Anda di halaman 1dari 39

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NY. S.S PADA MASALAH


PSIKOSOSIAL : CEMAS DI RUANG ICU
RUMAH SAKIT TENTARA dr. SOEPRAOEN MALANG

Tugas Ini Disusun


Untuk Memenuhi Tugas Individu Praktikum Klinik
Mata Kuliah Keperawatan Jiwa Psikososial

Disusun Oleh :

YUNUS ADI WIJAYA


176070300111045

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


PEMINATAN KEPERAWATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018

0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Pelaksanaan “
Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada masalah Psikososial : Cemas di
Ruang ICU Rumah Sakit Tentara Tingkat II dr. Soepraoen Malang “ yang
dilaksanakan mulai tanggal 5 April s/d 8 April 2018. Laporan ini dibuat untuk
memenuhi tugas individu Mata Kuliah Keperawatan Jiwa Psikososial pada
Program Magister Keperawatan Universitas Brawijaya Malang
Dalam penyusunan Laporan ini, kami banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu penyelesaian makalah ini, antara lain :

1. Kolonel CKM. dr. Sebastian AB, selaku Kepala Rumah Sakit Tentara Tingkat
II dr. Soepraoen Malang yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan pada masalah psikososial
2. Ibu Suprihatin, A.Md.Kep, selaku Kepala Ruangan ICU Rumah Sakit Tentara
Tingkat II dr. Soepraoen Malang.
3. Ns. Moch. Ari Afrianto, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.J, selaku supervisor praktek
klinik keperawatan jiwa psikososial Universitas Brawijaya.
4. Ns.Lilik Supriati,M.Kep, selaku supervisor dan Dosen keperawatan jiwa
psikososial yang telah memberikan arahan dan masukan dalam pencapaian
kompetensi.
5. Semua dosen pengampu mata kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa Psikososial
Program Studi Magister Keperawatan Universitas Brawijaya malang
6. Teman-teman Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan Jiwa
Universitas Brawijaya yang luar biasa.

Semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua , penulis siap
menerima kritikan ataupun saran yang membangun untuk perbaikan dan
penyempurnaan laporan ini dimasa yang akan datang.

Malang , April 2018

Penulis

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Individu yang sehat jiwa memiliki kemampuan untuk beradaptasi
terhadap stresor lingkungan internal atau eksternal yang dipengaruhi oleh
pikiran, perasaan dan perilaku sesuai dengan usia dan sejalan dengan
norma lokal dan budaya (Townsend, 2009). Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini berarti
kesehatan bersifat holistik, individu dikatakan sehat apabila seluruh
komponen dalam diri individu tersebut tidak mengalami gengguan baik
psikis, psikologis maupun sosial. Kesehatan jiwa merupakan kondisi sehat
emosional, psikologis, sosial dan perilaku Videbeck,( 2008).
Masalah psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan
individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai
pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa secara nyata atau sebaliknya masalah
kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial (Keliat, 2011).
Berdasarkan uraian tersebut, masalah psikososial berada diantara rentang
sehat jiwa dan gangguan jiwa. Individu yang mengalami masalah psikososial
akan terjadi perubahan dalam perilakunya, apabila tidak ditangani dengan
baik dapat berpotensi menjadi gangguan jiwa.
Untuk mencapai kualitas pelayanan kepada pasien yang bersifat
holistik diperlukan suatu proses asuhan keperawatan yang berlangsung
secara sistematis dan berkesinambungan dengan menggunakan
manajemen pelayanan keperawatan jiwa di rumah sakit umum Consultation
Liaison Mental Health Nursing (CLMHN). Asuhan keperawatan diberikan
oleh perawat CLMHN secara holistik tidak hanya diagnosis fisik saja tetapi
juga diagnosis psikososial atau masalah kesehatan jiwa klien (Keliat, 2007).
Kontribusi keperawatan jiwa pada klien sakit fisik yang dirawat di
rumah sakit umum belum berkembang dengan baik. Beberapa fakta
ditemukan bahwa penyakit-penyakit fisik seperti penyakitkronis diabetes
mellitus, hipertensi, kanker, tuberkulosis, jantung dan stroke seringkali
mengakibatkan munculnya masalah psikososial yaitu ansietas, ansietas,

2
gangguan citra tubuh, harga diri rendah situasional, keputusasaan dan
ketidakberdayaan(keliat, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa gangguan fisik
dapat mengakibatkan masalah psikososial dan memerlukan perawatan.
Pada unit pelayanan umum di rumah sakit, aspek psikososial pada
pasien penyakit fisik kurang mendapat perhatian oleh tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktik jiwa psikososial di Rumah
Sakit Tentara Tingkat II dr. Soepraoen Malang didapatkan bahwa
penanganan pasien dengan penyakit fisik di rumah sakit lebih berfokus pada
aspek fisik. Hasil wawancara yang dilakukan kepada perawat diruangan
menyatakan bahwa sering mendapatkan pasien ansietas dan tidak
kooperatif terhadap pengobatan, sehingga intervensi yang dilakukan hanya
sekedar penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarga. Aspek
psikososial pada pasien dengan penyakit fisik di rumah sakit belum tergali
dan diintervensi dengan baik akibatnya dapat berdampak pada masalah
psikososial sehingga dapat berpengaruh dalam menjalani terapi dan
mengakibatkan penurunan atau perburukan kondisi sakit pasien.
Pengkajian keperawatan yang dilakukan berdasarkan pada
pendekatan model stres adaptasi Stuart. Model stress adaptasi Stuart
memandang perilaku manusia dalam perspektif yang holistik terdiri dari
biologis, psikologis, sosiokultural dan aspek - aspek tersebut saling
beintergrasi dalam perawatan. Pasien dengan penyakit fisik yang dirawat di
rumah sakit umum akan mengalami stres karena ketidakmampuan dalam
menghadapi stresor yang berupa penyakit yang dialami, tindakan
pengobatan dan lingkungan yang baru. Untuk dapat beradaptasi pasien
harus memiliki kemampuan dalam menghadapi stresor yang dipengaruhi
oleh kondisi pasien sebelum mengalami stresor (faktor predisposisi) dan
kemampuan pasien dalam memecahkan masalah (sumber koping).Hal ini
menentukan mekanisme koping yang dipakai oleh pasien (Stuart, 2009).
Hasil pengkajian tersebut menjadi dasar untuk menegakkan diagnosa
keperawatan psikososial pada pasien penyakit fisik antara lain ansietas,
gangguan citra tubuh, harga diri rendah situasional, ketidakberdayaan dan
keputusasaan. Bentuk intervensi yang dapat dilakukan seorang perawat
dimulai dnegan intervensi generalis sampai dengan spesialis yang ditujukan
untuk individu, keluarga dan kelompok (Stuart & Laraia, 2005).

3
Masalah psikososial yang dialami pasien dengan penyakit fisik
selain disebabkan oleh manifestasi klinis dan komplikasi dari penyakitnya
juga disebabkan oleh dampak dari diagnosis dan terapi yang mungkin dapat
mengakibatkan perubahan gaya hidup pada pasien. Hal ini mempengaruhi
kesehatan psikososial pasien yang dihubungkan dengan adanya ketakutan,
depresi, kecemasan, ketergantungan dan perasaan menjadi seseorang yang
berbeda. Masalah psikososial yang terjadi pada pasien dengan penyakit fisik
akan mempengaruhi kondisi fisik pasien sehingga dapat membuat penyakit
fisik pasien bertambah parah, karena itu perlu perhatian khusus dari tenaga
kesehatan terhadap kondisi psikososial pasien dengan penyakit fisik karena
klien memerlukan perawatan pada respon klien secara emosi, spiritual,
perilaku dan kognitif terhadap masalah fisik yang dialaminya.

B. Tujuan Penulisan Makalah


1. Tujuan Umum
Mengapilkasikan asuhan keperawatan jiwa dengan masalah
psikososial : cemas pada klien Ny. S.S dengan CHF dan GEDS.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui konsep masalah Psikososial


b. Menganalisis masalah Psikososial : cemas pada klien Ny. S.S
dengan CHF dan GEDS di Rumah Sakit Tentara Tingkat II dr.
Soepraoen Malang.
c. Menganalisis diagnosa keperawatan dengan masalah Psikososial :
cemas pada klien Ny. S.S dengan CHF dan GEDS di Rumah Sakit
Tentara Tingkat II dr. Soepraoen Malang.
d. Menganalisis terapi yang diberikan dengan masalah Psikososial :
cemas pada klien Ny. S.S dengan CHF dan GEDS di Rumah Sakit
Tentara Tingkat II dr. Soepraoen Malang.

C. Manfaat Penulisan Makalah


1. Manfaat Praktis
Meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dalam mengatasi
masalah psikososial yang dialaminya, Meningkatkan kualitas asuhan

4
keperawatan psikososial yang dilakukan perawat di unit pelayanan
umum khususnya ruang ICU Rumah Sakit Tentara Tingkat II dr.
Soepraoen Malang. Sebagai masukan bagi rumah sakit untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan jiwa psikososial di unit
pelayanan umum
2. Manfaat Teoritis
Sebagai dasar untuk mengembangkan ilmu keperawatan jiwa yang
berkaitan dengan pelayanan asuhan keperawatan jiwa spesialis
khususnya pada diagnosa keperawatan jiwa psikososial

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Psikososial
Menurut (Keliat, 2011), Psikososial adalah setiap perubahan dalam
kehidupan individu , baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang
mempunyai pengaruh timbal balik, masalah kejiwaan dan kemasyarakatan
yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan
sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan
gangguan jiwa ( Depkes, 2007). Diagnosa Keperawaatan terkait masalah –
masalah psikososial adalah :
1. Ansietas adalah keadaan emosi dan pengalaman subyektif individu, tanpa
obyek yang spesifik karena ketidaktahuan dan mendahului semua
pengalaman yang baru seperti masuk sekolah, pekerjaan baru, atau
melahirkan anak ( stuart, 2009)
2. Harga diri rendah adalah evaluasi diri negatif yang berkembang sebagai
respons terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang
yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (Herdman , 2012 )
3. Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas seseorang terhadap
tubuhnya yang diakibatkan oleh perubahan struktur, ukuran, bentuk dan
fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan ( Stuart, 2009)
4. Keputusasaan merupakan perasaan individu yang melihat keterbatasan
atau tidak adanya alternatif atau pilihan dalam menyelesaikan
masalahnya (Herdman, 2012)
5. Ketidakberdayaan adalah kondisi dimana seseorang merasakan
kehilangan kekuatan, kehilangan otoritas untuk melakukan sesuatu,
merasa tidak memiliki kekuatan fisik, tidak memiliki energi, tidak
mempunya harapan, tidak memiliki motivasi, tidak memiliki pengetahuan,
tidak memiliki harga diri, tidak mempunyai kekuatan psikologis, dan tidak
memiliki sistem pendukung sosial (Miller, 2000)
6. Koping keluarga tidak efektif yaitu perilaku orang terdekat bagi pasien
(anggota keluarga atau orang terdekat lainnya ) yang membuat
ketidakmampuan kapasitas mereka dan kapasitas klien untuk secara
efektif melaksanakan tugas yang esensial, baik untuk adaptasi pasien
terhadap masalah kesehatan (Herdman, 2012)

6
7. Koping individu tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membentuk
penilaian yang benar dari stressor, pemilihan respon yang tidak adekuat
dan atau ketidakmampuan dalam menggunakan sumber-sumber yang
tersedia (Herdman, 2012)
8. Berduka disfungsionlal/ antisipasi
9. Penampilan peran tidak efektif yaitu pola perilaku dan ekspresi diri tidak
sesuai dengan konteks lingkungan, norma dan harapan ( Nanda, 2005)
10. Konfusi kronik
11. Sindroma pasca trauma adalah respon maladaptif yang terus menerus
akibat peristiwa traumatis yang berlebihan
12. Resiko Jatuh
13. Gangguan pola tidur
Identifikasi kebutuhan psikososial melibatkan Klien dan Keluaraga serta
tim pemberi asuhan keperawatan. Kerjasama pasien dan tim pemberi
asuhan keperawatan diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan
psikososial. Menurut (Gorji et al., 2013) dari hasil penelitian yang lain
pada klien gagal ginjal kronis yang dilakukan hemodialisa mengalami
distress psikosial yang betkepanjangan yang ditandai dengan fatique
(51,25%), keterbatasan aktifitas fisik ( 32,5%), fistula (58,75%), adanya
pembatasan cairan (47,5%), kualitas hidup yang menurun (47,5 %) dan
masih banyak tanda yang lainya yang mana semua itu berhubungan
langsung dengan terjadinya masalah psikososial pada pasien dukungan
pendidikan kesehatan, keluarga, dukungan social

B. Konsep Stres Adaptasi Stuart


Menurut (Stuart, 2009). Perawat jiwa dapat meningkatkan kualitas
asuhan mereka jika tindakan mereka didasarkan pada model praktik
keperawatan yang inklusif, holistik, dan relevan dengan kebutuhan klien,
keluarga, kelompok dan komunitas. Model praktik keperawatan jiwa yang
dipakai saat ini secara luas di dunia adalah Model Stuart Stres Adaptasi
yang dikembangkan oleh Gail Stuart sejak tahun 1980. Model ini
mengintegrasikan aspek biologi, psikologi, sosial kultural, lingkungan dan
legal etik dari perawatan klien dalam suatu kesatuan kerangka praktik.
Gambar berikut menunjukkan Model Stres-Adaptasi dari Stuart.

7
1. Konsep stress adaptasi (Stuart, 2009).
Konsep Stres-Adaptasi Stuart memaparkan bagaimana individu dalam
kehidupan sehari-hari dapat mengalami kejadian-kejadian yang memicu
munculnya stres atau yang disebut dengan stresor. Terjadinya stres
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu sehingga mempengaruhi
tinggi rendahnya tingkat stres. Individu akan melakukan semua
kemampuan, aset dan pendukung lainnya yang dia miliki dalam usaha
untuk beradaptasi terhadap stres tersebut. Usaha untuk beradaptasi ini
disebut dengan mekanisme koping. Mekanisme koping yang dilakukan
oleh individu termasuk mekanisme yang destruktif maka individu tersebut
akan mengalami sakit.yang meliputi :
a. Stresor predisposisi
merupakan semua kejadian, hal, atau peristiwa baik yang terjadi di
sepanjang hidup individu yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
masalah psikososial pada individu tersebut (Stuart, 2009). Stresor
predisposisi dapat berupa biologis, psikologis dan atau sosial budaya.
b.Faktor biologis
Meliputi : riwayat lahir, memiliki garis keturunan penderita gangguan
jiwa, memiliki cacat badan, status nutrisi kurang atau lebih dari ideal,
dan terkena paparan racun. Faktor psikologis seperti tingkat
intelegensia individu yang rendah, kondisi moral yang tidak sesuai
dengan nilai yang ada di masyarakat, dan pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan dapat menjadikan individu berisiko terkena
masalah psikososial
b. Faktor sosial budaya misal rentang usia dewasa, jenis kelamin
wanita, tingkat pendidikan yang rendah, pemecatan atau klien
tidak bekerja, belum menikah atau mengalami perceraian,
keyakinan negatif dari klien, dan kurangnya dukungan sosial dari
orang terdekat juga memiliki kontribusi untuk meningkatkan
kejadian masalah psikososial pada individu (Kaplan, dkk, 2004).
Stresor predisposisi biologis, psikologis dan sosial saling
berkontribusi dalam menentukan apakah klien dengan penyakit
fisik yang dirawat di rumah sakit umum memiliki risiko yang lebih
besar untuk mengalami masalah psikososial sehubungan dengan
penyakitnya.

8
2. Penilaian/respon terhadap stresor.
Menurut Videbeck, (2001). Respon terhadap stresor merupakan
reaksi individu terhadap stresor presipitasi yang dihadapinya. Reaksi
ini bisa berupa reaksi kognitif (contoh: berpikir ingin bunuh diri,
berkurangnya motivasi, konsentrasi atau tingat kesadaran), afektif
(contoh: merasa sedih, merasa marah, tidak berdaya atau merasa
malu), fisiologis (contoh: perubahan pada tanda-tanda vital dan status
fisiologis lainnya), perilaku (contoh: menolak untuk melakukan aktivitas
sehari-hari, berbicara sendiri, dan sering komat-kamit), dan sosial
(contoh : mengamuk, memukul orang lain, menarik diri dari pergaulan.
Penilaian terhadap stresor dapat juga diartikan sebagai respon awal
individu terhadap stresor yang dihadapinya. Respon dari klien ini dapat
menunjukkan seberapa besar tingkat stres yang dialami oleh klien saat
dirawat di rumah sakit umum. Klien kemudian berusaha menurunkan
tingkat stresnya dengan melakukan usaha untuk beradaptasi supaya
tetap sehat. Hal ini dilakukan klien dengan menggunakan kemampuan
dan sumber dukungan yang dia miliki
3. Kemampuan Mengatasi Masalah atau Sumber koping.
Kemampuan pendukung yang wajib dimiliki oleh individu terdiri
dari: pengetahuan dan kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya,
aset materi (aset yang dimiliki untuk menggunakan pelayanan
kesehatan di lingkungan klien), dan keyakinan positif klien bahwa dirinya
dapat mengatasi masalah. Kemampuan pendukung yang wajib dimiliki
oleh keluarga adalah pengetahuan tentang masalah individu dan
mampu merawat individu saat sakit sehingga mampu membantu
individu memecahkan masalahnya. Kemampuan personal terdiri dari
pengetahuan individu dan keahlian memecahkan masalah.
Pengetahuan mengijinkan individu untuk melihat masalah dengan cara
yang berbeda sehingga membantu individu tersebut memecahkan
masalah. Keahlian memecahkan masalah meliputi kemampuan individu
untuk mencari informasi, identifikasi masalah, menimbang alternatif dan
melaksanakan rencana tindakan (Stuart, 2009; Videbeck, 2001)
mempunyai Keyakinan Positif dan melihat diri sendiri secara positif
dapat memberikan dasar untuk harapan dari individu. Selain itu,

9
keyakinan positif dapat mempertahankan usaha individu memecahkan
masalah dalam situasi yang paling berat sekalipun
Menurut (Stuart, 2009) Sumber koping digunakan oleh individu
untuk melakukan usaha mengatasi stres (mekanisme koping) yang dia
hadapi sebagai bentuk adaptasi untuk menjaga dirinya tetap sehat.
Sumber koping yang baik akan membuat individu melakukan
mekanisme koping yang adaptif atau konstruktif, sedangkan sumber
koping yang jelek akan mendorong individu menggunakan mekanisme
koping yang maladaptif atau destruktif. Dalam proses keperawatan
Liaison nurse mengkaji sumber koping yang dimiliki klien dalam rangka
menentukan terapi generalis maupun spesialis yang tepat.
4. Usaha untuk Memecahkan Masalah atau Mekanisme koping.
Mekanisme koping merupakan usaha individu untuk mengatasi
stres dapat diartikan sebagai tiap upaya yang dilakukan individu untuk
penatalaksanaan stres (Stuart, 2009). Usaha ini dapat berupa upaya
penyelesaian masalah langsung (task oriented), dimana hal ini
merupakan bentuk koping yang konstuktif, sedangkan bila individu
melakukan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk
melindungi diri (ego oriented), hal ini adalah bentuk koping yang
destruktif . Mekanisme koping akan menentukan apakah klien
mengalami masalah psikososial atau tidak.
Mekanisme koping konstruktif membantu individu dalam
menyelesaikan stresor yang sebelumnya dihadapinya (Fontaine, 2009).
Mekanisme koping ini membuat individu untuk memecahkan masalah
dengan cara yang sehat seperti menggunakan sumber daya yang sudah
dimiliki individu, menambah pengetahuan dan kemampuan yang baru
serta melibatkan orang di sekitarnya untuk membantu mengurangi
masalah.

C. Konsep Ansietas
Masalah psikososial di tatanan komunitas sering dijumpai pada
klien dengan penyakit fisik. Masalah psikososial yang ditemukan pada klien
adalah ansietas, ketidakberdayaan.

10
1. Definisi
Ansietas merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan
stres. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman
terhadap suatu harapan yang mencetuskan ansietas. Hasilnya adalah
bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, dkk, 1993). Stuart dan
Sundeen (1998) mendefinisikan ansietas secara berbeda sebagai suatu
perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari
kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui
atau dikenal. Pengertian lain diungkapkan oleh Kaplan dan Sadock
(2007) yang mendefinisikan ansietas sebagai respon terhadap suatu
ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau
konfliktual. Jika mencermati beberapa pengertian di atas, konsep
ansietas harus dibedakan dengan ketakutan.
Maka dapat dipahami bahwa ansietas merupakan reaksi seseorang
terhadap stres, berupa kekhawatiran terhadap ancaman yang
sumbernya tidak jelas, bersifat internal, dan tidak menyenangkan.
Adanya sumber ancaman yang tidak jelas inilah yang membedakan
antara pengertian ansietas dan ketakutan.
2. Tanda dan Gejala
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2014) dalam NANDA
International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-
2017 batasan karakteristik ansietas meliputi:
1. Perilaku
a. Penurunan produktivitas
b. Gerakan tidak relevan
c. Gelisah
d. Melihat sepintas
e. Tampak waspada
f. Insomnia
g. Kontak mata kurang
h. Resah
i. Perilaku mengintai
j. Kekhawatiran tentang perubahan dalam peristiwa hidup
1. Afektif
a. Kesedihan yang mendalam

11
b. Khawatir
c. Distress
d. Takut
e. Perasaan tidak mampu
f. Tidak berdaya
g. Peningkatan kewaspadaan
h. Iritabilitas
i. Kegelishan
j. Terlalu bersemangat
k. Bingung
l. Menyesal
m. Self-focused
n. Ketidakpastian
2. Fisiologis
a. Wajah tegang
b. Tangan tremor
c. Peningkatan keringat
d. Gemetar
e. Tremor
f. Gemetar
g. Suara bergetar
3. Simpatik
a. Perubahan pola napas
b. Anoreksia
c. Peningkatanrefleks
d. Eksitasi kardiovaskular
e. Diare
f. Mulut kering
g. Wajah merah
h. Jantung berdebar-debar
i. Peningkatantekanan darah
j. Peningkatandenyut jantung

12
k. Peningkatanfrekuensi pernapasan
l. Pupil melebar
m. Vasokonstriksi superfisial
n. Kejang
o. Lemah
4. Parasimpatis
a. Nyeri abdomen
b. Perubahanpola tidur
c. Penurunandenyut jantung
d. Tekanan darahmenurun
e. Diare
f. Pingsan
g. Kelelahan
h. Mual
i. Kesemutanpadaekstremitas
j. Sering berkemih
k. Anyang-anyangan
l. Dorongan berkemih
5. Kognitif
a. Gangguan perhatian
b. Perubahan konsentrasi
c. Menyadari gejala fisiologis
d. Boling pikiran
e. Konfusi
f. Penurunan lapang persepsi
g. Penurunan kemampuan untuk belajar
h. Penurunan kemampuan memecahkan masalah
i. Takut
j. Lupa
k. Melamun
l. Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain

3. Tingkat Ansietas, (Stuart, 2013).


a. Ansietas Ringan

13
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lapang persepsi
meningkat, individu akan berhati-hati dan waspada. Pada
tingkat ini individu terdorong untuk belajar dan akan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas (Stuart, 2013).
b. Ansietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu
bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda, individu
menjadi gugup atau agitasi.Pada tingkat ini lapang persepsi
terhadap lingkungan menyempit. Individu lebih memfokuskan
pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal lain
(Stuart, 2013).
c. Ansietas Berat
Ansieta berat ditandai dengan penurunan yang signifikan
dalam persepsi. Individu cenderung fokus pada hal tertentu
dan tidak memikirkan hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi kecemasan, dan membutuhkan banyak
pengarahan (Stuart, 2013).
d. Panik
Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi
dan tidak dapat melakukan apa-apa lagi walaupun sudah
diberi pengarahan (Stuart, 2013).Ketika individu mencapai
tingkat tertinggi ansietas, panik berat, semua pemikiran
rasional berhenti dan individu tersebut mengalami respon
fight, flight atau freeze yaitu kebutuhan untuk pergi
secepatnya, tetap ditempat dan berjuang atau tidak dapat
melakukan sesuatu (Videbeck, 2010).
4. Rentang respon ansietas
Rentang respon individu terhadap ansietas berfluktuasi antara respon
adaptif dan maladaptif seperti terlihat pada gambar :

Respon adaptifß------------------------------------------àRespon Maladaptif

antisipasi ringan sedang berat panik

14
5. Jenis Ansietas Berdasarkan PPDGJ
Jenis Ansietas F40-F48 (Gangguan neurotik, , gangguan terkait stress)
F 40 GANGGUAN ANXIETAS FOBIK
F 40.0 Agorafobia
  .00 tanpa gangguan panic
  .01 dengan gangguan panic
F 40.1 Fobia social
F 40.2 Fobia khas (terisolasi)
F 40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F 40.9 Gangguan anxietas fobik YTT
F 41 GANGGUAN ANXIETAS LAINNYA
F 41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik )
F 41.0 Gangguan anxietas menyeluruh
F 41.1 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F 41.2 Gangguan anxietas campuran lainnya
F 41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F 41.9 Gangguan anxietas YTT
F 42 GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
F 42.0 Predominan pikiran obsesif atau pengulangan
F 42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsessional rituals)
F 42.2 Campuran pikiran dan tindakan obsesif
F 42.8 Gangguan obsesif-kompulsif lainnya
F 42.9 Gangguan obsesif-kompulsif YTT
F43 REAKSI TERHADAP STRES BERAT DAN GANGGUAN
PENYESUAIAN
F 43.0 Reaksi stres akut
F 43.1 Gangguan stres pasca trauma
F 43.2 Gangguan penyesuaian
  .20 Reaksi depresif singkat
  .21 Reaksi depresif berkepanjangan
  .22 Reaksi campuran anxietas dan depresif
  .23 Dengan predominan gangguan emosi lainnya
  .24 Dengan predominan gangguan tingkah laku
  .25 Dengan gangguan campuran dari emosi dan tingkah laku
  .28 Dengan gejala predominan lainnya YDT
F 43.8 Reaksi stres berat lainnya
F 43.9 Reaksi stres berat YTT
F 44 GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)
F 44.0 Amnesia disosiatif
F 44.1 Fugue disosiatif

15
F 44.2 Stupor disosiatif
F 44.3 Gangguan trans dan kesurupan
F 44.4 Gangguan motorik disosiatif
F 44.5 Konvulsi disosiatif
F 44.6 Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif
F 44.7 Gangguan disosiatif (konversi) campuran
F 44.8 Gangguan disosiatif (konversi) lainnya
  .80 Sindrom Ganser
  .81 Gangguan kepribadian multiple
  .82 Gangguan disosiatif (konversi) sementara terjadi pada
masa kanak dan remaja
F 45 GANGGUAN SOMATOFORM
F 45.0 Gangguan somatisasi
F 45.1 Gangguan somatoform tak terinci
F 45.2 Gangguan hipokondrik
F 45.3 Disfungsi otonomik somatoform
  .30 Jantung dan sistem kardivaskular
  .31 Saluran pencernaan bagian atas
  .32 Saluran pencernaan bagian bawah
  .33 Sistem pernafasan
  .34 Sistem genitourinaria
  .38 Sistem atau organ lainnya
F 45.4 Gangguan nyeri somatoform menetap
F 45.8 Gangguan somatoform lainnya
F 45.9 Gangguan somatoform YTT
F 48 GANGGUAN NEUROTIK LAINNYA
F 48.0 Neurastenia
F 48.1 Sindrom depersonalisasi-derealisasi
F 48.8 Gangguan neurotik lainnya YDT
F 48.9 Gangguan neurotik YTT (Maslim, 2001).

Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak


ditemukan adanya gangguan ansietas fobik (F40.-). Untuk diagnosis
pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan ansietas berat
dalam masa kira-kira satu bulan (pada keadaan-keadaan dimana
sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya, tidak terbatas pada situasi
yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya, dengan
keadaan yang relatif bebas dari gejal-gejal ansietas pada periode diantara
serangan-serangan panik) (Maslim, 2001).
6. Kategori Gangguan Ansietas DSM-1V
1. Gangguan Agorafobia

16
Agorafobia merupakan ketakutan berada di tempat-tempat terbuka dan
ramai. Orang-orang dengan agoraphobia takut untuk pergi berbelanja
di toko-toko yang penuh sesak, berjalan di tempat ramai, menyebrangi
jembatan, naik bus, kereta api, atau mobil, makan dirumah makan,
atau keluar dari rumah (Sadock & Sadock, 2010). Gejala gangguan
panik dengan agorafobiadi manaklien mengalami tingkat ansietas atau
takut tertinggi yang berlangsung 15 samapi 30 menit disertai empat
atau lebih gejala gangguan panik, selain itu ada gejala-gejala berikut:
a. Takut terhadap tempat atau situasi yang individu yakin bahwa
serangan panik atau perilaku yang memalukan akan terjadi atau
terhadap tempat atau situasi yang diyakini tidak mungkin
melarikan diri darinya.
b. Menghindari tempat atau situasi, distress yang ekstrem
c. Individu menyadari bahwa responnya ekstrem.
Gejala Agorafobia tanpa gangguan panik meliputi: Sangat khawatir
akan memperlihatkan perilaku seperti panic ketika berada diluar
rumah atau ketika berada di blok atau kota tempat tinggal, berada
bersama orang lain dilingkungan luar rumah, Menghindari situasi
tersebut atau menoleransi hanya ketika merasa stress dan takut,
Individu menyadari bahwa responnya ekstrem
1. Gangguan Fobia
Gangguan fobia adalah ketakutan terhadap suatu benda atau
kejadian atau situasi tertentu yang sedemikian besarnya sehingga
orang akan selalu berusaha menghindarkan diri (Sadock & Sadock,
2010).Fobia spesifik ialah rasa takut yang tidak rasional terhadap
suatu objek (objek fobia) atau situasi misalnya serangga atau
hewan, ruang kecil, air, elevator, atau terbang. Objek atau situasi
tersebut menyebabkan individu mengalami ansietas yang ekstrem
atau menimbulkan respon panik.Ada beberapa kategori fobia
spesifik:
a. Fobia lingkungan alam: rasa takut terhadap badai, air,
ketinggian, atau fenomena alam lain.
b. Fobia injeksi-darah
c. Fobia situsional: rasa takut berada dalam situasi tertentu.

17
d. Fobia hewan: rasa takut terhadap hewan atau serangga. Rasa
takut ini sering muncul pada masa kanak-kanak dan dapat terus
berlanjut sampai dewasa.
e. Tipe lain fobia spesifik, misalnya rasa takut tersesat ketika
mengemudi jika tidak dapat berbelok kekanan (bukan ke kiri)
untuk mencapai tujuan.
Gejala fobia spesifik:
a. Rasa takut yang tidak rasional terhadap suatu objek, misalnya
hewan, lingkungan(air, badai, ketinggian), prosedur medis
b. Respon ansietas yang cepat sampai respon panik terhadap
objek yang ditakuti.
c. Klien mengetahui respon ekstrem dan berlebihan terhadap
suatu situasi.
d. Melakukan upaya menghindari objek fobia
e. Perilaku mengganggu hubungan interpersonal, performa kerja,
atau aktivitas hidup lainnya.
Fobia sosial merupakan suatu kategori fobia yang berbeda,
individu menjadi sangat cemas sampai panik atau tidak mampu
ketika menghadapi situasi yang melibatkan banyak orang, misalnya
menghadiri acara sosial sendirian, berinteraksi dengan lawan jenis
atau orang yang belum dikenal dan menyampaikan keluhan
(Sadock & Sadock, 2010)
2. Ganguan Panik
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat,
intens dan meningkat yang berlangsung 15 sampai 30 menit, ketika
individu mengalami ketakutan emosional yang besar juga
ketidaknyamanan fisiologis. Gangguan panik mencakup munculnya
serangan panik yang berulang dan tidak terduga. Serangan-
serangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai
dengan simtom-simtom fisik seperti jantung berdebar-debar, nafas
cepat, nafas tersengal, atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak
dan rasa lemas serta pusing tujuh keliling (Sadock & Sadock,
2010).

18
Serangan panik berulang adalah episode intermiten tingkat
ansietas atau rasa takut paling tinggi yang berlangsung 15 sampai
30 menit, disertai empat atau lebih gejala berikut:
a. Frekuensi jantung cepat, jantung berdegup keras, atau
frekuensi jantung sangat meningkat.
b. Berkeringat
c. Gemetar, menggigil
d. Merasa tidak mampu bernafas
e. Merasa tersedak
f. Nyeri dada
g. Mual atau distress gastrointestinal
h. Pening pusing atau merasa ingin pingsan
i. Merasa segala sesuatu tidak nyata atau merasa terpisah dari
diri sendiri (depersonalisasi)
j. Khawatir menjadi gila atau kehilangan kendali
k. Takut akan segera meninggal
l. Kesemutan
m. Hot flash, kedinginan sampai menggigil
n. Khawatir akan berulangnya serangan panic dengan
menghindari tempat atau orang yang membuat serangan panik
muncul.
Kriteria dari penderita panik adalah apabila dalam tiga minggu
terdapat sekurang-kurangnya tiga kali serangan panik dan individu
tersebut tidak dalam keadaan kerja fisik yang berat, atau dalam
situasi yang mengancam kehidupan. Para pengidap gangguan ini
biasanya akan mengkonsumsi minuman yang beralkohol, menelan
obat-obatan, dan secara sadar selalu menghindari situasai yang
kiranya akan menimbulkan penyakitnya ini sebagai usaha untuk
menenangkan diri (Sadock & Sadock, 2010).
3. Gangguan Kecemasan Menyeluruh
Gangguan ini memiliki kriteria diagnosis, yaitu  
7. Kecemasan yang menyeluruh dan menetap, yang ditandai
olehketegangan motorik, syaraf otonomik hiperaktif, rasa
khawatir berlebihan tentang hal yang akan datang,
kewaspadaan yang berlebihan

19
8. Suasana perasaan cemas berlangsung selama paling sedikit
satu bulan.
9. Tidak disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa lainnya
(Sadock & Sadock, 2010).

4. Stress Pasca Trauma


Gangguan mental ini ditandai dengan kecemasan yang kaut
dan berulang setelah pengalaman yang traumatik, yaitu kejadian
yang mengancam keselamatan jiwa. Misalnya pemerkosaan,
bencana alam, kecelakaan dan lain-lain (Sadock & Sadock,
2010).Reaksi penderita traumatik adalah berupa ketakutan yang
hebat mudah terkejut, tidak berdaya, cemas, depresi, mati rasa, dan
lain-lain. Kejadian-kejadian yang menyebabkan individu mengingat
pada hal yang traumatik adalah:
a. Ingat kembali dalam bentuk bayangan.
b. Sering bermimpi buruk tentang hal yang traumatik.
c. Merasakan seolah-olah kejadian berlangsung kembali
d. Timbul reaksi fisiologis ketika dihadapkan pada hal yan
mengingatkan kejadian traumatik.
e. Distress ketika dihadapkan pada hal yang mengingatkan
traumatik.
Akibatnya individu akan berusaha untuk menghindari hal yang
berhubungan dengan trauma serta menunjukkan gejala yang tak
mampu berespons atau menghadapi masalahnya. Gejala yang
dilakukan individu biasanya:
a. Berusaha menghindari pikiran, percakapan, dan perasaan yang
mengingatkan.
b. Menghindari aktivitas, tempat, dan orang yang mengingatkan.
c. Tidak mampu mengingat hal penting dari kejadian.
d. Menurunnya aktivitas secra mencolok.
e. Merasa tersisish dari orang lain.
f. Emosinya terbatas.
g. Memandang masa depan suram.
Selama mengalami stress pascatrauma individu akan
mengalami gejala-gejala seperti sulit tidur, sulit konsentrasi, sering

20
terkejut dan lain-lain. Namun tidak semua korban kejadian traumatik
mengalami stress pasca trauma. Treatment yang diberikan pada
penderita stress pasca trauma adalah melalui terapi kelompok,
maka dengan cara ini diharapkan penderita mendapatkan support
dari teman-temannya.
5.  Gangguan stress akut
Gangguan stress akut sama dengan gangguan stress pasca
trauma, yakni individu mengalami suatu situasi traumatik, tetapi
respon yang muncul bersifat lebih disosiatif. Individu merasa
bahwa peristiwa tersebut tidak nyata, dan melupakan beberapa
aspek peristiwa tersebut melalui amnesia, keterpishan emosional
dan ketidak sadarn yang membingungkan terhadap lingkungan
(Sadock & Sadock, 2010)
6.  Gangguan Obsesif-kompulsif
Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak kedalam
pikiran. Obsesif merupakan pikiran, ide, atau dorongan yang
berulang yang sepertinya berada diluar kemampuan seseorang
untuk mengendalikannya.Sementara istilah kompulsif menunjuk
pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk
melakukan sesuatu. Dan pikiran obsesif sering membawa dampak
munculnya tindakan kompulsi. Kompulsi ialah tingkah laku yang
repetitif atau tindakan mental repetitif yang dirasakan oleh
seseorang sebagai suatu keharusan atau dorongan yang harus
dilakukan (Sadock & Sadock, 2010).
Pada gangguan jenis obsesif-kompulsif ini individu yang
mengalaminya akan berusaha menghilangkan kecemasannya
dengan merangkai pemikiran dan perbuatan yang dilakukan
berulang-ulang. Penderita menyadari bahwa pikiran dan
perbuatannya tersebut tidak dapat diterima nalar dan logika yang
sehat, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan,
tetapi ia tidak dapat menghilangkannya dan tidak mengerti
mengapa mempunyai dorongan yang begitu kuat untuk berfikir
dan berbuat demikian, apabila tidak melakukannya maka akan
mengalami atau timbul kecemasan yang hebat (Sadock& Sadock.,
2010).

21
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani klien dengan
ansietas meliputi penatalaksanaan farmakoterapi dan psikoterapi.
Adapun fakmakoterapi pada ansietas meliputi:

Obat Aksi Efek samping


Barbiturates Menekan CNS Agitasi, kurang kedasaran,
hipotensi, konstipasi, ataxia,
bradikardi
SSRIs Memblok serotonin menuju Diare, mual. Sakit kepla,
saraf presynaptic imsomnia
Benzodiazepine Meninga tkan afinitas Kantuk, malas, lelah, ataxia,
GABA-A reseptor dari sangat terganbtung
GABA
SNRIs Menginhibisi perjalanan Sakit kepala. Mulut kering,
serotonin dan norepinefrin hilang kesadaran, insomnia,
konstipasi, mual
Noradrenergic Propranolol : memblok Propranolol : bradikardi,
(propranolon, aktiovitas reseptor beta ipotensi, impoten, lemah
clonidine) adrenenrgik Clonidine : mulut kering,
Clonidine : mengstimulasi kantuk, malas, hipotensi
reseptor alfa-adrenergik
Buspirone parsial agonis dari 6-HT Mulut kering , sakit kepala,
reseptor mual, muntah insomnia
Benzodiazepine Meninga tkan afinitas Kantuk, malas, lelah, ataxia,
GABA-A reseptor dari sangat terganbtung
GABA
SSRIs Memblok serotonin menuju Diare, mual. Sakit kepla,
saraf presynaptic imsomnia
SNRIs Menginhibisi perjalanan Sakit kepala. Mulut kering,
serotonin dan norepinefrin hilang kesadaran, insomnia,
konstipasi, mual
Noradrenergic Propranolol : memblok Propranolol : bradikardi,
(propranolon, aktiovitas reseptor beta ipotensi, impoten, lemah
clonidine) adrenenrgik Clonidine : mulut kering,
Clonidine : mengstimulasi kantuk, malas, hipotensi
reseptor alfa-adrenergik
Barbiturates Menekan CNS juga Agitasi, kurang kedasaran,
hipotensi, konstipasi, ataxia,
bradikardi
Buspirone parsial agonis dari 6-HT Mulut kering , sakit kepala,
reseptor mual, muntah insomnia
7. Penatalaksanaan Keperawatan
Berbagai terapi keperawatan yang disusun, teridentifikasi berdasarkan
empat sumber kemampuan yaitu kemampuan personal, sumber
dukungan sosial, aset material dan keyakinan positif. Terapi keperawatan

22
jiwa dapat dikategorikan dalam terapi generalis dan terapi spesialis
(Stuart, 2009).
Penatalaksanaan keperawatan dilakukan menggunakan
pendekatan proses keperawatan dengan menetapkan diagnosa
keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan
implementasi, dan melakukan evaluasi. Menurut konsep stres dan adaptasi
(Stuart, 2009), intervensi keperawatan disusun untuk menguatkan dan
melatih kemampuan mengatasi masalah yang dimiliki oleh klien.
a. Terapi generalis
Terapi generalis dilakukan untuk membantu klien mengelola ansietas
dan dapat dilakukan oleh setiap perawat dalam berbagai jenjang
pendidikan, termasuk perawat jiwa di puskesmas. Terapi ini memiliki 2
prinsip utama yaitu membantu klien mengenal ansietas yang dialami
dan melatih klien mengatasi ansietas secara fisik, sosial, emosional
dan spiritual (Keliat, Helena, & Farida, 2011). Terapi generalis yang
dilakukan dengan pendekatan individu bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menguraikan perasaan, menjelaskan situasi yang
memicu ansietas, mengenal penyebab ansietas, menyadari perilaku
akibat ansietas, mengajarkan klien teknik relaksasi pengalihan situasi
untuk meningkatkan kontrol, mengajarkan latihan relaksasi: tarik napas
dalam dan mengerutkan/mengendurkan otot-otot, hipnotis diri sendiri
(latihan 5 jari) serta melakukan pendekatan spiritual.
b. Terapi Spesialis
Terapi spesialis dipilih sebagai tahap lanjutan untuk menurunkan
ansietas pada klien yang memiliki penyakit fisik hipertensi (Keliat, dkk,
2007). Terapi spesialis dapat dilakukan oleh perawat jiwa yang sedang
atau telah menempuh tahap spesialis keperawatan jiwa. Terapi
spesialis untuk diagnosa ansietas pada klien CHF dan GEDS dapat
dilakukan dengan sasaran individu, keluarga, dan kelompok. Terapi
spesialis dipilih dengan pertimbangan klien belum optimal dalam
mengelola ansietas, walaupun telah mendapatkan terapi generalis.
Akan tetapi, terapi spesialis dapat langsung diterapkan pada klien
ansietas, tanpa melalui terapi generalis terlebih dahulu, dengan
pertimbangan terapi spesialis tersebut dirasa tepat untuk diterapkan.

23
Terapi spesialis yang dapat diterapkan pada klien ansietas yang
mengalami CHF, meliputi
1. Terapi Individu
a. Tought stopping (TS)
Tought stopping merupakan teknik penghentian pikiran
negativf atau pikiran yang tidak diinginkan, yang dapat
dipelajari sendiri oleh individu. Tujuan TS adalah untuk
mengatasi kecemasan individu (Townsend, 2013).
a. Cognitive behavior therapy (CBT)
CBT telah terbukti menjadi yang paling efektif dalam
mengobati kecemasan, termasuk PTSD (Stuart, 2013).
b. Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Progressive Muscle Relaxation merupakan terapi relaksasi
dengan mengencangkan dan melemaskan otot – otot bagian
tubuh untuk memberikan relaksasi secara fisik. Tujuan PMR
adalah untuk mengurangi konsumsi oksigen tubuh, laju
metabolism tubuh, RR, ketegangan otot, tekanan darah
sistolik, dan gelombang alpha otak, serta dapat meningkatkan
beta endorphin dan berfungsi meningkatkan imun seluler.
PMR dianjurkan untuk individu dengan gangguan kecemasan,
insomnia, dan nyeri (Townsend, 2013).
c. Logo Terapi
Logo terapi merupakan terapi untuk menyembuhkan,
mengurangi, meringankan krisis eksistensial melalui
pemaknaan hidup dengan tujuan untuk meningkatkan
pemaknaan terhadap pengalaman hidup individu yang
diarahkan dalam pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab (Townsend, 2013).
d. Acceptance and Commitment Therapy (ACT)
Acceptance and Commitment Therapy merupakan terapi
dengan menggunakan penerimaan psikologi sebagai strategi
koping dalam kondisi stress. Klien diajarkan untuk menerima
pikiran yang mengganggu dan tidak menyenangkan dengan
menempatkan diri sesuai nilai yang dianut, sehingga klien
akan menerima kondisi yang ada. Selain itu ACT juga

24
bertujuan untuk melatih klien berkomitmen dan berperilaku
sesuai nilai yang dianut (Townsend, 2013).
1. Terapi Keluarga
Terapi keluarga merupakan psikoterapi yang membantu
anggota keluarga untuk memperoleh informasi masalah,
meningkatkan komunikasi, mengatasi konflik, dan meningkatkan
fungsi seluruh anggota keluarga (Shives, 2011). Menurut Mohr
(2006) dalam Ngadiran (2010) peran keluarga terbagi menjadi lima
yaitu:
1) Memberikan respons terhadap kebutuhan anggota keluarga
2) Membantu mengatasi masalah dan stress dalam keluarga
secara aktif
3) Memenuhi tugas dengan distribusi yang merata dalam
keluarga
4) Menganjurkan interaksi terhadap sesama anggota keluarga
dan komunitas
5) Meningkatkan kesehatan personal
a. Family Psychoeducation (FPE)
FPE merupakan pendekatan yang bersifat edukasi melalui
komunikasi terapeutik yang dilakukan pada keluarga dengan
anggota keluarga yang mengalami gangguan. Tujuan FPE
adalah untuk mengurangi kekambuhan klien ganggguan jiwa,
meningkatkan fungsi klien dan keluarga untuk mempermudah
klien kembali dilingkungan keluarga dan masyarakat
(Townsend, 2013).
2. Terapi Kelompok
a. Supportive therapy
Supportive therapy merupakan sekumpulan orang-orang
yang berencana, mengatur, dan berespon secara langsung
terhadap isu dan tekanan yang khusus maupun keadaan yang
merugikan. Terapi ini bertujuan untuk memberikan support
terhadap keluarga sehingga mampu menyelesaikan krisis
yang dihadapi dengan meningkatkan koping keluarga,
menggunakan sumber koping, meningkatkan kemandirian

25
keluarga dan kemampuan mengurangi stress (Townsend,
2013).
8. Psikodinamika
a. Teori Psikoanalisa
Awalnya Sigmund Freud yakin bahwasanya ansietas berawal dari
penumpukan libido fisiologis, namun akhirnya ia mendefiniskan kembali
ansietas sebagai sinyal akan adanya suatu bahaya. Ansietas
dipandang sebagai akibat konflik psikis akibat keinginan yang tidak
disadari yang bersifat seksual agresif (super-ego) dan ancaman
terhadap hal tersebut dari realitas eksternal. Anisetas muncul sebagai
respon dari berbagi siklus kehidupan, sehingga peran farmakologi
dianggap tidak berfungsi dalam masalah ini (Sadock & Sadock,
2010).Menurut Townsend (2013) teori ini menampilkan fokus pada
ketidakmampuan ego untuk campur tangan ketika konflik terjadi antara
id dan superego, sehingga menghasilkan ansietas.
b. Perilaku kognitif
Anisetas adalah respon yang dipelajari terhadap stimulus
lingkungan yang spesifik. Klien akan belajar berespon terhadap
ansietas dengan meniru respon orang tuanya terdahulu(teori
pembelajaran sosial). Akhir-akhir tahun ini, pendukung teori perilaku
menunjukkan peningkatan minat terhadap pendekatan kognitifdalam
menatalaksana gangguan ansietas(Sadock & Sadock, 2010). Menurut
Townsend (2013) pandangan utama teori kognitif adalah kerusakan,
terdistorsi, pola berpikir kontradiktif bersamaan dengan perilaku
maladaptif dan gangguan emosi. Ketika terjadi gangguan pada
mekanisme kognisi, maka adanya konsekuen gangguan dalam
perasaan dan perilaku. Karena pikiran terdistorsi, ansietas dikelola oleh
salah satu penilaian disfungsional dari situasi.
c. Eksisitensial
Teori ini memberikan model bahwa orang menyadari rasa kosong
yang mendalam di dalam hidup mereka peasaaa yang mungkin lebih
membuat tidak nyaman daripada pe nerimaan terhadap kematian yang
tidak terhindarkan. Ansietas adalah respon terhadap kehampaan
tersebut mengenai keberadaaan dan arti (Sadock & Sadock, 2010).

26
d. Aspek Biologis
Perangai (temprament) anak-anak yang mengalami ketakutan
sebagai bagian dari perkembangan normal. Kebanyakan bayi takut
bunyi suara yang keras.Ketakutan umum dari balita dan anak-anak
prasekolah termasuk hewan, kegelapan, dan kekhawatiran dipisahkan
dari orang tua.
Selama usia sekolah,ada rasa takut akan kematian dan kecemasan
tentang prestasi sekolah. Kekhawatiran penolakan sosial dan seksual
kecemasan umum di kalangan remaja. Ketakutan merupakan bagian
dari karakteristik keseluruhan atau kecenderungan dengan yang satu
mempengaruhi bagaimana dia merespon sepanjang hidup untuk situasi
tertentu ketakutan bawaan biasanya tidak mencapai fobia intensitas
tetapi mungkin memiliki kapasitas untuk pembangunan tersebut jika
diperkuat oleh kejadian dikehidupan kemudian (Townsend, 2013).
e. Pengalaman hidup
Pengalaman awal tertentu dapat mengatur reaksi fobia di kemudian
hari. Beberapa penelitipercaya bahwa fobia, khususnya fobia tertentu,
adalah simbol asli objek kecemasan-memproduksi atau situasi yang
telah ditekan. Contoh Seorang anak yang dihukum dan dikurung dalam
lemari mengembangkan fobia untuk elevator atau lainnya tempat
tertutup. Seorang wanita muda, sebagai anak muda, selamat
kecelakaan pesawat di mana kedua orangtuanya membunuh memiliki
fobia pesawat terbang (Townsend, 2013).

27
BAB III
PEMBAHASAN

A. Gambaran Kasus
Ny. S.S umur 69 tahun, seorang janda cerai mati dengan pekerjaan
sebagai ibu rumah tangga, dengan diagnose keperawatan CHF disertai
GEDS. Kondisi klien saat pengkajian tanggal 5 April 2018 adalah sebagai
berikut, Keadaan Umum : terlihat sesak napas, pernafasan 32 x /menit, klien
menggunakan nasal canule oksigen 5ml/l, nadi 92 x/menit, suhu badan 37 0 C
, sadar, kooperatif, ada kontak mata, klien mengeluh tidak bisa tidur dengan
nyenyak sejak dirawat di ruang ICU, mata terlihat merah, muka sembab, dan
bersekret, wajah sayu dan kusam, mengeluh pusing, klien terlihat banyak
menghela napas dengan berat dan tidak mampu melakukan apa-apa, klien
merasa khawatir dengan kondisinya, berkeringat, klien mengatakan merasa
sendiri sejak ditinggal alm. suaminya 5 tahun yang lalu, merasa merepotkan
anaknya, sudah tidak ada diare, BB 98 kg, TB 151 Cm, riwayat masuk
rumah sakit baru pertama ini.
Faktor biologi, genetik klien mengatakan sesak napas dan dada
terasa berat (ampeg) sejak hari minggu tanggal 1 April 2018 dan susah
untuk tidur, baru kali pertama di rawat di rumah sakit. Status nutrisi : tidak
ada riwayat gangguan nutrisi sebelumnya meskipun klien obesitas dan
memiliki tekanan darah tinggi. Tidak terdapat riwayat cidera atau trauma
lainnya. Kondisi kesehatan umum saat ini klien sadar, kooperatif, klien tidak
mengetahui sebelumnya kalau memiliki penyakit darah tinggi dan jantung,
hal ini baru diketahui setelah dirawat di rumah sakit ini dengan diagnosa
CHF. Klien tidak ada riwayat terpapar racun ataupun zat kimia lainnya.
Faktor psikologis klien mampu berpikir logis, dapat menganalisa
kejadian satu dengan lainnya, klien dapat berkonsentrasi, klien dapat berfikir,
koheren, orientasi waktu tempat dan nama dapat disebutkan dengan benar

28
Kemampuan verbal klien sadar, kooperatif, ada kontak mata, komunikasi
timbal balik meskipun harus dipancing, mengeluh tidak bisa tidur selama di
rumah sakit. Kepribadian terbuka, klien jarang menceritakan setiap
permasalahannya kepada orang lain selama dirumah. Pengalaman masa
lalu sebelumnya klien merasa sehat-sehat saja, tidak pernah mengeluh
sesak napas, terkadang sedih dan merasa hidup sendiri sejak kematian
suaminya 5 tahun yang lalu, takut merepotkan anaknya yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap, klien mengatakan bahwa klien tidak pernah
mengalami sakit berat/kronis yang membuatnya dirawat di rumah sakit.
Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami penyakit berat/kronis dan
penyakit yang sama seperti yang diderita klien. Tidak ditemukan riwayat
alergi ataupun riwayat menderita penyakit imunitas. Klien tidak mengetahui
diagnosa medis pada saat dia dirawat di ruang ICU rumah sakit tentara dr.
Soepraoen Malang. Konsep diri selalu mengambil posisi ke sisi kiri dan
tampak menghela napas pajang. Motivasi klien mengatakan ingin segera
sembuh dan pulang kerumahnya. Pertahanan psikologisnya terkesan
menutupi kekhawatirannya. Locus of control tamak sedih, murung, sering
terdiam, hanya menjawab ketika ditanya oleh perawat.
Faktor Sosiokultural usia klien saat ini 69 tahun, klien seorang
perempuan, klien berpendidikan terakhir SD dan tamat sekolah. Klien
penerima pensiunan dari alm. Suaminya yang dulu bekerja sebagai PNS,
klien hanya seorang ibu rumah tangga dan tidak bekerja. Klien tinggal
bersama anak pertama dan keluarganya. Latar belakang budaya sebelum
sakit pola makan klien bebas, tidak ada pantangan makanan dan minuman,
tidak ada batasan diet. Klien seorang muslimah dan beragama islam,
mampu beribadah 5 waktu meski tidak penuh, klien mampu membaca al
quran dan saat ini klien sedang dicoba. Hubungan dengan anak, menantu,
cucu dan tetangga baik dan jarang terjadi konflik, saat ini klien belum pernah
mengikuti posyandu lansia. Harapan klien saat ini klien segera segera
sembuh dan kembali beraktivitas.

B. Analisis Psikopatologi
Psikopatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang ganggan jiwa.
Nature of the Disorder yang terjadi pada Ny. ”S.S” dapat dianalisa sebagai
berikut :

29
1. Indikator premorbid (pra-sakit) sebelum sakit :
a. Ketidakmampuan mengekspresikan emosi yang ditunjukkan
dengan sikap diam dan memendam perasaannya ketika ada
masalah dan tidak cerita kepada keluarga, teman maupun istrinya.
b. Adanya gangguan perilaku seperti menjadi tertutup, tidak senang
bersosialisasi.

1. Phase prodormal
Fase prodormal dimulai dengan perubahan pada fungsi premorbid
dan terus berlanjut sampai beberapa minggu bulan. Banyak studi
menjelaskan bahwa lama fase prodormal sekitar 2 sampai 5 tahun
(Lehman, 2006 dalam Townsend 2014). Berdasarkan hasil
pengkajian, Fase prodormal yang dialami Ny. S.S meliputi :
gangguan tidur, kecemasan. Agar tidak berlanjut ke fase yang
semakin memburuk seharusnya pada fase ini Ny. S.S
mendapatkan psikoterapi, seperti PMR dan terapi keluarga untuk
meminimalkan gangguan lebih lanjut (Lehman, 2006 dalam
Townsend, 2014).
2. Phase III : cemas berat
Pada kenyataannya Ny. S.S dan keluarga tidak mendapatkan
treatmen apapun pada fase prodormal sehingga gangguan terus
berlanjut pada fase 3 yaitu bisa munculnya halusinasi.
Berdasarkan Biological influences,
Tidak ada keturunan dari kedua orang tua Ny. S.S maupun saudara
dengan CHF dan GEDS. Bila ditinjau dari pengaruh biochemical (The
Dopamin Hypothesia) dapat dianalisa bahwa telah terjadi peningkatan
kadar dopamin dalam otak dan peningkatan sensitivitas reseptor dopamin
(Sadock & Sadock, 2007).
Neorotransmitters Influences
Sejumlah neurotransmitter telah diimpliksikan menjadi penyebab anxietas,
salah satunya adalah dopamin. Terdapat 1 dopaminergic pathway yang
dapat diidentifikasi pada Ny. S.S yaitu sebagai berikut :
Mesolimbic Pathway

30
pada awalnya terjadi gangguan pada ventral tegmentum dan meluas pada
area sistem limbik termasuk nucleus accumbens, amygdala dan
hippocampus. Jalur mesolimbik ini berkaitan dengan fungsi memori, emosi,
arousal dan pleasure. Pada Ny. S.S diduga adanya suatu aktivitas yang
berlebihan pada jalur mesolimbik sehingga menimbulkan gejala anxietas

Psychological infuences
Konsep anxietas dapat dikaitkan dengan faktor hubungan klien
dengan situasi/kondisi beban fikiran . Hal ini sesuai dengan yang dialami
oleh Ny. S.S dimana adanya kondisi sakit, klien memikirkan bahwa dirinya
merasa sendiri setelah sepeninggalan alm.suaminya, dapat menjadi
pemicu munculnya gejala anxietas (Sadock & Sadock, 2007)
Environmental Influences
Beberapa studi menjelaskan bahwa terdapat keterkaitan antara
kelas sosial dengan anxietas. Menurut Puri & Treasaden, 2011 dalam
Townsend (2014) mengatakan bahwa kejadian anxietas pada seseorang
dari ekonomi kelas bawah cenderung lebih banyak bila dibandingkan
dengan mereka yang berada pada ekonomi kelas atas. Penjelasan
mengenai hal ini dikaitkan dengan inadequate nutrition, absence of
prenatal care, Pendapat diatas selaras dengan apa yang dialami oleh Ny.
S.S yang berasal dari ekonomi kelas bawah dengan pekerjaan anaknya
yang tidak tetap, penghasilan biasa saja.

C. Analisa Psikodinamika
Pendekatan psikodinamik ini berasumsi bahwa masalah-masalah pasien
disebabkan oleh tekanan psikologis antara alam bawah sadar dan
kenyataan yang ada dalam kehidupan individu. Freud mengenalkan tiga
model struktur kepribadian yaitu Id, Ego, dan Superego (Awisol, 2005 : 17).
Pada Ny. S.S terajdi ketidakseimbangan antara Id, Ego dan Superego
dimana terjadi gejolak dalam jiwa Ny.S.S. Berdasarkan informasi dari anak
klien yang mengatakan bahwa gejala anxietas klien muncul sesuai dengan
kondisi yang dialami oleh Ny. S.S dimana adanya kondisi sakit, klien
memikirkan kehidupan rumah tangga keluarga anaknya, kondisi
perekonomin anak dan istrinya dapat menjadi pemicu munculnya gejala

31
anxietas maka dapat disimpulkan bahwa terjadi benturan antara Id, Ego
dan Super Ego pada Ny.S.S. Ego yang menjadi pusat dari kesadaran,
harus mengatur dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana
yang tetap tinggal di ketidak-sadaran, karena ketidak-sesuaiannya dengan
superego dan ternyata ego menjadi tidak cukup kuat menahan desakan
atau dorongan ini maka terjadilah kelainan-kelainan atau gangguan-
gangguan kejiwaan pada Ny.S.S
Psikosis adalah salah satu gangguan kejiwaan yang muncul sebagai
akibat dari ketidak-mampuan ego menahan dorongan id. Jadi, pada kasus
Ny.S.S, menurut pendekatan psikodinamika, berakar dari ketidakmampuan
egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan yang muncul dari dalam
dirinya sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri.
Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan
dorongan dalam dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan.
Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara secara
kaku, terus-menerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan
perilaku yang tidak adaptif .
Ny.S.S hanya mempergunakan beberapa beberapa mekanisme
pertahanan diri yang cenderung bersifat negatif, yaitu: Represi
(repression), yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak
menyenangkan dan dirasakan mengancam ego masuk ke ketidaksadaran
dan disimpan di sana agar tidak mengganggu ego lagi. Tetapi sebenarnya
pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya pengaruh tidak
langsung terhadap tingkah laku si individu. Hal didukung dengan sifat
kepribadian Ny.S.S yang cenderung menutupi kekhawatirannya, tampak
sedih dan murung, sering terdiam, hanya menjawab pertanyaan ketika
ditanya.
D. Analisa Terapi : Farmakoterapi dan Psikoterapi
Farmakoterapi :
Terapi yang didapatkan Ny.S.S adalah :
Furosemide 3 x 1 per os
Cefixime 2 x 100mg per os
Azytromicyn 1 x 500gram per os ( 1 jam sebelum makan )
Furosemide adalah obat untuk mengurangi cairan berlebih dalam tubuh
(edema) yang disebabkan oleh kondisi seperti gagal jantung, penyakit hati,

32
dan ginjal. Obat ini juga digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi.
Furosemide sebaiknya jangan digunakan dalam 4 jam sebelum tidur agar
tidak terbangun untuk buang air kecil. Cefixime adalah antibiotik yang
digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri tertentu.
Umumnya berupa bubuk beraroma strawberry yang telah dicampurkan air
(siap pakai) oleh petugas medis, dikonsumsi melalui mulut. Sedangkan
Azytromicyn bekerja dengan cara menghentikan dan mencegah
perkembangbiakan bakteri yang menjadi penyebab infeksi. Absorpsi
ketiganya tidak dipengaruhi oleh makanan. Waktu paruh eliminasi dari fraksi
antipsikotik yang aktif adalah 24 jam, mengingat keluhan Ny.S.S adalah
sesak napas, gelisah dan sulit tidur.
E. Analisa Psikoterapi
Psikoterapi yang diberikan kepada Ny. S.S adalah FPE (Family Psycho
Education). Terapi ini sudah tepat digunakan kepada klien karena
didapatkan data dari hasil pengkajian bahwa caregiver (anak dan menantu )
klien tidak mengerti mengenai penyakit klien dan cara perawatannya. Dari
data diatas ditemukan indikasi pemberian FPE pada keluarga tersebut.
Terapi psikoedukasi keluarga merupakan suatu jenis terapi modalitas
dengan fokus pengobatannya adalah pada keluarga dimana anggota
keluarga dibantu untuk mengidentifikasi dan menemukan problem solving
terhadap masalah/kondisi maladaptif baik terhadap diri sendiri maupun
dalam hubungan dengan orang lain (Townsend, 2014). Terapi psikoedukasi
keluarga merupakan jenis psikoterapi yang membantu anggota keluarga
mendapatkan informasi terkait masalah kesehatan jiwa yang dialami
anggota keluarganya, meningkatkan komunikasi serta meningkatkan fungsi
keluarga secara keseluruhan (Shives, 2012). Terapi spesialis ini dipilih
karena sesuai dengan masalah yang dialami oleh klien Ny.S.S dan
keluarganya. Terapi ini lebih menekankan pada proses pembelajaran
bagaimana memahami masalah, mencari solusi pemecahan masalah dan
mampu melaksanakan solusi penyelesaian masalah dengan baik. Dalam
penerapannya, melalui terapi ini klien dan keluarga akan belajar dan
menjalani latihan bagaimana menyelesaikan masalah. Pada pemberian
Famili Psyscho Education, klien dan keluarga diberikan pemahaman tentang
masalah yang dialami klien. Peningkatan pengetahuan terhadap masalah
yang dihadapi akan memberikan interpretasi yang benar dan tepat akan

33
masalah (Notoadmojo, 2010). Selanjutnya selain meningkatkan
pengetahuan klien dan keluarga terhadap masalah, klien juga dilatih dan
belajar keterampilan menyelesaikan masalah. Dalam hal ini, klien dan
keluarga diberikan keterampilan memahami, mengidentifikasi masalah lalu
belajar cara mengatasi masalah. Menurut Notoadmojo (2010)
mengungkapkan bahwa latihan merupakan bagian penyempurnaan dari
proses pengetahuan melalui kegiatan pengulangan tindakan sehingga
menjadi suatu pembiasaan atau budaya.
Family Psycho Education (FPE) merupakan salah satu dari enam
terapi berdasarkan bukti yang disahkan oleh Center for Mental Health
Services bagi individu dengan gangguan jiwa berat. Beberapa keluarga
yang telah dilakukan terapi terbukti efektif mengurangi gejala kekambuhan
dan perawatan berulang pada individu dengan skizofrenia. Hal ini akan lebih
efektif jika keluarga secara konsisten meningkatkan pemahamannya
mengenai konsep gangguan, cara memberikan dukungan, mengurangi
stress, dan mengembangkan jaringan sial.Ketika digunakan bersama
denganterapi obat, keluarga dapat membantu seorang individu dengans
kizofrenia menujut ahap rehabilitasi pemulihan (Jewell, Downing,
McFarlane, 2009). FPE dirancang agar keluarga ikut terlibat memberi
informasi, mendidik anggota keluarga, sehingga mampu membantu
mengelola anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Berbagai
penelitian membuktikan dampak positif pada klien skizofrenia dan gangguan
bipolar, mencegah kekambuhan, serta memperbaiki gangguan mood pada
anak dan remaja (Lucksted, McFarlane, Downing, & Dixon, 2012)

34
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ansietas adalah perasaan was-was khawatir atau tidak nyaman
seakan-akant erjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Ansietas
juga merupakan sesuatu yang membuat tidaknyaman atau khawatir yang
tidak tahu penyebabnya. Ansietas merupakan salah satu masalah
psikososial yang sering terjadi pada setiap orang. Dalam masalah
kesehatan mental ansietas merupakan salah satu gejala dari gangguan
mental emosional. Dalam memberikan perawatan terhadap keluarga
dengan masalah ansietas diperlukan terapi khusus dalam
penanganannya yaitu terapi FPE (Family Psycho Education).
Stuart (2013) menyatakan bahwa psikoedukasi keluarga merupakan
praktek berdasarkan evidence based yang berfokus pada problem solving
dan terapi komunikasi. Selain itu, menurut Luckstead, et.al (2012), terapi
psikoedukasi keluarga merupakan sebuah metode dengan
menggabungkan informasi dan elemen terapi konsultasi, kognitif,
emosional, perilaku dan pemecahan masalah.
Pada pemberian Famili Psycho Education, klien dan keluarga
diberikan pemahaman tentang masalah yang dialami klien. Peningkatan
pengetahuan terhadap masalah yang dihadapi akan memberikan
interpretasi yang benar dan tepat akan masalah (Notoadmojo, 2010).
Selain meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga terhadap masalah,
klien juga dilatih dan belajar ketrampilan menyelesaikan masalah. klien
dan keluarga diberikan keterampilan memahami, mengidentifikasi
masalah lalu belajar cara mengatasi masalah. Menurut Notoadmojo
(2010) mengungkapkan bahwa latihan merupakan bagian

35
penyempurnaan dari proses pengetahuan melalui kegiatan pengulangan
tindakan sehingga menjadi suatu pembiasaan atau budaya.
B. Saran
1. Para pelayan kesehatan khususnya dibidang perawatan jiwa agar
melakukan psikoterapi FPE bagi keluarga/caregiver dengan
gangguan jiwa sebagai salah satu alternative psikoterapi keluarga
Mengingat tidak sedikitnya jumlah penderita psikososial / ansietas di
Indonsia
2. Diperlukan penanganan yang komprehensif serta melibatkan
dukungan banyak pihak / lintas sektoral dalam pelaksanaannya.
Dilayanan kesehatan umum hendaknya perlu di kaji ulang mengingat
kecemasan ini dapat disebabkan oleh banyak factor, Jika tidak
ditangani dengan optimal maka kecemasan ini dapat mengarah
menjadi gangguan jiwa.
3. Adanya konsultasi masalah psikososial dan promosi kesehatan
tentang masalah kecemasan perlu ditingkatkan dalam pelaksaannya
dan melibatkan beberapa setting pelayanan yang ada. Selain itu
pelayanan konsultasi psikososial harus ditingkatkan di berbagai
setting pelayanan umum agar dapat melakukan deteksi dini terhadap
masalah ansietas dengan demikian penderita ansietas dapat dicegah
agar tidak terjadi gangguan jiwa.

36
37
DAFTAR PUSTAKA

Arif, L.S. (2006). Skizofrenia, memahami dinamika keluarga pasien. Jakarta:   


    Penerbit Refika Aditama.
Brindelly, N., Montegmani, C., Crivelli, B., Bava, I., Mancini, I & Rocca, P. (2014).
Cognitive functioning and insight in schizophrenia and in schizoaffective
disorder. Riv psichiatr. 49(2): 77-83.
Cerino, S., Cinelly, F., Chiarotti, F. & Seripa, S. (2011). Non conventional
psychiatric rehabilitation in schizophrenia using therapeutic riding: The
FISE multicentre Pindar project. ANIMA-Asisted Interventions In Mental
Health. 47(4): 409-414.
Fennel. Melanie J.V, (1998)” Cognitive Therapy in the treatment of low self-
esteem, Advances in Psychiatric Treatment (1998), vol. 4, pp. 296-304
Hawari, D.,(2009) Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Kaplan dan Sadock, 2003, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri. Alih Bahasa Dr Wijadja Kusuma. Jakarta :Bina Rupa Aksara.
Kristyaningsih, T.(2009). Pengaruh Terapi Kognitif terhadap Hrga Diri dan
Kondisi Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUP
Ftamawati. Jakarta: FIK UI(Tidak dipublikasikan).
Keliat, B.A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta
Keliat , B.A. (2007). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.3. EGC. Jakarta.
Maramis, W.F. & Maramis, A.A. (2009). Catatan. Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR. Airlangga
University Press.
Maslim, R. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT. Nuh Jaya.
Nanda. (2005). Panduan Diagnosa NANDA 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC
Nevid, J.S Rathus, S.A & Greenne, B. (2008). Abnormal Psychology in A
Changing World. 7th , New Jersey : Pearson-Prentice Hall.
Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Rasmun. (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan
keluarga untuk perawat dan mahasiswa keperawatan. Jakarta: Penerbit
CV Sagung Seto.
Shives, L.R. (2012). Basic concepts of psychiatric-mental health nursing. Eight
edition. Philadelphia: F.A. Davis Company.
Stuart, G.W. (2009). Principles & Practice of Psychiatric Nursing. Tenth edition.
United State of Amerika: Mosby Elsevier.
Stuart, G.W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed 5. EGC, Jakarta
Sadock, B.J, Sadock, V.A. (2007) Synopsis of Psychiatry. Behavior
Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins,
p.527-30
Townsend, M.C. (2014). Essentials of psychiatric mental health nursing.
Concepts of care in evidence-based practice. Sixth edition. Philadelphia:
F.A. Davis Company.
Videbeck, S.L. (2010). Psychiatric mental health nursing. Fifth edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: Penerbit PT.
Refika Aditama.

38

Anda mungkin juga menyukai