TUGAS KELOMPOK I
ANALISIS SIKAP PRILAKU BELA NEGARA
Sosok sederhana yang selalu mengenakan pakaian khas betawi, lengkap dengan
peci dan goloknya, ini memiliki kenangan indah saat mudanya dulu memancing ikan di
Kali Pesanggrahan.
Kicauan burung yang begitu merdu menghiasi suasana di pinggir kali. Selain itu,
aneka satwa lain juga dapat dengan mudah ditemui. Namun, kondisi di akhir 1980-an
sangatlah jauh berbeda. Pinggiran Kali Pesanggrahan jadi tempat pembuangan sampah
dan limbah rumah tangga. Akibatnya air kali menjadi hitam kelam.
Kenangan itulah yang kemudian mendorong H. Chaerudin (54 tahun), atau akrab
disapa Bang Idin, bertualang, selama lima hari enam malam, menyusuri Kali
Pesanggrahan ke hulunya di Kaki Gunung Pangrango sejauh 136 km dengan berjalan
kaki atau berakit batang pisang. Ia mencari tahu apa saja yang masih tersisa di sepanjang
aliran kali. Pohon apa saja yang tak lagi tegak, satwa apa saja yang lenyap, ikan apa saja
yang minggat, dan mata air mana saja yang alirannya tersumbat.
Akhirnya, berkat kesabaran dan tekad kuat, lambat laun, kesadaran juragan-
juragan tanah yang membangun pagar beton tinggi hingga ke bantaran kali mulai
tumbuh. Bang Idin kemudian juga mengajak teman-temannya sesama petani penggarap
untuk mengikuti langkahnya. Kini, mereka berhasil menanam 40 ribuan pohon produktif
di sepanjang bantaran kali. Burung-burung yang dulunya pergi akhirnya kembali. Mata
air yang dulu tertutup sampah, kembali hidup. Air kali Pesanggrahan kini sudah normal
kembali. Ikan-ikan bisa hidup dan berkembang biak.
Hal yang paling utama, si Jampang Penghijau ini tidak hanya sekadar
merehabilitasi dan melakukan konservasi alam, tetapi juga berhasil meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar bantaran kali sehingga mereka bisa hidup
dari kegiatan bertani dan beternak.
Pohon produktif, seperti melinjo, kelapa, dan durian bisa dipanen. Demikian juga
sayur-mayur yang ditanam di bantaran kali. Sementara pembibitan ikan juga bisa
dilakukan di air yang jernih. Sebagian lahan bantaran kali juga digunakan untuk
berternak kambing etawa. “Penyelamatan alam itu harus punya nilai kehidupan,”
usungnya.
Pohon-pohon yang mulai langka di Jakarta, seperti buni, jamblang, kirai, salam,
tanjung, kecapi, kepel, rengas, mandalka, drowakan, gandaria, dan bisbul dapat
dijumpai di sini. Belum lagi tanaman obat yang jumlahnya mencapai 142 jenis.
Lelaki kelahiran 13 April 1956 ini juga terus menularkan ilmunya sampai ke
bantaran sungai yang lain. Dukungan dari masyarakat sekitar, terutama dari pemuda-
pemuda sudah didapatkan. Kaderisasi juga terus dilakukan. “Relawan yang saya bina
dari berbagai disiplin ilmu jumlahnya sudah ratusan. Mereka kemudian dengan pola
yang sama saat ini juga sedang berusaha ‘memerdekakan’ bantaran-bantaran sungai
yang lain di Indonesia,” terangnya.
Di balik sikap kerasnya, pria tamatan SMP ini ingin membuktikan, hanya orang
yang benar-benar memahami alam yang dapat menyelamatkannya. ”Masyarakat yang
di kali seperti gue nih seharusnya dirangkul. Duta lingkungan bukan yang cakep-cakep,
tapi yang beneran peduli sama lingkungan,” ujarnya. Di tangan Bang Idin, Kali
Pesanggrahan yang kotor dengan bantaran yang tak terurus berubah menjadi lahan
produktif dan alami.
Diskusikanlah Nilai-nilai yang manakah yang melekat pada diri Bpk H. Chaerudin atau
“Si Jampang” dalam kisah diatas, jelaskan pada bagian mana dari kisah ini, nilai-nilai
tersebut saudara ambil.
TUGAS KELOMPOK 2
B. Bualah paduan suara (Video) dengan lagu Mars Bela Negara. Silhkan
kreativitas di munculkan.