Anda di halaman 1dari 3

A.

Sejarah Model Project Based Learning

   Pada abad XXI yang ditandai oleh peningkatan peralatan teknologi, dan munculnya
gerakan restrukturisasi korporatif yang menekankan kombinasi kualitas teknologi dan manusia,
menyebabkan dunia kerja akan memerlukan orang yang dapat mengambil inisiatif, berpikir
kritis, kreatif, dan cakap memecahkan masalah. Hubungan “manusia-mesin” bukan lagi
merupakan hubungan mekanistik akan tetapi merupakan interaksi komunikatif yang menuntut
kecakapan berpikir tingkat tinggi.
            Kecenderungan-kecenderungan tersebut mulai direspon oleh dunia pendidikan di
Indonesia, yang semenjak tahun 2000 menerapkan empat pendekatan pendidikan, yakni :
1.   Pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skills)
2.   Kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi
3.   Pembelajaran berbasis produksi
4.   Pendidikan berbasis luas (broad-based education)
            Orientasi baru menginginkan lembaga pendidikan sebagai lembaga yang mempunyai
kecakapan hidup yang bertujuan mencapai kompetensi. Dengan proses pembelajaran otentik dan
kontekstual yang dapat menghasilkan produk bernilai dan bermakna bagi siswa dengan
pemberian layanan pendidikan seluas-luasnya melalui berbagai jalur dan jenjang pendidikan
yang fleksibel multi-entry-multi-exit (Depdiknas, 2002, 2003).
           
            Oleh sebab itu secara tidak langsung terbentuk open-ended contextual activity-based
learning, sebagai bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada
pemecahan masalah yang dihasilkan dari suatu usaha kolaboratif (Richmond & Striley, 1996),
yang dilakukan dalam proses pembelajaran dalam periode tertentu (Hung & Wong, 2000). Hal
ini didefinisikan Blumenfeld et.al. (1991) sebagai model belajar berbasis proyek (project-based
learning) yaitu proses pembelajaran yang berpusat pada proses relatif berjangka waktu, berfokus
pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengitegrasikan konsep-konsep dari
sejumlah komponen pengetahuan, atau disiplin, atau lapangan studi.

Project based learning adalah model pembelajaran yang mengorganisasi


kelas dalam sebuah proyek (Thomas, 2000, hlm. 1). Menurut NYC Departement
of Education (2009), PjBL merupakan strategi pembelajaran dimana siswa harus
membangun pengetahuan konten mereka sendiri dan mendemonstrasikan
pemahaman baru melalui berbagai bentuk representasi.
Pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) adalah model
pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai inti pembelajaran
(permendikbud, 2014:20). Model pembelajaran ini merupakan model
pembelajaran inovatif yang melibatkan kerja proyek dimana peserta didik bekerja
secara mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dan
mengkulminasikannya dalam produk nyata (Nanang Hanafiah dan Cucu
Suhana, 2009:30).
Berdasarkan beberapa definisi para ahli, dapat ditarik
kesimpulan bahwa PjBL adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa
untuk membangun dan mengaplikasikan konsep dari proyek yang dihasilkan
dengan mengeksplorasi dan memecahkan masalah di dunia nyata secara mandiri

Menurut Dimyati (2000), proses belajar sebagai kegiatan yang interaktif hendaknya dapat
menggarap semua domain kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai tindak belajar dalam
rangka keutuhan pribadi pembelajar. Kegiatan belajar yang bersifat interaktif diharapkan dapat
memberi kesempatan untuk mengembangkan seluruh ranah dan seluruh kecerdasan yang kuat
bagi pencapaian kompetensi akademik dan personal peserta didik dari setiap pelajaran yang
diinginkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Munandar (1999) yang mengatakan bahwa kegiatan
pendidikan hendaknya tertuju pada pengembangan kreativitas peserta didik agar kelak dapat
memenuhi kebutuhan pribadi, kebutuhan masyarakat dan kebutuhan negara.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat membantu mahasiswa agar memiliki kreativitas
berfikir, pemecahan masalah, dan interaksi serta membantu dalam penyelidikan yang mengarah
pada penyelesaian masalah-masalah nyata adalah project-based learning (PBL) atau
pembelajaran berbasis proyek (Thomas, 1999; Esche, 2002; The George Lucas Educational
Foundation, 2005; Turgut, 2008). Project-based learning dapat menstimulasi motivasi, proses,
dan meningkatkan prestasi belajar peserta didik dengan menggunakan masalah-masalah yang
berkaitan dengan mata kuliah tertentu pada situasi nyata.

Guru perlu mengembangkan kompetensinya dalam mengajar dan mampu beradaptasi dengan
perubahan program kurikulum 2013 ini. Kegiatan pembelajaran seringkali kurang efektif karena
kemampuan siswa yang berbeda dalam menangkap pelajaran. Guru harus mampu berperan
sebagai fasilitator yang memberikan bantuan dalam proses pencarian ilmu pengetahuan,
penguasaan kemahiran, pembentukan sikap serta kepercayaan pada peserta didik

Sedangkan menurut Stripling, model Project Based Learning memiliki tujuh karakteristik
sebagai berikut (Sani, 2014:173-174):

1. Mengarahkan siswa untuk menginvestifigasi ide dan pertanyaan penting.


2. Merupakan proses inkuiri.
3. Terkait dengan kebutuhan dan minat siswa. 
4. Berpusat pada siswa dengan membuat produk dan melakukan presentasi secara mandiri.
5. Menggunakan ketrampilan berpikir kreatif, kritis, dan mencari informasi untuk
melakukan investigasi, menarik kesimpulan, dan menghasilkan produk.
6. Terkait dengan permasalahan dan isu dunia nyata yang autentik.

Model pembelajaran Project Based Learnin dikembangkan berdasarkan tingkat perkembangan


berfikir siswa dengan berpusat pada aktivitas belajar siswa sehingga memungkinkan mereka
untuk beraktivitas sesuai dengan keterampilan, kenyamanan, dan minat belajarnya. Model ini
memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan sendiri proyek yang akan dikerjakannya
baik dalam hal merumuskan pertanyaan yang akan dijawab, memilih topik yang akan diteliti,
maupun menentukan kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Peran guru dalam pembelajaran
adalah sebagai fasilitator, menyediakan bahan dan pengalaman bekerja, mendorong siswa
berdiskusi dan memecahkan masalah, dan memastikan siswa tetap bersemangat selama mereka
melaksanakan proyek.

Model pembelajaran Project Based Learning mempunyai beberapa karakteristik, yaitu sebagai
berikut (Winastaman Gora dan Sunarto, 2010:119):

1. Mengembangkan pertanyaan atau masalah, yang berarti pembelajaran harus


mengembangkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa.
2. Memiliki hubungan dengan dunia nyata, berarti bahwa pembelajaran yang outentik dan
siswa dihadapkan dengan masalah yang ada pada dunia nyata. 
3. Menekankan pada tanggung jawab siswa, merupakan proses siswa untuk mengakses
informasi untuk menemukan solusi yang sedang dihadapi. 
4. Penilaian, penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan hasil proyek
yang dikerjakan siswa.

Anda mungkin juga menyukai