Disusun Oleh:
Kelompok 10
BKPI-3 / Semester V
Fatin Azzahra (0303211009)
Nadia Afrillia A.R (0303213150)
Siti Nurhaliza Muda (0303213101)
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
Kesimpulan........................................................................................................................... 10
Saran ..................................................................................................................................... 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi ini adalah satu proses atau perlakuan pengobatan yang ditujukan kepada
penyembuhan satu kondisi patologis. Melakukan pengobatan atau membantu klien untuk untuk
membebaskan diri terhadap keadaan yang tidak normal menjadi ke keadaan normal kembali
sebagai penggantinya. Terapi tentu saja dilakukan dengan tujuan untuk memberikan efek
positif dan menghilangkan cara berpikir yang tidak logis, yang tidak rasional kearah yang logis
dan rasional. Untuk lebih memahami kejiwaan klien, tentu terapis harus tahu lebih dalam sisi
keadaan klien baik prilaku, emosional, dan cara berpikir klien yang mungkin tidak rasional dan
hal ini harus lebih terdahulu terapis ketahui sebagai point tujuan terapi itu sendiri.
Warna mewakili berbagai suasana hati kehidupan. Warna menjadi sarana yang ampuh
untuk mengomunikasikan perasaan. Warna- warna yang bervariasi luas mendiversifikasi setiap
momen dalam hidup. Disadari ataupun tidak warna menjadi pancaran energi yang
mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari secara positif atau negatif. Efek dari warna inilah
yang dipahami dan didalami baik secara simbolis maupun psikologis. Misalnya bagi manusia
purba, warna menjadi pengaruh yang penting dalam kehidupan mereka, di mana
keberadaannya diatur oleh terang dan gelap. Semua alam diwarnai dan manusia purba mencoba
menirunya, menyalinnya, dan melambangkannya.
B. Rumusan Masalah
Apa Pengertian Chromothrapy?
Bagaimana Sejarah Chromotherapy?
B. Tujuan
Untuk Mengetahui Apa Pengertian dari Chromotherapy
Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah dari Chromotherapy
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Chromotherapy
Chromotherapy atau terapi warna adalah suatu terapi penyembuhan sebuah penyakit
dengan mengaplikasikan warna-warna yang tepat untuk penyembuhan dalam bentuk yang
lebih terpusat dibandingkan sinar matahari (Kaina, 2004). Di dalam bidang kedokteran, terapi
warna digolongkan sebagai elektromagnetik medicine atau pengobatan dengan gelombang
elektromegnetik. Tubuh memiliki respons bawaan yang otomatis terhadap warna dan cahaya
tanpa disadari serta terprogram secara genetik. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya warna
merupakan unsur dari cahaya, dan cahaya adalah salah satu bentuk energi.
Cromotherapy atau yang dikenal dengan terapi warna merupakan terapi yang
didasarkan pada pernyataan bahwa setiap warna tertentu mengandung energi-energi
penyembuh. Terapi warna adalah teknik mengobati penyakit melalui penerapan warna, agar
tubuh tetap sehat serta memperbaiki ketidak seimbangan di dalam tubuh sebelum hal itu
menimbulkan masalah fisik dan mental. Terciptanya terapi ini didasarkan pada penegasan
bahwa setiap warna tertentu mengandung energi penyembuhan karena warna memberikan
manfaat untuk manusia dalam segala hal. Terapi warna adalah salah satu bentuk terapi dengan
metode menggunakan warna, atau metode pengobatan yang menggunakan spektrum (warna)
radiasi elektromagnetik yang terlihat untuk menyembuhkan penyakit. Efek warna
mempengaruhi kerja simpatis dan parasimpatis serta meningkatkan mood.1
Terapi warna memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan system syaraf autonom,
yang penting dalam penyakit kronis dan gangguan fungsional dengan cara mengatur proses
otomatis tubuh manusia: pernafasan, denyut jantung, fungsi saluran pencernaan sebagai respon
dalam stress. Warna masuk melalui mata yang kemudian diteruskan ke hipotalamus.
Hipotalamus akan mengorganisir informasi atau stimulus dari lingkungan internal dan
eksternal tubuh sebagai respon awal dari stress, mengatur fungsi kekebalan, reproduksi, suhu,
emosi dan pola tidur.2
Kromoterapi, juga disebut sebagai terapi warna, atau colorology mengacu pada
penggunaan warna dan cahaya untuk menyeimbangkan energi fisik, emosional, spiritual, atau
mental seseorang. Ini adalah bentuk penyembuhan kuno, kemungkinan berakar pada praktik
1
Aysha and Latipun, “Terapi Warna Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Remaja Yang Hamil Di Luar Nikah.”
2
Rahayu, “Pengaruh Chromotherapy Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pada Pasien Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi Di Bangsal Upi Rs Prof.Dr. Soeroyo Magelang.”
2
Ayurveda di India. Keyakinan di balik terapi warna adalah bahwa warna dapat menyebabkan
perubahan suasana hati atau emosi yang dapat diprediksi pada seseorang. Kebanyakan orang
akan setuju bahwa warna cerah seperti merah, oranye, dan kuning memberikan energi,
sedangkan biru dan ungu adalah warna yang lebih menenangkan. Terapis warna
mengasosiasikan warna dengan tujuh pusat spiritual, atau cakra, yang bertanggung jawab untuk
menyimpan dan mendistribusikan informasi. Setiap cakra juga berhubungan dengan salah satu
dari empat elemen utama: tanah, udara, api dan air. Setiap cakra berhubungan dengan organ
atau sistem biologis tertentu dalam tubuh, dan memiliki warna dominan. Penyakit atau stres
terjadi ketika warna- warna ini tidak seimbang.
B. Sejarah Chromotherapy
Sejarah Chromotherapy sudah ada sejak lama Avicenna (980-1037), melihat warna
sebagai hal yang sangat penting baik dalam diagnosis maupun pengobatan, membahas
kromoterapi secara mendalam, warna adalah gejala penyakit yang dapat diamati. Ia
mengembangkan grafik yang menghubungkan warna dengan suhu dan kondisi fisik tubuh.
Pandangannya adalah bahwa warna merah menggerakkan darah, biru atau putih
mendinginkannya, dan kuning mengurangi nyeri otot dan peradangan. Penelitian yang lebih
baru lebih berkaitan dengan aspek kesehatan cahaya daripada terapi warna.
Terapi warna atau kromoterapi pada dasarnya merupakan jenis terapi yang telah lama
berkembang. Warna telah didentifikasi sebagai obat sejak 2000 tahun sebelum mashi.
Masyarakat pada era itu tidak memiliki fakta ilmiah mengenai warna sebagai media
penyembuhan namun mereka meyakini bahwa warna dapat memberikan kesembuhan terhadap
penyakit yang mereka alami.
Mitologi Mesir kuno menjelaskan bahwa kromoterapi ditemukan oleh dewa Thot dalam
ritualnya, orang-orang Mesir kuno dan Yunani menggunakan mineral berwarna, batu dan
kristal sebagai pewarna dalam pengobatan yang mereka lakukan. Warna juga dianggap
berperan secara intrinsik dalam mengembalikan keseimbangan, pembuatan minyak dan salep
yang digunakan untuk pengobatan
Kromoterapi sendiri berawal dari Phototerapi atau yang dikenal dengan terapi cahaya.
Terapi ini di aplikasikan di Mesir, Yunani, Cina dan India. Orang mesir memanfaatkan warna
sebagai media penyembuhannya. Mereka biasa menggunakan warna-warna primer sebagai
penyembuhan seperti warna biru, merah dan kuning.
Avicenna merupakan tokoh yang terkenal dalam praktek kromoterapi. Dia membuat
warna sebagai alat yang penting dalam melakukan diagnosis dan juga perawatan terhadap
3
kliennya. Menurutnya, warna merupakan gejala yang dapat diobservasi dengan baik. Dia juga
mengembangkan diagram yang berhubungan dengan kondisi fisik dan temperatur pada diri
seseorang.3
Di luar praktek-praktek Barat, terapi warna mempunyai tempat yang lebih tetap,
mungkin karena orang-orang di luar lingkungan Barat tampaknya kurang peduli tentang nilai
bukti ilmiah, atau apa yang seharusnya menandakan bahwa salah satu aliran besar pengobatan
tradisional non-Barat, yang membuat penggunaan terapi warna, adalah aliran Ayurveda di
India.4
Terapis warna biasanya mendiagnosis masalah menggunakan tes warna Luscher, yang
melibatkan pemilihan warna dalam urutan favorit hingga yang paling tidak disukai.
Berdasarkan tanggapan pasien, terapis warna mendiagnosis masalahnya dan kemudian
meresepkan berbagai penggunaan cahaya dan warna untuk menyembuhkan ketidak
seimbangan tersebut. Penerapan warna bisa dalam berbagai bentuk, termasuk kain atau
kacamata berwarna, perawatan mandi, batu permata, prisma, lampu berkedip, lilin, dan lain-
lain.5
3
Rizky, “Penggunaan Kromoterapi Dalam Konseling Untuk Penanganan Kejenuhan Belajar Siswa Pada Era
Revolusi Industri 4.0.”
4
Duco A. Schreuder, Vision And Visual Perception The Conscious Of Seeing.
5
Lisa A. Kurtz, Vision and Visual Perception The Concious Base Of Seeing.
4
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Chromotherapy adalalah terapi penyembuhan sebuah penyakit dengan
mengaplikasikan warna-warna yang tepat untuk penyembuhan dalam bentuk yang lebih
terpusat dibandingkan sinar matahari. Dalam ilmu kedokteran, terapi warna disebut sebagai
elektromagnetik medicine atau pengobatan dengan gelombang elektromegnetik.
Terapi warna memiliki kemampuan dalam penyakit kronis dan gangguan fungsional
dengan cara mengatur proses otomatis tubuh manusia: pernafasan, denyut jantung, fungsi
saluran pencernaan sebagai respon dalam stress. Warna masuk melalui mata yang menjadi
Hipotalamus dan akan mengorganisir informasi atau stimulus dari lingkungan internal dan
eksternal tubuh sebagai respon awal dari stress, mengatur fungsi kekebalan, reproduksi, suhu,
emosi dan pola tidur. Di balik terapi warna ini, bahwa warna dapat menyebabkan perubahan
suasana hati atau emosi yang dapat diprediksi pada seseorang. Kebanyakan orang akan setuju
bahwa warna cerah seperti merah, oranye, dan kuning memberikan energi, sedangkan biru dan
ungu adalah warna yang lebih menenangkan.
Saran
Demikian makalah ini kami papar kan. Kami berharap makalah ini bisa menambah
wawasan serta pengetahuan bagi para rekan sekalian. Mungkin makalah ini masi banyak
kekurangan, sehingga kami selaku pemakalah mengharap kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk kebaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
5
DAFTAR PUSTAKA
Aysha, Kafiyatul, and Latipun. “Terapi Warna Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Remaja
Yang Hamil Di Luar Nikah.” Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan 04, no. 02 (2016): 212–27.
Duco A. Schreuder. Vision And Visual Perception The Conscious Of Seeing. Amerika Serikat:
Archway, 2014.
Lisa A. Kurtz. Vision and Visual Perception The Concious Base Of Seeing. Britania Kingsley:
Jessica Kingsley, 2008.
Rahayu, Heni Setyowati Esti. “Pengaruh Chromotherapy Terhadap Penurunan Tingkat
Halusinasi Pada Pasien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Di Bangsal Upi Rs
Prof.Dr. Soeroyo Magelang.” HNS Journal of Nursing Sciene, 2019, 21–28.
Rizky, Reza Tri. “Penggunaan Kromoterapi Dalam Konseling Untuk Penanganan Kejenuhan
Belajar Siswa Pada Era Revolusi Industri 4.0.” SCHOULID: Indonesian Journal of
School Counseling 4, no. 2 (2019): 61. https://doi.org/10.23916/08407011.