Tugas Khusus
PEMANFAATAN LIMBAH FOME (PALM OIL MILL EFFLUENT)
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO) UNIT
SUNGAI LENGI SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN
SABUN CUCI PIRING DAN SABUN PADAT
Oleh:
Tugas Khusus
PEMANFAATAN LIMBAH FOME (PALM OIL MILL EFFLUENT)
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO) UNIT
SUNGAI LENGI SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN
SABUN CUCI PIRING DAN SABUN PADAT
Oleh:
Untung Waluyo
NIM: 03031181722011
Tedi Andrianto
NIM: 03031181722068
Pembimbing,
Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Kimia
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek di PT. Perkebunan
Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi yang dilaksanakan pada tanggal 15 Juni
2021 s/d 15 Juli 2021 dengan judul tugas khusus “Pemanfaatan Limbah FOME
(Palm Oil Mill Effluent) di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit
Sungai Lengi sebagai Bahan Pembuatan Sabun Cuci Piring dan Sabun
Padat”. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kurikulum Program
Sarjana Strata Satu di Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
Keseluruhan rangkaian kerja praktek ini dapat terlaksana dan selesai dengan
baik, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan masukan
pada penulis. Untuk itu pada kesematan ini penyusun menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan, memberi dukungan, materi,
petunjuk, dan nasehat bagi penyusun.
2. Dr. Tuti Indah Sari, S.T., M.T., selaku ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Sriwijaya.
3. Bapak Dr.Eng.Ir.H. M. Hatta Dahlan, M.Eng, selaku Dosen Pembimbing
Kerja Praktek.
4. Ibu Lamsani yang telah membantu penerimaan Kerja Praktek di PT.
Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi.
5. Bapak Tohom K. Silitonga, S.T., selaku Pembimbing Lapangan Kerja Praktek.
6. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian Laporan Kerja Praktek ini.
Laporan Kerja Praktek ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
bertujuan untuk membangun laporan Kerja Praktek ini agar lebih baik lagi.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………....ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………...viii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………..1
1.1. Latar Belakang………………………………………………………..1
1.2. Permasalahan…………………………………………………………2
1.3. Tujuan Kerja Praktek…………………………………………………3
1.4. Manfaat……………………………………………………………….3
1.5. Bentuk Kegiatan……………………………………………………...4
1.6. Ruang Lingkup Kerja Praktek………………………………………..4
1.7. Waktu Pelaksanaan…………………………………………………...5
BAB 2 ORIENTASI PERUSAHAAN…………………………………………...6
2.1. Sejarah dan Perkembangan…….……………………………………..6
2.2. Visi dan Misi Perusahaan…………………………………………….7
2.3. Logo dan Slogan……………………………………………………...7
2.4. Budaya Perusahaan…………………………………………………...7
2.5. Core Value AKHLAK………………………………………………..8
2.6. Sepuluh Point Pelayanan Pelanggan………………………………..10
2.7. Lokasi dan Tata Letak Pabrik……………………………………….11
2.8. Struktur Organisasi………………………………………………….12
2.9. Jam Kerja……………………………………………………………14
2.10. Kebijakan Mutu Perusahaan………………………………………...14
2.11. Spesifikasi Bahan Baku dan Produk………………………………...15
2.12. Aliran Proses………………………………………………………...17
2.13. Peraturan Umum Keselamatan Kerja dan Keamanan………………44
iv
2.14. Utilitas………………………………………………………………45
2.15. Laboratorium………………………………………………………..55
2.16. Penanganan Limbah………………………………………………...63
BAB 3 TUGAS KHUSUS……………………………………………………....67
3.1. Pendahuluan…………………………………………………………67
3.2. Tinjauan Pustaka……………………………………………………69
3.3. Metodologi………………………………………………………….75
3.4. Hasil dan Pembahasan………………………………………………77
3.4.1. Hasil Penelitian Sabun Cuci Piring……………………………..77
3.4.2. Hasil Penelitian Sabun Padat…………………………………....79
3.4.3. Pembahasan Sabun Cuci Piring…………………………………81
3.4.4. Pembahasan Sabun Padat……………………………………….86
BAB 4 PENUTUP………………………………………………………………92
4.1. Kesimpulan………………………………………………………….92
4.2. Saran…………………………………………………………………92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 2.30. Kernel silo………………………………………………………..43
Gambar 2.31. Flow Chart Pabrik CPO PTPN7 Unit Sungai Lengi……………..44
Gambar 2.33. Eksternal Water Treatment………………………………………45
Gambar 2.34. Deaerator………………………………………………………...49
Gambar 2.35. Feed Water Pump………………………………………………..49
Gambar 2.36. Desain Boiler PTPN7 Suli……………………………………….53
Gambar 2.37. Mesin Turbin…………………………………………………......53
Gambar 2.38. Genset……………………………………………………………54
Gambar 2.39. Limbah Cair Minyak Sawit………………………………………64
Gambar 2.40. Instalasi Limbah Cair di PTPN7 SULI…………………………..66
Gambar 3.1. Limbah Cair Minyak Sawit………………………………………71
Gambar 3.2. Blok Diagram Pembuatan Sabun Cuci Piring dan Sabun Padat…76
Gambar 3.3. Proses Pemisahan Sabun………………………………………....81
Gambar 3.4. Hasil Uji pH Sabun Cuci Piring……………………………….....83
Gambar 3.5. Hasil Uji Densitas Sabun Cuci Piring…………………………....84
Gambar 3.6. Hasil Uji Kestabilitas Busa Sabun Cuci Piring…………………..85
Gambar 3.7. Pencetakan Sabun Padat………………………………………....86
Gambar 3.8. Hasil Uji Kadar Air Sabun Padat………………………………...88
Gambar 3.9. Hasil Uji pH Sabun Padat………………………………………..89
Gambar 3.10. Hasil Uji Stabilitas Busa Sabun Padat…………………………...90
vii
DAFTAR TABEL
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
baik dalam negeri maupun di luar negeri sehinga dibutuhkan pengolahan CPO
(Crude Palm Oil) secara tepat dan efesien guna memenuhi kebutuhan tersebut.
Dalam hal ini, salah satu industri pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup
berperan dalam mengatasi kebutuhan CPO (Crude Palm Oil) di Indonesia adalah
PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi yang terletak di
wilayah Distrik Muara Enim. Industri ini bergerak di bidang perkebunan agrobisnis
yang meliputi budidaya tanaman, pengolahan hasil perkebunan, dan pemasaran
hasil produk berupa CPO (Crude Palm Oil) dan PK (Palm Kernel). Produk Inti
Sawit selanjutnya dikirim ke Pabrik Pengolahan Inti Sawit (PPIS) Unit Usaha
Betung untuk diolah kembali menjadi Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil).
Berdasarkan penjelasan dan uraian diatas, maka kami selaku mahasiswa
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya telah melakukan
Kerja praktek di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi.
1.2. Permasalahan
Mahasiswa dalam perkuliahan umumnya lebih banyak diberikan materi
yang bersifat teoritis. Sehingga dengan adanya kerja praktek diharapkan menjadi
solusi bagi mahasiswa agar dapat mendapatkan gambaran nyata mengenai operasi
dan prinsip kerja peralatan pabrik, serta proses produksi yang terjadi di industri dan
sistem manajemen produksi khususnya di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero)
Unit Sungai Lengi. Disamping itu, mahasiswa dapat melihat aplikasi ilmu yang
didapat secara teori saat perkuliahan untuk digunakan dalam dunia industri.
Mahasiswa diharapkan secara proaktif memperhatikan kasus yang terjadi
pada kondisi operasi karena tidak menutup kemungkinan mahasiswa akan
mendapatkan hal-hal yang baru sehingga menambah pengalaman dan pola pikir
baru. Pengetahuan yang didapat selama kerja praktek dapat dijadikan bekal dan
pengalaman terjun ke dunia kerja yang sesuai dengan bidang profesi yang ditempuh
di bangku kuliah. Dengan demikian mahasiswa diharapkan mampu memberikan
solusi dan bukan hanya pemantau di lapangan. Seperti diketahui bahwa di dalam
suatu pabrik hampir semua disiplin ilmu yang digunakan di antaranya disiplin ilmu
teknik kimia. Melalui kerja praktek ini, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
3
bagaimana proses yang terjadi dalam industri CPO (Crude Palm Oil) di PT.
Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi dan dapat mengetahui
bagaimana penerapan ilmu yang diperoleh selama di lapangan, serta untuk
menambah pengalaman tentang proses yang ada di lapangan.
1.4. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah:
1) Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
a. Sebagai tambahan referensi mengenai teknik pengolahan CPO (Crude Palm
Oil) dengan proses yang ada dan mungkin terbaru di dunia industri di
Indonesia yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan.
b. Membina kerja sama yang baik antara lingkungan akademis dengan
lingkungan kerja.
4
6
7
sehat, kuat dan tumbuh dalam skala usaha ekonomis. Selain itu juga untuk menjadi
Perusahaan yang berkemampuan (Propitable) makmur (Wealth) dan ber kelanjutan
(Sustainable) sehingga dapat berperan lebih jauh dalam akselerasi pembangunan
regional dan nasional.
1) Integritas
2) Profesiaonal
3) Profitabilitas
4) Proaktif
5) Peduli
6) Apresiatif
7) Dinamis
2.4.2. Budaya Promosi
1) Produktivitas
2) Mutu
3) Organisasi
4) Servis
5) Inovasi
2.4.3. Budaya Malu
1) Malu datang telat
2) Malu mangkir kerja
3) Malu pulang sebelum waktunya
4) Malu rendemen rendah
5) Malu pabrik rusak dan kotor
6) Malu losses tinggi
7) Malu ALB tinggi
8) Malu jam stagnasi pabrik tinggi
1) Amanah
Memegang teguh kepercayaan yang diberikan.
2) Kompeten
Terus belajar dan mengembangkan kepabilitas.
3) Harmonis
Saling peduli dan menghargai perbedaan.
4) Loyal
Berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
5) Adaptif
Terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan ataupun menghadapi
perubahan.
6) Kolaboratif
Membangun kerja sama yang sinergis
2.5.2. 18 Panduan Perilaku
Amanah
1) Memenuhi janji dan kompeten
2) Bertanggung jawab atas tugas, keputusan, dan tindakan yang dilakukan.
3) Berpegang teguh kepada nilai moral dan etika.
Kompeten
4) Meningkatkan kompetisi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah.
5) Membantu orang lain belajar.
6) Menyelesaikan tugas dengan kualitas baik.
Harmonis
7) Menghargai setiap orang ataupun latar belakangnya.
8) Suka menolong orang lain.
9) Membangun lingkungan kerja yang produktif.
Loyal
10) Menjaga nama baik sesama karyawa, pimpinan, BUMN, dan Negara.
11) Rela berkorban untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
10
12) Patuh kepada pimpinan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan
etika.
Adaptif
13) Cepat menyesuaikan diri untuk lebih baik.
14) Terus-menerus melakukan pebaikan mengikuti perkembangan teknologi.
15) Bertindak proaktif.
Kolaboratif
16) Membuka kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi
17) Terbuka dalam berkerjasama untuk menghasilakn nilai tambah.
18) Menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.
Jarak PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi dengan
kota Kabupaten Muara Enim adalah 25 Km dengan ibukota Provinsi berjarak 175
Km dan jarak dengan Kantor Direksi Bandar Lampung adalah 444 Km.
Luas areal TM Sungai Lengi : 6.955 Ha
Luas areal TM Plasma : 5.790 Ha
Total areal : 12.745 Ha
PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi secara geografis
memiliki spesifikasi tanah dan iklim sebagai berikut.
Jenis Tanah : Potsolite merah kuning
Ketinggian dari permukaan laut : 40-50 Meter
12
1) Asisten tata usaha, yang dibantu oleh krani tata usaha dan juga oleh krani.
2) Asisten perawatan yang terdiri dari kepala klinik pratama yang dibantu
paramedis/bidan/perawat, dan krani 1 perawatan yang dibantu oleh krani.
sawit segar atau Tandan Buah Segar (TBS). Nilai panen dan sortasi panen yang
dilakukan analisis di bulan Juni 2021 dengan jumlah TBS yang masuk adalah
150.257 tandan dengan berat 2.2.92.380 kg. Jumlah TBS tersebut dianalisa
sehingga diperoleh spesifikasi sebagai berikut:
1) Timbangan
TBS (Tandan Buah Segar) yang telah diangkut menuju penimbangan buah
yang bertujuan untuk mengetahui jumlah produksi yang masuk TBS (Tandan Buah
Segar) dari kebun sendiri untuk diolah dan pembelian TBS (Tandan Buah Segar),
kemudian mengetahui produksi keluar (Pengiriman Crude Palm Oil dan Inti Kelapa
Sawit serta berat Tandan rata-rata). Berikut ini gambar timbangan TBS yang
tersedia di PT. Pekebunan Nusantara VII Unit Sungai Lengi.
Dalam menentukan buah yang akan diolah ada beberapa kriteria yang harus
diperhatikan. Kriteria ini berhubungan dengan penggolongan mutu sawit yang
nantinya akan mempengaruhi mutu dari minyak sawit yang dihasilkan. Berikut
tabel kriteria-kriteria panen dan syarat mutu TBS (Tandan Buah Segar):
Di PKS Unit Sungai Lengi terdapat 20 pintu Loading Ramp yang diatur
dengan sistem hidrolit. Kapasitas tiap pintu 10-12,5 Ton TBS (Tandan Buah Segar)
yang kemudian dimasukkan kedalam keranjang buah atau penampung berbentuk
kereta yang disebut Lori. Berikut dapat dilihat tampilan Loading Ramp dan Lori
yang disajikan pada gambar berikut.
a) b)
Gambar 2.5. Loading Ramp a) Tampak Luar, b) Lori
21
Tandan Buah Segar dari Loading Ramp ini kemudian dimasukkan ke dalam
lori-lori yaitu tempat meletakkan buah kelapa sawit untuk proses perebusan yang
berkapasitas 2,5 ton Tandan Buah Segar pada setiap lorinya. Tandan Buah Segar
dimasukkan kedalam lori dengan membuka Pintu Loading yang dibuka secara
manual dengan alat hidrolik. 10 Lori yang di isi penuh dengan Tandan Buah Segar
dimasukkan ke dalam Sterilizing dengan menggunakan Capstand dan Tali
Tambang untuk menarik Lori.
Adapun tujuan dari perebusan atau Sterilisasi dari Tandan Buah Segar
kelapa sawit ini adalah:
a. Untuk melunakkan buah agar daging buah mudah lepas dari biji dan untuk
memudahkan pelepasan minyak dari sel-sel pada waktu pemerasaan.
b. Untuk menghentikan aktivitas enzim lipase yang menguraikan minyak
menjadi asam lemak bebas dan menghentikan kegiatan hidrolisa yang sudah
terjadi dengan dilakukan perebusan minimal 130 oC.
c. Untuk memudahkan pelepasan buah dari tandan pada waktu proses
penebahan.
d. Untuk mengurangi kadar air dalam buah, yaitu dengan penguapan yang baik
pada saat perebusan maupun sebelum pemipilan. Penurunan kandungan air
buah menyebabkan penyusutan buah sehingga terbentuk rongga-rongga
kosong pada daging buah yang mempermudah proses pengepresan.
e. Untuk memudahkan pemisahan minyak dari daging buah. Daging buah
yang telah direbus akan menjadi lunak sehingga pengepresan lebih mudah.
f. Untuk mengkoagulasi zat-zat albumin agar tidak terikut dengan cairan
kempa, karena akan dapat menyebabkan campuran minyak dan air menjadi
emulsi yang menyulitkan pemisahan minyak pada stasiun klarifikasi.
g. Untuk memudahkan penguraian serabut pada biji, perebusan yang tidak
sempurna menimbulkan kesulitan pelepasan serabut dan biji dalam
Polishing drum sehingga pemecahan biji lebih sulit dalam Ripple Mill.
h. Untuk memudahkan dalam memisahkan antara Inti dan Cangkang,
Perebusan yang sempurna akan menurunkan kadar air pada biji hingga 15%
yang menyebabkan inti susut dan cangkang biji tetap sehingga inti akan
lepas dari cangkang.
Sebelum proses perebusan TBS (Tandan Buah Segar) dilakukan terdapat
beberpa hal yang perlu diperhatikan sesuai dengan standrad produksi. Berikut ini
tahapan yang perlu diperhatikan sebelum proses perebusan. Pada metode Perebusan
untuk mendapatkan hasil terbaik, maka perlu diperhatikan cara perebusannya.
Metode perebusan yang digunakan oleh PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Sungai
Lengi ini adalah sistem triple peak dengan prinsip tiga kali pemasukan uap (uap
23
basah) ke dalam Sterilizer dan tiga kali pembuangan uap (blow down). Triple peak
adalah salah satu sistem cara dalam proses perebusan TBS, yaitu dengan menaikkan
dan menurunkan tekanan sebanyak tiga kali (triple) dan disertai dengan penahanan
tekanan sehingga diharapkan panas dari steam dapat masuk sampai ke bagian paling
dalam dari TBS, pada akhirnya akan mempermudah pada proses selanjutnya. Tahap
perebusan dengan pola Tripple Peak adalah tehap pencapaian puncak I, II, III,
dimana dilakukan tiga kali pemasukan uap dan pembuangan uap. Jumlah puncak
dalam pola perebusan ditunjukkan oleh jumlah pembukaan dan penutupan dari
steam masuk atau steam keluar selama perebusan berlangsung yang diatur secara
manual atau otomatis.
Sebelum dimasukkan uap untuk mencapai puncak I, terlebih dahulu
dilakukan Daerasi (Pembuangan udara) selama ± 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡. Kemudian baru
dimasukkan uap untuk mencapai puncak I dengan membuka pipa steam masuk
selama 12-15 menit, atau sampai dicapai tekanan sebesar 1 kg/cm2, lalu pipa steam
ditutup, sedangkan pipa kondensat dan exhaust pipa dibuka dengan tiba-tiba.
Setelah tekanan turun sampai sebesar 0 kg/cm2 (± 30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) pipa-pipa tersebut
ditutup. Pipa steam masuk kemudian dibuka kembali selama 15 menit atau sampai
dicapai puncak II (tekanan 2 kg/cm2). Lalu pipa steam masuk ditutup, sedangkan
pipa kondensat dan exhaust pipa dibuka dengan tiba-tiba, tekanan turun sampai
sebesar 0 kg/cm2 (±5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) pipa-pipa tersebut ditutup. Melalui dua puncak awal,
perebusan dilanjutkan dengan membuka steam masuk sampai dicapai puncak III
(tekanan 2,5 kg/cm2), lalu tekanan ini dipertahankan selama 45 menit, sebelum
dilakukan pembuangan steam terakhir. Setelah penahanan tekanan steam selesai,
maka steam berada didalam dibuang secara tiba-tiba. Pemasukan steam secara tiba-
tiba pada pencapaian puncak I dan II sehingga buah yang semula kaku menempel
pada tandan akan lunak dan lebih mudah lepas pada tandan saat tandan saat ditebah
dalam Thresher. Sedangkan penahan tekanan pada puncak III bertujuan untuk
memberikan kondisi yang cukup agar kadar ALB (Asam Lemak Bebas) di dalam
TBS dapat dikurangi. Pada Sterilizer melalui 3 peak, dimana proses yang terjadi
pada setiap peak adalah sebagai berikut:
1) Puncak Pertama (1 peak)
24
dari alat Hopper adalah sebanyak 3 lori buah masak hasil rebusan. Pada saat
pengisian, buah jangan sampai penuh agar tidak terlalu padat sehingga buat tidak
tersendat saat dijalankan oleh Automatic Feeder. Berikut ini dapat dilihat alat
Hopper yang disajikan pada gambar dibawah ini.
terkadang dijumpai brondolan yang tidak lepas dari tandannya, hal ini disebabkan
TBS terlalu mentah sehingga tidak lunak atau masak pada proses perebusan,
terutama jika disusun brondolan sangat rapat dan padat sehingga uap tidak dapat
mencapai ke bagian dalam tandan kelapa sawit .
sedangkan biji dibawa ke stasiun pengolahan biji. Berikut ini disajikan gambar
Cake Brake Convenyor (CBC).
Ampas kempa dari Screw Press yang terdiri dari serat dan biji yang masih
mengempal masuk ke CBC. Cake Brake Convenyor (CBC). merupakan conveyor
yang berbentuk Ribbon Blade yang berputar pada poros dan di lengkapi dengan
steam jacked untuk memanasi CBC agar fibre tersebut kering. CBC berfungsi
mengeringkan dan memecah gumpalan-gumpalan ampas kempa (untuk
mempermudah pemisahan biji dan serat) dan membawanya ke Depericarper.
6) Sand Trap Tank
Minyak dari Oil gutter berikutnya akan dialirkan menuju bak ini. Disini
terjadi proses perangkapan pasir dengan metode pengendapan. Pasir yang memiliki
masa jenis lebih besar akan mengendap di dasar bak, sedangkan fraksi minyak yang
lebih ringan akan mengalir di atasnya. Karena menggunakan metode pengendapan
maka terjadi penumpukan pasir di dasar bak, oleh karena itu setiap 4 jam sekali
dilakukan blowdown sand trap untuk membuang pasir yang menumpuk.
Minyak hasil pengempaan pada Screw Press merupakan minyak kasar yang
masih banyak mengandung kotoran-kotoran. Desanding device adalah sebuah
bejana berbentuk silinder (2 unit), untuk mengendapkan partikel-partikel atau pasir
dan lumpur, dan minyak pada posisi-bagian atas kemudian secara gravitasi turun ke
ayakan getar (Vibrating Sreen) sedangkan kotoran dan lumpur berada pada posisi
bagian bawah bejana dispui ke paret setiap satu jam sekali dan mengalir ke fat- pit.
7) Ayakan getar (Vibrating Screen)
Vibrating Screen adalah suatu alat ayakan yang terdiri dari 2 lapisan Screen
dengan ukuran masing-masing 30 mess untuk top screen dan 40 mess untuk
Bottom Screen. Yang digetarkan dengan kecepatan 1.500 rpm. Alat ini berfungsi
untuk memisahkan kotoran berupa serabut – serabut halus (ampas) yang terbawa
pada saat proses pengempaan. Pemisahan kotoran ini disebabkan adanya getaran
pada saringan (screen). Gerakan ampas tersebut berbentuk kurva yang mengarah
pada pinggir saringan.
Proses penyaringan memakai Vibrating Screen bertujuan untuk
memisahkan Non-oil Solid (NOS) yang berukuran besar seperti serabut, pasir,
tanah, kotoran-kotoran lain yang terbawa dari Desanding Device. NOS yang
tertahan pada ayakan akan dikembalikan ke Digester melalui Refuse Fruit
Conveyor, sedangkan minyak turun ke dalam bak Crude Oil Tank.
crude oil tank terdapat sekat-sekat yang bertujuan untuk memisahkan minyak
dengan sludge dengan cara sedimentasi atau pengendapat sludge dan minyak
selanjutnya akan masuk ke stasiun klarifikasi sedangkan sludge di drain dan dikirim
ke press untuk diambil kembali minyak yang masih terdapat dalam sludge tersebut.
Didalam COT terdapat pipa steam untuk menginjeksi steam yang bertujuan untuk
menjaga suhu didalam COT antara 90-95 oC agar minyak dapat terpisah dari sludge.
Selain itu volume minyak dalam bak selalu di jaga agar tidak overload.
Minyak yang keluar dari Vibrating Screen ke Crude Oil Tank untuk
ditampung sementara sebelum dipompakan ke stasiun pemurnian. Pada Crude Oil
Tank ini minyak dipanaskan dengan steam menggunakan sistem pipa pemanas dan
suhu 90-950 C. Dari sini minyak dipompakan ke CST (Continuous Setting Tank).
Minyak yang diperoleh dari pemisahan belum siap dipasarkan, yaitu belum dimiliki
spesifikasi kadar air dan kadar kotoran yang ditentukan. Minyak sawit mentah harus
melalui pemurnian dan pengeringan.
CST dilengkapi dengan skimmer dan sistem pemanas (steam injeksi dan
steam coil) untuk menjaga suhu crude oil 90 – 95 °C. Proses pemurnian yang terjadi
di tangki ini adalah pemisahan fraksi sludge dan minyak berdasarkan berat jenis.
pengutipan minyak melalui skimmer yang di atur secara manual oleh oprator yang
ada pada CST, dan jaga mengatur ketebalan minyak antara 30 – 40 cm pada bagian
atas dengan cara menurunkan/menaikkan skimmer. Massa minyak hasil pengutipan
35
dalam minyak setelah proses oil furifier ini diusahakan 0,3-0,4 dan kadar kotoran
0,01-0,15% lalu suhunya 90-95oC. berikut ini gambar alat Oil Purifier.
dinding Bowl dan keluar melalui Nozzle, kemudian Sludge keluar melalui saluran
pembuangan menuju Fat-Pit. Berikut ini gambar Sludge Separator.
8) Storage Tank
Storage tank merupakan tangki penyimpanan sebelum di distribusikan atau
dijual. Suhu di tangki ini dipertahankan pada kisaran 45-50oC karena dapat
menghambat kerja dari enzim lipase sehingga tidak terjadi kenaikan ALB yang
cukup signifikan. Di PKS PTPN 7 Unit Suli terdapat 3 unit storage tank dengan
total kapasitas 7000 ton. Minyak setelah melalui alat pengering (vacum dryer)
dengan mutu standar melalui pompa oil transfer pump, kemudian dipompakan ke
39
Storage Tank (tangki timbun), dengan suhu sampai 45-60oC. Setiap hari dilakukan
pengujian mutu minyak sawit. Minyak yang dihasilkan dari daging buah ini berupa
minyak kasar atau disebut juga Crude Palm Oil (CPO). Berikut ini disajikan gambar
Storage Tank (tangki timbun).
Polishing Drum adalah suatu kerangka alat yang berputar dan mempunyai
plat-plat/siku-siku pengangkat yang pada ujungnya diruncingkan untuk memotong
ekor-ekor dan fiber yang masih melekat pada nut. Nut Polishing Drum berfungsi
untuk memisahkan/ memoles fiber yang masih melekat atau menempel pada nut,
dan untuk memisahkan benda-benda keras yang terikut seperti batu dan lainnya.
Akibat adanya putaran dipolishing drum maka proses yang terjadi adalah
nut berputar akibat dari siku pengarah yang ada dalam polishing drum dan akan
terjatuh setelah nut berada pada puncak putaran. Akibat dari hal ini akan terjadi
gesekan antara nut dengan nut dan juga serabut yang masih menempel ada nut dan
akan selalu singgungan dengan dinding polishing drum. nut yang telah selesai
dipolish akan terdorong menjauhi depericarper dan pada ujung polishing drum
terdapat lubang yang menyaring benda-benda keras yang akan jatuh dan nut akan
dilanjutkan ke nut grading drum.
mengurangi kadar air sehingga lebih mudah dipecah dan inti lekang dari
cangkangnya. Nut Bin juga berfungsi untuk menurunkan pengaruh pectin (yang
berfungsi sebagai lem perekat) yang terdapat antara cangkang dan inti.
Nut Bin dibagi dalam tingkatan suhu (udara panas) yang berbeda, yaitu
berturut-turut dari atas kebawah adalah 70, 60, dan 500C. Biji yang telah diperam
akan keluar secara teratur sedikit demi sedikit ke Ripple Mill (pemecah biji) yang
diatur oleh Nut Shacking Grate yang terletak pada dasar Nut Bin.
4) Ripple Mill
Ripple mill adalah alat yang digunakan untuk memecahkan nut yang telah
melalui proses pemeraman. Pengaturan masuknya nut kedalam mesin ripple mill
diatur oleh alat getar vibrator, alat ini berfungsi untuk mendorong jatuhnya nut agar
pengumpanan dapat stabil, dengan pengumpanan stabil maka efisiensi ripple mill
akan baik.
Nut yang masuk ke ripple mill dipecahkan sehingga terpisah cangkang
dengan inti. Proses di ripple mill sangat ditentukan dengan rotor bar dan ripple mill
akibat dari terlalu rapat penyetelan dari rotor bar ke ripple mill maka akan
menyebabkan terlalu banyak inti pecah. Sementara jika penyetelan terlalu renggang
maka akan menyebabkan nut pecah akan kurang karena akibat dari nut yang betuk
dan ukurannya berbeda-beda. Pada ripple mill rotor bar berputar sedangkan ripple
plat dalam keadaan diam (menahan laju nut). Ripple Mill juga Berfungsi untuk
memecahkan sehingga inti terlepas dari cangkangnya, alat ini terdiri dari dua
bagian, yaitu:
Rotating rotor
Terdiri dari rod (Ripple Tad) dari high carbon steel yang berjumlah 30
batang dimana 15 batang pada bagian luar dan 15 batang lagi bagian dalam.
Stationary Plate (Ripple Pad)
Plate bergerigi tajam dari high carbon steel. Alat ini dapat memecah biji
tanpa melalui pemeraman dan Nut Bin asalkan proses perebusan berlangsung
dengan baik. Efisiensi pemecahan berkisar 95-98%. Efisiensi pemecahan alat ini
rendah biasanya dikarenakan: Pengisian terlalu penuh / banyak, putaran rotor
kurang, ripple bar dan ripple pad aus, serta biji kurang kering.
42
Biji dari Nut Silo masuk ke Ripple Mill untuk dipecah sehingga inti terpisah
dari cangkang. Biji yang masuk melalui bagian atas rotor akan mengalami gaya
sentrifugal sehingga biji keluar dari rotor dan terbanting kuat yang menyebabkan
inti pecah. Kecepatan putarnya 900 rpm. disini terdapat 4 unit Ripple Mill dengan
kapasitas setiap unit 6 ton/jam.
Setelah dipecahkan, inti yang masih bercampur dengan kotoran-kotoran
dibawa ke Cracked Mixture separating column melalui cracked mixture conveyor
dan cracked mixture elevator. Campuran ini terkadang mengandung kotoran berupa
pasir yang tertinggal saat pembawaan.
6) Kernel Silo
Kernel silo berfungsi sebagai tempat penampungan kernel sementara dan
untuk mengurangi kadar air dari inti sebelum dikirim ke penimbunan inti (kernel
hopper). Pada kernel silo terjadi pengeringan kernel yang masih basah dengan
menggunakan steam heater. Steam yang masuk ke dalam pipa akan memanas dan
akan ditiup oleh fan masuk ke dalam kernel silo dengan temperatur 70 oC
Inti yang masih mengandung air perlu dikeringkan sampai kadar air 7%. Inti
yang berasal dari pemisahan ini melalui kernel distribution conveyor
didistribusikan kedalam dua unit kernel silo, untuk di lakukan proses pengeringan.
inti akan keringkan dengan menggunakan udara panas dari Boiler yang merupakan
hasil dari pengontakan dengan steam. Sama halnya dengan nut silo juga dibagi
dalam tiga tingkatan suhu (udara panas) yng berbeda, yaitu berturut-turut dari atas
kebawah adalah 400C, 600C dan 700C.
Proses pengeringan dalam silo ini dilakukan selama 7 jam dengan
pemberian panas continue. Pemanasan pada elemen atas bersuhu 70 0C, Elemen
tengah bersuhu 600C, dan elemen bawah bersuhu 400C, setelah dirasakan cukup
kering dan kadar air telah memenuhi syarat, maka dalam silo ini diturunkan untuk
dikirim ke kernel bin. Berikut ini disajikan gambar Kernel silo.
Gambar 2.31. Flow Chart Pabrik CPO PTPN7 Unit Sungai Lengi
2.14 Utilitas
2.14.1. Air
Sumber air yang digunakan pada PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero)
Unit Sungai Lengi diperoleh dari sumber air rawa embung. Air dialirkan
menggunakan pompa melalui pipa menuju unit pengolahan air (water treatment
plant) dengan menginjeksikan tawas dan floc yang dialirkan ke clarifier tank yang
kemudian dialirkan ke bak penampungan. Water treatment bertujuan untuk
memperlakukan atau menjernihkan air dari sumber air yang sesuai spesifikasi air
yang diinginkan, baik sebagai proses produksi maupun keperluan domsestik. Tahap
treatment yang dilakukan adalah proses pemurnian yang merupakan penghilangan
padatan tersuspensi (suspended solids), padatan terlarut (dissolved solids), koloid
serta gas-gas terlarut (dissolved gases). Berikut ini gambar eksternal water
treatment yang ada di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi.
o. Buka kran steam inlet feed water tank, atur temperatur antara 80-90oC
Hidupkan tombol Deaerator Booster Pump/Thermal Deaerator Pump
untuk pengisian Deaerator.
Selain ekternal water treatment di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero)
Unit Sungai Lengi juga terdapat proses internal water treatment saat digunakan
sebagai umpan ketel uap. Standart proses internal water treatment dapat dijelaskan
dibawah ini.
1) Ukuran Kinerja
a. pH boiler water 10,5-11,5
b. TDS in boiler water maksimal 2000 ppm
c. Silica (SiO2-) in boiler water maksimal 150 ppm
d. Tannin indeks 6-12
2) Peunjuk Pelaksanaan
a. Sebelum ketel uap (boiler) dioperasikan maka semua larutan bahan kimia
yang akan digunakan harus sudah dipersiapkan terlebih dahulu.
b. Pastikan bahwa selama boiler beroperasi pengaliran bahan kimia tidak
terhenti atau terputus.
c. Buka kran steam inlet Deaerator secara perlahan, atur temperatur antara 90-
95 oC.
d. Hidupkan tombol Dozing Pump Chemical (alkali, tannin, poliperse) untuk
menginjeksikan bahan kimia ke air umpan boiler.
e. Lakukan suplai (blow down) air ketel secara teratur.
f. Catat jumlah bahan kimia yang digunakan dan frekuansi seperti yang
dilakukan.
2.14.2. Boiler
Boiler merupakan suatu perangkat berupa bejana uap yang digunakan untuk
menghasilkan uap panas atau steam dari air yang dipanaskan di dalam pipa-pipa
dengan tekanan dan temperatur yang disesuaikan dengan kapasitas boiler dan
bertujuan untuk memaksimalkan pemakaian steam turbin sehingga dapat
mengurangi penggunaan solar sebagai bahan bakar mesin diesel. Fungsi boiler
diantaranya mengkonversi air menjadi uap, memaksimalkan pemakaian steam ke
48
Boiler yang ada di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai
Lengi terdiri dari beberapa bagian diantaranya:
1) Pipa : 695 pasang
2) Pipa super heater : 25 koil
3) Dust collector : 40 lubang
Alat pendukung pengoperasian turbin dijelaskan pada bagian dibawah ini
yang diantarannya:
1) Deaerator
Alat ini berfungsi untuk menghilangkan kandungan udara didalam air
dengan cara dipanaskan atau dengan cara dididihkan dengan temperatur 90-100oC.
Deaerator dilengkapi dengan 2 safety valve, 1 gelas penduga, dan 3 valve steam.
Panas yang dihasilkan di deaerator dikarenakan hasil pemanasan steam yang
disuplay dari BPV. Berikut ini gambar Daerator dapat dilihat di bawah ini.
49
a. Boiler adalah ketel uap yang berfungsi menghasilkan uap bertekanan untuk
tenaga pembangkit (turbin uap).
b. Induced Draf Fan adalah blower yang berfungsi untuk menarik gas buang
dari ruang bakar.
c. Forced Draft Fan adalah blower yang berfungsi untuk menghamburkan
bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar.
d. Secondary Air Fan adalah blower yang berfungsi untuk menghancurkan
bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar.
e. Circuit breaker adalah saklar pemutus tenaga yang mampu untuk membuka
dan menutup rangkaian listrik pada semua kondisi,termasuk arus hubungan
singkat,sesuai dengan ratingnya.
f. Elektromotor adalah alat untuk mengubah energi listrik menjadi energi
mekanik.
g. V-belt adalah alat untuk mentransmisikan gaya putar antara dua poros profil
belt menyerupai huruf V.
1.d Referensi
Manual book Mesin dan Instalasi Komoditi Sawit
1.e Ukuran Kinerja
Boiler mampu menghasilkan steam kering dengan :
a. Tekanan : 20-21 kg/𝑐𝑚3
b. Temp. uap : 325°C
c. Temp. dapur :700-800°C
1.f Petunjuk Pelaksanaan
a. Persiapan
a.1. Periksa kondisi baut baut pengikat.
a.2. Periksa kekencangan V-belt blower
a.3. Periksa level air boiler dan deaerator
b. Menjalankan
b.1. Masukkan bahan bakar kedalam ruang bakar.
b.2. Nyalakan bahan bakar (fiber).
b.3. Naikkan circuit breaker ke posisi ON (IDF,FDF,SAF,elektrik FWP dll).
51
b.4. Ratakan nyala api dengan dibantu hembusan Forced Draft Fan (FDF).
b.5. Setelah nyala merata hidupkan Induced Draft Fan (IDF).
b.6. Hidupkan Secondary Air Fan (SAF) bahan bakar dimasukkan
secukupnya.
2) Prosedur Start up Boiler
2.a. Hidupkan api dalam furnace secara perlahan-lahan sampai temperatur
boiler cukup tinggi. Buka pintu abu untuk membantu proses pembakaran.
Drain valve dan vent outlet header superheater harus terbuka penuh pada
saat slow firing dan start up untuk menghindari overheating pada pipa
superheater.
2.b. Jalankan Rotary Air Lock Dust Collector.
2.c. Semua kontrol boiler harus di-switch ke pengoperasian manual.
2.d. Buka damper ID Fan untuk memudahkan asap keluar melalui boiler ke
chimney secara alamiah.
2.e. Setelah temperatur gas buang (asap) mencapai 150 deg Centigrade, tutup
semua pintu abu yang berada dibawah firegrate dan juga pintu bahan bakar.
Sekarang ID Fan sudah boleh dijalankan. Jalankan ID Fan dengan kondisi
damper tertutup rapat dan buka damper tersebut secara perlahan dan
bertahap secara manual.
2.f. Jalankan FD Fan, SA Fan dan Fuel FF Fan secara bertahap. Damper FD
Fan dioperasikan secara manual, haruslah terbuka supaya memungkinkan
udara pembakaran masuk kedalam dapur bakar. Damper ID Fan haruslah
dioperasikan secara manual untuk menjaga Agar tekanan difurnace sekitar-
25 mmH2O.
2.g. Jalankan motor Puffing dan fuel conveyor untuk mengisi bahan bakar. Buka
pintu bahan bakar untuk memungkinkan bahan bakar jatuh ke dalam
furnace. Lakukan pembakaran secara terus menerus.
2.h. Pada saat boiler sudah mendekati tekanan kerja normal, assisten operator
boiler atau "Fireman", (bukan operator boiler), harus naik ke atas steam
drum untuk membuka main steam valve secara perlahan lahan.
2.i. Kontrol-kontrol yang ada pada boiler dapat di-automatis-kan.
52
2.15 Laboratorium
Laboratorium merupakan bagian yang sangat memegang peranan penting di
PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi, karena pada bagian ini
data-data tentang raw material dan produk akan diperoleh. Dengan adanya data-
data yang telah diberikan dan ditetapkan, maka proses produksi akan selalu dapat
dikontrol dan dijaga standar mutunya sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Bagian laboratorium berada di bagian asisten Quality Assurance. Bagian
laboratorium ini memiliki beberapa tugas pokok, yaitu:
1) Sebagai analisa air, minyak, dan inti.
2) Sebagai analisa mutu minyak produksi dan mutu inti.
3) Sebagai analisa lossis minyak produksi dan inti produksi.
4) Sebagai analisa kondisi tekanan operasional.
5) Sebagai analisa efektivitas pengolahan limbah.
Pengujian di laboratorium PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit
Sungai Lengi meliputi analisa secara kimia seperti analisa zat-zat yang terkandung
dalam air, mutu produk, dan limbah. Adapun prosedur analisa dapat disajikan pad
apenjelasan berikut ini yang meliputi:
2.16.1. Jar Test
Dalam usaha mendapatkan mutu air yang baik, selain melakukan kontrol
yang ketat serta analisa rutin seperti di atas, juga perlu dilakukan Jar Test yaitu
suatu cara untuk mendapatkan air yang jernih dengan penggunaan bahan kimia
yang optimal karena dalam hal ini kita perlu memperhatikan efisiensi pemakaian
bahan kimia tersebut. Jar Test ini dilakukan sewaktu-waktu bila diperlukan yaitu
pada saat dimana keadaan/kekeruhan air asal (air sungai Lengi) berubah.
1) Cara melakukan Jar Test yaitu:
a. Ke dalam 3 buah beaker glass masing-masing dimasukkan 500 ml air asal,
cek PH dengan alat pH meter.
b. Masing-masing tambahkan larutan soda ash 0,1 % sampai pH 8,0 (± 15 cc),
aduk hingga homogen.
c. Tambahkan larutan tawas 0,1 % pada glass A = 30 cc, glass B = 35 cc, dan
glass C= 40 cc.
56
V. larutan (L) X debit air asal (m3/jam) x hasil jar test (ppm)
Kecepatan Dosing pump =
Berat bahan kimia (gram)
3) Ukuran Kinerja
a) ALB minyak sawit maksimal 5,00 %
b) ALB minyak inti sawit maksimal 5.00 %
4) Petunjuk Pelaksanaan
a) Minyak untuk contoh uji harus di panaskan hingga titik cair dan di
homogenkan.
b) Timbang contoh uji (minyak) dengan teliti ± 3 gram menggunakan
Erlenmeyer.
c) Tambahkan alkohol netral 15 ml, N.Heksana 10 ml, den 3 tetes indikator
Pnenol Phatalein (PP) 1% ke dalam contoh uji.
d) Titrasikan dengan larutan kalium hidroksida (KOH) 0,1 N. Titik
ekuivalen dicapai jika terbentuk warna merah muda selama 30 detik.
e) Catat pemakaian larutan kalium hidroksida (KOH).
f) Lakukan prosedur 2 s/d 5 secara duplo.
Cara Perhitungan:
Kadar ALB = mL KOH x N KOH x 256
Berat contoh (mg) x 1000 X 100 %
Berat molekul asam palmitat = 256
2.16.3. Analisa Inti Berubah Warna
1) Tujuan
Analisa inti berubah warna bertujuan untuk mengetahui jumlah inti yang
berubah warna pada inti hasil dari PPKS dan PPIS.
2) Pengertian
Inti Jamuran: inti yang terkena serangan jamur
3) Ukuran Kinerja
Inti berubah warna maksimal 40.00 %
4) Petunjuk Pelaksanaan
a) Ambil secara acak 100 butir unti utuh hasil penetapan kadar kotoran dan
inti pecah.
b) Belah inti utuh menjadi dua bagian.
c) Sebagian diambil sebagai contoh dan bagian lainnya disisihkan.
58
Cara Perhitungan:
Inti berubah wama = Jumlah inti berubah warna X 100 %
100 biji
a.1 Timbangan contoh uji dengan teliti 10-20 gram dengan menggunakan
cawan porselin yang sudah diketahui berat kosongnya. Keringkan contoh
uji diatas pemanas air.
a.2 Timbang ulang padatan (minyak + zat kering) hasil diatas.
a.3 Buat selongsong dari kertas saring minyak dan masukkan padatan
kedalamnya.
a.4 Timbang labu bundar (kolf) soxhlet kosong dengan teliti. Masukkan
selongsong berisi sample kedalam soxhlet ekstraktor. Tambahkam
N.Heksana hingga selongsong berisi contoh uji terendam dan kolf terisi
heksana secukupnya. Ekstraksikan selama 6 jam setelah ekstraksi,
pindahkan padatan ke dalam cawan porselin dan tambahkan ± 5 gram
pasir kuarsa lalu giling dengan mortar. Masukkan campuran padatan dan
pasir kuarsa ke dalam selongsong ekstraksi. Lanjutkan ekstraksi hingga
minyak yang terkandung betul-betul habis.
a.5 Larutan minyak dan N.Heksana dalam labu ke destilasi hingga diperoleh
hasil minyaknya saja.
a.6 Keringkan hasil minyak destilasi selama oven suhu 105ºC selama 30
menit. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit.
a.7 Timbang dengan teliti hasil residu minyak.
Cara Perhitungan:
Cara Perhitungan:
a.1 Minyak untuk contoh uji harus dipanaskan hingga titik cair dan
homogenkan sebelum digunakan.
a.2 Timbang contoh uji (minyak) dengan teliti ± 10 gram dengan
menggunakan cawan porselin yang sudah diketahui berat kosongnya.
a.3 Keringkan contoh uji kedalam oven suhu 105 ºC selama ± 3 jam.
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit.
a.4 Timbang ulang dengan teliti setiap 30 menit contoh uji hingga selisih berat
antara berat timbangan yang beruntun tidak lebih dari 0,05 %.
a.5 Buat pengamatan secara duplot.
Cara Perhitungan:
Berat contoh awal−Berat contoh akhir
Kadar air minyak contoh = × 100 %
Berat contoh awal
4) Petunjuk Pelaksanaan
a. Timbang dengan teliti inti sawit ± 1000 gram
b. Kelompokkan contoh berdasarkan:
Inti utuh
Inti pecah
Biji utuh
Biji ½ pecah
Cangkang dan sampah
c. Timbang masing-masing kelompok. Hasil timbangan digunakan untuk
menetapkan kadar inti dan kadar inti pecah.
d. Kotoran inti adalah biji utuh, biji ½ pecah serta cangkang sampah.
Cara Perhitungan:
Kadar kotoran inti sampel = Berat Kotoran x 100%
Berat contoh
Berat Kotoran
Kadar Inti Pecah = x 100%
Berat contoh
Limbah padat yang dihasilkan dari sisa pengolahan minyak sawit di PT.
Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi yaitu berupa fibre dan tanda
kosong kelapa sawit. Limbah padat berupa fibre terdiri dari serabut, cangkang, dan
tempurung dimanfaatkan untuk bahan bakar Boiler dan pada proses pembakaran
menghasilkan kerak atau batuan dan abu yang dapat dimanfaatkan untuk bahan
pembersihan lantai pabrik pengolahan dan juga dapat digunakan sebagai bahan
pengerasan jalan. Sedangkan untuk limbah padat yang berupa tandan kosong kelapa
sawit dimanfaatkan sebagai mulching di tanaman kelapa sawit yang berguna
sebagai pupuk organik untuk meningkatkan produksi buah.
2.16.2 Limbah Cair
Limbah Cair yang dihasilkan 70% dari kapasitas olah, diproses secara
biolgis dengan PH 7 - 8 temperatur 40°C, dan dengan menggunakan sistem
sirkulasi dari kolam I s/d IV sehingga BOD berkisar 3000 - 5000 ppm, hasilnya
diaplikasikan ke tanaman kelapa sawit. Berikut ini disajikan gambar limbah cair
sisa pengolahan minyak kelapa sawit.
Limbah cair hasil pengolahan minyak kelapa sawit juga masih mengandung
minyak yang biasa dikenal dengan POME (Palm Oil Mill Effluent) diambil dengan
proses penyulingan untuk dapat ditampung di tank filter. Sedangkan untuk limbah
air disirkulasikan lebih lanjut ke kolam tanah yang berjumlah sebanyak 12 kolam.
Limbah cair tersebut mengandung beberapa unsur yang diantaranya sebagai
berikut:
N : 925 ppm
65
P : 138 ppm
K : 1.875 ppm
Mg : 323 ppm
Limbah yang ada pada kolam sirkulasi juga dilakukan perhitungan debit air
dengan menggunakan metode V. Notch. Berikut ini hasil pengukuran debit air
limbah di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai Lengi.
3.1. Pendahuluan
3.1.1. Latar Belakang
Limbah hasil industri menjadi salah satu persoalan serius di era
industrialisasi. Oleh karena itu, regulasi tentang industrialisasi ramah lingkungan
menjadi isu penting. Alasan yang mendasari sebab limbah tidak hanya dari proses
produksi tapi juga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, pengolahan limbah harus
dilakukan sedari dini ketika proses produksi terjadi. Artinya, pengolahan limbah
harus dilakukan dari hulu sampai hilir karena jika ini tidak dilakukan maka ancaman
terhadap pencemaran akan berakibat fatal.
Pada dasarnya pengolahan limbah bukanlah hal yang Sungai Lengit
dilakukan, namun demikian pelaksanaannya perlu kesungguhan dan niat untuk
menyelamatkan lingkungan hidup dari berbagai pencemar yang dapat mencemari
lingkungan seperti air, tanah, dan udara. Akan tetapi kajian lingkungan yang
mengharuskan setiap industri untuk melakukan pengolahan limbah secara baik
selalu bertentangan dengan pihak perusahaan yang beranggapan bahwa pengolahan
limbah yang optimal dapat menambah biaya operasional yang semestinya dihemat.
Urgensi penanganan dan pengelolaan limbah hasil industri bahwa hasil
produksi menimbulkan limbah yang rentan terhadap lingkungan, baik berupa
limbah cair, padat atau bentuk limbah lainnya. Mengingat besarnya dampak negatif
yang dapat ditimbulkan limbah terhadap penurunan kualitas lingkungan, maka
pengolahan limbah sangat diperlukan dan diharuskan bagi setiap industri.
Kegiatan operasional di Pabrik Kelapa Sawit dalam proses pembuatan CPO
(Crude Palm Oil) menimbulkan adanya produk sampingan berupa limbah padat,
limbah cair, dan polutan ke udara bebas. limbah cair pabrik kelapa sawit atau
67
68
POME (Palm Oil Mill Effluent) adalah salah satu limbah utama dari industri kelapa
sawit dengan potensi pencemaran lingkungan yang paling besar. Potensi
pencemaran limbah cair juga berasal dari jumlah limbah yang dihasilkan.
Limbah POME apabila dibuang langsung ke lingkungan, sebagian akan
mengendap, terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut dalam air,
menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang tajam dan merusak ekosistem. Di
sisi lain, aplikasi metode-metode pengolahan POME yang sudah ada memiliki
banyak kekurangan seperti kebutuhan ruang dan fasilitas yang besar dan lamanya
waktu tunggu hidrolik. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan limbah POME agar
dapat bermanfaat dan meningkatkan nilai ekonomi limbah POME, salah satunya
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sabun cuci piring dan sabun
padat yang nantinya akan ditinjau keefektivitasnya.
3.1.2. Rumusan Masalah
Industri minyak kelapa sawit menimbulkan limbah POME yang hitam,
pekat, dan bau. Limbah POME dapat menimbulkan masalah kesehatan serta
ancaman pencemaran lingkungan bila tidak di kelola dengan sebaik-baiknya.
Limah POME salah satu limbah cair pengolahan minyak sawit yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sabun cuci piring dan sabun padat.
Oleh karena itu, rumusan masalah tugas khusus ini adalah:
1) Bagaimana potensi limbah cair CPO di PT. Perkebunan Nusantara VII
(Persero) Unit Sungai Lengi sebagai bahan baku pembuatan sabun cuci piring
dan sabun padat?
2) Bagaimana karaktersitik sabun cuci piring dan sabun padat yang dihasilkan?
3) Bagaimana efektivitas sabun cuci piring dan sabun padat yang dihasilkan?
3.1.3. Tujuan
Tujuan tugas khusus ini adalah untuk mengetahui potensi dan efektivitas
pengolahan limbah cair di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Sungai
Lengi yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sabun cuci dengan:
1) Untuk mengetahui potensi limbah cair CPO di PT. Perkebunan Nusantara
VII (Persero) Unit Sungai Lengi sebagai bahan baku pembuatan sabun cuci
piring dan sabun padat.
69
2) Untuk mengetahui karaktersitik sabun cuci piring dan sabun padat yang
dihasilkan.
3) Untuk mengetahui efektivitas sabun cuci piring dan sabun padat yang
dihasilkan.
3.1.4. Manfaat
1) Dapat mengurangi permasalahan pencemaran lingkungan yang diakibatkan
oleh limbah cair industri kelapa sawit.
2) Dipakai sebagai acuan perusahaan untuk pengoptimalan pengolahan limbah
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sabun cuci piring.
3) Dapat meningkatkan nilai ekonomi limbah cair (POME) yang awalnya
hanya limbah sehingga dapat menjadi nilai jual setelah diolah menjadi
sabun cuci piring dan sabun padat.
sawit dari buah. Terdapat banyak komponen penyusun minyak kelapa sawit.
Berikut ini disajikan komponen-komponen penyusun minyak sawit pada Tabel 3.1.
Tabel 3.2. Kualitas Limbah Cair yang Dihasilkan dari PKS secara Umum
Limbah Cair
Parameter
No. Kisaran Rata-rata
Lingkungan
(mg/L) (mg/L)
1. BOD 8.200-35.000 21.280
2. COD 15.103-65.100 34.720
3. TSS 1.330-50.700 31.170
4. pH 3,3-4,6 4
5. Nitrogen Total 12-126 41
6. Minyak dan Lemak 190-14.720 3.075
(Sumber: Departemen Pertanian, 2006)
pendek (2-4 atom karbon), rantai medium (6-12 atom karbon) dan rantai panjang
(>12 atom karbon) (Sartika, 2008). Asam lemak disebut juga asam alkanoat atau
asam karboksilat. Rumus molekulnya adalah CnH2nO2 dan rumus umumnya
adalah R-COOH dan rumus bangunnya adalah mempunyai gugus fungsi R-C-OH.
Semua lemak hewani dan sebagian besar minyak nabati mengandung asam lemak
rantai panjang. Titik cair asam lemak meningkat dengan adanya pertambahan
panjang rantai karbon (Maulinda dkk, 2017).
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap
pada atom karbon. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang atom
karbonnya memiliki ikatan jenuh (ikatan tunggal), ini berarti asam lemak jenuh
tidak peka terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas seperti halnya asam
lemak tidak jenuh. asam lemak tak jenuh yaitu asam lemak yang atom karbonnya
memiliki ikatan rangkap. Asam Lemak tak jenuh tunggal merupakan jenis asam
lemak yang mempunyai satu ikatan rangkap pada rantai atom karbon. Asam lemak
ini tergolong dalam asam lemak rantai panjang. Minyak zaitun adalah contoh yang
mengandung Asam lemak tak jenuh jamak adalah asam lemak yang mengandung
dua atau lebih ikatan rangkap, bersifat cair pada suhu kamar bahkan tetap cair pada
suhu dingin, karena titik lelehnya lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak
tak jenuh tunggal atau asam lemak jenuh (Sartika, 2008).
3.2.4. Sabun
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi
asam lemak. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah
natrium (NaOH) dan amonia (NH4OH) sehingga rumus molekul selalu dinyatakan
sebagai RCOONa, RCOOK atau RCOONH4. Sabun adalah surfaktan atau
campuran surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan
kotoran. (Sukeksi dkk, 2017). Sabun akan menurunkan tegangan pada permukaan
air, sehingga memungkinkan air untuk membasahi bahan yang dicuci dengan lebih
efektif. Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan kan-
dungan minyak dan sabun akan teradsorpsi pada butiran kotoran.
Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang rantai karbon C12 hingga
C16. Sabun memiliki sifat ampifilik, yaitu pada bagian kepalanya memiliki gugus
74
hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekornya memiliki gugus hidrofobik (non-
polar). Gugus hidrofobik fungsinya, akan mengikat molekul lemak dan kotoran,
yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang dapat larut di dalam air.
Sabun memiliki kegunaan yang sangat banyak untuk manusia, salah satunya
digunakan untuk pembersih. Terdapat dua jenis sabun yaitu, sabun padat dan cair
yang memiliki perbedaan fase dan kandungannya.
1) Sabun Padat
Sabun padat atau yang biasa disebut dengan sabun padat sangat akrab dalam
kehidupan sehari hari (Qisti, 2009). Sabun padat mengandung asam lemak bebas
untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan fisik sabun. Keunggulan dari
sabun padat adalah lebih ekonomis dan mempunyai kestabilan yang tinggi
dibandingkan dengan sabun cair. Sabun padat dibuat dari lemak netral yang padat
atau dari minyak yang dikeraskan dengan proses hidrogenasi, larutan alkali yang
digunakan NaOH, dan sukar larut dalam air.
Sabun padat dibedakan menjadi 3 macam yaitu, sabun cold made, sabun
opaque, dan sabun transparan (Doni, 2018). Sabun batang cold made merupakan
sabun yang mempunyai kemampuan berbusa dengan baik di dalam air yang
mengandung air garam. Sabun opaque adalah sabun batang yang tidak transparan,
sedangkan sabun transparan adalah mempunyai tampilan yang menarik karena
transparasinya dan menghasilkan busa yang lebih halus.
2) Sabun Cair
Sabun cair dapat dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan
minyak jarak atau minyak lainnya dengan menggunakan larutan alkali seperti KOH.
Kejernihan sabun dapat ditambahkan dengan gliserin atau alkohol. Sabun cair tidak
mengental pada suhu kamar, sabun cair dapat terbentuk karena asam lemak rantai
pendek yang dan ikatan tak jenuh. Kelebihan pada sabun cair yaitu memiliki
kandungan pelembap yang lebih tinggi daripada sabun batang.
Sabun apabila dilarutkan dalam air maka akan teruarai dan tegangan
permukaan air akan menurun. Buih air sabun dapat membantu kotoran akan
mengapung dalam air, selain itu juga struktur sabun terdiri dari hidrikarbon yang
dapat larut dalam minyak dan ion yang hanya larut dalam air yang bercampur maka
kotoran akan terlepas dari permukaan (Khairiady, 2017).
75
3.3. Metodologi
4.3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pengerjaan tugas khusus mengenai proses pembuatan sabun cuci piring
dengan menanfaatkan limbah cair CPO dilakukan pada bulan Juni sampai dengan
Juli 2021 yang dilanjutkan dengan proses analisa karakteristik sabun. Pengerjaan
tugas khusus telah dilaksanakan di Laboratorium PT. Perkebunan Nusantara VII
(Persero) Unit Sungai Lengi dan dilanjutkan di Laboratorium Rekayasa Proses,
Produk Industri Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
4.3.2. Alat dan Bahan
1) Alat
a) Gelas beker 100 mL, 120 mL, 500 mL, dan 1000 mL
b) Gelas ukur 10 mL, 25 mL, 50 mL, dan 250 mL
c) Cawan Petri
d) Erlenmeyer
e) Hot plate
f) Batang pengaduk
g) Spatula laboratorium
h) Pipet tetes
i) Pipet filler
j) Kertas saring
k) Neraca analitis
l) pH meter (kertas lakmus)
m) Seperangkat alat vakum Buchner
n) Piknometer
o) Corong pisah
2) Bahan
a) POME (Palm Oil Mill Effluent)
b) Aquadest
c) Sodium sulfat
d) NaCl
e) Farfum jeruk nipis
76
f) Pewarna makanan
g) Cuka
h) Amphitol
i) Soda Api
4.3.3. Proses
Proses pembuatan sabun cuci piring dengan langkah awal mempersiapkan
FOME yang telah di pretreatment kemudian dicampurkan dengan bahan lainnya
satu per satu dan diaduk hingga mengental dan keluar busa. Kemudian didiamkan
selama satu malam dan akan terjadi 2 lapisan yang akan dipisahkan dan selanjutnya
proses analisa.
Sedangkan untuk proses pembuatan sabun padat adalah dengan membuat
larutan alkali mencampurkan aquadest dengan soda api. Kemudian dicampurkan
sedikit-demisedikit ke FOME sambil diaduk secara merata dan dituangkan ke
cetakkan ditunggu beberapa hari hingga padat dan mengeras.
4.3.4. Diagram Alir Pelaksanaan
Tahapan pengerjaan tugas khusus pembuatan sabun cuci piring dari limbah
POME dapat dilihat memalui Gambar 4.1. berikut.
Studi
Pengambilan dan
pretreatment sampel POME
Gambar 3.2. Blok Diagram Pembuatan Sabun Cuci Piring dan Sabun Padat
77
Busa
Hijau Khas Jeruk Cairan
S50% Sangat
Kekeruhan Nipis Kental
Banyak
Busa
Hijau Khas Jeruk Cairan
S100% Lumayan
Kekeruhan Nipis Kental
Banyak
Cairan Busa
Hijau Khas Aqua
S-TEX Sangat Sangat
Muda Fresh
Kental Banyak
78
2) Uji Karakteristik
Hasil uji karakteristik sabun cuci piring masih fluktuatif sesuai dengan
formula yang ditambahkan. Berikut ini disajikan hasil uji karakteristik sabun cuci
piring pada Tabel 3.4.
Sedangkan untuk karakteristik hasil uji stabilitas busa sabun cuci piring
dapat disajikan pada Tabel 3.5. berikut ini.
Khas Padatan
Kuning
SA25% Minyak sedikit Berbusa
Pekat
Sawit kenyal
Kuning
Khas Berbusa
Terapat Padatan
SA30% Minyak Lebih
Bintik agak keras
Sawit Banyak
Putih
Kuning
Khas
Terapat Padatan Berbusa
SA35% Minyak
Bintik Keras Banyak
Sawit
Putih
Padatan Berbusa
Khas Aqua
MG Cream Lebih Sangat
Freash
Keras Banyak
80
2) Uji Karakteristik
Analisa karakteristik sabun padat yang dihasilkan masih berbeda-beda
sesuai dengan konsentrasi soda api yang ditambahkan. Berikut ini disajikan hasil
uji karakteristik sabun padat pada Tabel 3.7. dan Tabel 3.8.
Sabun cuci piring yang terbuat dari FOME menghasilkan sabun cuci piring
dari seluruh konsentrasi Sodium Sulfat berwarna hijau muda kekeruhan dan
mempunyai aroma khas jeruk nipis sesuai dengan aroma yang ditambahkan pada
saat pembuatan sabun cuci piring. Sedangkan untuk sabun cuci piring yang terbuat
dari bahan Texapon menghasilkan warna hijau muda dan aroma khas Aqua fresh.
Tekstur yang dihasilkan pada keseluruhan sabun cuci piring yang terbuat dari
FOME bertekstur cairan sedikit kental, sedangkan sabun cuci piring yang tebuat
dari Texapon tekstur yang dihasilkan sangat kental. Hal ini dikarenakan perbedaan
82
bahan baku yang yang digunakan dalam pembuatan sabun cuci piring, dimana
Texapon merupakan bahannya lebih kental seperti jeli. Oleh karena itu, bahan baku
yang berbeda akan berpengaruh terhadap sabun cuci piring yang dihasilkan.
Daya busa sabun cuci piring yang dihasilkan berbeda-beda, dimana sabun
dengan konsentrasi sodium sulfat 25% busa yang dihasilkan sedikit berbeda
dengan sabun cuci piring dengan penambahan sodium sulfat 50% merupakan
kondisi palingg optimal dimana busa yang dihasilkan sangat melimbah saat diuji
digunakan untuk memcuci. Sedangkan untuk hasil sabun cuci piring dengan
penambahan sodium sulfat konsentrasi 75 dan 100% busa yang dihasilkan lumayan
banyak akan tetapi tidak sebanyak konsentrasi 50% dan tidak sedikit seperti yang
dihasilkan sabun cuci piring dengan konsentrasi 25% sodium sulfat.
Penambahan sodium sulfat berpengaruh terhadap sabun cuci piring yang
terbuat dari FOME dimana apabila konsentrasi yang diberikan terlalu sedikit maka
busa yang dihasilkan tidak optimal akan tetapi apabila terlalu banyak yang
ditambahkan busa yang dihasilkan masih standar. Penambahan sodium sulfat juga
berpengaruh terhadap hasil sabun cuci piring yang diperoleh dimana semakin tinggi
konsentrasi maka volume sabun cuci piring yang dihasilkan semakin sedikit. Hal
ini dikarenakan sifat dari sodium sulfat mengikat lemak dan minyak dari FOM.
Selain itu sodium sulfat berfungsi mempercepat pengangkatan kotoran dan sebagai
pengental adonan pada sabun cuci piring.
Sabun cuci piring baik yang terbuat dari FOME maupun Texapon diuji
karakteristiknya untuk mengetahui sifat dari sabun cuci piring yang dihasilkan yang
disesuaikan dengan standar sabun cair yang ada. Berikut ini disajikan hasil uji
karakteristik sabun cuci piring.
1) Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan salah satu uji secara kimiawi yang bertujuan
untuk mengetahui sifat sabun cuci piring yang dihasilkan asam atau basa dan juga
digunakan sebagai indikator iritasi terhadap kulit. Proses analisa derajat keasaman
sabun cuci piring dilakukan dengan bantuan kertas lakmus yang dimasukkan
kedalam sabun cair, kemudian dilakukan pengukuran dengan pH indikator. Berikut
ini disajikan gambar hasil uji derajat keasaman sabun cuci piring.
83
9
7.8 7.8 7.8 7.8
8
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa derajat keasaman (pH) yang
dihasilkan untuk sabun cuci piring berbahan dasar FOME masih relatif stabil
berkisar di angka 7,8. Sedangkan sabun cuci piring dari texapon pH yang dihasilkan
sebesar 5,5. Nilai PH sabun cuci piring yang dihasilkan telah memenuhi standar
sabun cuci piring yang ada, dimana untuk nilai PH sesuai SNI sabun cuci piring
berkisar antara 3-8. Hal ini menunjukan sabun cuci piring yang dibuat aman untuk
digunakan karena tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Sabun cuci piring
apabila dihasilkan pH yang terlalu tinnggi atau rendah dapat meningkatkan daya
absorbsi pada kulit sehingga dapat menyebabkan kulit menjadi iritasi
(Wasitaatmaja, 1997).
2) Densitas
Proses analisa densitas dilakukan dengan cara perbandingan zat terhadap air
volume sama ditimbang di udara pada suhu yang sama (Depkes, 1979). Uji densitas
penting dilakukan karena bermaksud untuk dapat menentukan apakah suatu zat
tersebut baik padat dapat terlarut atau tidak pada sabun cuci piring. Proses analisa
densitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat masa yang diperoleh dari
sabun cuci piring dengan bantuan alat piknometer dengan rumus isi dikurang
kosong dibagi dengan volume. Berikut ini hasil uji densitas sabun cuci piring uang
dibuat dari bahan FOME yang disajikan pada gambar 3.5.
84
1.2
1.1473
1.1303 1.1336
Densitas (g/ml)
1.15
1.1 1.0816
1.05 1.0478
1
0.95
S25% S50% S75% S100% STEX
Formula Sabun Cuci Piring
Berdasarkan Gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai hasil uji densitas sabun
cuci piring masih fluktuatif. Hasil nilai densitas sabun cuci piring berkisar antara
1,0478 g/ml sampai dengan 1,1473 g/ml. Nilai densitas sabun cuci piring yang
terbuat dari bahan texapon merupakan nilai densitas yang paling kecil diantara nilai
densitas yang lain. Sedangkan nilai densitas sabun cuci piring yang paling tinggi
diperoleh dari sabun cuci piring berbahan dasar FOME dengan penambahan
Sodium sulfat konsentrasi 100%. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi
sodium sulfat yang ditambahkan semakin tinggi pula nilai densitas yang diperoleh.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi sodium sulfat maka semakin tinggi
zat yang terlarut dalam cairan sabun cuci piring yang dihasilkan. Sesuai dengan
pernyataan oleh Khairiady (2017) dimana densitas akan ditentukan oleh komponen-
komponen yang ada di dalam sabun cuci piring tersebut. Komponen yang semakin
banyak dalam cairan sabun cair maka fraksi berat akan semakin tinggi. Hasil uji
densitas sabun cuci piring telah memenuhi standar SNI sabun cair dimana untuk
nilai SNI sabun cair untuk alat dapur adalah 1,01-1,10 g/ml.
3) Kestabilitas Busa
Busa merupakan sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium
pendispersi zat cair. Proses pengujian kestabilan busa dilakukan bertujuan untuk
mengetahui persentase banyaknya busa yang masih tersisa setelah didiamkan dalam
jangka waktu tertentu. Proses pengujian stabilitas busa dilakukan dengan
melarutkan sabun ke dalam aquadest dengan gelas ukur 25 ml kemudian dilakukan
pengocokkan selama 5 menit dan dilakukan pengamatan serta mengukur busa dari
85
pertama hingga menit kelima. Berikut ini disajikan hasil analisa kestabilitas busa
sabun cuci piring yang dihasilkan pada Gambar 3.6.
80
Berdasarkan gambar di atas nilai kestabilitas busa sabun cuci piring yang
dihasilkan cukup stabil berdasarkan formula yang ditambahkan. Nilai kestabilitas
busa berkisar antara 68,18% sampai dengan 76%, dimana semakin tinggi
konsentrasi sodium sulfat yang ditambahkan semakin tinggi pula persentase sabun
busa yang dihasilkan. Nilai kestabilitas busa sabun cuci piring yang paling tinggi
adalah sabun cuci piring yang terbuat dari bahan Texapon dengan nilai stabilitas
busa 76%. Hal ini dikarenakan busa yang ditimbulkan saat uji stabilitas busa paling
banyak karena pengaruh dari bahan Amphitol yang ditambahkan pada saat
pembuatan sabun cuci piring. Sedangkan nilai kestabilitas busa yang paling rendah
diperoleh dari uji sabun cuci piring yang terbuat dari bahan FOME dengan
penambahan sodium sulfat konsentrasi 68,18%.
Berdasarkan nilai stabilitas busa yang dihasilkan sabun cuci piring sebagian
telah memenuhi SNI sabun cuci piring, dimana nilai standar ktabilitas busa sabun
cuci piring adalah 60-70% kestabilitas busa. Nilai kestabilitas busa yang diperoleh
yang memenuhi SNI adalah sabun cuci piring, yaitu dengan nilai stabilitas busa
68,18% dengan sodium sulfat konsentrasi 25% dan pada konsentrasi sodium sulfat
50% dengan nilai kestabilan busa 69,57. Sedangkan selebihnya masih diatas nilai
standar kestabilan busa. Nilai kestabilitas busa yang terlalu tinggi disebabkan
karena terlalu banyaknya bahan aktif pembusa yang ditambahkan. Busa sabun cuci
piring yang banyak lebih disukai oleh konsumen. Akan tetapi terlalu banyak juga
kurang baik karena akan menimbulkan iritasi pada kulit (Amelia dkk, 2017).
86
Sabun padat yang telah mengeras dan kering selanjutnya dilakukan uji
organoleptik dan analisa karakteristik sabun padat yang dibandingkan dengan nilai
ambang batas sabun padat yang berlaku. Uji organoleptik dilakukan dengan melihat
hasil sabun padat, seperti warna, tekstur, aroma, dan daya busa yang telah
dihasilkan. Warna dan aroma sabun padat yang dihasilkan sesuai dengan bahan
baku yang digunakan dan juga sedikit ada perbedaan sesaui dengan konsentrasi
soda api yang ditambahkan. Sedangkan tekstur dan busa yang dihasilkan sesuai
dengan konsentrasi soda api yang ditambahkan. Sabun padat dengan penambahan
87
soda api 25% menghasilkan warna kuning pekat, aroma yang ditimbulkan khas
minyak sawit, dan tekstur padatan sedikit kenyal. Serta busa yang dihasilkan setelah
dilakukan percobaan mencuci dengan dicampur air hasilnya sabun berbusa.
Sabun padat dengan penambahan soda api konsentrasi 30% menghasilkan
warna kuning yang lebih cerah dibandingkan denan penambahan soda api
konsentasi 25% dan disertai adanya bintik putih diatas sabun padat. Aroma yang
ditimbulkan masih sama seperti khas minyak sawit, namun tekstur yang dihasilkan
berupa padatan yang lebih keras dibandingkan formula sabun padat. Sedangkan
daya busa yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan formula sabun padat
dengan penambahan soda api konsentrasi 25%.
Penambahan soda api dengan konsentrasi 35% sabun padat yang dihasilkan
berwarna kuning terdapat sedikit bintik putih diatasnya. Aroma yang ditimbulkan
juga masih sama khas minyak sawit. Tekstur yang dihasilkan berupa padatan keras
yang lebih keras dibandingkan dua formula sabun padat sebelumnya. Sedangkan
busa yang ditimbulkan pada sabun padat tersebut berbusa banyak lebih banyak
dibandinkan dua formula sabun padat sebelmnya.
Sabun padat yang dihasilkan dibandngkan dengan hasil sabun padat yang
erbuat dari minyak goreng yang telah jadi dengan penambahan soda api yang
optomum. Sabun padat dari minyak goreng tersebut menghasilkan warna cream,
aroma yang ditimbukan khas aqua fresh sesuai dengan minyak wangi yang
ditambahkan. Sedangkan tekstur yang dihasilkan berupa padatan yang lebih keras
dan busa yang ditimbulkan berbusa sangat banyak dibandingkan dengan sabun
padat yang terbuat dari limbah FOME.
Konsentrasi soda api yang ditambahkan pada pembutan sabun padat
berpengaruh nyata terhadap tekstur sabun padat yang dihasilkan. Konsentrasi soda
api atau larutan alkali yang semakin tinggi maka tekstur sabun padat yang
dihasilkan semakin padat dan keras (Hardian dkk, 2014). Menurut pernyataan
Widiyanti (2009) terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kekerasan sabun
padat yang dihasilkan, yaitu air. Kadar air yang semakin tinggi yang terkandung
dalam sabun padat, maka sabun akan semakin lunak. Sedangkan semakin rendah
kandungan air, maka sabun padat yang dihasilkan semakin keras dan tahan lama.
88
14
13.5
13
13
12.5
12
11.5
SA25% SA30% SA35% MG
Formula Sabun Padat
Gambar 3.8. menunjukkan bahwa hasil analisa kadar air sabun padat
mengalami penurunan sebanding dengan semakin tingginya konsentrasi soda api
yang ditambahkan. Nilai kadar air yang paling tinggi diperoleh pada sabun padat
dengan penambahan konsentrasi soda api 25%, yaitu sebesar 15,295% kadar air
yang terkandung. Sedangkan sabun padat yang terbuat dari minyak goreng dengan
penambahan soda api optimal kadar airnya menjadi yang tersendah yang hanya
13% kandungan airnya. Kadar air yang semakin menurun sebanding dengan
semakin besar konsentrasi soda api yang ditambahkan pada volume larutan yang
sama berarti semakin banyak soda api yang mengisi larutan tersebut sehingga
jumlah air yang ada akan semakin menurun (Prihanto dan Irawan, 2018).
Berdasarkan hasil analisa kadar air sabun padat tersebut nilai kadar air telah
memenuhi standar sabun padat yang telah ditentukan, dimana standar minimal
89
kadar air sabun padat adalah 15% (SNI 06-3532-1994). Kadar air yang telah
memenuhi standar sabun padat adalah pada formula sabun padat dengan
penambahan soda api konsentrasi 35% dan sabun padat yang terbuat dari minyak
goreng dengan soda api optimum. Banyaknya kadar air pada sanun akan
mempengaruhi kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan. Sabun padat yang
mengandung terlalu tinggi air maka akan menyebabkan sabun padat mudah
menyusut dan tidak nyaman saat digunakan (Sukawaty dkk, 2016).
2) pH (Derajat Keasaman)
Analisa nilai derajat keasaman pada sabun padat bertujuan untuk
mengetahui kualitas mutu sabun padat yang dihasilkan apakah sanu padat layak
digunakan atai tidak. Analisa keasaman dilakukan dengan cara melarutkan sabun
padat ke dalam aquadest kemudian dilakukan pengukuran secara manula
menggunakan kertas lakmus. Nilai hasil uji derajat keasaman yang telah dilakukan
dapat ditunjukkan pada Gambar 3.9. berikut ini.
11.5
11
Derajat Keasaman (pH)
11
10.5
10
10 9.7
9.5
9.5
8.5
SA25% SA30% SA35% MG
Formula Sabun padat
padat yang dihasilkan, dimana semakin tinggi konsentrasi yang ditambahkan maka
sabun padat yang dihasilkan akan semakin tinggi nilai pH (Hardian dkk, 2014).
Nilai pH sabun padat yang diperoleh telah memenuhi standar sabun padat
yang telah ditentukan pada formula sabun padat dengan penambahan soda api
semua konsentrasi, dimana standar pH sabun padat yang baik adalah 8-10.
Sedangkan nilai pH pada sabun padat yang terbuat dari minyak goreng masih
medekati standar, belum memenuhi SNI sabun padat, dimana nilai pH yang
diperoleh masih 11. Hal ini disebabkan karena penambahan konsentrasi soda api
yang telalu tinggi hingga menyebabkan sabun padat yang diperoleh semakin basa.
Menurut Rahadia (2006) yang menyatakn bahwa nilai pH sabun padat yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan kulit akan menjadi iritasi dan dehidrasi sehingga kulit
akan kering. pH kulit manusia bersifat asam (Handayani dan Joelianingsih, 2003).
3) Stabilitas Busa
Kestabilan busa dilakukan bermaksud untuk mengetahui banyaknya busa
yang masih tersisa setelah didiamkan dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan
dengan persentase. Proses pengujian stabilitas busa dilakukan dengan melarutkan
sabun ke dalam aquadest dengan gelas ukur 250 mL kemudian dilakukan
pengocokkan selama 5 menit dan dilakukan pengamatan serta mengukur busa dari
pertama hingga menit kelima. Berikut ini hasil nilai stabilitas busa sabun padat
dapat ditunjukkan pada Gambar 3.10.
71.5
70.9
71
Stabilitas Busa (%)
70.5 70.31
70 69.81
69.5 69.23
69
68.5
68
SA25% SA30% SA35% MG
Formula Sabun Padat
4.1. Kesimpulan
1) Proses pengolahan CPO di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Sungai
Lengi terdapat enam tahapan, yaitu stasiun penerimaan buah (fruit station),
stasiun rebusan (sterilizing station), stasiun bantingan (threshing station),
stasiun pengepresan (pressing station), stasiun pemurnian minyak
(clarification station), dan stasiun pengolahan biji (nut cracking station).
2) Limbah cair hasil pengolahan CPO masih mengandung minyak yang biasa
dikenal dengan POME (Palm Oil Mill Effluent) yang berpotensi digunakan
sebagai bahan pembuatan sabun cuci piring.
3) Hasil sabun cuci piring dari FOME dengan karakteristik pH berkisar 5,5-
7,8; dengan densitas berkisar 1,0478-1,1473 g/Ml; dan kestabilitas busa
berkisar 68,18-76%
4) Sabun cuci piring yang terbuat dari FOME efektif digunakan sebagai sabun
cuci piring karena busa yang dihasilkan banyak dan dapat mengangkat
lemak kotoran.
5) Limbah cair yang biasa dikenal dengan POME sisa hasil pengolahan CPO
masih mengandung minyak yang berpotensi digunakan sebagai bahan
pembuatan sabun padat.
6) Hasil sabun padat dari FOME dengan karakteristik pH berkisar 9,5-11;
dengan kadar air berkisar 13-15,295%; dan kestabilitas busa berkisar 69,23-
70,90%.
7) Sabun padat yang terbuat dari FOME efektif digunakan sebagai sabun cuci
karena sabun dapat mengeras, busa yang dihasilkan banyak, dan dapat
mengangkat lemak kotoran.
4.2. Saran
1) Hubungan kerja sama antara universitas dan industri harus terus tetap
terjaga dan ditingkatkan lagi.
92
93
Amelia, S.D., Yamlean, P., Yudistira, A. 2017. Formulasi Sediaan Sabun Cair
Antiseptik Ektrak Etanol Bunga Pacar Air (Impantiens Balsamina L) dan
Uji Efektivitasnya Terhadap Bakteri staphylococcus aureus secara in vitro.
Skripsi. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Badan Standardisasi Nasional. 2017. SNI 4075-2:2017 Detergen Cuci Cair, Bagian
2: Untuk Alat Dapur. Jakarta: Dewan Standar Nasional.
Berita Lintas. 2017. Kebijakan Limbah Cair Kelapa Sawit Jadi Listrik Lagi
Digodok. (Online): http://www.infosawit.com/news/6149/kebijakan-
limbah-cair-kelapa-sawit-jadi-listrik-lagi-digodok. (Diakses pada 5 Juni
2021).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Formakope Indonesia, Edisi III.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan.
Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit.
Jakarta: Direktorat Hasil Pertanian.
Doni, S. 2018. Formulasi Sabun Padat Kaolin dengan Variasi Konsentrasi Minyak
Kelapa dan Asam Stearat sebagai Penyuci Mughalladzah. Skripsi. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah.
Gunstone, F. D. 2004. The Chemistry of Oils and Fats: Sources, Composition,
Properties and Uses. New Jersey: Blackwell Publishing Ltd.
Handayani, S. dan Joelianingsih. 2003. Penambahan ekstrak mengkudu sebagai
bahan aditif dalam pembuatan sabun mandi padat dan sabun transparan.
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Yogyakarta.
Hardian, K., dkk. 2014. Evaluasi Mutu Sabun Padat Transparan dari Minyak
Goreng Bekas dengan Penambahan SLS (Sodium Lauryl Sulfate) dan
Sukrosa. Jurnal Jom Faperta. Vol. 1 (2):1-11.
Humas ptpn1. 2018. Standar Panen Kelapa Sawit. (Online):
ptpn1.co.id/artikel/standar-panen-kelapa-sawit. (Diakses pada 28 Juli
2021).
Khairiady, A. 2017. Formulasi Sabun Cuci Piring deangan Variasi Konsentrasi
Kaolin-Bentonit sebagai Penyuci Najis Mughalladzah. Skripsi. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mariana, L. 2006. Sabun, deterjen dan busa. (Online):
http://www.wikimu.com/News. (Diakses pada tanggal 17 September 2021).
Maulinda, L., Nasrul., dan Nurbaity. 2017. Hidrolisis Asam Lemak dari Buah Sawit
Sisa Sortiran. Jurnal Teknologi Kimia Unimal. Vol. 6 (2): 1-15.
Nurcahyani, M., Masyhuri, dan Hartono, S. 2018. The Export Supply of Indonesian
Crude Palm Oil (CPO) to India. Agro Ekonomi. Vol. 29(1): 18-31.
Prihanto, A. dan Irawan, B. 2018. Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi
Sabun Mandi. Jurnal METANA. Vol. 14(2): 55-59.
Primandari, S. R. P., dkk. 2013. Characteristic of Residual Oil Ekstracted from
Palm Oil Mill Effluent (POME). World Applied Science Journal. 27(11):
1482-1484. Production from Mahua (Madhuca indica) Oil using Response
Surface Methodology. Biosource Technology. 376-384.
Qisti, R., 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada
Konsetrasi yang Berbeda. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rahadia, P.K. 2006. Komposisi dan evaluasi hasil pembuatan sabun padat virgin
coconut oil (VCO) dengan sari jeruk nipis. Skripsi. Padang: Universitas
Andalas.
Sartika, R, A, D. 2008.Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam
Lemak Trans Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
Vol. 2(4): 155-157.
SNI 06-3532-1994. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta: Dewan
Standar Nasional.
Sudaryono, A. 2010. Karakteristik Biodiesel dan Blending Biodiesel dari Oil
Losses Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Industri
Pertanian. 21(1): 34-40.
Sukawaty Y., dkk, 2016. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Padat Ekstrak Etanol
Umbi Bawang Tiwai (Eleutherine Bulbosa (Mill.) Urb.). Jurnal Media
Farmasi. Vol. 13(1): 14-22.
Sukeksi, L., Sidabutar, A., dan Sitorus, C. 2017. Pembuatan Sabun dengan
Menggunakan Kulit Buah Kapuk sebagai Sumber alkali. Jurnal Teknik
Kimia USU. Vol. 6(3): 8-13.
Wasitaatmaja, S., M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmentik Medik. Jakarta: UI Press.
Widiyanti, Y. 2009. Kajian Pengaruh Jenis Minyak Terhadap Mutu Sabun
Transparan. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
1. Perhitungan Densitas
1) Na2SO4 25%
Volume Piknometer = 10 ml
Massa Piknometer Kosong = 10,9688 gr
Massa Piknometer Isi = 21,7852 gr
21,7852 gr – 10,9688 gr
=
10 ml
= 1,0816 gr/ml
2) Na2SO4 50%
Volume Piknometer = 10 ml
Massa Piknometer Kosong = 10,9688 gr
Massa Piknometer Isi = 22,2719 gr
= 1,1303 gr/ml
3) Na2SO4 75%
Volume Piknometer = 10 ml
Massa Piknometer Kosong = 10,9688 gr
Massa Piknometer Isi = 22,3053 gr
Densitas = Massa Piknometer Isi – Massa Piknometer Kosong
Volume Piknometer
22,3053 gr – 10,9688 gr
=
10 ml
= 1,1336 gr/ml
4) Na2SO4 100%
Volume Piknometer = 10 ml
Massa Piknometer Kosong = 10,9688 gr
Massa Piknometer Isi = 22,4425 gr
22,4425 gr – 10,9688 gr
=
10 ml
= 1,1473 gr/ml
5) S- Texapon
Volume Piknometer = 10 ml
Massa Piknometer Kosong = 10,9688 gr
Massa Piknometer Isi = 21,4472 gr
= 21,4472 gr – 10,9688 gr
10 ml
= 1,0478 gr/ml
2. Perhitungan Stabilitas Busa Sabun Cuci Piring
1) Na2SO4 25%
Ketinggian Busa Awal = 2,2 cm
Ketinggian Busa Akhir = 1,5 cm
Ketinggian Busa Akhir
Stabilitas Busa = x 100%
Ketinggian Busa Awal
1,5 cm
Stabilitas Busa = x 100%
2,2 cm
Stabilitas Busa = 68,18%
2) Na2SO4 50%
Ketinggian Busa Awal = 2,3 cm
Ketinggian Busa Akhir = 1,6 cm
Ketinggian Busa Akhir
Stabilitas Busa = x 100%
Ketinggian Busa Awal
1,6 cm
Stabilitas Busa = x 100%
2,3 cm
Stabilitas Busa = 69,57%
3) Na2SO4 75%
Ketinggian Busa Awal = 2,4 cm
Ketinggian Busa Akhir = 1,7 cm
Ketinggian Busa Akhir
Stabilitas Busa = x 100%
Ketinggian Busa Awal
1,7 cm
Stabilitas Busa = x 100%
2,4 cm
Stabilitas Busa = 70,83%
4) Na2SO4 100%
Ketinggian Busa Awal = 2,1 cm
Ketinggian Busa Akhir = 1,5 cm
Ketinggian Busa Akhir
Stabilitas Busa = x 100%
Ketinggian Busa Awal
1,5 cm
Stabilitas Busa = x 100%
2,1 cm
Stabilitas Busa = 71,91%
5) S-Texapon
Ketinggian Busa Awal = 5 cm
Ketinggian Busa Akhir = 3,8 cm
Ketinggian Busa Akhir
Stabilitas Busa = x 100%
Ketinggian Busa Awal
3,8 cm
Stabilitas Busa = x 100%
5 cm
Stabilitas Busa = 76%
Keterangan:
W1= Bobot contoh+ botol timbang (gr)
W2= Bobot contoh setelah dikeringkan+ botol timbang (gr)
W = Bobot contoh (gr)
W1-W2
Kadar Air = X 100%
W
46,99406 gr - 46,38226 gr
Kadar Air = X 100%
4 gr
Kadar Air = 15,295%
2) Soda Api 30%
W1= 46,99406 gr
W2= 46,38846 gr
W = 4 gr
W1-W2
Kadar Air = X 100%
W
46,99406 gr - 46,38846 gr
Kadar Air = X 100%
4 gr
Kadar Air = 15,14%
3) Soda Api 35%
W1= 46,99406 gr
W2= 46,39706 gr
W = 4 gr
W1-W2
Kadar Air = X 100%
W
46,99406 gr – 46,39706 gr
Kadar Air = X 100%
4 gr
Kadar Air = 14,925%
4) Minyak Goreng
W1= 46,99406 gr
W2= 46,47406 gr
W = 4 gr
W1-W2
Kadar Air = X 100%
W
46,99406 gr – 46,47406 gr
Kadar Air = X 100%
4 gr
Kadar Air = 13%
3,6 cm
Stabilitas = X 100%
5,2 cm
Stabilitas = 69,23%
3,7 cm
Stabilitas = X 100%
5,3 cm
Stabilitas = 69,81%
3) Soda Api 35%
Ketinggian Busa Awal = 5,4 cm
Ketinggian Busa Akhir = 3,8 cm
Ketinggian Busa Akhir
Stabilitas = X 100%
Ketinggian Busa Awal
3,8 cm
Stabilitas = X 100%
5,4 cm
Stabilitas = 70,31%
4) Minyak Goreng
Ketinggian Busa Awal = 5,5 cm
Ketinggian Busa Akhir = 3,9 cm
Ketinggian Busa Akhir
Stabilitas = X 100%
Ketinggian Busa Awal
3,9 cm
Stabilitas = X 100%
5,5 cm
Stabilitas = 70,90%
LAMPIRAN B
GAMBAR
1. Alat
2. Bahan
Gambar 27. FOME (Palm Oil Mill Effluent) Gambar 28. Sodium Sulfat
3. Proses
Gambar 38. Pemanasan FOME Gambar 39. Pembuatan Sabun Cuci Piring
Gambar 40. Pemisahan Sabun Cair Gambar 41. Pengujian Stabilitas Busa
Gambar 42. Pencetakan Sabun Padat Gambar 43. Proses Uji Kadar Air
4. Hasil Produk
Gambar 44. Sabun Cuci Piring S25% Gambar 45. Sabun Cuci Piring S50%
Gambar 46. Sabun Cuci Piring S75% Gambar 47. Sabun Cuci Piring S100%
Gambar 48. Sabun Cuci Piring S-Texapon Gambar 49. Sabun Padat SA25%
Gambar 50. Sabun Padat SA30% Gambar 51. Sabun Padat SA35%