PERTUMBUHAN KOTA
Apabila dikaitan dengan dimensi saluran drainase yang sudah ada, maka
dimensi saluran lama sudah tidak mampu lagi menampung beban drainase baru.
Akibatnya timbul genangan di mana-mana, yang disebut orang dengan banjir. Konsep
drainase semula sudah gagal, untuk memperbaikinya membutuhkan pemikiran lagi
yang panjang dan rumit. Biasanya bermuara pada biaya yang besar, penanganan
berikutnya ditangguhkan. Kalau sudah begini, tiap-tiap ada hujan pasti membawa
masalah baik sosial dan ekonomi maupun adanya kerawanan sosial lainnya.
Pengaturan tata guna lahan suatu kawasan merupakan keharusan yang tidak
dapat ditawar lagi, kalau akan membuat sistim drainase yang baik. Sampai saat ini
pelanggaran-pelanggaran dengan merubah tata guna lahan secara seporadis maupun
serentak selalu dilakukan. Hal tersebut merupakan salah satu kerawanan sosial yang
cukup serius. Orang pada seenaknya melakukan kegiatan di atas tanah tanpa melihat
akibat-akibat yang timbul karenanya. Kalau sudah ditetapkan daerah resapan (daerah
hijau), artinya tidak boleh membuat bangunan di situ. Tetapi karena harga tanah mahal,
dan tidak mampu membelinya, maka secara ilegal daerah resapan yang konotasinya
daerah tak berpenghuni, diambil untuk hunian liar. Hasilnya limpasan permukaan
bertambah besar pula, beban drainase makin berat.
Kota merupakan magnet yang sangat kuat dalam menarik orang-orang daerah
untuk datang. Urbanisasi ke kota dari daerah, semakin banyak. Hunian bertambah,
daerah kedap air bertambah, limpasan permukaan (surface run off) bertambah besar
pula. Dengan bertambahnya permukaan yang kedap air (impervious) apabila tidak
diikuti dengan perbaikan sistim drainase, maka debit maksimum pada sistim drainase
akan terjadi lebih cepat dan lebih besar (Gambar 2.1.).
setelah urbanisasi
sebelum urbanisasi
Q aktual
t (jam)
Penanganan kelebihan air di suatu kota di Indonesia dilaksanakan oleh dua unit
kerja yang terpisah, yaitu :
a. Drainase Perkotaan (urban Drainage),
b. Perlindungan Banjir Kota (urban flood protection).
Drainase Perkotaan dikelola oleh Direktorat Jenderal Cipta
Karya, sedangkan Perlindungan Banjir Kota dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pengairan. Sesuai dengan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum No. 239 pada Mei 1987, serta persetujuan
antara Direktorat Jenderal Cipta Karya dan Direktorat Jenderal
Pengairan tertanggal 7 Desember 1987, maka lingkup kedua sub
sektor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pertama, jaringan Drainase Perkotaan meliputi seluruh alur
air, baik alur alam maupun buatan yang hulunya terletak di
kota dan bermuara di sungai yang melewati kota tersebut
atau bermuara ke laut di tepi kota tersebut.
b. Kedua, jaringan alur air baik yang alamiah maupun buatan
yang bukan jaringan Drainase Perkotaan, adalah bagian
dari sistim perlindungan banjir.