa warna merah, oranye, kuning dan cokelat dikelompokkan
sebagai warna yang hangat, sedangkan untuk warna biru, hijau dan abu-
abu dikelompokkan sebagai warna yang dingin. Berikut ini penjelasan
tentang efek psikologi warna:

 Warna Hangat
Anda bisa menciptakan rangsangan atau tempat yang membuat
orang menjadi memiliki selera makan. Anda bisa
mempertimbangkan penggunaan warna kuning atau oranye. Warna
ini kerap kali dihubungkan dengan makanan dan menyebabkan
perut Anda akan berbunyi karena lapar.

 Warna Dingin
Warna-warna dingin dikaitkan dengan kreativitas, kedamaian dan
ketenangan. Jika Anda ingin membuat lingkungan di sekitar
menjadi suasana yang mendukung daya cipta Anda maka cobalah
menggunakan warna ungu. Sebab warna ungu merupakan
perpaduan yang baik antara warna merah dan biru yang
menghasilkan rangsangan dan ketenangan. Hal ini akan mendorong
daya cipta Anda. Warna ungu muda juga dikatakan menghasilkan
warna yang menenangkan sehingga meredakan ketegangan. Warna
ini bagus untuk rumah atau ruangan kantor.

 Warna Secara Umum


Berikut ini adalah psikologi warna pada kebudayaan Barat.
Misalnya warna putih melambangkan kesucian, kepolosan, bersih,
dan rasa duka (pada kelompok masyarakat tertentu). Warna hitam
melambangkan kekuasaan, kematian, rasa duka, sesuatu yang jahat
dan kekuatan. Warna abu-abu bermakna netral dan praktis.
Sedangkan warna merah memiliki arti cinta, gairah, nyaman,
energi, hidup, dan darah. Warna oranye melambangkan
kebahagian, antusiasme, kehangatan, kemakmuran, rangsangan,
dan berhubungan dengan duniawi.

2.4 Jenis dan Arti Warna Dalam Ilmu Psikologi


Setiap warna memiliki arti
emosional. Sejak dulu,
keterkaitan warna dalam bidang
psikologi sudah diteliti. Lois B.
Wexner pada tahun 1954 meneliti
tentang hubungan atau
keterkaitan antara warna dengan
suasana hati (mood). Bahkan
penelitian juga dilakukan oleh
psikolog asal amerika pada tahun 1996, yaitu Frank H. Mahnke yang
memimpin sebuah penelitian eksperimental tentang keterkaitan warna
dengan emosi. Berikut ini arti warna pada psikologi warna:

a. Merah
Dalam psikologi warna, warna merah memiliki arti simbol keberanian,
kekuatan, melambangkan kegembiraan serta memberikan gairah dan
memberikan energi untuk melakukan suatu tindakan. Warna merah
juga dapat mengartikan sebuah kehidupan, yakni merah darah dan
kehangatan. Dalam dunia kekuasaan, warna melambangkan sebuah
kehebatan. Warna merah memiliki arti negatif, yakni identik dengan
kekerasan.

b. Orange
Warna orange merupakan perpaduan antara warna merah dan kuning.
Warna orange memberikan kehangatan dan semangat, symbol
petualangan, optimisme, kemampuan bersosialisasi dan kepercayaan
diri. Selain itu, warna orange juga memiliki arti ketenangan berkaitan
dengan suatu hubungan.

c. Kuning
Warna kuning secara psikologi memiliki arti paling bahagia yakni
kehangatan, optimisme, semangat, ceria dan rasa bahagia. Warna
kuning biasanya digunakan oleh orang yang memperoleh perhatian,
tampil di depan umum. Warna kuning merangsang aktivitas otak dan
mental serta memiliki aura yang sangat membantu dalam penalaran
secara logis dan analitis. Seseorang yang cenderung menyukai warna
kuning memiliki kepribadian yang bijak, cerdas, kreatif dan pandai
menciptakan ide yang orisinil.

d. Biru
Warna biru mampu mengatasi insomnia, kecemasan, migrain dan
tekanan darah tinggi. Sedangkan dalam bisnis, warna biru mampu
memberikan kesan professional, kepercayaan dan simbol kekuatan.
Warna biru juga dipercaya mampu merangsang kemampuan untuk
berkomunikasi dan ekspresi artistik. Warna biru juga dapat
menggambarkan seseorang yang melankolis. Warna biru tua
melambangkan nuansa ketenangan, sedangkan biru cerah digunakan
untuk melambangkan perasaan sedih, kesendirian dan refleksi dari
kesunyian.

e. Hijau
Warna hijau identik dengan warna alam. Dalam dunia psikologi, warna
hijau digunakan untuk membantu seseorang agar memiliki
kemampuan menyeimbangkan emosi dan keterbukaan dalam
berkomunikasi. Warna hijau memberikan efek relaksasi dan
ketenangan. Warna hijau dapat menunjukkan aura seseorang dengan
kepribadian plegmatis, yakni kedamaian dalam diri. Orang dengan tipe
kepribadian ini akan menjadi penengah ketika terjadi perbedaan dan
mampu menghindari konflik kepentingan.

f. Hitam
Warna hitam memiliki arti keanggunan, kemakmuran, kecanggihan
dan penuh misteri. Seseorang yang memiliki ketertarikan terhadap
warna hitam cenderung berani, menjadi pusat perhatian, ketenangan
dan dominasi, kekuatan dan cenderung membenci kepalsuan.

g. Putih
Warna putih berarti suci dan bersih. Warna putih memiliki arti
kebebasan dan keterbukaan. Dalam dunia kesehatan warna putih
memberikan kesan steril atau tidak tercampur dengan apapun. Warna
putih juga dapat digunakan untuk terapi mengurangi rasa nyeri, sakit
kepala dan mata lelah.
h. Cokelat
Warna coklat mengandung unsur tanah atau bumi. Warna Cokelat
memberi kesan hangat, nyaman dan aman. Secara psikologis, warna
cokelat memiliki arti kuat dan dapat diandalkan serta melambangkan
sebuah pondasi dan kekuatan hidup. Penggunaan warna cokelat akan
memberikan kesan canggih, mahal dan modern karena memiliki
kedekatan dengan warna emas.

i. Pink
Warna pink atau merah muda merupakan perpaduan dari warna merah
dan putih. Namun secara keseluruhan warna Pink memiliki arti yang
berbeda dengan warna dasarnya. Warna pink mempresentasikan
prinsip feminisme dan memiliki aura kelemahlembutan, peduli dan
romantis.

j. Ungu
Warna ungu melambang kan kemewahan, keanggunan dan
kebijaksanaan. Warna Ungu mampu memberikan penggambaran
dengan sifat kesenangan dan kemewahan dalam hidup.

2.5 Kombinasi Warna


Ada beberapa perusahaan yang menggunakan satu warna saja untuk logo
mereka, dan ada beberapa perusahaan lainnya yang menggunakan
kombinasi beberapa warna, yang dapat dipersepsikan berbeda daripada
jika warna-warna tersebut masing-masing ditampilkan sendiri saja. Dalam
suatu penelitian dengan menggunakan kombinasi-kombinasi warna yang
sudah disusun sebelumnya, para partisipan diminta memilih kombinasi
mana yang lebih mereka sukai. Hasilnya: umumnya mereka memilih
kombinasi dari warna-warna yang sejenis dan secorak, jika keduanya
ditempatkan di latar belakang. Sebaliknya, mereka cenderung memilih
kombinasi warna-warna yang kontras, jika salah satu dari warna itu
ditempatkan di latar depan, sedang lainnya di latar belakang. (Baca juga:
Antropologi)

Pada sebuah penelitian lain oleh perusahaan sepatu terkenal Nike, walau
mayoritas partisipan memilih kombinasi dari warna-warna yang secorak
dan sejenis (misalnya biru dan biru gelap) untuk desain produk, ada
sebahagian partisipan yang justru memilih kombinasi warna yang kontras.
Hal lainnya yang menonjol dari penelitian ini adalah: kebanyakan
partisipan memilih kombinasi yang terdiri dari sedikit warna saja. Ini
dapat menjadi rujukan bagi perusahaan yang bersangkutan agar
menciptakan desain produk dengan tidak terlalu banyak warna.

 Nama Warna
Bukan hanya beraneka ragam warna yang dapat dipersepsikan
dengan beragam cara, ternyata cara memberi nama pada warna-
warna itu pun tak kalah pentingnya. Banyak perusahaan dan
produsen memusatkan perhatian pada menghasilkan produk
dengan beragam warna untuk menarik perhatian sebanyak
mungkin konsumen. Misalnya, perusahaan kosmetik memberi
warna pelangi pada produk eye shadow,dan juga produk cat kuku
dengan warna-warna tertentu yang disesuaikan dengan tipe orang
yang berbeda-beda. Bahkan perusahaan berkelas dunia seperti
Apple dan Dell pun memproduksi iPod dan laptop dengan
personalisasi warna demi menarik calon pembeli.

Di lain pihak, ternyata bukan semata-mata warna itu sendiri, tetapi


nama yang sengaja diberikan pada warna-warna itu juga berpotensi
menarik atau menjauhkan calon konsumen. Dalam suatu
penelitian, partisipan ditanyakan apakah lebih memilih produk
dengan warna yang bernama generik atau biasa (seperti coklat),
atau yang memiliki warna dengan nama yang lebih fancy, seperti
mocha. Hasilnya: produk yang memiliki warna dengan nama yang
lebih fancy nampaknya lebih disukai daripada yang memiliki
warna dengan nama generik.

Bahkan produk yang sama dengan warna yang persis sama pun,
jika warnanya itu diberi nama yang berbeda, dapat menghasilkan
persepsi yang berbeda pula. Jika warna diberi nama yang tidak
biasa, dapat pula meningkatkan kecenderungan untuk dipilih dan
dibeli. Bisa jadi nama yang tidak biasa itu memancing
keingintahuan, ada apa di balik nama itu dan seperti apa produk
yang dimaksud. Riset membuktikan hal itu: bukan saja produk
yang warnanya memiliki nama yang tidak biasa lebih cenderung
untuk dipilih dan dibeli, tapi riset yang sama pun menunjukkan
bahwa tingkat kepuasan lebih tinggi pada konsumen yang membeli
produk dengan warna bernama tidak biasa.

 Nama Warna
Bukan hanya beraneka ragam warna yang dapat dipersepsikan
dengan beragam cara, ternyata cara memberi nama pada warna-
warna itu pun tak kalah pentingnya. Banyak perusahaan dan
produsen memusatkan perhatian pada menghasilkan produk
dengan beragam warna untuk menarik perhatian sebanyak
mungkin konsumen.
Misalnya, perusahaan kosmetik memberi warna pelangi pada
produk eye shadow,dan juga produk cat kuku dengan warna-warna
tertentu yang disesuaikan dengan tipe orang yang berbeda-beda.
Bahkan perusahaan berkelas dunia seperti Apple dan Dell pun
memproduksi iPod dan laptop dengan personalisasi warna demi
menarik calon pembeli. Di lain pihak, ternyata bukan semata-mata
warna itu sendiri, tetapi nama yang sengaja diberikan pada warna-
warna itu juga berpotensi menarik atau menjauhkan calon
konsumen.
Dalam suatu penelitian, partisipan ditanyakan apakah lebih
memilih produk dengan warna yang bernama generik atau biasa
(seperti coklat), atau yang memiliki warna dengan nama yang lebih
fancy, seperti mocha. Hasilnya: produk yang memiliki warna
dengan nama yang lebih fancy nampaknya lebih disukai daripada
yang memiliki warna dengan nama generik.
Bahkan produk yang sama dengan warna yang persis sama pun,
jika warnanya itu diberi nama yang berbeda, dapat menghasilkan
persepsi yang berbeda pula. Jika warna diberi nama yang tidak
biasa, dapat pula meningkatkan kecenderungan untuk dipilih dan
dibeli. Bisa jadi nama yang tidak biasa itu memancing
keingintahuan, ada apa di balik nama itu dan seperti apa produk
yang dimaksud. Riset membuktikan hal itu: bukan saja produk
yang warnanya memiliki nama yang tidak biasa lebih cenderung
untuk dipilih dan dibeli, tapi riset yang sama pun menunjukkan
bahwa tingkat kepuasan lebih tinggi pada konsumen yang membeli
produk dengan warna bernama tidak biasa.

2.6 Preferensi Warna


Sudah sejak lama warna digunakan untuk menciptakan suasana sejuk, atau
menimbulkan kesan luas dari suatu ruang yang relatif kecil. Namun,
pengaruh warna itu bervariasi terhadap tipe orang yang berbeda-beda.
Suatu studi mengindikasikan bahwa tipe orang bertemperamen panas
cenderung memilih warna-warna sejuk seperti biru atau hijau, sementara
orang bertemperamen dingin lebih menyukai warna-warna “panas” seperti
merah atau kuning. Studi lain menunjukkan bahwa faktor budaya
berpengaruh kuat terhadap preferensi warna. Penduduk di suatu wilayah
yang sama cenderung memiliki preferensi warna yang sama, terlepas dari
keragaman rasial penduduk di wilayah tersebut.

 Preferensi Warna pada Anak- anak


Pada anak-anak, preferensi warna yang mereka rasakan dapat
memberi kenyamanan dan menyenangkan, dapat bervariasi dan
berubah-ubah, sementara pada orang dewasa biasanya sifatnya
lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa warna dapat
mempengaruhi suasana hati. Hanya saja, belum dapat dipastikan
lewat berbagai studi ini tepatnya warna yang mana dapat
menimbulkan suasana hati yang bagaimana.
Sebuah penelitian oleh psikolog bernama Andrew J. Elliot
mencoba menemukan apakah mengenakan pakaian dengan warna
tertentu dapat membuat seseorang terlihat lebih menarik secara
seksual. Penelitian tersebut mendapati bahwa bagi kaum pria
heteroseksual wanita yang mengenakan pakaian berwarna merah
biasanya terlihat jauh lebih menarik dibandingkan kalau
menggunakan warna lain.

Dalam lingkup budaya, kecenderungan mengasosiasikan warna-


warna tertentu dengan suasana hati tertentu dapat berbeda-beda
secara lintas budaya. Sebagai contoh, pernah sebuah penelitian
diadakan terkait hal itu dengan partisipan dari Jerman, Polandia,
Meksiko, Amerika Serikat, dan Rusia.

Dalam penelitian tersebut ditemukan adanya konsistensi, yakni


bahwa partisipan dari semua negara tersebut mengasosiasikan
waran merah dan hitam dengan kemarahan. Namun, ditemukan
juga bahwa hanya orang Polandia yang mengasosiasikan warna
ungu dengan kemarahan maupun kecemburuan, sedang hanya
orang Jerman yang mengasosiasikan kecemburuan dengan warna
kuning.

Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan betapa faktor kebudayaan


dapat mempengaruhi persepsi orang terhadap warna dan
bagaimana hubungan antara warna dengan suasana hati. Namun, di
samping perbedaan-perbedaan ini, ditemukan juga beberapa
kesamaan terkait bagaimana orang mengasosiasikan warna-warna
tertentu dengan situasi emosional tertentu. Sebagai contoh, warna
merah umumnya dipersepsikan sebagai “aktif” dan “kuat”.

2.7 Tata Cara Memilih Warna Melalui Ilmu Psikologi Warna


Di dalam dunia bisnis, pemilihan warna sebagai identitas dan ciri khas
sebuah brand bukanlah hal yang mudah. Agar bisnis atau perusahaan
mudah dikenal dan diingat selalu oleh customer, oleh karena itu kami
berikan panduan dan tata cara memilih warna terbaik menggunakan ilmu
psikologi warna, diantaranya yaitu:

a. Menentukan Fokus
Cara memilih warna yang pertama yaitu menentukan fokus. Hal ini
cukup penting untuk diperhatikan mengingat setiap warna
menunjukkan kesan yang berbeda-beda.
Contohnya seperti warna merah melambangkan keberanian, warna
cokelat melambangkan keakraban dan sebagainya.
Maka dari itu, memiliki fokus yang jelas dalam memilih warna
mengenai bagaimana merek atau brand akan ditampilkan kepada
konsumen. Kemudian tentukan tujuan dan bagaimana brand
tersebut dikenal oleh target pasar sebelum menentukan warna apa
yang paling sesuai.

b. Mulai dengan Warna yang Familiar


Setelah mengetahui tujuan dan brand image yang akan
ditampilkan, selanjutnya memilih warna sesuai brand tersebut.
Cara memilih warna dimulai dari warna yang paling familiar.
Ambil kertas dan corat-coret warna apa saja yang terlintas di
pikiran. Tujuannya untuk mencoba dan bisa menjadi warna logo
yang fix.
c. Menggunakan Warna Netral
Jika masih bingung menentukan warna apa yang tepat, maka
terlebih dahulu bisa menggunakan warna-warna netral.
Warna netral yang sering digunakan seperti putih, hitam, perak,
coklat, emas, abu-abu, krem, dan gading. Pilihlah warna hangat
atau dingin yang bisa memberikan pengaruh pada palet warna yang
digunakan. Adapun warna yang dianggap hangat adalah hitam.
emas, coklat dan juga krem. Sedangkan warna yang dianggap
dingin seperti putih, perak, abu-abu dan juga gading.

d. Meminimalisir Pilihan Warna


Keberadaan warna dalam suatu brand bertujuan supaya konsumen
bisa mengingat suatu produk. Jadi, ketika konsumen melihat suatu
warna, secara otomatis akan mengingat suatu merek atau brand.
Maka dari itu, tidak diperbolehkan untuk memasukkan warna
terlalu banyak karena akan membuat konsumen menjadi bingung
dan tidak tertarik.
Solusi dari permasalahan ini adalah menggunakan jumlah warna
lebih minimal atau pilihan warna yang sedikit. Sangat disarankan
untuk menggunakan dua warna utama saja dan satu warna
tambahan.

e. Mencari Inspirasi di Aplikasi atau Media Lainnya


Ada banyak aplikasi dan media berbasis web yang cukup interaktif
dan bisa membantu pelaku usaha memilih maupun mencocokkan
warna.
Beberapa aplikasi yang bisa digunakan yaitu Adobe Color CC.
Color, Colour Lover, Colormind dan masih banyak lagi.
Inspirasi warna juga bisa diperoleh melalui media sosial seperti
pinterest maupun instagram.

Model Umum
Model umum psikologi warna terdiri atas enam prinsip dasar, yakni:
1. Warna dapat mengandung suatu makna yang spesifik.
2. Makna suatu warna dapat dipelajari atau secara biologis sudah
terbentuk sejak awalnya.
3. Persepsi suatu warna terjadi secara otomatis oleh orang yang
mempersepsikannya.
4. Persepsi yang terjadi menghasilkan tindakan atau perilaku yang
spesifik terkait warna tersebut.
5. Pengaruh dari suatu warna biasanya terjadi secara otomatis.
6. Makna dan efek dari suatu warna memiliki keterkaitan juga dengan
konteks.
2.8 Penerapan Psikologi Warna
Terdapat beberapa Penggunaan Psikologi Warna dalam kehidupan sehari –
hari, contohnya:

a) Penerapan Psikologi Warna dalam Pemasaran


Oleh karena warna merupakan faktor penting dalam penampilan
visual suatu produk atau logo brand suatu produk, maka psikologi
warna memegang peranan penting dalam dunia pemasaran. Warna
juga dapat digunakan untuk mengkomunikasikan kepribadian
brand suatu perusahaan.
Dalam memasarkan produk apapun, para pemasar perlu
memperhatikan cara mengaplikasikan warna pada media yang
berbeda-beda. Misalnya, aplikasi warna di media cetak berbeda
dengan di media internet. Begitu juga pada audiens tertentu yang
ditargetkan pemasar, makna dan emosi yang ditimbulkan warna-
warna tertentu dapat berbeda-beda pula.
Walaupun ada usaha untuk mengklasifikasikan calon konsumen
berdasarkan cara mereka merespon warna-warna tertentu, pada
kenyataannya persepsi setiap individu pada warna itu berbeda-
beda satu dengan yang lain. Efek fisiologis dan emosional yang
dapat ditimbulkan warna pada seseorang dipengaruhi beberapa
faktor, antara lain pengalaman masa lalu orang tersebut, atau juga
faktor budaya, agama, lingkungan alamiah, gender, ras, dan
kebangsaan.

Dalam menentukan warna mana yang akan digunakan, penting


untuk menentukan dan mengidentifikasi audiens yang akan
ditargetkan, dan pemilihan warna harus dilakukan dengan sangat
hati-hati agar pesan kunci yang menjadi tujuan pemasaran itu
dapat tersampaikan. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap
bagaimana warna mempengaruhi pemasaran dan preferensi
konsumen terhadap produk, nyata bahwa warna produk memang
berpengaruh terhadap preferensi konsumen, dan pada gilirannya
mempengaruhi budaya belanja konsumen. Yang menonjol dari
hasil penelitian itu adalah, bahwa bukannya warna tertentu yang
menarik bagi semua konsumen, melainkan bahwa warna-warna
tertentu dianggap cocok bagi produk-produk tertentu.

b) Penggunaan Warna dalam Desain Grafis


Para desainer grafis seyogyanya memahami bagaimana
menggunakan warna, bukan sebagai alat manipulasi psikologis,
melainkan supaya terjalin hubungan dengan audiens. Desainer
perlu memahami bagaimana warna berkonotasi baik secara
kultural maupun personal dalam lingkup proyek yang sedang
dikerjakannya, dan karenanya audiens yang ditargetkan dan
penggunaan warna yang terkait memegang peranan penting.
Dalam pemilihan warna perlu dipertimbangkan juga elemen-
elemen sosial tertentu, seperti kampanye atau isu-isu sosial yang
sedang terjadi. Misalnya, kuning melambangkan dukungan militer,
merah muda terkait dengan riset kanker payudara, merah
melambangkan gerakan aktivis kesehatan, dan hijau terkait dengan
pendekatan ramah lingkungan.
Warna dapat digunakan untuk berkomunikasi, dan dengan
pemahaman yang tepat akan “bahasa warna” yang digunakan
audiensnya, seorang desainer grafis dapat menggunakan dengan
optimal alat komunikasi ini. Pemilihan warna yang berdasarkan
suasana hati atau kesukaan pribadi si desainer sendiri terbukti
tidaklah seefektif pemilihan warna yang berdasarkan pengamatan
yang cermat pada pesan, audiens, konteks, dan pengaruh warna
tersebut pada pemirsa. Selain warna itu sendiri, ada banyak faktor
lain yang turut mempengaruhi peran warna-warna tersebut dalam
suatu desain. Bagaimana si desainer memahami konteks
keseluruhan dari proyek desain yang ditanganinya, dan bagaimana
memahami “bahasa warna” dari audiensnya, dapat meningkatkan
persepsi audiens pada desainnya.

c) Penggunaan Warna pada Merek Dagang


Pada saat konsumen hendak memutuskan untuk membeli suatu
produk atau tidak, warna adalah salah satu faktor penting dalam
proses pengambilan keputusan tersebut. Pada umumnya konsumen
mengadakan penilaian awal terhadap suatu produk dalam 90 detik
pertama interaksinya dengan produk tersebut, dan 62%-90% dari
penilaian tersebut didasarkan pada warna.
Demikian juga halnya dengan merek dagang atau logo: biasanya
orang di saat melihat logo tertentu, otomatis langsung
mengasosiasikannya dengan perusahaan pemiliknya. Akan halnya
merek dagang atau logo yang masih baru atau asing bagi khalayak
ramai, biasanya orang mulai mengasosiasikannya dengan
karakteristik tertentu yang didasarkan pada warna yang dominan
pada logo tersebut. Dengan suatu metode pemetaan warna, dapat
diidentifikasikan warna-warna yang potensial untuk merek dagang
atau logo baru, dan memastikan logo itu tampil menonjol di
tengah-tengah pusat perbelanjaan yang biasanya campur-baur
dengan berbagai produk dan logo.
Pada suatu penelitian menyangkut warna logo, para partisipan
diminta untuk memberi nilai pada kecocokan warna logo dari
berbagai perusahaan fiktif berdasarkan produk yang dihasilkan
perusahaan-perusahaan tersebut. Para partisipan diperhadapkan
dengan produk-produk fiktif yang masing-masing diberi delapan
macam warna yang berbeda-beda, dan mereka diminta untuk
memberi nilai pada kecocokan dari setiap warna untuk setiap
produk.

Dari penelitian ini ditemukan suatu pola kecocokan dari warna


dengan produk berdasarkan fungsi produk tersebut. Jika produk
tersebut bersifat fungsional, memenuhi suatu kebutuhan, atau
memecahkan suatu masalah, maka warna-warna fungsional yang
dianggap cocok untuk produk tersebut. Jika produk yang
bersangkutan bersifat sensori-sosial, menimbulkan perilaku,
status, atau penerimaan sosial, maka warna-warna sensori-sosial
dianggap lebih cocok.

Dengan informasi yang demikian, seyogyanya suatu perusahaan


menentukan produk yang dihasilkannya termasuk tipe yang mana
(fungsional atau sensori-sosial), lalu memilih warna untuk logo
perusahaan yang konotatif dengan fungsi produknya. Logo sebuah
perusahaan dapat mengkomunikasikan suatu makna tertentu hanya
melalui penggunaan warna. Pemilihan warna yang tepat dapat
menimbulkan persepsi tertentu terhadap logo perusahaan yang
masih baru atau asing bagi publik. Beberapa perusahaan
menggunakan warna untuk mengubah citra mereka dan
menciptakan kepribadian yang baru pada logo mereka
sebagaimana ditujukan pada audiens yang spesifik.
Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa kecocokan
antara citra atau kepribadian yang dipancarkan oleh warna dengan
produk yang bersangkutan dapat mempengaruhi bahkan
meningkatkan minat belanja konsumen.

Walaupun warna dapat berdaya guna di dunia marketing, seberapa


besar nilai dan kegunaannya bergantung kepada bagaimana warna
itu digunakan dan juga kepada audiens yang dituju. Penggunaan
warna dapat memberi efek yang berbeda-beda pada orang yang
berbeda-beda pula, dan karenanya berbagai temuan dan hasil
penelitian yang kita miliki saat ini belum dapat dianggap mutlak
berlaku secara universal.

d) Penerapan Warna untuk Menarik Perhatian


Warna digunakan oleh kalangan marketing berbagai perusahaan
untuk menarik perhatian calon konsumen potensial kepada produk
atau merek dagang mereka. Di lain pihak, warna juga digunakan
oleh calon konsumen untuk mengidentifikasi baik logo produk
yang sudah dikenal maupun yang masih asing atau baru.

Di samping itu, konsumen yang hendak mencoba hal-hal baru


cenderung lebih tertarik pada logo produk yang memiliki warna
atau kombinasi warna yang tidak biasa. Pada sebuah penelitian,
para partisipan diperhadapkan dengan produk yang sama dengan
empat warna dan logo produk berbeda. Hasilnya adalah para
partisipan cenderung lebih memilih produk yang warnanya
memancing perhatian mereka. Selain itu, asosiasi terhadap warna
seperti “warna hijau cocok dengan rasa mentol” juga
mempengaruhi keputusan para partisipan.

Implikasi dari temuan hasil penelitian ini adalah: perusahaan atau


produk baru yang hendak masuk ke pasar disarankan
menggunakan warna yang tidak biasa atau kombinasi warna yang
kontras untuk memancing perhatian calon konsumen. Sedang
perusahaan lama yang hendak mengganti kemasan produk tapi
mempertahankan jenis produknya tetap sama, sebaiknya
menggunakan skema warna yang sama untuk produknya itu, oleh
karena perilaku konsumen yang terutama memperhatikan warna
untuk mengenali kembali produk yang sudah lama dikenal.

Sebuah penelitian lain mengungkapkan bahwa ketertarikan


pertama seseorang terhadap warna terjadi di alam bawah sadarnya,
sebelum orang yang bersangkutan secara sadar mengarahkan
perhatiannya lebih lanjut kepada barang atau produk tersebut.
(Baca : Teori Belajar dalam Psikologi) Sementara partisipan
sedang menimbang-nimbang warna mana yang akan dipilihnya,
penelitian yang menggunakan metode elektroencephalografi
(EEG) tersebut menemukan adanya peningkatan aktivitas di otak
pada saat partisipan menemukan warna yang disukainya, sesaat
sebelum ia mulai memusatkan perhatiannya ke situ.

e) Penerapan Warna pada Tampilan Toko dan Etalase


Ketertarikan orang pada warna bukan hanya diaplikasikan pada
barang atau produk, tapi juga pada tampilan toko dan etalase. Pada
saat seseorang berjalan dan mengamati aneka tampilan iklan,
etalase dan interior toko yang berwarna-warni, ia cenderung
tertarik pada warna-warna tertentu dan tidak pada yang lain.

Riset menunjukkan bahwa orang lebih mudah tertarik secara


spontan kepada warna-warna “hangat”; namun di lain pihak, di saat
harus memberi penilaian, ia cenderung lebih menyukai warna-
warna yang “sejuk”. Hal ini mengimplikasikan bahwa warna-
warna “hangat” pada tampilan toko dan etalase lebih cocok untuk
memancing reaksi spontan calon konsumen untuk datang
berbelanja tanpa perencanaan lebih dahulu. Di lain pihak, warna-
warna “sejuk” akan terasa lebih nyaman untuk menyambut
pembelanja yang sudah merencanakan pembelanjaannya dengan
sengaja.

Sementara uraian di atas menunjukkan bahwa bukan hanya warna


produk dan logo, tapi juga warna tampilan toko dan etalase turut
mempengaruhi perilaku berbelanja konsumen, penelitian lain
menunjukkan bahwa warna-warna “sejuk” seperti biru lebih
berefek positif pada perilaku berbelanja ketimbang warna-warna
“hangat” seperti oranye.

Namun, ternyata segala efek negatif warna oranye tersebut dapat


dinetralisir jika dibarengi pencahayaan yang lembut pada toko dan
etalase tersebut. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara
warna dan pencahayaan. Warna pencahayaan juga berdampak
terhadap persepsi tentang pengalaman di dalam toko. Pencahayaan
berwarna merah menyebabkan waktu terasa berjalan lebih lambat,
sementara pencahayaan berwarna biru berdampak sebaliknya.
BAB III

PENUTUPAN
DAFTAR PUSTAKA

https://epsikologi.com/psikologi-warna/

https://idnmedis.com/psikologi-warna#:~:text=Psikologi%20warna%20adalah
%20studi%20hubungan%20warna%20dengan%20perilaku,pada%20asuhan%2C
%20lokasi%2C%20gender%2C%20dan%20bermacam%20faktor%20lain

https://dosenpsikologi.com/psikologi-warna#:~:text=Psikologi%20warna
%20merupakan%20cabang%20ilmu%20psikologi%20yang
%20mempelajari,orang%20lainnya%2C%20tergantung%20faktor%20gender%2C
%20usia%2C%20dan%20budaya

Anda mungkin juga menyukai