Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

HUKUM HESS

Oleh :
Wahyu Wawan Febrianto (1021721007)

Dosen Pengampu :
Handik Hendratama, S.T, M.T

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS NAHDLATUL ULAMA PASURUAN
2022
Judul : Hukum hess

Tujuan : Menentukan besarnya kalor reaksi pada reaksi antara NaOH dan HCl yang
berlangsung dengan proses yang berbeda-beda

Latar Belakang

Perguruan tinggi merupakan lembaga yang berperan penting dalam pencapaian tujuan
pendidikan nasional.. Oleh karena itu perlu diadakan evaluasi dan pengembangan yang
berkesinambungan yang mengacu pada perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
berbagai aspek di perguruan tinggi. Peningkatan kualitas pendidikan haruslah dilakukan secara
berkelanjutan baik secara konvensional maupun berupa inovasi untuk mengantisipasi perubahan yang
akan dihadapi para peserta didik (Situmorang, dkk, 2013).

Hasil ulasan penelitian menyebutkan pada suatu saat nanti akan ada visualisasi materi kimia
yang sesuai dengan kehidupan nyata dalam bentuk eksperimen hasil kolaborasi computer dengan
internet dalam bentuk virtual labs dan menerapkan web serta jejaring social sebagai wadah interaksi
antara dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran kimia (Lang and Bradley, 2009).

Wiseman (1981) mengemukakan bahwa ilmu kimia merupakan salah satu pelajaran tersulit bagi
kebanyakan siswa menengah dan mahasiswa. Kesulitan mempelajari ilmu kimia ini terkait dengan
ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri, seperti yang disebutkan oleh Kean dan Middlecamp (1985).

Cabang ilmu fisika yang membahas tentang energi adalah termodinamika yang berisi berbagai
hukum mengenai perubahan energi dalam sistem. Hukum pertama termodinamika mengungkapkan
hubungan kalor energi dalam, dan kerja yang menyertai perubahan sistem. Kalor yang menyertai
reaksi sama dengan perubahan entalpinya dan dapat ditentukan tanpa percobaan. Akibatnya kita dapat
mengetahui apakah suatu reaksi eksotermik atau endotermik. Hukum kedua termodinamika
mengemukakan arah proses spontan, yaitu menambah ketidak teraturan yang ditandai dengan
meningkatnya entalpi alam semesta. Entropi suatu zat kimia dapat dihitung berdasarkan hukum ketiga
termodinamika. Dari nilai tersebut dapat dihitung perubahan entropi reaksi yang berguna dalam
menghitung energi bebasnya. Nilai perubahan energi bebas berguna dalam menentukan apakah reaksi
spontan atau tidak. Dalam mempelajari suatu peristiwa, kita harus memperhatikan suatu bagian yang
disebut sistam. Sistem adalah bagian tertentu dari alam yang menjadi pusat perhatian untuk dipelajari.
Disamping sistem ada lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada diluar sistem. Jika
kita ingin mempelajari reaksi kimia dalam tabung reaksi, maka zat kimia yang ada didalam tabung
disebut sistem, sedangkan yang diluar zat kima termasuk tabung sendiri dan udara di atas
permukaannya adalah lingkungan. Umumnya sebuah sistem jauh lebih kecil dari lingkungannya.
Dialam ini terjadi banyak kejadian atau perubahan sehingga alam mengandungnsistem dalam jumlah
tak hingga, ada yang berukuran besar (seperti tata surya), berukuran kecil (manusia dan sebuah mesia),
dan yang berukuran kecil sekali (seperti sebuah sel dan satu atom). Akibatnya, satu sistem kecil dapat
berada dalam sistem besar atau satu sistem merupakan lingkungan bagi sistem lainnya. Akan tetapi
bila sebuah sistem dijumlahkan dengan lingkungannya, yang disebut alam semesta. Alam semesta
adalah sistem ditambah lingkungannya. Oleh karena itu alam semesta hanya ada satu (Syukri, 1999).

Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energy panas dan energy kimia,
ilmu yang mempelajarin hubungan antara energy panas dengan energi kimia, sedangkan energi kimia
didefinisikan sebagai energi yg dikandung setiap unsur atau senyawa. Energy kimia yang terkandung
dalam suatu zat disebut panas dalam atau entalpi dan dinyatakan dengan simbol H selisih antara
entalpi dan reaktan dan entalpi hasil pada reaksi tersebut oerubahan entalpi reaksi. Perubahan entalpi
berupa ΔH. Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan kalor atau panas suatu zat yang
menyertai suatu reaksi atau proses kimia dan fisika disebut termokimia. Secara oprasionaltermokimia
berkaitan dengan pengukuran atau penafsiran perubahan kalor, yang melewati reaksi kimia,
perubahan keadaan, dan pembentukan larutan.(klenefer, word. 1989)

Termodinamika dapat didefinisikan sebagai cabang kimia yang menangani hubungan kalor
kerja dan bentuk lain energy dengan keseimbangan dalam reaksi kimia dan dalam perubahan keadaan.
Termokimia erat hubungan dengan termodinamika karena termikimia berkaitan dengan pengukuran
atau penafsiran perubahan kalor yang melewati reaksi kimia, perubahan keadaan dan pembentukan
larutan.

Kesulitan pemula pada pemahaman materi termokimia telah dibuktikan oleh beberapa peneliti
dalam penelitiannya, diantaranya; kesulitan pemula dalam membedakan kalor dan suhu, melakukan
identifikasi reaksi eksoterm dan endoterm, serta melakukan identifikasi sistem dan lingkungan pada
reaksi yang berlangsung menggunakan kalorimeter (Yalçınkaya et al., 2009). Menurut hasil observasi
pada beberapa siswa di beberapa SMK di Kota Semarang, diketahui bahwa anggapan kimia
merupakan mata pelajaran yang sulit oleh sebagian siswa menyebabkan kurangnya keterlibatan
mereka dalam proses pembelajarannya. Meskipun siswa melakukan penafsiran sendiri, dipastikan
bahwa konsep yang tertanam pada diri siswa merupakan konsep kimia yang sebenarnya. Namun ada
kalanya konsep kimia yang tertanam pada diri siswa itu menyalahi konsep kimia yang sebenarnya,
hal ini bisa mempengaruhi proses belajar siswa secara berkelanjutan. Berdasarkan keragaman keadaan
tersebut maka diketahui terdapat empat kategori pemahaman konsep yang mungkin dialami oleh
siswa, yaitu; memahami konsep, miskonsepsi, tidak memahami konsep, dan error (Yakubi & Hanum,
2017). Miskonsepsi yaitu suatu konsepsi yang menyimpang dari teori ilmiah menurut para ahli pada
bidang tertentu (Sheftyawan et al., 2018). Dalam suatu pembelajaran hal tersebut bisa terjadi jika
pengetahuan siswa yang diterima dalam proses pembelajaran tidak menyeluruh, sehingga ada
kemungkinan siswa membangun pengetahuan konsep berdasarkan pemahamannya sendiri (Rohmah,
2019).

Perbedaan kemampuan siswa dalam memahami materi menunjukkan bahwa untuk


mengidentifikasi tingkat pemahaman konsep tidak dapat dilakukan dengan menggunakan tes objektif
biasa yang memungkinkan siswa dapat menebak jawaban. Melainkan tes yang harus bersifat
diagnostik agar dapat diketahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga bisa dilakukan pemberian
penanganan yang tepat, serta dapat diketahui secara pasti bagaimana tingkat pemahaman siswa pada
materi tersebut (Gurel et al., 2015). Nurhidayatullah & Prodjosantoso (2018).
Kesalahan yang dapat dibuat siswa dalam belajar kimia di antaranya (1) kesalahan yang terjadi
secara acak tanpa sumber tertentu (misalnya salah hitung atau salah dalam penulisan rumus); (2)
kesalahan dalam hal mengingat/menghapal; (3) kesalahan yang terjadi secara terus menerus serta
menunjukkan kesalahan dengan sumber-sumber tertentu. Kesalahan jenis ketiga inilah yang biasa
disebut miskonsepsi dan sangat menarik perhatian para ahli di bidang pendidikan. Siswa yang
mengalami kesalahan jenis ini cenderung salah dalam banyak soal yang berbeda konteksnya, tetapi
konseptualnya sama (Berg, 1991).

Salah satu contoh kesalahan jenis ketiga ini dalam materi konsep termokimia adalah kesalahan
dalam memahami konsep panas pembentukan standar karena siswa tidak memahami bahwa senyawa
yang terbentuk harus berasal dari unsur-unsur penyusunnya. Siswa yang salah ini akan konsisten
menjawab salah terhadap butir-butir soal yang sejenis. Kesalahan konsep ini terlihat mulai dari aspek
mendefinisikan konsep dengan memberikan definisi panas pembentukan standar sebagai panas yang
dilepas atau diserap pada pembentukan satu mol senyawa pada keadaan standar. Kesalahan
pemahaman ini berlanjut pada aspek kemampuan menerapkan konsep dengan mengidentifikasikan
reaksi:

H+ (aq) + OH- (aq) → H2O (l) ∆Ho = 285,9 KJ,

dan reaksi

H2 (g) + 1/2 O2 (g) → H2O (g) ∆Ho = -287,3 KJ,

sebagai reaksi dengan panas pembentukan standar. Dalam memahami dua konsep yang berhubungan
kesalahan ini akan terulang lagi yaitu mengidentifikasi kedua reaksi di atas sebagai contoh reaksi
eksoterm dengan panas pembentukan standar.fenomena ini menunjukkan konsistensi kesalahan siswa
dalam memahami konsep panas pembentukan standar dengan memberikan pemahaman yang salah
pada butir soal yang dasar konseptualnya sama.

Penyebab terjadinya kesalahan konsep, para ahli memiliki pendapat yang beragam. Piaget
memandang bahwa salah konsep dapat terjadi karena kurang memperhatikan gagasan anak sebelum
mengikuti pelajaran (Dahar, 1989). Gagasan anak ini disebut sebagai prakonsep yang biasanya berupa
intuisi maupun berupa pengetahuan yang berkaitan dengan informasi yang akan diberikan.
Selanjutnya Dahar (1989) menjelaskan bahwa mengajar bukan proses pemindahan gagasan baru ke
kepala siswa, melainkan suatu proses untuk mengubah gagasan yang sudah ada kemungkinannya
salah. Ibnu (1989) menyebutkan penyebabnya terjadi salah konsep ini antara lain adalah penggunaan
alat peraga yang tidak mewakili konsep asli (yang akan diukur). Kecenderungan yang terjadi menurut
Ibnu adalah anak menyetarakan konsep-konsep abstrak dengan bentuk makro (atau mikro) dari wujud
yang sebenarnya.

Berg (1991) mengungkapkan bahwa terjadinya miskonsepsi dapat pula disebabkan oleh
gagasan-gagasan yang muncul dari pikiran siswa yang bersifat pribadi. Gagasan ini umumnya kurang
bersifat ilmiah dan jika pegajar tidak berupaya untuk melihat gagasan yang dimiliki oleh anak sebelum
mengenalkan konsep, maka akan berakibat terjadinya salah konsep.

Beberapa fakta yang dikemukakan oleh para peneliti miskonsepsi seperti oleh Osborne,
Freyberg dan Driver bahwa:

(a) miskonsepsi sulit diperbaiki,

(b) seringkali ”sisa” miskonsepsi terus menerus mengganggu. Soal-soal sederhana dapat
dikerjakan, tetapi pada soal yang lebih sulit, miskonsepsi muncul kembali tanpa disadari,

(c) seringkali terjadi regresi, yaitu siswa yang sudah pernah mengatasi miskonsepsi setelah
beberapa bulan akan kambuh lagi,

(d) dengan ceramah yang bagus belum tentu miskonsepsi dengan sepenuhnya dapat dihilangkan,

(e) guru umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa, sehingga proses
belajar mengajar tidak disesuaikan dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa,

(f) siswa yang pandai maupun yang kurang pandai keduanya dapat mengalami miskonsepsi
(Berg, 1991).

Fakta tersebut di atas memberikan gambaran sulitnya mengubah miskonsepsi dengan


pengajaran yang selama ini masih dominan yaitu sistem pengajaran yang menganggap bahwa guru
sebagai sumber otoritas ilmu. Alternatif yang diupayakan oleh para ahli konstruktivistik adalah
adanya pergeseran sistem pengajaran dari guru sebagai otoritas ilmu ke guru sebagai fasilitator.
Pandangan ini sangat berpengaruh dalam praktik pendidikan sains dan matematika yang lebih dikenal
sebagai pandangan konstruktivisme. Disamping itu, model-model pengajaran pengubahan konseptual
berdasarkan pada pandangan konstruktivistik.

Salah satu masalah penting yang sering dihadapi oleh pendidik dalam kegiatan pembelajaran
adalah memilih atau menentukan bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu mahasiswa mencapai
kompetensi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sangat minimnya bahan ajar kimia yang
bermutu di perguruan tinggi yang sesuai dengan kurikulum atau silabus. Salah satu upaya
meningkatkan mutu pembelajaran adalah melalui pengadaan bahan ajar yang bermutu. Bahan ajar
perlu dikembangkan sedemikian rupa hingga mengandung unsur-unsur berikut:

(1) contoh kasus, ilustrasi gambar,dan contoh soal serta penyelesaiannya

(2) integrasi metode dan media pembelajaran akan menginovasi materi ajar dengan
memadukannya

(3) inovasi materi kimia dengan memadukan media belajar interaktif, dengan teknologi
informasi (Parulian dan Situmorang, 2013).

Hukum Hess menyatakan bahwa besarnya entalpi dari suatu reaksi tidak ditentukan oleh
jalan atau tahap reaksi, tetapi hanya ditentukan oleh keadaan awal dan keadaan akhir suatu reaksi.
Setelah itu Hukum Hess menyatakan bahwa entalpi suatu reaksi merupakan jumlah total dari
penjumlahan kalor reaksi tiap satu mol dari masing-masing tahap atau orde reaksi. Sehingga besarnya
H dapat ditentukan hanya dengan mengetahui kalor reaksinya saja. Dasar dari Hukum Hess ini adalah
entalpi atau energi internal artinya besaran yang tidak bergantung pada jalannya reaksi. Suatu reaksi
kadang-kadang tidak hanya berlangsung melalui satu jalur akan tetapi bisa juga melalui jalur lain
dengan hasil yang diperoleh adalah sama.

Hukum Hess adalah hukum yang digunakan untuk menentukan besarnya perubahan entalpi
suatu reaksi. dalam hukum Hess nilai perubahan entalpi dinyatakan sebagai fungsi keadaan atau delta
h. karena perubahan entalpi merupakan fungsi keadaan maka perubahan reaksi kimia akan bernilai
sama meskipun langkah-langkah yang diperlukan untuk menghasilkan hasil reaksi berbeda. Bunyi
hukum Hess adalah sebagai berikut " jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi
kimia tidak tergantung pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir ". Setelah
itu hukum Hess juga menyatakan bahwa entalpi suatu reaksi merupakan jumlah total dari penjumlahan
kalor reaksi tiap satu mol dari masing-masing tahap atau orde reaksi. Sehingga besarnya H dapat
ditentukan hanya dengan mengetahui kalor reaksinya saja. Dasar dari hukum Hess ini adalah entalpi
atau energi internal artinya bersaran yang tidak tergantung pada jalannya reaksi.

Eksperimen Hukum Hess bertujuan untuk menentukan panas pelarutan dengan reaksi secara
tidak langsung . Panas pelarutan merupakan panas yang dilepaskan atau diserap apabila satu mol
senyawa dilarutkan dalam sejumlah pelarut. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
metode kalorimetri, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan nilai kalor berdasarkan
pengamatan perubahan suhu dalam sistem adiabatik, dengan menggunakan alat yang dinamakan
kalorimeter. Eksperimen ini dilakukan dengan perlakuan dua arah. Arah satu dilakukan dengan
menambahkan HCl dalam NaOH, sedangkan arah dua dengan menambahkan NaOH dalam HCl.
Eksperimen yang telah dilakukan berhasil membuktikan bahwa Hukum Hess berlaku pada reaksi
dimana reaksi yang terjadi tidak bergantung pada jalannya reaksi tetapi bergantung pada keadaan awal
dan keadaan akhir.

Banyaknya kalor yang dihasilkan dalam suatu raksi kimia dapat diukur dengan menggunakan
kalorimerter. Kalor dapat diukur dengan menggunakan jalan jumlah total kalor yang disetiap
lingkungan kalor yang diserap air merupakan hasil dari perkalian antara massa, kalor jenis dan
kenaikan suhu. sedangkan kalor yang diserap komponen lingkungannya yaitu, tom, pengaduk.
termometer dan lain sebaainya. Merupakan hasil kali jumlah kapasitas kalor komponen-komponen ini
dengan suhu. Dari sini dapat diketahui bahwa

Penjumlahan kalor dapat diterapkan melalui hukum Hess (Atkins, 1999) Perubahan suhu yang
menyertai reaksi kimia menunjukkan adanya perubahan energi dalam bentuk kalor pasa pereaksi dan
hasil reaksi. Kaler yang diserap akan dibebaskan oleh sistem menyebabkan suhu sistem berubah.
Secara sederhana kalor tersebut dapat dihitung dengan rumus:

q = m. c. ∆T
q = kalor reaksi (Q)

∆T = perubahan suhu ("C. ∙K)

m = massa sistem gerak (gram)

c = kalor jenis sistem (J/g ∙K)

Perubahan entalpi (∆H) reaksi adalah q untuk jumlah mol pereaksi/ hasil reaksi sesuai
persamaan reaksi, ditandai tanda positif (reaksi endoterm) dan negatif (reaksi eksoterm) (Kartimi,
2013:32).

Rumusan masalah

1. Apa itu hukum Hess?

2. Bagaimana cara membuktikan hukum Hess dalam pengamatan?

3. Bagaimana bunyi hukum Hess?

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi hukum Hess?

Tinjauan pustaka

Energi merupakan sumber esensial bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Makanan yang kita makan merupakan sumber energi yang memberikan kekuatan kepada kita untuk
dapat bekerja, belajar, dan beraktivitas lainnya. Setiap materi mengandung energi dalam bentuk energi
potensial dan energi kinetik. Kedua energi ini dinamakan energi internal. Jika energi yang terkandung
dalam materi berubah maka perubahan energi dinamakan kalor. Perubahan energi (kalor) pada
tekanan tetap dinamakan perubahan entalpi (ΔH).

Setiap materi mengandung energi yang disebut energi internal (U). Besarnya energi ini tidak
dapat diukur, yang dapat diukur hanyalah perubahannya. energi internal tidak dapat diukur karena
materi harus bergerak dengan kecepatan sebesar kuadrat kecepatan cahaya sesuai persamaan Einstein
(E = mc2). Di alam, yang tercepat adalah cahaya. Perubahan energi internal ditentukan oleh keadaan
akhir dan keadaan awal ( ΔU = Uakhir – Uawal).Kalor adalah tenaga panas yang dapat diterima dan
diteruskan oleh satu benda ke benda lain secara hantaran (konduksi), penyinaran (radiasi), atau aliran
(konveksi).

Kalor adalah bentuk energi yang berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah. Jika suatu benda
menerima/melepaskan kalor maka suhu benda itu akan naik/turun atau wujud benda berubah. Nilai
positif untuk q menyatakan bahwa kalor diserap oleh sistem dari sekelilingnya. Suatu nilai negatif
dari q berarti bahwa sistem memberikan kalor kepada sekelilingnya. Perubahan energi dalam, U yang
dihasilkan oleh perpindahan kalor q ke sistem, bila tak ada kerja yang dilakukan dinyatakan sebagai:

∆U = q (tidak ada kerja yang dilakukan)

Perubahan entalpi pelarutan adalah kalor yang menyertai proses penambahan sejumlah tertentu
zat terlarut terhadap zat pelarut pada suhu dan tekanan tetap.

Setiap zat mempunyai Partikel (Atom atau Molekul) yang selalu bergerak (Translasi, Rotasi,
dan Vibrasi). Jumlah total ketiga Energi itu disebut Energi Dalam (U). Nilai mutlak dari U tidak dapat
ditentukan dan bergantung pada nilai T, yakni : Nilai U akan naik ketika T naik.

Zat tidak hanya memiliki Energi Dalam, tapi juga memiliki Tekanan (P) dan Volume (V).
Perkalian antara P dan V juga merupakan Energi yang dimiliki Zat. Energi Total suatu zat disebut
Entalpi (H).

H = U + PV

Nilai mutlak H tidak dapat diketahui, tapi bila suatu zat mengalami peristiwa Kimia atau Fisika
dapat dihitung perubahan nilai entalpi (∆H) nya. Contoh dalam reaksi :

AB + CD AC + BD

Perubahan Entalpi reaksi adalah perbedaan jumlah entalpi hasil reaksi (produk) dikurang jumlah
entalpi pereaksi (reaktan).

∆Hreaksi = (∆AC + ∆BD) – (∆AB + ∆CD)

Nilai ∆ dapat bernilai negatif (Eksoterm ) dan positif ( Endoterm ). Hukum Hess menunjukan
hubungan satu kalor dengan reaksi beberapa kalor pereaksi lainnya. Hess membuat pernyataan yang
disebut Hukum Hess.

“Kalor reaksi tidak bergantung pada tahapan reaksi yang ditempuh, tetapi bergantung
pada keadaan awala dan keadaan akhir”.

Hukum Hess biasanya digunakan untuk menghitung Entalpi Reaksi yang menghasilkan lebih
dari satu produk murni ( Tim Kimia Fisika, 2014 : 50-51).

Perubahan suhu yang menyertai reaksi kimia menunjukan adanya perubahan energi dalam
bentuk kalor pada pereaksi dan hasil reaksi. Kalor yang diserap akan dibebaskan oleh sistem
menyebabkan suhu sistem akan berubah. Secara sederhana kalor tersebut dapat dihitung dengan
rumus :

q = m x c x ∆t

q = Kalor pereaksi, m = massa, c = massa jenis, ∆t = perubahan suhu


Perubahan entalpi (∆H) reaksi adalah q untuk jumlah mol pereaksi atau hasil suatu reaksi sesuai
persamaan reaksi, disertai tanda positif (endoterm) atau negatif (eksoterm) ( Kartini, 2013 : 32).

Banyaknya kalor yang dihasilkan dalam suatu reaksi dapat dihitung dengan menggunakan
Kalorimeter. Kalor dapat diukur dengan menggunakan jalan jumlah total kalor yang diserap
lingkungan dan kalor yang diserap air. Menurut Hukum Hess, apabila suatu reaksi dapat dinyatakan
sebagai penjumlahan aljabar dari dua reaksi atau lebih, maka kalor reaksinya juga merupakan kalor
penjumlahan aljabar ( Attkins, 1994 : 154 ).

Eksperimen ini bertujuan untuk memahami Hukum Hess yang menyatakan bahwa reaksi yang
terjadi tidak bergantung pada jalannya reaksi tetapi bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir.
Sehingga dapat ditempuh dengan cara lebih dari satu arah.

Hukum Hess adalah sebuah hukum dalam kimia fisik untuk ekspansi Hess dalam siklus Hess.
Hukum ini digunakan untuk memprediksi perubahan entalpi dari hukum kekekalan energi (dinyatakan
sebagai fungsi keadaan ΔH).

Menurut hukum Hess, karena entalpi adalah fungsi keadaan, perubahan entalpi dari suatu reaksi
kimia adalah sama, walaupun langkah-langkah yang digunakan untuk memperoleh produk berbeda.
Dengan kata lain, hanya keadaan awal dan akhir yang berpengaruh terhadap perubahan entalpi, bukan
langkah - langkah yang dilakukan untuk mencapainya.

Hal ini menyebabkan perubahan entalpi suatu reaksi dapat dihitung sekalipun tidak dapat diukur
secara langsung. Caranya adalah dengan melakukan operasi aritmatika pada beberapa persamaan
reaksi yang perubahan entalpinya diketahui. Persamaan-persamaan reaksi tersebut diatur sedemikian
rupa sehingga penjumlahan semua persamaan akan menghasilkan reaksi yang kita inginkan. Jika suatu
persamaan reaksi dikalikan (atau dibagi) dengan suatu angka, perubahan entalpinya juga harus dikali
(dibagi). Jika persamaan itu dibalik, maka tanda perubahan entalpi harus dibalik pula (yaitu menjadi
-ΔH).

Selain itu, dengan menggunakan hukum hess, nilai ΔH juga dapat diketahui dengan
pengurangan entalpi pembentukan produk - produk dikurangi entalpi pembentukan reaktan. Secara
matematis

ΔH = ΔHfP - ΔH fR

Perubahan entalpi suatu reaksi juga dapat diramalkan dari perubahan entalpi pembakaran
reaktan dan produk, dengan rumus

ΔH= -ΔHCP + ΔHCR

Pada percobaan ini akan diperiksa berlakunya hukum hess yang menyatakan bahwa perubahan
entalpi hanya tergantung pada keadaan aw al dan keadaan akhir sistem dan tidak bergantung pada
jalannya reaksi.
Eksperimen Hukum Hess bertujuan untuk menentukan panas pelarutan dengan reaksi secara
tidak langsung . Panas pelarutan merupakan panas yang dilepaskan atau diserap apabila satu mol
senyawa dilarutkan dalam sejumlah pelarut. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
metode kalorimetri, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan nilai kalor berdasarkan
pengamatan perubahan suhu dalam sistem adiabatik, dengan menggunakan alat yang dinamakan
kalorimeter. Eksperimen ini dilakukan dengan perlakuan dua arah. Arah satu dilakukan dengan
menambahkan HCl dalam NaOH, sedangkan arah dua dengan menambahkan NaOH dalam HCl.
Eksperimen yang telah dilakukan berhasil membuktikan bahwa Hukum Hess berlaku pada reaksi
dimana reaksi yang terjadi tidak bergantung pada jalannya reaksi tetapi bergantung pada keadaan awal
dan keadaan akhir.

Banyaknya kalor yang dihasilkan dalam suatu raksi kimia dapat diukur dengan menggunakan
kalorimerter. Kalor dapat diukur dengan menggunakan jalan jumlah total kalor yang disetiap
lingkungan kalor yang diserap air merupakan hasil dari perkalian antara massa, kalor jenis dan
kenaikan suhu. sedangkan kalor yang diserap komponen lingkungannya yaitu, tom, pengaduk.
termometer dan lain sebaainya. Merupakan hasil kali jumlah kapasitas kalor komponen-komponen ini
dengan suhu. Dari sini dapat diketahui bahwa

Penjumlahan kalor dapat diterapkan melalui hukum Hess (Atkins, 1999) Perubahan suhu yang
menyertai reaksi kimia menunjukkan adanya perubahan energi dalam bentuk kalor pasa pereaksi dan
hasil reaksi. Kaler yang diserap akan dibebaskan oleh sistem menyebabkan suhu sistem berubah.
Secara sederhana kalor tersebut dapat dihitung dengan rumus:

q = m. c. ∆T

q = kalor reaksi (Q)

∆T = perubahan suhu ("C. ∙K)

m = massa sistem gerak (gram)

c = kalor jenis sistem (J/g ∙K)

Perubahan entalpi (∆H) reaksi adalah q untuk jumlah mol pereaksi/ hasil reaksi sesuai
persamaan reaksi, ditandai tanda positif (reaksi endoterm) dan negatif (reaksi eksoterm) (Kartimi,
2013:32).

Hukum Hess adalah sebuah hukum dalam fisika untuk ekspansi Hess dalam siklus Hess. Hukum
ini digunakan untuk memprediksi perubahan entalpi dari hukum kekealan energi (dinyatakan sebagai
fungsi dari keadaan ∆H).

Hukum Hess menyatakan bahwa besaranya entalpi dari suatu reaksi tidak ditentukan oleh jalan
atau tahap reaksi, tetapi hanya ditentukan oleh keadaan awal dan keadaan akhir suatu reaksi. Setelah
itu hukum Hess juga menyatakan bahwa entalpi suatu reaksi merupakan jumlah total dari penjumlahan
kalor reaksi tiap satu mol dari masing-masing tahap atau orde reaksi. Sehingga besarnya H dapat
ditentukan hanya dengan mengetahui kalor reaksinya saja. Dasar dari hukum Hess ini adalah entalpi
atau energi internal artinya besaran yang tidak tergantung pada jalannya reaksi. Suatu reaksi kadang-
kadang tidak hanya berlangsung melalui stu jalur akan tetapi juga melalui jalur lain dengan hasing
yang diperoleh adalah sama.

Salah satu manfaat hukum Hess adalah kita dapat menghitung entalpi suatu reaksi yang sangat
sulit sekali diukur di laboratorium. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan hukum Hess
adalah:

1. Kita dapat mengombinasikan beberapa reaksi yang telah diketahui entalpinya untuk
memperoleh entalpi reaksi yang kita cari.

2. Kebalikan dari suatu reaksi mengakibatkan perubahan tanda entalpi, artinya jika suatu reaksi
berjalan secara eksoterm maka kebalikan reaksi tersebut adalah endoterm dengan tanda entalpi yang
saling berlawanan.

Dengan melakukan perubahan entalpi dari suatu reaksi kita terlebih dahulu harus memahami
bahwa perubahan entalpi berbanding lurus denfan jumlah zat yang terlibat dalam reaksi berbalik.
Konsep ini sangat berguna dalam memahai tentang hukum Hess ini (Atkins, 1999).

Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat ditulis sebagai rangkaian banyak reaksi kimia. Jika
seseorang mengetahui panas reaksi yang diinginkan dapat dihitung dengan menambahkah atau
mengurangi panas dari masing-masing tahap Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau
dikurangi secara aljabar disebut hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan (Farington, 1987).

Suatu reaksi tekadang tidak hanya berlangsung satu tahap jalur. Suatu reaksi dapat pula melalui
jalur yang lain dengan hasil akhir yang sama. Berikut merupakan penggambaran dari reaksi yang
melewati dua jalir reaksi.

Namun, dapat pula arah yang ditempuh suatu reaksi tidak hanya 1 dan 2. melainkan juga bisa
tehadap arah 3, 4 dan seterusya pada percobaan ini akan dilihat apakah eaksi dengan arah 1 sama
dengan pada reaksi dengan arah 2. Pada percobaan ini akan dilakukan dengan arah 2. Pada percobaan
ini akan dilakukan perhitungan entalpi dari 3 buah reaksi :

Reaksi 1: NaOH (s) + H2O (aq) → NaOH (aq)

Reaksi 2: NaOH (s) + HCl (aq) → NaCl (aq) + H2O (1)


Reaksi 3: NaOH (aq) + HCl (aq) → NaOH (aq) + H2O (1)

Termokimia terutama berhubungan dengan pengaruh kalor yang menyertai reaksi reaksi kimia.
Dalam termokimia diketahui beberapa gagasan tentang sifat kalor dan pengukurannya, serta
perbedaan antara kalor dan kerja, yaitu dua bentuk perpindahan energi dalam reaksi-reaksi kimiawi.

Reaksi-reaksi pembakaran dapat berlangsung pada kalorimeter bom, yaitu alat yang
menggunakan kalor reaksi untuk mengubah suhu air dan benda-benda lain di dalam lingkungannya.
Bagaimanapun, reaksi-reaksi kimia umumnya tidak berlangsung seperti pada keadaan kalorimeter
bom. Reaksi sering dilakukan pada wadah yang terbuka terhadap atmosfir dan pada tekanan atmosfir
konstan. Untuk tujuan ini perlu didefinisikan fungsi keadaan dari termodinamika, yaitu entalpi (H),
yang perubahannya (∆H) berhubungan dengan pengaruh kalor tekanan konstan tetap.

Untuk proses-proses tertentu, nilai ∆H dapat ditentukan dalam kalorimeter yang sederhana.
Untuk reaksi lainnya ∆H ditentukan secara tidak langsung. Hukum Hess mengizinkan suatu proses
dipecah-pecah menjadi beberpa tahap dan ∆H proses diperoleh dengan menjumlahkan nilai ∆H tiap
tahap. Penentuan ∆H juga dapat diselesaikan dengan menetapkan entalpi sebesar nol untuk unsur-
unsur yang keadaannya paling stabil pada 1 atm. Dengan dasar inilah kemudian didapatkan entalpi
(kalor) pembentukan molar baku dari suatu senyawa (∆H). Data ini dikumpulkan dalam tabe! yang
lebih lengkap dan digunakan dalam perhitungan yang melibatkan hukum Hess.

Hukum yang sering dinyatakan sebagai penjumlahan kalor (panas) disebut hukum Hess. Hukum
Hess menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah jumlah total perubahan entalpi untuk tiap tahapnya.
Hukum Hess juga dinyatakan sebagai berikut: " Bila reaktan diubah menjadi produk, perubahan
entalpinya sama, terlepas apakah reaksi berlangsung dalam satu tahap atau dalam beberapa tahap ".

Beberapa aturan dalam perhitungan hukum Hess yang melibatkan persamaan reaksi kimia yaitu:

1. Perubahan entalpi untuk produk akhir ∆H3 dapat dinyatakan dengan menjumlahkan dua
persamaan reaksi kimia dengan perubahan entalpi ∆H1 dan ∆H2 yaitu:
∆H3 = ∆H1 + ∆H2

2. Untuk reaksi yang arahnya dibalik, nilai perubahan entalpi untuk reaksi akhirnya, ∆H
sebaliknya dapat dinyatakan dengan:

∆H (reaksi balik) = -∆H (reaksi ke depan)


Hukum Hess dapat dijelaskan dengan diagram sebagai berikut:

Gambar 1. Berlangsungnya reaksi dalam 2 proses yang berbeda.

Gambar di atas menunjukkan reaksi antara A dan B membentuk produk C dan D melalui 2 jalur,
yaitu jalur arah I dan jalur arah 2. Menurut hukum Hess kalor reaksi tidak bergantung pada jalannya
proses tetapi hanya bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir.

Pada percoban ini, akan dilihat energi reaksi antara NaOH dengan HCI pada arah 1 dan arah 2.
Reaksi yang terjadi jika NaOH padat direaksikan dengan HCl adalah sebagai berikut

Arah 1: Padatan NaOH dilarutkan dalam air menghasilkan larutan NaOH, kemudian larutan
NaOH tersebut direaksikan dengan larutan HCl 4 M menghasilkan larutan NaCI dengan konsentrasi
4 M.

NaOH(s) + H2O → NaOH(aq) ∆H1

NaOH(aq) + HCl(aq, 4 M) → NaCl(aq, 4 M) + H2O (I) ∆H2

Arah 2: HCI pekat (12,063 M) dilarutkan dalam air menghasilkan larutan HCl 4 M. selanjutnya
ditambahkan NaOH menghasilkan larutan NaCl dengan konsentrasi 4 M.

HCI (aq, 12,063 M) + H2O (1)→ HCl (aq, 4 M) ∆H3

HCI (aq, 4 M) + NaOH (s)→ NaCl (aq, 4 M) + H2O (1) ∆H4


Reaksi di atas dapat digambarkan seperti diagram berikut ini.

Gambar 2. Diagram reaksi antara NaOH dan HCl dalam 2 proses yang berbeda.

∆H arah 1 = ∆H + ∆H2

∆H arah 2 = ∆H3 + ∆H4

Menurut hukum Hess bahwa ∆H arah 1 = ∆H arah 2.

Dasar Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi
kimia. Sedangkan energi kimia didefinisikan sebagai energi yang dikandung setiap unsur atau
senyawa. Energi kimia yang terkandung dalam suatu zat adalah semacam energi potensial zat tersebut.
Energi potensial kimia yang terkandung dalam suatu zat disebut panas dalam atauentalpi dan
dinyatakan dengan simbol H.

Selisih antara entalpi reaktan dan entalpi hasil pada suatu reaksi disebut perubahan entalpi
reaksi. Perubahan entalpi reaksi diberi simbol ΔH. Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari
perubahan kalor atau panas suatu zat yang menyertai suatu reaksi atau proses kimia dan fisika disebut
termokimia. Secara operasional termokimia berkaitan dengan pengukuran dan pernafsiran perubahan
kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan, dan pembentukan larutan.

Termokimia merupakan pengetahuan dasar yang perlu diberikan atau yang dapat diperoleh dari
reaksi-reaksi kimia, tetapi juga perlu sebagai pengetahuan dasar untuk pengkajian teori ikatan kimia
dan struktur kimia. Fokus bahasan dalam termokimia adalah tentang jumlah kalor yang dapat
dihasilkan oleh sejumlah tertentu pereaksi serta cara pengukuran kalor reaksi.

Termokimia merupakan penerapan hukum pertama termodinamika terhadap peristiwa kimia


yang membahas tentang kalor yang menyertai reaksi kimia. II.2. Termodinamika I Termodinamika
kimia dapat didefenisikan sebagai cabang kimia yang menangani hubungan kalor, kerja dan bentuk
lain energy, dengan kesetimbangan dalam reaksi kimia dan dalam perubahan keadaan.

Termokimia erat kaitannya dengan termodinamika, karena termokimia menangani pengukuran


dan penafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan dan pembentukan
larutan. Penerapan hukum termodinamika pertama dalam bidang kimia merupakan bahan kajian dari
termokimia.” Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari satu bentuk ke
bentuk yang lain, atau energi alam semesta adalah konstan.”

Banyaknya kalor yang dihasilkan dalam suatu reaksi kimia dapat diukur dengan menggunakan
kalorimeter. Kalor dapat diukur dengan menggunakan jalan jumlah total kalor yang disetiap
lingkungan kalor yang diserap air merupakan hasil dari perkalian antara massa, kalor jenis dan
kenaikkan suhu, sedangkan kalor yang diserap komponen lingkungan lain yaitu tom, pengaduk,
termometer, dan lain sebagainya. Merupakan hasil kali jumlah kapasitas kalor komponen-komponen
ini dengan suhu. Dari sini dapat diketahui bahwa penjumlahan kalor dapat diterapkan melalui hukum
Hess (Attkins, 1999).

Hukum Hess adalah sebuah hukum dalam kimia fisik untuk ekspansi Hess dalam siklus Hess.
Hukum ini digunakan untuk memprediksi perubahan entalpi dari hukum kekekalan energi (dinyatakan
sebagai fungsi dari keadaan H).

Hukum Hess menyatakan bahwa besarnya entalpi dari suatu reaksi tidak ditentukan oleh
jalan atau tahap reaksi, tetapi hanya ditentukan oleh jalan atau tahap reaksi, tetapi hanya ditentukan
oleh keadaan awal dan keadaan akhir suatu reaksi. Setelah itu hukum Hess juga menyatakan bahwa
entalpi suatu reaksi merupakan jumlah total dari penjumlahan kalor reaksi tiap satu mol dari masing-
masing tahap atau orde reaksi. Sehingga besarnya H dapat ditentukan hanya dengan mengetahui kalor
reaksinya saja. Dasar dari hukum Hess ini adalah entalpi atau energi internal artinya bersaran yang
tidak tergantung pada jalannya reaksi. Suatu reaksi kadang-kadang tidak hanya berlangsung melalui
satu jalur akan tetapi bisa juga melalui jalur lain dengan hasil yang diperoleh adalah sama.

Hukum Hess menyatakan bahwa besarnya entalpi dari suatu reaksi tidak ditentukan oleh jalan
atau tahap reaksi, tetapi hanya ditentukan oleh jalan atau tahap reaksi, tetapi hanya ditentukan oleh
keadaan awal dan keadaan akhir suatu reaksi. Setelah itu hukum Hess juga menyatakan bahwa entalpi
suatu reaksi merupakan jumlah total dari penjumlahan kalor reaksi tiap satu mol dari masing-masing
tahap atau orde reaksi. Sehingga besarnya H dapat ditentukan hanya dengan mengetahui kalor
reaksinya saja. Dasar dari hukum Hess ini adalah entalpi atau energi internal artinya bersaran yang
tidak tergantung pada jalannya reaksi. Suatu reaksi kadang-kadang tidak hanya berlangsung melalui
satu jalur akan tetapi bisa juga melalui jalur lain dengan hasil yang diperoleh adalah sama.

Avoiser dan Laplace mengenal bahwa kalor yang diabsorbsi dalam penguraian senyawa harus
sama dengan kalor yang dilepaskan dalam pembentukkannya pada kondisi yang sama. Hess
menunjukkan bahwa kalor dari reaksi kimia total pada tekanan tetap adalah sama tanpa
memperhatikan tahap antara yang terjadi. Prinsip ini adalah kesimpulan dari hukum Termodinamika
I dan sebagai akibat bahwa entalpi adalah suatu fungsi keadaan (Farrington, 1987).

G.H. Hess mengeluarkan hukumnya yang menyatakan bahwa jumlah aljabar panas reaksi yang
dibebaskan atau diserap tidak bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem tersebut.
Hukum Hess secara praktis dapat diartikan bahwa jumlah entalpi reaksi total H dapat diperoleh dengan
menjumlahkan entalpi reaksi antara entalpi awal reaksi dan entalpi akhir reaksi seperti halnya reaksi
kimia pada umumnya.

Jika sebuah sistem bebas untuk mengubah volumenya terhadap tekanan luar yang tetap,
perubahan energi dalamnya tidak lagi sama dengan energi yang diberikan sebagai kalor. Energi yang
diberikan sebagai kalor diubah menjadi kerja untuk memberikan tekanan balik terhadap lingkungan.
Pada tekanan tetap kalor yang diberikan sama dengan perubahan dalam sifat termodinamika yang lain
dari sistem yaitu entalpi H (Atkins, 1999).

Suatu reaksi kadang-kadang tidak hanya berlangsung pada satu jalur, akan tetapi bisa juga
melalui jalur yang lain dengan memberikan hasil yang sama. Tetapi mungkin juga arah yang ditempuh
tidak hanya satu atau dua, melainkan terdapat arah 3 dan 4 dan seterusnya. Pada percobaan ini dilihat
apakah energi pada reaksi 1 sama dengan energy pada reaksi dengan arah 2. Jika natrium hidroksida
dapat direaksikan dengan asam klorida (4M), maka reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

Arah 1

NaOH (s) + aq → NaOH (aq, 4M) ∆H1

NaOH (aq, 4M) + HCl (aq, 4M) → NaCl (aq, 2M) + H2O (ℓ) ∆H 2

Arah 2

HCl (aq, 4M) + aq → HCl (aq, 2M) ∆H 3

HCl (aq, 2M) + NaOH (s) → NaCl (aq, 2M) + H2O (ℓ) ∆H 4

Dimana :

s = Padatan

ℓ = Cairan

aq = Air ditambahkan sampai mencapai konsentrasi yang dimaksud.

Hal yang menyebabkan perubahan entalpi suatu reaksi dapat dihitung sekalipun tidak dapat
diukur secara langsung. Caranya adalah dengan melakukan operasi aritmatika pada beberapa
persamaan reaksi yang perubahan entalpinya diketahui. Persamaan-persamaan reaksi tersebut diatur
sedemikian rupa sehingga penjumlahannya semua persamaan akan menghasilkan reaksi yang kita
inginkan. Jika suatu persamaan reaksi dikalikan (atau dibagi) dengan satu angka, perubahan
entalpinya juga harus dikali (dibagi). Jika persamaan dibalik, maka tanda perubahan entalpi juga harus
dibalik (yaitu menjadi -∆H) (Moree, 2005).

Selain itu, dengan menggunakan hukum Hess, nilai ∆H juga dapat diketahui dengan
pengurangan entalpi pembentukan produk-produk dikurangi entalpi pembentukan reaktan (Attkins,
1999).

Secara sistematis

∆H o = ∑ (∆H o + produk) – S(∆H of reaktan)

Untuk reaksi-reaksi lainnya secara umum

∆H o = ∑ (∆H o produk) - S(∆H o reaktan)

Hukum Hess menyatakan bahwa perubahan entalpi keseluruhan dari suatu proses hanya
tergantung pada keadaan awal dan akhir reaksi dan tidak tergantung pada rute atau langkah-langkah
diantaranya. Dengan mengetahui DHf (perubahan entalpi pembentukan) dari reaktan dan produknya,
dapat diramalkan perubahan entalpi reaksi apapun dengan rumus.

∆H = -∆HcP + ∆HcR

Untuk menentukan entalpi suatu reaksitunggal maka kita bisa mengkombinasikan beberapa
reaksi sebagai “jalan” untuk menentukan entalpi reaksi tunggal tersebut. Hasil akhir yang akan kita
peroleh akan menunjukkan nilai yang sama, sebagai contoh:

Entalpi pembentukan NO2 dapat kita cari dari reaksi berikut.

N2(g) + O2(g) → 2NO2(g) DH = 68 KJ

Dengan mengetahui entalpi standar pembentukan NO2 maka kita bisa menghitung besarnya
berapa nilai entalpi untuk reaksi diatas. Atau kita bisa menghitungnya dengan menggunakan
kombinasi beberapa reaksi (minimal 2 reaksi dan bahkan bisa mendapatkan lebih), reaksinya sebagai
berikut:

N2(g) + O2(g) à 2NO2(g) DH = 68 KJ

Dengan mengetahui entalpi standar pembentukan NO2 maka kita bisa menghitung
besarnya berapa nilai entalpi untuk reaksi diatas. Atau kita bisa menghitungnya dengan menggunakan
kombinasi beberapa reaksi (minimal 2 reaksi dan bahkan bisa mendapatkan lebih), reaksinya sebagai
berikut:

N2(g) + O2(g) → 2NO(g) ∆H = 180 KJ

2NO(g) + O2(g) → 2NO2(g) ∆H = - 112 KJ

N2(g) + O2(g) → 2NO2(g) ∆H = 68 KJ


Dengan mengetahui besarnya entalpi reaksi I dan II diatas maka kita bisa mencari entalpi
pembentukan NO2. Tentu saja kita harus mengatur satu reaksi dengan reaksi lain agar nantinya jika
semua reaksi dijumlahkan akan diperoleh reaksi yang akan diinginkan.

Salah satu manfaat hukum Hess adalah kita dapat menghitung entalpi suatu reaksi yang
sangat sulit sekali diukur dilaboratorium. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan hukum
Hess adalah

- Kita dapat mengkombinasikan beberapa reaksi yang telah diketahui entalpinya untuk
memperoleh entalpi reaksi yang kita cari.

- Kebalikan dari suatu reaksi mengakibatkan perubahan tanda entalpi, artinya jika suatu reaksi
berjalan secara secara eksoterm maka kebalikan reaksi tersebut adalah endoterm dengan tanda
entalpi yang saling berlawanan.

N2 (g) + 2O2 (g) → 2NO2 (g) ∆H = 68 KJ

2NO2 (g) → N2 (g) + 2O2 (g) ∆H = 68 KJ

- Jika suatu reaksi dikalikan dengan suatu bilangan maka entalpi reaksi tersebut juga harus
dikalikan dengan bilangan yang sama.

N2(g) + 2O2(g) → 2NO2(g) ∆H = 68 KJ

2N2(g) + 4O2(g) → 4NO2(g) ∆H = 136 KJ

Dengan melakukan perubahan entalpi dari suatu reaksi kita terlebih dahulu harus memahami
bahwa perubahan entalpi berbanding lurus dengan jumlah zat yang terlibat dalam reaksi berbalik.
Konsep ini sangat berguna dalam memahami tentang hukum Hess ini (Attkins, 1999).

Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat ditulis sebagai rangkaian banyak reaksi kimia. Jika
seseorang mengetahui panas reaksi yang diinginkan dapat dihitung dengan menambahkan atau
mengurangi panas dari masing-masing tahap. Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau
dikurangi secara aljabar disebut hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan (Farington, 1987).

Bunyi hukum Hess: “Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi kimia
tidak tergantung pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir” (Attkins, 1999)”

Dalam literatur internasional, sementara konsep alam sains telah dilihat sebagai tujuan penting
bagi siswa untuk belajar sains selama seratus tahun terakhir (Lederman, 2006), konsep ini di negara
kita telah dicoba untuk diintegrasikan ke dalam program pengajaran di tahun terakhir. Institusi dan
organisasi penting seperti National Science Teachers Association (NSTA, 1982), American
Association for the Advancement of Science (AAAS, 1993) dan National Research Council (NRC,
1996) telah menekankan pentingnya sifat konsep sains. . Subdimensi hakikat sains dinyatakan sebagai
empirisme, subjektivitas, kemampuan berubah, imajinasi dan kreativitas, pengaruh sosial dan budaya,
perbedaan pengamatan dan inferensi, perbedaan antara teori dan hukum (AAAS, 1990, 1993; Millar
dan Osborne, 1998; NRC , 1996).

Pemahaman tentang hakikat sains diklaim memiliki peran penting dalam memahami sains dan
nilai sains sebagai bagian dari budaya kontemporer, mengelola perangkat dan proses teknologi, serta
memutuskan isu-isu sosio-ilmiah (Driver, Leach, Millar, dan Scott, 1996). Program pengajaran kimia
yang direvisi kembali pada tahun 2013, menekankan pentingnya peningkatan tingkat pemahaman
siswa tentang hakikat sains (MEB, 2013). Tujuannya di sini adalah untuk melatih individu-individu
yang melek sains yang mengetahui apa itu sains dan bagaimana menggunakan sains dalam kehidupan
sehari-hari. Literasi ilmiah dapat didefinisikan sebagai orang yang memahami hakikat sains dan
subdimensinya serta dapat menggunakan keterampilan proses ilmiah. Seperti yang dapat dipahami
dari definisi, literasi sains dan sifat sains adalah konsep yang saling terkait. Oleh karena itu
diperkirakan bahwa individu yang memahami sifat sains dan subdimensinya akan dapat memahami
konsep kimia dengan lebih mudah.

Hukum Hess adalah korelasi dalam Kimia Fisik (Spera & Liebman, 2018). Undang-undang
tersebut menjelaskan bahwa jumlah total perubahan entalpi selama reaksi kimia lengkap mirip dengan
reaksi yang didasarkan pada satu langkah atau beberapa langkah (Sciubba, 2016).

kimia melibatkan proses perubahan yang diamati dalam hal (misalnya, perubahan warna, bau,
dan gelembung) dalam dimensi makroskopik atau laboratorium, tetapi dalam hal perubahan yang
tidak dapat diamati dengan mata, seperti perubahan struktur atau proses pada tingkat molekuler sub-
mikro atau imajiner hanya dapat dilakukan melalui pemodelan. Perubahan pada tingkat molekuler
tersebut kemudian digambarkan pada tingkat simbolik abstrak dalam dua cara, yaitu secara kualitatif
menggunakan notasi khusus, bahasa, diagram, dan secara simbolis dan kuantitatif menggunakan
matematika (persamaan dan grafik).

Definisi ireversibilitas reaksi (reversibilitas) yang tersedia sekarang dalam literatur tidak
memungkinkan untuk menentukan kekhasan reaksi ini sebelum praktik. Selain itu, dalam istilah
matematika, definisi seperti itu tidak universal dan sebenarnya mengarah pada penolakan kesamaan
dalam proses fisikokimia, khususnya dalam gelombang pembakaran. Kami telah menganggap
ireversibilitas reaksi dari sudut pandang matematika sebagai kemandirian laju reaksi pada konsentrasi
produk secara langsung. Akibatnya, dalam hal bilangan Lei, kami telah merumuskan kondisi yang
cukup untuk entalpi reagen menjadi diferensial lengkap (atau potensial termodinamika) dan
independen dari jalur reaksi. Dan sebaliknya, kondisi yang diperlukan untuk entalpi reagen tersebut
sangat bergantung pada jalur reaksi (Le ≌ 1). Perbandingan kesimpulan yang kami peroleh dengan
data dari eksperimen yang tersedia dalam literatur menunjukkan kesepakatan yang baik dengan
mereka dan menempatkan keunggulan pada pertanyaan menentukan ireversibilitas (reversibilitas)
reaksi dalam komunitas ilmiah. Kami telah menunjukkan bahwa nilai kecil dari koefisien difusi reagen
Di dibandingkan dengan koefisien difusivitas termal , dan dengan mereka, bilangan Lewis kecil yang
sesuai (Lei = Di /κ << 1) untuk sistem sintesis pembakaran yang paling heterogen, adalah kondisi yang
cukup untuk entalpi reaksi (H) menjadi diferensial lengkap dari keadaan sistem dan, sebaliknya,
kesamaan yang kuat muncul antara entalpi dan bidang konsentrasi di Le ≌ 1.
Hukum pertama termodinamika atau hukum Hess ditemukan oleh Germain Henri Hess (1802-
1850). Hukum menetapkan keterkaitan cara reaksi kimia dengan perubahan entalpi pada setiap titik
dari cara ini. Dengan analogi dengan medan potensial, seperti medan berat dan medan listrik stasioner,
dinyatakan bahwa kenaikan entalpi tidak bergantung pada bentuk cara reaksi: ΔH13 = ΔH12 + ΔH23
(1), lihat Gambar 1. Entalpi berfungsi sebagai potensial laju reaksi, yaitu, entalpi sistem yang bereaksi
sebagai tinggi dalam medan berat atau potensial listrik, juga merupakan potensial dan kenaikannya
dari titik awal (1) ke titik finish (3) menentukan laju transformasi kimia pada poin 1-3. Sayangnya,
penggunaan hukum Hess yang paling luas dan universal dalam berbagai buku teks kimia telah
menghalangi sikap rasional dan kritis terhadapnya di antara para penggunanya. Oleh karena itu, baik
dalam pendidikan maupun dalam literatur ilmiah, pertanyaan tentang batasan penerapan rasio (1) tidak
diangkat dan belum dipertimbangkan. Mari kita pertimbangkan reaksi dari jenis "gas-padat" yang
menghasilkan spesies yang mungkin bermuatan atau reaktan antara.

Gambar 1. Urutan transformasi ireversibel (panah padat) atau reversibel (padat + panah putus-putus) selama
reaksi kimia

Kami akan membuktikan bahwa, bergantung pada nilai bilangan Lewis, medan entalpi produk
dan reaktan awal atau antara mungkin sama sekali berbeda: dari yang potensial murni hingga medan
yang sepenuhnya linier atau pusaran. Gambar 1 mengilustrasikan urutan reversibel dan ireversibel [1]
dari transformasi fasa selama reaksi kimia.

Gambar 2. Kemandirian entalpi pereaksi pada reaksi heterogen di Lei << 1: H13 = H12 + H23

Gambar 3. Ketergantungan linier entalpi pada konsentrasi reagen reaksi pada Lei ≈= 1.A Kesamaan
medan entalpi (suhu) dan konsentrasi reagen.
Teori ledakan termal (TE) saat ini [4]-[7] telah dikembangkan lebih disukai untuk sistem
terkonsentrasi saja (ledakan titik atau reaktor berpengaduk ideal). Tidak ada distribusi suhu atau
konsentrasi reagen yang diperhitungkan. Dalam formulasi seperti itu, teori TE mempertahankan
bentuk teori TE yang dikembangkan oleh N. N. Semenov [8] (teori Semenov TE).
Mari kita pertimbangkan ekspresi dasar untuk entalpi reaksi heterogen ireversibel :

Dimana H adalah entalpi reaksi, a adalah konsentrasi awal reagen, Q adalah pelepasan kalor
reaksi, u adalah kecepatan gelombang pembakaran 1D yang didukung oleh reaksi, dan x adalah
koordinat ruang.
Sebagai salah satu dapat dengan mudah menyimpulkan dari persamaan. (1), solusi persamaan
memiliki bentuk:

H = H0 + Q . [1 - a]
yang merupakan integral pertama dari masalah difusi-termal satu dimensi [3]
Pada Lei << 1, kita dapat melihat dari persamaan (1, 2) bahwa entalpi reaksi tidak tergantung
pada konsentrasi reagen dan akibatnya pada laju reaksi serta pada cara reaksi. Sementara pada Lei >
1, sesuai dengan batas nyala gas atau campuran mula-mula yang digranulasi dari bubuk yang bereaksi,
fungsi entalpi reaksi berhubungan secara linier dengan konsentrasi reagen dan ada kesamaan yang
terkenal antara medan entalpi dan konsentrasi , yaitu, alih-alih dua variabel: H, a. Kita harus
menemukan hanya satu dari mereka yang mengurangi jumlah persamaan yang harus diselesaikan
akhirnya
Menurut Kartimi, (2014: 17), perubahan suhu yang menyertai reaksi kimia menunjukan adanya
perubahan energi dalam bentuk kalor pada pereaksi dan hasil reaksi. Kalor yang diserap akan
dibebaskan oleh sistem menyebabkan suhu sistem berubah. Secara sederhana kalor tersebut dapat
dihitung dengan rumus : q = m. c. ∆t.

Di mana:

q = kalor reaksi (Q) m = massa sistem (gram)

∆t = perubahan suhu (oC, K) c = kalor jenis sistem (j/g.K)

Perubahan entalpi (∆H) reaksi adalah q untuk jumlah mol pereaksi/hasil reaksi sesuai persamaan
reaksi, disertai tanaada positif (reaksi endoterm) negatif (rekasi eksoterm).

Perubahan entalpi pelarutan adalah kalor yang menyertai proses penambahan sejumlah tertentu
zat terlarut terhadap zat pelarut pada suhu dan tekanan tetap. Setiap zat mempunyai Partikel (Atom
atau Molekul) yang selalu bergerak (Translasi, Rotasi, dan Vibrasi). Jumlah total ketiga Energi itu
disebut Energi Dalam(U). Nilai mutlak dari U tidak dapat ditentukan dan bergantung pada nilai T,
yakni :Nilai U akan naik ketika T naik. Zat tidak hanya memiliki Energi Dalam, tapi juga memiliki
Tekanan (P) dan Volume (V). Perkalian antara P dan V juga merupakan Energi yang dimiliki Zat.
Energi Total suatu zat disebut Entalpi (H). H = U + PV Nilai mutlak H tidak dapat diketahui, tapi bila
suatu zat mengalami peristiwa Kimia atau Fisika dapat dihitung perubahan nilai entalpi (∆H) nya.
Contoh dalam reaksi : AB + CD AC + BD Perubahan Entalpi reaksi adalah perbedaan jumlah entalpi
hasil reaksi (produk) dikurang jumlah entalpi pereaksi (reaktan).

∆H reaksi = (∆AC+ ∆BD) – (∆AB+ ∆CD)

Nilai ∆H dapat bernilai Negatif ( Eksoterm ) dan Positif ( Endoterm ).

Reaksi eksoterm adalah reaksi yang pada saat berlangsung disertai pelepasan panas atau
kalor. Panas reaksi ditulis dengan tanda positip. Ciri-ciri reaksi eksoterm :

Reaksi yang membebaskan kalor

• Suhu sistem > suhu lingkungan

• Kalor berpindah dari sistem ke lingkungan

• Disertai kenaikan suhu

• Penulisan persamaan reaksinya sbb :

reaksi A + B C dibebaskan kalor 10 kj

Reaksi endoterm dalah reaksi yang pada saat berlangsung membutuhkan panas. Panas reaksi ditulis
dengan tanda negatif . Ciri-ciri reaksi endoterm adalah :

• Reaksi yang memerlukan kalor

• Suhu sistem < suhu lingkungan

• Kalor berpindah dari lingkungan ke sistem

• Disertai dengan penurunan suhu.

• Penulisan persamaan reaksinya sbb:

reaksi A + B C diserap kalor 25 kj

Dalam reaksi endotermik, panas diserap oleh reaksi dari lingkungan membuat Qp dan ΔH
positif, hukum Hess dapat digunakan untuk menentukan perubahan entalpi, hukum Hess berbunyi :
jika dua atau lebih persamaan kimia bergabung dengan penambahan atau pengurnagan untuk
memberikan persamaan kimia baru, kemudian penambahan atau pengurangan perubahan entalpinya,
dalam operasi paralel memberikan perubahan entalpi untuk reaksi yang digambarkan oleh
persamaan baru (Prasetiawan, 2009 : 84).
Alat

1. Kalorimeter

2. Kaca arloji

3. Termometer

4. Batang pengaduk

5. Gelas kimia

6. Pipet tetes

7. Gelas ukur

8. Neraca analitik

9. Spatula

Bahan

1. NaOH

2. HCl

3. Aquades

Metode kerja

1. Sebanyak 4 gram NaOH ditimbang lalu ditempatkan pada botol tertutup dan ditutup rapat

2. Sebanyak 25 mL aquades dimasukkan ke dalam kalorimeter

3. Diaduk dan dicatat suhu air dengan teliti (setiap 30 detik) selama 3,5 menit

4. Pada menit keempat, ke dalam kalorimeter dimasukkan NaOH sebanyak 4,01 gram sedikit demi
sedikit sambil diaduk sampai larut dan suhunya dicatat mulai pada menit ke 4,5 sampai suhu
tetap/konstan

5. Setelah suhu pada penambahan NaOH tetap/konstan, sebanyaj 25 mL HCl 4 M dimasukkan ke


dalam kalorimeter, lalu diaduk dan suhunya dicatat sampai suhu konstan

6. Sebanyak 25 ml aquades dimasukkan ke dalam kalorimeter, diaduk dan dicatat suhu air dengan
teliti mulai dan 0,5 menit pertama sampai menit ke 3,5
7. Sebanyak 25 mL larutan HCl 4 M dicatat suhunya terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam
kalorimeter tepat pada menit keempat. Suhu larutan dicatat mulai dari 0,5 menit keempat sampai suhu
menjadi konstan/tetap

Daftar pustaka

Anita Nofrida, Andromeda. (2019). Pengembangan E-modul Termokimia Berbasis Inkuiri


Terbimbing Terintegrasi Virtual Laboratory Untuk SMA/MA. Journal Of Multidisciplinary Research
And Development, Vol. 1, No. 1, Hlm 23-29.

Gultom Erdiana. (2017). Pengembangan Bahan Ajar Inovatif Melalui Pendekatan Saintifik Pada
Pengajaran Termokimia. Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan, Vol. 1, No. 1, hlm 22-29.

Alfirahmi, Andromeda. (2018). Pengembangan Modul Termokimia Berbasis Inkuiri Terbimbing


Terintegrasi Eksperimen untuk Kelas XI SMA/ MA. Journal Of Multidisciplinary Research And
Development, Vol. 12, No. 12, hlm 33-39.

Yunita. (2017). Analisis Soal International Junior Olympiade (Ijso) Sains (Kimia) Berdasarkan
Dimensi Proses Kognitif Dan Pengetahuan. EduChemia: Jurnal Kimia dan Pendidikan, Vol. 2, No.
1, hlm 13-26.

Safrawita. (2021). Meningkatkan Hasil Dan Motivasi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Daring
Dengan Google Classroom Pada Materi Termokimia Di Kelas XI Ipa Semester Ganjil Sma Negeri 2
Tanjungpinang. Jurnal Zarah, Vol. 9, No.1, hlm 36 – 41.

Subagiyo Sidiq. (2019). Penerapan Model Blended Learning Untuk Meningkatkan Pemahaman
Konsep Termokimia Siswa. Journal of Educational Chemistry, Vol. 1. No. 1, hlm 1-8, DOI:
10.21580/jec.2019.1.1.3830

Roghdah, Sanaa Jauza., Muhammad Zammi, Julia Mardhiya. (2021). Development of Four-Tier
Multiple Choice Diagnostic Test to Determine Students' Concept Understanding Level On
Thermochemical Material. Jurnal Phenomenon, Vol. 11, No.1, hlm 57-74.

Dewi1, Komang Melina., I Wayan Suja, I Dewa Ketut Sastrawidana. (2018). Model Mental Siswa
Tentang Termokimia. Jurnal Pendidikan Kimia Undiksha, Vol. 2, No. 2, hlm 18-27.

Ngongo, Adriana Martha D. (2022). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Aktivitas Belajar Kimia. Indonesian Journal
of Educational Development, Vol. 3 No. 1, hlm 16-24, DOI: 10.5281/zenodo.6563799.

Rahayu Ayu. (2021). Alternatif Media Praktikum Virtual Untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah
Mahasiswa. Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 11, No. 1, hlm 1-7.

Özdemir Rabia, Gökhan Demircioğlu. (2018). The Nature Of Science Instruction With A Direct
Reflective Approach: “Hess” And “Thermodynamic Laws”. International Journal on New Trends in
Education and Their Implications, Vol. 9, No. 3, hlm 3-11.
Levin Betsy. (2018). Educating Youth for Citizenship: The Conflict Between Authority and
Individual Rights in the Public School. The Yale Law Journal, Vol. 95, No. 5, hlm 1647-1968.

Syahri Wilda, dkk. (2021). Effectiveness of Multimedia based on Multiple Representation of Hess’
Law: Concept and Skills of Pre-service Science Teachers. International Journal of Instruction, Vol.
14, No. 3, hlm 452-462.

Filimonov A., I. I. Filimonova. (2022). Hess Law Applicability to Heterogeneous Combustion


Reactions Resulting to Non-Monotonicity of Enthalpy Distribution in Them. Journal Engineering
Science & Technology,Vol. 2, No. 2, hlm 188-192.

Lerchner Johannes, dkk. (2008). Miniaturized calorimetry — A New Method For Real-Time Biofilm
Activity Analysis. Journal of Microbiological Methods, Vol. 1, No. 1, hlm 74-81.

Poizot P., dkk. (2002). Rationalization of the Low-Potential Reactivity of 3d-Metal-Based Inorganic
Compounds toward Li. Journal of The Electrochemical Society, Vol. 149, No. 9, hlm A1212-A1217.

Wahyuni Sri, Anis Kristinianingrum. (2008). Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Dan Peran Aktif
Siswa Melalui Model Pbi Dengan Media Cd Interaktif. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol. 2, No.
1, hlm 199-208.

Sofya Emmawaty, Jihan Rifka Nabilla, Tasviri Efkar. (2011). Pengaruh Metode Eksperimen Terhadap
Peningkatan Kemampuan Mengkomunikasikan Dan Penguasaan Konsep Termokimia. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Kimia, Vol. 1, No. 1, hlm 51-61.

Kusasi M. (2010). Penerapan Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam Meningkatkan Pemahaman


Konsep Termokimia. Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, Vol. 1, No. 1, hlm. 69-77.

Sunarya Yayan, dkk. (2001). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMU. Jurnal Pengajaran MIPA,
Vol. 2, No. 2, hlm 53-65.

Anda mungkin juga menyukai