Anda di halaman 1dari 11

BAB.

I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Permasalahan lingkungan hidup semakin hari menunjukkan peningkatan, Hal ini
mengindikasikan bahwa kebijakan lingkungan hidup belum berhasil, Eksploitasi sumber daya
alam dan lingkungan hidup telah menyebabkan semakin buruknya kualitas lingkungan
sumber daya alam, khusunya dalam masalah pengawasan dan pengembangan mekanisme
hidup. Hal ini disebabkan tidak konsistenya pelaksanaan manajemen lingkungan hidup dan
kelembagaan.
Dengan memperhatikan permasalah sumber daya alam da lingkungan hidup dewasa ini,
pengelolahan dibidang pelestaraian lingkungan hidup mempunyai beberapa ciri khas, yaitu
tingginya potensi konflik, tingginya potensi ketidak tentuan (uncertainty), kurun waktu yang
sering cukup panjang antara kegiatan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan, serta
pemahaman masalah yang tidak mudah bagi masyarakat luas.
Manusia sebagai mahluk sosial, baru memilik arti apabila bekerja sama dengan
sesamanya manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara akan dapat melangsungkan
kehidupan jika mengadakan hubungan dengan bangsa lainya tidak ada satu negara didunia
ini yang dapat berdiri sendiri dan tidak melibatkan diri dengan Negara lain, Kesadaran akan
pentingnya hubungan internasional menegaskan perlunya kerjasama dengan bangsa lain.

1.2. Rumusan Masalah


1.      Apa yang dimaksud dengan ekologi pemerintahan ?
2.      Apa yang dimaksud dengan Hubungan Internasional?
3.      Apa pengaruh ekologi pemerintahan dalam kebijakan hubungan internasional RI?
4.      Jelaskan Pengesahan Protokol Kyoto PBB Tentang Perubahan Iklim?

1.3 Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan ekologi pemerintahan
2.      Mengertahui apa yang dimaksud dengan Hubungan Internasional
3. Mengetahui apa saja pengaruh ekologi pemerintahan dalam kebijakan hubungan
internasional RI
4.      Mengetahui tentang Pengesahan Protokol Kyoto PBB Tentang Perubahan Iklim

1
BAB. II
PEMBAHASAN

2.1 .Pengertian Ekologi Pemerintahan

Ekologi Pemerintahan terdiri dari dua suku kata, yaitu ekologi dan Pemerintahan,
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungan dan
lainya. Ekologi berasal dari bahasa yunani oikos (“ habitat ”) dan logos (“ilmu”) . Ekologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antara mahluk hidup maupun
interaksi antara mahluk hidup dan lingkunganya,
Prinsip ekologi dapat diartikan bahwa pemeerintahan sebagai organisme yang
mempunyai hubungan pengaruh timbal balik dengan linkungan hidupnya. Sedangkan
pemerintahan berarti suatu aktifitas, proses dan institusi yang terbentuk atas dasar
kesepakatan warga Negara untuk mewujudkan kehidupan secra tertib, nyaman dan sejahtera
atau lebih sederhananya pemerintahan merupakan suatu bentuk dinamis atau kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintahan. Ekologi pemerintahan itu sendiri barulah dikenal pada tahun
1980-an. Ekologi pemerintahan merupakan suatu cabang ilmu pemerintahan yang
mempelajari adanya suatu proses saling mempengaruhi sebagai akibat adanyan hubungan
normative secara total maupun timbal balik antara pemerintah dengan lembaga-lembaga
Negara, masyarakat, lingkungan fisik dan lingkungan sosial dimana pemerintahan itu berada
baik secara vertical maupun horizontal.

2.2 Pengertian Hubungan Internasional


Hubungan internasional adalah hubungan antaranegara atau antara individu dari
Negara yang berbeda dalam bidang tertentu untuk kepentingan kedua belah pihak, Setiap
Negara tentunya tidak terlepas dari hubungan internasional, Hal ini karena setiap Negara
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga hubungan internasional itu
perlu ada.

2.3 Pengaruh Ekologi Pemerintahan Dalam Kebijakan Hubungan Internasional RI

1.      Ideology
Ideology merupakan salah satu hal yang digolongkan kedalam lingkungan sosial
pemerintahan, ideology dalam suatu Negara tentu memberi pengaruh yang sangat besar
terhadap corak kehidupan pemerintah suatu Negara.

2.      Politik
Pemerintah dan politik adalah hal yang sangat erat kaitanya, sehingga pembedaanya
terkadang sulit dilakukan, demikian pula dala hal ini dapat dipastikan bahwa sistem politik

2
yang dianut oleh suatu Negara tertentu sangat mempengaruhi aktivitas lingkungan
pemerintahan didalamnya.
3.      sosial Budaya
Sosial budaya termasuk dalam lingkungan sosial pemerintahan yang paling besar
memberikan impact bagi kehidupan pemerintahan. Kondisi budaya suatu Negara kemudian
akan sangat nampak dari corak pemerintah. misalnya saja di Indonesia dengan sosial budaya
yang multikultur akibat dari kondisi geografis yang terpisah-pisah berbentuk Negara
kepulauan sangat berpengaruh pada bentuk negaranya.
4.      Ekonomi
Sisi ekonomi dan sisi ekologi pemerintahan merupakan dua ujung tali yang saling
tarik menarik antar bagian yang satu dengan bagian yang lainya, kadangkala pemfokusan
perhatian pada kebijakan pemerintah mengenai peningkatan taraf ekonomi suatu Negara
menyebabkan kehidupan ekologisnya terlupakan.
5.      Hankam ( pertahanan dan keamana)
bidang hankam merupakan yang tidak bisa dinafikan bahwa memiliki pengaruh yang
cukup besar bagi iklim pemerintahan kita, salah satu syarat suatu Negara dapat dikatakan
Negara apabila memiliki wilayah. Hal ini kemudian tentu menjadi perhatian oleh
pemerintahan untuk memperkuat pertahanan keamana untuk menjaga kedualatan negaranya.

2.4 Studi kasus Ekologi Pemerintahan Dalam Kebijakan Hubungan Internasional RI


“Pengesahan Protokol Kyoto PBB Tentang Perubahan Iklim”

Protocol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap konvensi Rangka Kerja PBB
tentang Perubahan Iklim ( UNFCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan
global. Negara-negara yang meratifikasi protocol ini berkomitmen untuk mengurangi
emisi/pengeluaran karbondioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam
perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas- gas tersebut ,yang
telah dikaitkan dengan pemanasan global,.
Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca
gobal antara 0.02 C dan 0.28 C pada tahun 2050, Namun resmi persetujuan ini adalah Kyoto
Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change ( protocol Kyoto
mengenai konvensi Rangka Kerja PBB tetang perubahan Iklim ), ia dinegosiasikan di Kyoto
pada Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 maret 1998 dan ditutup pada
15 maret 1999, Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 februari 2005 setelah rafitasi resmi
yang dilakukan Rusia pada November 2004.

3
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2004
TENTANG
PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK
C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI
KERANGKA KERJA PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
TENTANG PERUBAHAN IKLIM)
Menimbang :

a.       bahwa tujuan nasional negara Republik Indonesia sebagaimana dicantumkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
b.      bahwa Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 telah mengesahkan
United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim) yang mengamanatkan penetapan
suatu protokol;
c.       bahwa perubahan iklim bumi akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer menimbulkan pengaruh merugikan terhadap lingkungan dan kehidupan manusia
sehingga perlu dikendalikan sesuai dengan prinsip tanggung jawab bersama yang
dibedakan (common but differentiated responsibilities) dengan memperhatikan kondisi
sosial dan ekonomi tiap-tiap negara;
d.      bahwa sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara dan mempunyai garis pantai
terpanjang kedua di dunia, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim,
termasuk naiknya permukaan laut;
e.       bahwa sebagai negara yang sedang membangun, Indonesia perlu mengembangkan
industri dengan teknologi bersih khususnya yang rendah emisi;
f.       bahwa sebagai negara tropis yang memiliki hutan terluas kedua di dunia, Indonesia
memiliki peranan penting dalam mempengaruhi iklim bumi;
g.      bahwa Protokol Kyoto mengatur emisi gas rumah kaca akibat kegiatan manusia agar
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer stabil dan tidak membahayakan sistem iklim
bumi;
h.      bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b, c, d, e, f, dan g dipandang perlu
mengesahkan Kyoto Protocol to the United Nation Framework Convention on Climate
Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Perubahan Iklim) dengan undang-undang;

4
penjelas pengesahan :
Perubahan iklim adalah fenomena Negara industri telah lama menghasilkan emisi GRK
yang terakumulasi di atmosfer dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, sangat beralasan
jika mereka berkewajiban menurunkan emisi GRK dan mengatasi dampak perubahan iklim.
Sementara itu, negara berkembang yangtidak berkewajiban menurunkan emisi GRK berhak
mendapatkan bantuan dari negara industridalam rangka berpartisipasi secara sukarela untuk
menurunkan emisi GRK dan mengatasidampak perubahan iklim.

Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang


Perubahan Iklim mengatur penurunan emisi GRK akibat kegiatan manusia sehingga dapat
menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer dan tidak membahayakan sistem iklim bumi.
Protokol Kyoto menetapkan aturan mengenai tata cara, target, mekanisme penurunan emisi,
kelembagaan, sertaprosedur penaatan dan penyelesaian sengketa .

global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar
fosil serta kegiatan alih-guna-lahan dan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan sumber
utama Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbon dioksida (CO2) yang kontribusi terbesar
berasal dari negara industri Gas ini memiliki kemampuan menyerap panas yang berasal dari
radiasi matahari yang dipancarkan kembali oleh bumi. Penyerapan ini telah menyebabkan
pemanasan atmosfer atau kenaikan suhu dan perubahan iklim.

Negara industri telah lama menghasilkan emisi GRK yang terakumulasi di atmosfer
dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, sangat beralasan jika mereka berkewajiban
menurunkan emisi GRK dan mengatasi dampak perubahan iklim. Sementara itu, negara
berkembang yang tidak berkewajiban menurunkan emisi GRK berhak mendapatkan bantuan
dari negara industry dalam rangka berpartisipasi secara sukarela untuk menurunkan emisi
GRK dan mengatasi dampak perubahan iklim.

Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang


Perubahan Iklim mengatur penurunan emisi GRK akibat kegiatan manusia sehingga dapat
menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer dan tidak membahayakan sistem iklim bumi.
Protokol Kyoto menetapkan aturan mengenai tata cara, target, mekanisme penurunan emisi,
kelembagaan, serta prosedur penaatan dan penyelesaian sengketa .

Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) merupakan bentuk investasi baru di negara


berkembang yang bertujuan mendorong negara industri untuk melaksanakan kegiatan
penurunan emisi di negara berkembang guna mencapai target penurunan emisi GRK dan
membantu Negara berkembang untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

5
Sehubungan dengan hal tersebut, dan mengingat Indonesia telah mengesahkan
Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (Konvensi
Perubahan Iklim) melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994, sangatlah penting bagi
Indonesia untuk mengesahkan Protokol Kyoto. Dengan mengesahkan Protokol tersebut,
Indonesia mengadopsi hukum internasional sebagai hukum nasional untuk dijabarkan dalam
kerangka peraturan dan kelembagaan.

Tujuan Protokol Kyoto


Gagasan dan program untuk menurunkan emisi GRK secara internasional telah
dilakukan sejak tahun 1979. Program itu memunculkan sebuah gagasan dalam bentuk
perjanjian internasional, yaitu Konvensi Perubahan Iklim, yang diadopsi pada tanggal 14 Mei
1992 dan berlaku sejak tanggal 21 Maret 1994, Pemerintah Indonesia turut menandatangani
perjanjian tersebut dan telah mengesahkannya melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1994.
Agar Konvensi tersebut dapat dilaksanakan oleh Para Pihak, dipandang penting
adanya komitmen lanjutan, khususnya untuk negara pada Annex I (negara industri atau
Negara penghasil GRK) untuk menurunkan GRK sebagai unsur utama penyebab perubahan
iklim. Namun, mengingat lemahnya komitmen Para Pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim,
Conference of the Parties (COP) III yang diselenggarakan di Kyoto pada bulan Desember
tahun 1997 menghasilkan kesepakatan Protokol Kyoto yang mengatur dan mengikat Para
Pihak negara industri secara hukum untuk melaksanakan upaya penurunan emisi GRK yang
dapat dilakukan secara individu atau bersama-sama.

Protokol Kyoto bertujuan menjaga konsentrasi GRK di atmosfer agar berada pada
tingkat yang tidak membahayakan sistem iklim bumi. Untuk mencapai tujuan itu, Protokol
mengatur pelaksanaan penurunan emisi oleh negara industri sebesar 5 % di bawah tingkat
emisi tahun 1990 dalam periode 2008-2012 melalui mekanisme Implementasi Bersama (Joint
Implementation), Perdagangan Emisi (Emission Trading), dan Mekanisme Pembangunan
Bersih (Clean Development Mechanism).

Manfaat Pengesahan Protokol Kyoto


Dengan mengesahkan Protokol Kyoto, Indonesia mengadopsi Protokol tersebut
sebagai hukum nasional untuk dijabarkan dalam kerangka peraturan dan kelembagaan
sehingga dapat :
a.    mempertegas komitmen pada Konvensi Perubahan Iklim berdasarkan prinsip tanggung
jawab bersama yang dibedakan (common but differentiated responsibilities principle) ;
b.   melaksanakan pembangunan berkelanjutan khususnya untuk menjaga kestabilan
konsentrasi GRK di atmosfer sehingga tidak membahayakan iklim bumi;
c.   membuka peluang investasi baru dari negara industri ke Indonesia melalui MPB;

6
d.   mendorong kerja sama dengan negara industri melalui MPB guna memperbaiki dan
memperkuat kapasitas, hukum, kelembagaan, dan alih teknologi penurunan emisi GRK;
e.   mempercepat pengembangan industri dan transportasi dengan tingkat emisi rendah
melalui pemanfaatan teknologi bersih dan efisien serta pemanfaatan energi terbaru.
f.   meningkatkan kemampuan hutan dan lahan untuk menyerap GRK.

Materi Pokok Protokol Kyoto


Protokol Kyoto disusun berdasarkan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan,
sebagaimana tercantum dalam prinsip ketujuh Deklarasi Rio, yang berarti bahwa semua
negara mempunyai semangat yang sama untuk menjaga dan melindungi kehidupan manusia
dan integritas ekosistem bumi, tetapi dengan kontribusi yang berbeda sesuai dengan
kemampuan negara masing-masing. Protokol Kyoto terdiri atas 28 Pasal dan 2 Annex :
Annex A : Gas Rumah Kaca dan kategori sektor/sumber.
Annex B : Kewajiban penurunan emisi yang ditentukan untuk Para Pihak.

Materi pokok yang terkandung dalam Protokol Kyoto, antara lain hal-hal berikut.

a.       Definisi
Protokol Kyoto mendefinisikan beberapa kelembagaan Konvensi dan Protokol,
diantaranya Conference of the Parties (COP) dan Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) beserta fungsinya dalam pelaksanaan Konvensi dan Protokol. Ditetapkan
juga bahwa Para Pihak pada Annex I Konvensi (negara industri, termasuk Rusia dan negara
Eropa Timur lain yang ekonominya berada dalam transisi menuju pasar bebas) wajib
menurunkan emisi sesuai dengan Annex B.
b.      Kebijakan dan Tata Cara
Pasal 2 Protokol Kyoto mengatur kebijakan dan tata cara dalam mencapai komitmen
pembatasan dan penurunan emisi oleh negara pada Annex I serta kewajiban untuk mencapai
batas waktu komitmen tersebut. Di samping itu, Protokol juga mewajibkannegara industri
untuk melaksanakan kebijakan dan mengambil tindakan untuk meminimalkan dampak yang
merugikan dari perubahan iklim terhadap pihak lain, khususnya negara berkembang.
c.       Target Penurunan Emisi
Target penurunan emisi yang dikenal dengan nama Quantified Emission Limitation
and Reduction Objectives (QELROs) yang dijelaskan dalam Pasal 3 dan 4 Protokol Kyoto
adalah ketentuan pokok dalam Protokol Kyoto. Emisi GRK menurut Annex A Protokol
Kyoto meliputi : Carbon Dioxide (CO2), Methane (CH4), Nitrous Oxide (N2O),
Hydrofluorocarbon (HFC), Perfluorocarbon (PFC), dan Sulfurhexafluoride (SF6) .Target
penurunan emisi GRK bagi negara pada Annex I Konvensi diatur dalam Annex B Protokol
Kyoto. Ketentuan ini merupakan pasal yang mengikat bagi negara pada Annex I. Protokol
juga mengatur tata cara penurunan emisi GRK secara bersama-sama. Jumlah emisi GRK

7
yang harus diturunkan tersebut dapat meringankan negara yang emisinya tinggi, sedangkan
negara yang emisinya rendah atau bahkan karena kondisi tertentu tidak mengeluarkan emisi
dapat meringankan beban kelompok negara yang emisinya tinggi.
d.      Implementasi Bersama
Implementasi Bersama adalah mekanisme penurunan emisi yang dapat dilaksanakan
antarnegara industri yang diuraikan dalam Pasal 6 Protokol Kyoto. Implementasi Bersama itu
mengutamakan cara-cara yang paling murah atau yang paling menguntungkan. Kegiatan
Implementasi Bersama tersebut akan menghasilkan unit penurunan emisi atau Emission
Reduction Units (ERU).
e.       Tanggung Jawab Bersama yang Dibedakan
Kewajiban bersama antara negara industri yang termasuk pada Annex I dengan
negara berkembang disesuaikan dengan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan.
Hal ini dijabarkan dalam Pasal 10 dan 11 Protokol Kyoto. Pasal 10 merupakan penekanan
kembali kewajiban tersebut tanpa komitmen baru bagi Para Pihak, baik negara industry
maupun negara berkembang seperti dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Konvensi Perubahan
Iklim. Pasal 11 menekankan kewajiban negara industri yang menjadi Pihak dalam Protokol
Kyoto serta terrnasuk pada Annex II Konvensi untuk menyediakan dana baru dan dana
tambahan, termasuk alih teknologi untuk melaksanakan komitmen Pasal 10 Protokol Kyoto.
f.       Mekanisme Pembangunan Bersih
Mekanisme Pembangunan Bersih yang diuraikan dalam Pasal 12 Protokol Kyoto
merupakan prosedur penurunan emisi GRK dalam rangka kerja sama negara industry dengan
negara berkembang. Negara industri melakukan investasi di negara berkembang untuk
mencapai target penurunan emisinya. Sementara itu, negara berkembang berkepentingan
dalam mencapai tujuan utama Konvensi dan tujuan pembangunan berkelanjutan. Kegiatan
penurunan emisi melalui MPB harus disertifikasi oleh entitas operasional yang ditunjuk oleh
Conference of the Parties serving as the Meeting of theParties (COP/MOP).
g.      Kelembagaan
Lembaga-lembaga yang berfungsi melaksanakan Protokol Kyoto adalah .COP/MOP
sebagai lembaga tertinggi pengambil keputusan Protokol (Pasal 13); Sekretariat Protokol juga
berfungsi sebagai Sekretariat Konvensi melakukan tugas-tugas administrasi Protokol (Pasal
14); dan Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA), sebagai Badan
Pendukung yang memberi masukan ilmiah kepada COP/MOP untuk membuat keputusan
(Pasal 15).
h.      Perdagangan Emisi
Perdagangan Emisi sebagaimana diatur dalam pasal 17 merupakan mekanisme
perdagangan emisi yang hanya dapat dilakukan antarnegara industri untuk menghasilkan
Assigned Amounts Unit (AAU). Negara industri yang emisi GRK-nya di bawah batas yang
diizinkan dapat memperdagangkan kelebihan jatah emisinya dengan negara industri lain

8
yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Namun, jumlah emisi GRK yang diperdagangkan
dibatasi agar negara pembeli tetap memenuhi kewajibannya.
i.        Prosedur Penaatan dan Penyelesaian Sengketa
Ketidaktaatan (non compliance) atas kewajiban yang ditentukan dalam Protokol
diselesaikan sesuai dengan prosedur dan mekanisme penaatan yang ada dalam ketentuan
Pasal 18 Protokol Kyoto. Sesuai dengan Pasal 19 Protokol .Kyoto, apabila terjadi perselisihan
di antara Para Pihak, proses penyelesaian sengketa (dispute settlement) mengacu Pasal 14
Konvensi.
Pada saat pemberlakuan pesetujuan pada febuari 2005,ia telah diratifikasi oleh 141 negara
,yang mewakili 61% dari seluruh emisi,Negara- Negara tidak perlu menanda tangani
persetujuan tersebut agar dapat meratifikasinya: penanda tanganan hanyala aksi simbolis
saja.
Menurut syarat- syarat persetujuan protocol, ia mulai berlaku “ pada hari ke -90 setalah
tanggal saat dimana tidak kurang dari 55 pihak konvensi ,termasuk pihak –pihak dalam
Annex I yang betanggung jawab kepada setidaknya 55 persen dari seluruh emisi karbon
dioksida pada 1990 dari pihak –pihak dalam anneks, telah memberikan alat ratifikasi mereka,
penerimaan persetujuan atau pemasukan ; Dari kedua syarat tersebut ,bagian 55 pihak
dicapai padda 23 mei 2002 tetika island merafikasi. Ratifikasi oleh rusia pada 18 november
2004 memenuhi syarat “55 persen” dan meyebabakan pesetujuan itu mulai berlaku pada 16
februaru 2005
Hingga 3 desember 2007 .174 negara telah meratifikasi protokol tersebut termasuk
Kanada, Tiongkok, India, Jepang. Selandia Baru, Rusia, dan 25 negara anggota Uni Eropa,
serta Rumania dan Bulgaria.
Ada Negara yang telah menandatangani namun belum meratifikasi protokol
tersebut
1.      Amerika Serikat ( tidak berminat untuk meratifikasi)
2.      Australia ( tidak berminat untuk meratifikasi).
Dengan mengesahkan Protokol Kyoto, Indonesia akan memperoleh manfaat antara
lain:
1.     Menegaska kembali pada komitmen prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan:
2.     Melaksanakan pembangunan berkelanjutan khusunya untuk menjaga kestabilan
kontrovensi GRK diatmosfer dan tidak membahayakan iklim bumi;
3.     Mendatangkan peluang investasi tambahan dari Negara industri ke Negara berkembang
4.     Mendorng kerjasama dengan Negara industri melalui CDM guna memperbaiki dan
memperkuat kapasitas hukum, kelembagaan, dan ahli teknologi dalam penurunan GRK
5.     Mengembangkan teknologi yang rendah emisi dala berbagai sector industry yang
menggunakan bahan bakar fosil
6.     Memberikan insentif untuk kegiatan rehabilitas hutan dan lahan dalam rangka
meningkatkan kapsitas penyerapan GRK.

9
BAB. III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan adanya ekologi pemerintahan kita dapat mempelajari adanya suatu proses
saling mempengaruhi secara total dan timbal balik antara pemerintahan dengan lembaga,
masyarakat, linkungan fisik dan lingkungan sosial dimana pemerintahan itu berada dan
hubungan internasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka kita harus memahi
dan menerapkan sehingga nantinya tidak akan timbul tindakan ataupun konflik yang sering
terjadi
Protocol Kyoto adalah sebuah kesepakatan atau pesetujuan internasional mengenal
pemansaan global yang merupaka sebuah amademen terhadap konvensi rangka kerja PBB
tentang perubahan iklim ( UNFCCC). Protokol Kyoto dinegosiasikan di Kyoto pada
desember 1997, dibuka untuk pendatanganan pada 16 maret 1998 dan ditutup pada 15 maret
1999. persetujuan ini mulai berlaku pada 16 februaru 2005 setelah ratifikasi rsmi yang
dilakukan Rusia pada 8 november 2007, sebanyak 174 negara sudah meratifikasi protocol
tersebut termasuk Indonesia. Protocol Kyoto berisi aturan-aturan standarisasi mengenai emisi
karbon dan gas efek rumah kaca yang timbul dari penggunaan bahan –bahan bakar fosil yang
brlebihan, Negara –negara yang meratifikasi emsisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima
gas rumah kaca lainya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga
jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut yang telah dikaitkan dengan pemansanan
global.

3.2 saran

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya. diharapkan dapat mengurangi


penggunaan gas rumah kaca atau penggunaan bahan-bahan fosil yang berlebihan karena
dapat membuat mengeluarkan karbon dioksida secara berlebihan dan menambah emisis
gas- gas dalam pemanasan global.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://anhaagnezious,blogspot.co.id/2010/12/tugas-final-ekologi-pemerintahan.html?m=1
http://child-island.blogspot.com/2012/08/ekologi-pemeerintahan.html
http://geologi09.wordprees.com/2011/06/25/ekologi-pemerintahan/
http://www.ziddu.com/download/15476855/tugasfinallekopem.docx.html
http://id.m.wikipedia.org/wiki/hubungan_internasional
http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2014/01/pengertian-hubungan-internasional.html?m=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/protokol_kyoto.
htpp: //www.menlh.go.id/Pengesahan-protokol-kyoto-sebagai-wujud-dari-komitmen-
bersama-dalam-menjaga-kestabilan-konsentrasi-gas-rumah-kaca-grk-di-atmosfer.

11

Anda mungkin juga menyukai