Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH ASKEP DIABETES MELITUS

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDA 2

DISUSUN OLEH :

NAMA : REINILDIS MALA

NPM :19201044

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG


BAB 1

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

1.1 Pengertian Sistem Endokrin


Sistem Endokrin disebut juga kelenjar buntu, yaitu kelenjar yang tidak
mempunyai saluran  khusus untuk mengeluarkan sekretnya. Sekret dari kelenjar
endokrin dinamakan hormon. Hormon berperan penting untuk mengatur berbagai
aktivitas dalam tubuh hewan, antara lain aktivitas pertumbuhan, reproduksi,
osmoregulasi, pencernaan, dan integrasi serta koordinasi tubuh.
Sistem endokrin hampir selalu bekerja sama dengan sistem saraf, namun cara kerjanya
dalam mengendalikan aktivitas tubuh berbeda dari sistem saraf. Ada dua perbedaaan cara kerja
antara kedua sistem tersebut. Kedua perbedaan tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Dibandingkan dengan sistem saraf, sistem endokrin lebih nanyak bekerja melalui transmisi
kimia.
2.    Sistem endokrin memperhatikan waktu respons lebih lambat daripada sistem saraf. Pada sistem
saraf, potensial aksi akan bekerja sempurna hanya dalam waktu 1-5 milidetik, tetapi kerja
endokrin melalui hormon baru akan sempurna dalam waktu yang sangat bervariasi, berkisar
antara beberapa menit hingga beberapa jam. Hormon adrenalin bekerja hanya dalam waktu
singkat, namun hormon pertumbuhan bekerja dalam waktu yang sangat lama. Di bawah kendali
sistem endokrin (menggunakan hormon pertumbuhan), proses pertumbuhan memerlukan waktu
hingga puluhan tahun untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang sempurna.
Dasar dari sistem endokrin adalah hormon dan kelenjar (glandula), sebagai senyawa kimia
perantara, hormon akan memberikan informasi dan instruksi dari sel satu ke sel lainnya. Banyak
hormon yang berbeda-beda masuk ke aliran darah, tetapi masing-masing tipe hormon tersebut
bekerja dan memberikan pengaruhnya hanya untuk sel tertentu.

1.2 Sel-Sel Penyusun Organ Endokrin


Sel-sel penyusun organ endokrin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai
berikut.
 Sel Neusekretori, adalah sel yang berbentuk seperti sel saraf, tetapi
berfungsi sebagai penghasil hormon. Contoh sel neusekretori ialah sel
saraf pada hipotalamus. Sel tersebut memperhatikan fungsi endokrin
sehingga dapat juga disebut sebagai sel neuroendokrin. Sesungguhnya,
semua sel yang dapat menghasilkan sekret disebut sebagai sel sekretori.
Oleh karena itu, sel saraf seperti yang terdapat pada hipotalamus disebut
sel neusekretori.
     Sel endokrin sejati, disebut juag sel endokrin kelasik yaitu sel
endokrin yang benar-benar berfungsi sebagai penghasil hormon, tidak
memiliki bentuk seperti sel saraf. Kelenjat endokrin sejati melepaskan
hormon yang dihasilkannya secara langsung ke dalam darah (cairan
tubuh). Kelenjar endokrin sejati dapat ditemukan pada hewan yang
memepunyai sistem sirkulasi, baik vertebrata maupun invertebrata.
Hewan invertebrata yang sering menjadi objek studi sistem endokrin
yaitu Insekta, Crustaceae, Cephalopoda, dan Moluska. Kelenjar ensokrin
dapat berupa sel tunggal atau berupa organ multisel.

1.3 Klasifikasi,Fungsi dan Sifat Hormon


Berdasarkan hakekat kimianya, hormon dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
hormon peptide dan protein, steroid, dan turunan tirosin

Testosteron Hormon Hipotalamus Hormon Pertumbuhan Katekolamin, meliputi :


Esterogen Angiotensin Prolaktin Noradrenalin
Progesteron Somatostatin LH Adrenalin
Kortikosteroid Gastrin FSH Hormon Tiroid,
Vitamin D-3 Sekretin TSH meliputi :
Glukagon Tiroksin (T4)
Kalsitonin Triiodotironin (T3)
Insulin
Parathormon
Selain berbagai hormon yang telah disebutkan di atas, terdapat sejumlah zat kimia yang
menyerupai hormon, antara lain :
 Hormon Thy
Misalnya : Hormon dari kelenjar timus (thymus), berperan untuk mempengaruhi
perkembangan sel limfosit B menjadi sel plasma, yaitu sel penghasin antibodi.
 Hormon Brakidin : Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar yang sedang aktif, bekerja
sebagai vasodilator (yang menyebabkan pembuluh darah membesar) sehingga dapat
meningkatkan aliran darah dan merangsang pengeluaran keringat dan air ludah dalam
jumlah lebih banyak.
  Hormon Eritropuitin : Merupakan glikoprotein yang proses sintesisnya melibatkan hati
dan ginjal, hormon ini dapat merangsang pusat pembentukan sal darah di sumsum tulang
sehingga tubuh akan menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang lebih banayak.
Hal ini bermanfaat dalam meningkatkan jumlah oksigen yang dapat diangkut oleh darah
       Hormon Prostaglin, Eritropuitin, Histamin, Kinin, dan Renin dapat disintesis secara
luas oleh berbagai jaringan tau organ yang sebenarnya tidak berfungsi sebagai organ
endokrin.
     Hormon Feromon : suatu senyawa kimia spesifik yang dilepaskan oleh hewan ke
lingkunganya.dan dpapat menimbulkan respons prilaku, perkembangan, reproduktif. Dan
untuk membereikan daya tarik seksual, menandai daerah kekuasaan, mengenali individu
lain dalam spesies yang sama dan berperan penting dalam sinkronisasi siklus seksual.

1.4 Jenis Kelenjar Endokrin


 Kelenjar Pituitari
kelenjar ini terletak di dasar tengkorak yang memegang peranan penting
dalam sekresi hormon dari semua organ-organ endokrin. Kelenjar pituitari ini
dikenal sebagai master of glands (raja dari semua kelenjar) karena pituitari itu
dapat mengkontrol kelenjar endokrin lainnya. Sekresi hormon dari kelenjar
pituitari ini dipengaruhi oleh faktor emosi dan perubahan iklim. Pituitari
dibagi 2 bagian, yaitu anterior dan posterior.
 Hipofisis anterior:
  Hormon Somatotropin(untuk pembelahan sel,pertumbuhan)
  Hormon tirotropin(sintesis hormon tiroksin dan pengambilan unsur
yodium)
       Hormon Adrenokortikotropin(merangsang kelenjar korteks
membentuk hormon)
    Hormon Laktogenik(sekresi ASI)
      Hormon Gonadotropin( FSH pada wanita pemasakan folikel, pada pria
pembentukan spermatogonium; LH pada wanita pembentukan korpus
luteum,pada pria merangsang sel interstitial membentuk hormon
testosteron)
b. Hipofisis Medula(membentuk hormon pengatur melanosit)
c. Hipofisis posterior
  Hormon oksitosin(merangsang kontraksi kelahiran)
   Hormon Vasopresin( merangsang reabsorpsi air ginjal)
 Kelenjar Tiroid
Terletak dan menempel pada trakea di bagian depan. Kelenjar tiroid adalah
salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar ini
dapat ditemui di leher. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh
membakar energi, membuat protein dan mengatur kesensitifan tubuh terhadap
hormon lainnya. Kelenjar tiroid dapat distimulasi dan menjadi lebih besar oleh
epoprostenol. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (TSH)
hipofisis, dibawah kendali hormon pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus
melalui sistem umpan balik hipofisis-hipotalamus. Faktor utama yang
mempengaruhi laju sekresi TRH dan TSH adalah kadar hormon tiroid yang
bersirkulasi dan laju metabolik tubuh.
 Kelenjar Paratiroid
kelenjar ini terletak di setiap sisi kelnjar tiroid yang terdapat di dalam leher.
Kelenjar ini berjumlah 4 buah yang tersusun berpasangan yang mengahasilkan
hormon paratiroksin. Ada 2 jenis sel dalam kelejar paratiroid, ada sel utama
yang mensekresi hormon paratiroid (PTH) yang berfungsi sebagai pengendali
keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh melalui peningkatan kadar
kalsium darah dan penuurunan kadar fosfat darah dan sel oksifilik yang
merupakan tahap perkembangan sel chief.
 Kelenjar Adrenal
Merupakan kelenjar ini berbentuk bola, yang menempel pada bagian atas
ginjal. Kelenjar ini disebut juga kelenjar adrenal atau kelenjar supra renal.
Kelenjar adrenal  dapat dibagi menjadi dua bagia, yaitu bagian luar yang
berwarna kekuningan yang bernama korteks, menghasilkan hormone kortisol, 
dan bagian tengah (medula), menghasilkan hormon Adrenalin (epinefrin) dan
nor adrenalin (norepinefrin).
 Kelenjar Pankreas
Pangkreas terletak dibelakang lambung di depan vertebra lumalis I dan II
yang tersusun dari pulau-pulau langerhans yang  tersebar di seluruh
pangkreas. Di pulau langerhans inila terdapat sel-sel alfa dan sel-sel beta. Sel
alfa menghasilkan hormon glucagon sedangkan sel-sel beta menghasilkan
hormone insulin. Hormon insulin berfungsi mengatur konsentrasi glukosa
dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan
dirombak menjadi glikogen untuk disimpan. Kekurangan hormon ini akan
menyebabkan penyakit diabetes.
 Kelenjar Timus
Terletak di dalam midiastinum di belakan tulang sternum, kelenjar timus
dijumpai pada anak-anak di bawah usia 18 tahun. Kelenjar ini terletak di
dalam toraks kira-kira setinggi percabangan trakea, warnanya kemerah-
merahan dan terdiri atas 2 lobus. Pada bayi baru lahir beratnya kira-kira 10
 

gram, dan ukurannya bertambah pada masa remaja sekitar 30-40


gram.Kelenjar timus menhasilkan suatu sel imun yang membantu dalam
pertahanan tubuh, selain itu hormon kelenjar timus berperan dalam membatu
pertumbuhan badan.
 Hormon Kelamin
a) Testis     
Testis terdapat pada pria, terletak pada skortum. Di dalam testis terdapat
sel-sel leydig yang akan menghasilkan hormon testoteron. Hormon
testoteron akan menentukan sifat kejantanan misalnya adanya jenggot,
kumis, jakun dan lain-lain, dan mengasilkan sel mani (spermatozoid).
b) Ovarika
kelenjar ovarika terdapat pada wanita, terletak  pada ovarium di sebelah
kiri dan kanan rahi m dan menhasilkan hormon estrogen dan progesteron
 

(korpus luteum). Hormon ini dapat mempengaruhi pekerjaan uterus serta


memberikan sifat kewanitaan, misalnya panggul yang besar, bahu yang
sempit dan lain-lain.

1.5 Sifat Hormon

Semua hormon umunya memperlihatkan adanya kesamaan sifat. Beberapa sifat yang umum
diperlihatkan oleh hormon ialah sebagai berikut:
1.    Hormon Polipeptida biasanya disintesis dalam bentuk precursor yang belum aktif (disebut
sebagai prohormon), contohnya proinsulin. Prohormon memiliki rantai yang panjang daripada
bentuk aktifnya.
2.    Sejumlah hormon dapat berfungsi dalam konsentrasi yang sangat rendah dan sebagian
hormon berumur pendek.
3.    Beberapa jenis hormon (misalnya adrenalin) dapat segera beraksi dengan sel sasaran dalam
waktu beberapa detik, sedangkan hormon yang lain (contohnya esterogen dan tiroksin) bereaksi
secara lambat dalam waktu beberapa jam samapai beberapa hari.
4.    Pada sel sasaran, hormon akan berkaitan dengan reseptornya.
5.    Hormon kadang-kadang memerlukan pembawa pesan kedua dalam mekanismenya.

1.6 Mekanisme Aksi Hormon


1) Reseptor Hormon Pada Membran
Reseptor untuk hormon pada suatu sel dapat terletak pada membrane atau sitoplasma
biasanya merupakan reseptor untuk hormon protein atau peptida. Apabila sudah sampai di dekat
sel sasaran, hormon akan segera berikatan dengan reseptornya dan memebentuk komplekss
hormon-reseptor. Pembentukan hormon-reseptor terjadi melalui mekanisme yang serupa dengan
penggabungan antara anak kunci dan gemboknya. Kompleks hormon-reseptor akan memicu
serangkaian reaksi biokimia yang menimbulkan tanggapan hayati.
Berikut adalah contoh beberapa peristiwa yang dapat diubah oleh hormon dengan cara
kerja seperti di atas :
·         Perubahan aktivitas enzim : perubahan aktivitas enzim memungkinkan proses metabolism
tertentu dapat terselenggara atau terhenti.
·         Pengaktifan mekanisme transport aktif : proses transport aktif sangat penting bagi sel untuk
memasukkan tau mengeluarkan suatu zat.
·         Aktivitas pembentukan mikrotubulus : perubahan aktivitas pembentukan mikrotubulus dapat
mempengaruhi berbagai peristiwa yang tergantung padanya, antara alin pergerakan ameba dan
mitosis sel.
·         Pengubahan aktivitas metabolism DNA : pengubahan aktivitas metabolisme DNA dapat
memepengaruhi proses pertumbuhan atau pembelahan sel.
2) Reseptor Hormon Pada Sitoplasma (Reseptor Sitosolik)
Merupakan hormon yang terdapat dalam sitoplasma sel sasaran. Hormon yang
menggunakan reseptor sitosolik adalah hormon steroid dan hormon turunan asam amino.
Hormon tersebut sangat musah larutdalam lipid sehingga mudah melewati membrane sel sasaran.
Selama dalam peredaran darah ke seluruh tubuh, hormon selalu berkaitan dengan
pengembannnya. Hormon akan terlepas dari molekul pengemban dan masuk ke sel sasaran.
Dalam sitoplasma sel sasaran, hormon berkombinasi dengan reseptor khusus sehingga
menghasilkan kompleks hormon-reseptor yang aktif. Kompleks tersebut memiliki daya gabung
yang sanagt tinggi terhadap DNA sehingga setelah masuk ke inti, akan segera berkombinasi
dengan DNA. Hal ini yang mengawali transkrip DNA. Pengikatan kompleks hormon-reseptor
pada daerah promoter akan merangsang gen tertentu untuk aktif atau pasif.
BAB 11
KONSEP DIABETES MELITUS

2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang dikarateristikan dengan
meningkatnya kadar gula didalam darah (hiperglikemia) sebagai hasil dari gangguan sekresi
insulin,resistensi insulin atau keduanya (Hinkle dan cheever ,2014,Ignatavicius dan
Workman,2010).diabetes mellitus adalah gangguan metabolism dan penggunaan glukosa sebagai
akibat dari malfungsi sel beta pancreas (Dewit dan Kumagai,2013)

2.2 Etiologi
Pada penderita diabetes mellitus pengaturan system kadar gula darah terganggu,insulin
tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam darah bertambah tinggi.peningkatan
kadar glukosa darah akan menyumbat seluruh system energy dan tunuh berusaha kuat
mengeluarkannya melalui ginjal.kelebihan gula dikeluarkan melalui air kemih ketika makan
makanan yang banyak kadar gulannya.peningkatan kadar gula dalam darah sangat cepat dan
ketika insulin tidak mencukupi maka terjadilah diabetes mellitus.insulin berfunfsi unruk
mengatur kadar gula dalam darah guna menjamin kecukupan gula yang disediakan setiap saat
bagi jaringan dan organ sehingga proses-proses kehidupan utama bisa berkesinambungan.

2.3 Patofisiologi
Jaringan tubuh dan sel menggunakan glukosa untuk menghasilkan energy.glukosa adalah
gula sederhana yang kita peroleh dari makanan yang kita makan.makanan yang mengandung
karbohidrat akan dicerna dalam bentuk glukosa kemudian diabsorbsi dalam aliran
darah.karbohidrat paling banyak menghasilkan glukosa dibandingkan dengan lemak dan protein
hanya sedikit saja menghasilkan glukosa pada sel,insulin berperan untuk transportasi dan
metabolism glukosa untuk menghasilkan energy.selama periode puasa ,sel beta pancreas selalu
mengeluarkan sejumlah kecil insulin .insulin dan glukosa bekerja sam mengatur kadar gula darah
yang konstan di dalam darah melalui stimulus pengeluaran glukosa dari hati.hati memproduksi
glukosa melalui pemecahan glikogen (glikogenolisis)setelah 8-12 jam tanpa makanan ,hati
membentuk glukosa dari pemecahan substansi nonkarbohidrat termasuk asam
amino(gluconeogenesis)(HINKLE dan CHEVER ,2014).Diabetes terjadi akibat defisiensi
produksi insulin oleh sel beta pancreas atau akibat ketidakmampuan sel tubuh dalam
menggunakan insulin.pada saat glukosa tidak dapat masuk kedalam sel tubuh maka glukosa akan
meningkat didalam darah dan menyebabkan kondisi hiperglikemia .sel akan mengalami
kekurangan sumber energy.sekresi glucagon yang abnormal juga berperan penting terjadinya
diabetes mellitus tipe 2.

2.4 Manifestasi klinik


Manifestasi klinik tergantung pada tingkat hiperglikemia.ada 3 manifestasi klinik
yaitu:polyuria,polydipsia,polyphagia (tiga p).polyuria (meningkatnya urin),polydipsia
(meningkatnya haus)terjadi akibat meningkatnya kehilangan cairan yang berhubungan dengan
diuresis osmotic.polyphagia (meningkatnya nafsu makan )merupakan hasil dari kondisi
katabolisme yang disebabkan oleh kekurangan insulin dan adanya pemecahan lemak dan
protein.gejala lain yang dapat muncul termasuk kelemahan ,perubahan pengelihatan secara tiba-
tiba ,keadaan mati rasa pada tangan atau kaki,kulit kering,penyembuhan luka yang lama.pada
DM tipe 1,jika individu mengalami DKA dapat terjadi kehilangan berat badan tiba-
tiba,nausea,muntah dan nyeri abdomen.

2.5 Komplikasi
Komplikasi DM meliputi komplikasi akut dan komplikasi kronik.komplikasi akut dari
DM yang memerlukan tindakan emergency adalah diabetic ketoacoidosis (DKA) dan keadaan
hiperglikemic –hiperosmolar.komplikasi yang kronik yaitu gangguan makrovaskuler dan
mikrovaskuler.
a. Komplikasi akut
 Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar gula yang rendah didalam darah dan terjadi ketika
gula darah kurang dari 70 mg/Dl.
 Diabetic ketoasidosis (DKA)
DKA disebabkan oleh tidak ada insulin atau akibat ketidakadekuatan jumlah
insulin.
 Hiperglicemic hyperosmolar syndrome
HHS adalah gangguan metabolik pada DM tipe 2 sebagai hasil dari defisiensi
insulin yang relative yang diawali dengan adanya kebutuhan terhadap insulin.
b. Komplikasi kronik
 Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler meliputi penyakit jantung coroner,cerebrovaskuler
desease,dan penyakit pembuluh darah peripheral.
 Komplikasi mikrovaskuler
Penyakit mikrovaskuler pada DM ,dikarateristikan dengan penebalan membrane
dasar kapiler sebagai respon terhadap hiperglikemia kronik.
 Diabetic neuropati
Diabetic neuropati merupakan sekelompok penyakit yang berpengaruh terhadap
semua tipe sharaf termasuk peripheral (sensorimotor),autonomic,dan saraf
spinal.penyebab dari neuropati adalah peningkatan kadar gula darah dalam jangka
waktu yang lama.
 Komplikasi pada kaki dan ekstremitas bawah
Komplikasi DM yang berkontribusi terhadap meningkatnya resiko masalah dan
infeksi pada kaki adalah neuropati ,penyakit pembulu darah perifer dan
immunocompromise.
2.6 patofisiologi dan patoflodiagram
2.7 pemeriksaan diagnostic
Abnormalitas dari kadar gula darah yang tinggi merupakan dasar dari kriteria terhadap
diagnose DM.Beberapa kriteria diagnostic terhadap DM adalah memiliki gejala DM ditambah
beberapa diagnostic di bawah ini (Hinkle dan Cheever ,2014,p.1420,Sacks,Arnold,Bakris dan
Bruns,2011)
Kriteria diagnostic DM menurut American Diabetes Association (2015).
Pemeriksaan Pre diabetes Diabetes Normal
diagnostik
Gla drah swktu 200 mg/dl <200 mg/dl
2 jm sth mkn 140-199 mg/dl 200 mg/dl <140 mg/dl
Puasa 100-125 mg/dl 126 mg/dl <100 mg/dl
HbA1C 5.7%-6.4% 6.5 % <5.7 %

2.8 Asuhan Keperawatan (teori)


Pengkajian
Data subjektif
 Informasi kesehatan
 Riwayat kesehatan:mumps,rubella,virus coxsackie,tau infeksi firus
lainnya,adanya infeksi ,trauma,stress,cushing syndrome,acromegaly,riwayat
keluarga diabetes mellitus tipe 1,tipe 2dan diabetes gestational
 Riwayat obat-obatan:penggunaan insulin ,kortikosteroid dan phynytoin
 Riwayat pembedahan
 Pola fungsi kesehatan
1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pemeriksaan kondisi terakhir termasuk pemeriksaan kondisi mata dan gigi
,hasil pemeriksaan gula darah terakhir ,kebiasaan merokok dan
alcohol ,mnajemen diabetes melitusyang sudah dilakukan termasuk
perubahan gaya hidup .
2. Pola nutrisi metabolik
Obesitas,kehilangan berat badan,kenaikan berat badan,rasa
haus,lapar,mual,muntah,luka sulit sembuh,khususnya pada kaki dan
kebiasaan diet.
3. Eliminasi
Konstipasi atau diare,frekuensi urin,nokturia,inkontinensia urin
4. Aktifitas dan latihan
Kelemahan otot dan keletihan saat beraktifitas
5. Pola persepsi kognitif
Nyeri abdomen,sakit kepala,penglihatan kabur,rasa baal pada
ekstermitas,pruritus
6. Pola reproduksi dan seksualitas
Impoten,infeksi vagina menurunnya libido
7. Pola koping dan toleransi terhadap stress
Depresi,iritabilitas dan apatis
8. Pola nilai dan kepercayaan
Komitmen terhadap perubahan gaya hidup termasuk diet,obat-obatan dan
aktifitas

Data obyektif
a.mata :katarak
b.integumen:kulit kering,hangat,tidak elastis,adanya lesi pada
kaki,kehilangan rambut pada kaki.
c.pernapasan:cepat dan dalam
d.kardiavaskuler:nadi cepat dan lemah
e.gastrointestinal:mulut kering dan muntah
f.neurologi :perubahan reflex,bingung stupor dan koma
g.muskuloskeletal:kelemahan otot

pemeriksaan fisik
a.tekanan darah (saat berbaring dan duduk untuk mengetahui adanya
hipotensi orthostatic)
b.indeks masa tubuh (tinggi badan dan berat badan )
c.ketajaman pengelihatan dan funduscopic
d.pemeriksaan kaki secara menyeluruh (lesi,tanda dan gejala
infeksi,pulsasidan adanya deformitas)
e.pemeriksaan kulit(lesi dan lokasi injeksi)
f.pemeriksaan neurologi:menggunakan monofilament dan pemeriksaan
reflex tendon
g.pemeriksaan mulut.

Pemeriksaan diagnostic
o Gula darah puasa ,sewaktu 2 jam setelah makan
o HgbA1C(AIC)
o Trigleserida,Kolesterol,hdl
o Serum kreatinin
o Urinalisis
o Elektrokardiogram
o Blood ure nitrogen
o Albunuria
o Serum elektrolit

Diagnose ,intervensi dan tujuan keperawatan


Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
Resiko ketidakstabilan NOC: 1.manajemen hiperglikemia
glukosa darah. a.kadar glukosa darah  Kaji tanda dan gejala
Definisi:risisko variasi dan hemoglobin hiperglikemia seperti
kadar glukosa darah dari glikolisasi yang stabil polydipsia ,polivagina dan
batas normal ditandai polyuria
Faktor risiko: dengan:HbAIc<7%,gul Rasional:hiperglikemia
 Defisiensi insulin a darah puasa 70-30 sebagai hasil dari jumlah
atau kelebihan mg/dl,gula darah 2 jam insulin yang tidak
insulin setelah makan<140 adekuat.kelebihan glukosa
 Efek samping obat mg/dl,gula darah dalam pembuluh darah
 Ketidakseimbanga sewaktu <180 mg/dl menyebabkan efek
n aktivitas dan b.pengetahuan osmotic sehingga timbul
asupan makanan manajemen diabetes rasa haus yang
 Rata rata aktifitas mellitus yang berlebihan ,lapar dan
fisik sehari hari mendalam meliputi meningkatnya urin.gejala
kurang dari yang pengetahuan tentang lain yang tidak spesifik
direkomendasikan obat ,diet aktifitas fisik kelemahan dan
sesuai dengan usia dan pengontrolan gula pengelihatan kabur
dan jenis kelamin darah ditandai dengan:  Kaji faktor yang dapat
 Stress yang  Mematuhi meningkatkan resiko
berlebihan regimen ketidakseimbngan
 Kenaikan berat pengobatan glukosa
badan yang yang dianjurkan Rasional:penangkatan
berlebihan untuk kestabilan asupan makanan dan
 Penurunan berat gula darah pengobatan yang tidak
badan yang  Mematuhi diet teratur ,kondisi
berlebihan dan latihan fisik penyakit,infeksi dan stress
 Ketidakadekuatan yang dianjurkan dapat meningkatkan
monitoring gula  Memperlihatkan glukosa darah.
darah prosedur  Kaji tanda dan gejala
 Ketidakefektifan pemberian obat hipoglikemia seperti
manjemen diabetes yang benar takikardia,diaphoresis,sak
 Ketidakefektifan secara mandiri it kepala,lapar,penglihtan
manajemen diet  Menjelaskan kabur,tremor dan
 Kurang gejala kelemahan.
pengetahuan hiperglikemiada Rasional:klien diabetes
manajemen n hipoglikemia mellitus tipe 2yang
penyakit dengan benar menggunakan insulin
 Kurang memiliki resiko
pengetahuan mengalami hipoglikemia
faktor-faktor resiko  Kolaborasi:
yang dapat  Monitor kadar
dimodifikasi glukosa darah dan
 Ketidaktaatan bandingkan
perencanaan dengan riwayat
manajemen pemeriksaan gula
diabetes darah sebelumnya
Rasional:perubaha
n kadar glukosa
darahdalam batas
normalmengindika
sikan kesuksesan
dalam manjemen
diabetes
 Monitor HbA1c
Rasional:pemeriks
aan ini digunakan
untuk mengukur
kelebihan kadar
glukosa darah
selama2-3 bulan
sebelumnya.
 Ajarkan pasien
untuk
mengkonsumsi
obat hipoglikemia
sesuai dengan
resep dokter
Rasional:obat ini
menstimulasi
produksi insulin
oleh pancreas dan
meningkatkan
sensitivitasn sel
reseptor terhadap
insulin serta
mengurangi
sintesis glukosa
dari asam amino
dihati dan
penyimpanan
glikogen
 Kaji pengetahuan pasien
mengenai tanda dan gejala
,penyebab ,pengobatan,da
n pencegahan
hiperglikemia
Rasional:peningkatan
kadar glukosa darah pada
pasien diabetes
mengindikasi perlu nya
evaluasi manajemen
diabetes
 Kaji pengetahuan pasien
mengenai tanda dan
gejala,penyebab,pengobat
an dan pncegahan
hipoglikemia
 Kaji dan identifikasi
kebiasaan pola makan
Rasional:ketidakseimbang
an antara diet,obat-obatan
dan latihan fisik dapat
menyebabkan
hiperglikemia dan
hipoglikemia
 Berikan informasi
mengenai obat-obatan
yang digunakan untuk
mengendalikan diabetes
Rasional:hipoglikemia
merupakan efek samping
dari penggunaan secara
teratur dari insulin
 Jika pasien menggunakan
terapi insulin,berikan
informasi terapi insulin
meliputi cara kerja insulin
Rasional:absorbs insulin
lebih konsisten ketika
diinjeksi pada lokasi
anatomi yang sama
 Berikan informasi
mengenai latihan fisik
seperti 30-60 menit/hari
kurang lebih selama 5
hari.
Rasional:aktifitas fisik
dapat memperbaiki kadar
gula darah dan membantu
menurunkan berat badan.
 Ajarkan pada pasien
untuk tetap
mempertahankan hidrasi
dan hindari hipoglikemi
selama aktifitas fisik
Rasional:dehidrasi dapat
mempercepat terjadinya
hipoglikemi selama
aktifitas fisik.pasien
membutuhkan snack
sebelum melakukan
aktifitas fisik untuk
menghindari terjadinya
hipoglikemi

2.9 discharge planning


BAB 111
ASKEP PADA PASIEN DIABETES MELITUS
3.1 gambaran kasus
Seorang laki-laki berusia 50 tahun dengan berat badan 60 kg dengan tinggi
badan 165 cm,masuk kerumah sakit diantar oleh anaknya dengan
keluhan,makan banyak,kencing banyak ,pandangan kabur,kesemutan.hasil
pemeriksaan fisik didapatkan berat badan turun 60 menjadi 45 kg,kulit
kering,gula darah sewaktu 420 mg%,pasien sering bertanya tentang keluhan
yang dirasakan
3.2 pengkajian
 Identitas pasien
Nama pasien :tuan R
Jenis kelamin :laki-laki
Umur :50 tahun
 Pemeriksaan fisik
Berat badan :60 menjadi 45 kg
Gula darah sewaktu:420 mg%
Kulit kering
3.3 Diagnosa keperawatan (DO dan DS)
 Ketidakstabilan kadar glukosa darah
DS : mengeluh makan banyak,kencing banyak
DO : Klien tampak sering buang air kecil
 Intoleransi aktifitas
DS : Klien mengatakan aktifitas dibantu keluarga
DO : saat masuk rumah sakit dibantu oleh ananknya
3.4 intervensi (NIC dan NOC)
1.Ketidakstabilan kadar glukosa darah
 Manajemen hiperglikemia
Observasi :
o Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
o Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
Terapeutik :
o Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
o Anjurkan kepatuhan pada diet
Kolaborasi :
o Kolaborasi pemberian insulin

 Edukasi program pengobatan


Observasi :
o Identifikasi pengobatan yang direkomendasi
Terapeutik :
o Berikan dukungan untuk menjalani program
pengobatan dengan baik dan benar
Edukasi :
o Jelaskan manfaat dan efek samping pengobatan
o Anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi
2.Iintoleransi aktifitas
 Terapi aktifitas
Observasi :
o Identifikasi deficit tingkat aktifitas
o Identifikasi kemampuan berpartipasi dalam aktifitas
tertentu
Terapeutik :
o Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk mengakomodasi aktifitas yang dipilih
o Libatkan keluarga dalam aktifitas
Edukasi :
o Ajarkan cara melakukan aktifitas yang dipilih
 Manajemen program latihan
Observasi :
o Identifikasi pengetahuan dan pengalaman aktifitas fisik
sebelimnya
o Identifikasi kemampuan pasien beraktifitas
Terapeutik :
o Motivasi untuk memulai atau melanjutkan aktifitas fisik
Edukasi :
o Jelaskan manfaat aktifitas fisik
3.5 Implementasi
a.Ketidakstabilan kadar gula darah
 Melakukan manajemen hiperglikemia
Observasi :
o Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
(dengan cara menanyakan bagaimana pola makan klien )
o Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia (dengan cara
menanyakan apa sering haus ,lapar dan sering BAK
Terapeutik :
o Memberikan asupan cairan oral (memberikan minum pada
pasien )
Edukasi :
o Menganjurkan kepatuhan terhadap diet
Kolaborasi :
o Melakukan kolaborasi pemberian insulin sebanyak 6 unit
 Melakukan edukasi program pengobatan
Observasi :
o Mengidentifikasi pengobatan yang direkomendasi (dengan
menanyakan klien teratur minum obat )
Terapeutik :
o Memberikan dukungan untuk menjalani program
pengobatan dengan baik dan benar
Eduksi :
o Menjelaskan manfaat dan efek samping pengobatan
o Menganjurkan mengonsumsi obat sesuai indikasi
b.Intoleransi aktifitas
 Melakukan terapi aktifitas
Observasi :
o Mengidentifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktifitas
tertentu
 Manajemen program latihan
3.6 evaluasi
 ketidakstabilan gula darah
S:
o Pasien mengatakan tidak bisa mengontrol pola makan
o Pasien mengatakan sering merasa haus
o Pasien sering buang air kecil
O:
o Klien tampak tidak bisa mengontrol pola makan
o Klien tampak sering buang air kecil
A:
o Masalah belum teratasi ketidakstbilan gula darah
P:
o Iintervensi dilanjutkan
o Melakukan manajemen hiperglikemia
o Melakukan edukasi program pengobatan
 Intoleransi aktifitas
S:
o Klien mengatakan tidak bisa beraktifitas sendiri
O:
o Klien tampak tidak bisa melakukan aktifitas sendiri
A:
o Masalah belum teratasi intoleransi aktifitas
P:
o Intervensi dilanjutkan
o Melakukan manajemen latihan fisik
o Melakukan edukasi manfaat latihan fisik

BAB 1V
HASIL PENELITIAN TERKAIT PENATALAKSANAAN DM
Penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 1 berupa terapi non farmakologis seperti olah raga
dan diet serta terapi farmakologis yaitu pemberian insulin. Diet dan penggunaan insulin yang
dijalankan dengan baik merupakan kunci untuk mencegah terjadinya kegawatdaruratan, baik
ketoasidosis diabetik maupun hipoglikemia berat.[9, 14]
a.Berobat jalan
Pasien tidak perlu dilakukan perawatan di rumah sakit bila datang dengan keadaan umum dan
kesadaran masih baik. Pada pasien baru tanpa keluhan muntah, dehidrasi, dan asidosis, panduan
terapi insulin untuk pasien adalah sebagai berikut:
 Terapi Awal
Insulin diberikan dengan dosis awal 0,25 unit/kgBB subkutan menggunakan
insulin rapid-acting. Pada anak usia < 4 tahun, atau tidak berada dalam status
ketotik, dosis awal dapat dikurangi menjadi 0,125 unit/kgBB.

 Terapi Lanjutaan
Ada dua standar regimen insulin yang dapat dipilih di bawah ini:
1. Dua kali suntikan per hari dengan kombinasi insulin yang short dan intermediate-acting dengan
dosis total 1 unit/kgBB/hari dibagi 2/3nya pada pagi hari dan 1/3nya pada malam hari. Dosis
pagi hari menggunakan insulin intermediate-acting dan 1/3nya short acting.
2. Multipel suntikan per hari dengan insulin analog long-acting malam hari dan suntikan sebelum
makan dengan insulin analog rapid-acting dengan dosis 0,4 unit/kgBB sebagai insulin basal
menggunakan long-acting insulin pada jam 20.00-21.00 kemudian dilanjutkan dengan 0,6
unit/kgBB insulin rapid-acting terbagi dalam 3 dosis sebelum makan pagi, siang, dan malam.
Kelemahan metode ini adalah pasien musti cukup mengerti dan mampu menyuntikkan insulin
sendiri sehingga biasanya dilakukan pada  anak usia >10 tahun.[17]
Penanganan Pasien Lama
Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 yang datang dengan hiperglikemia dan ketosis
dengan pH darah normal, berikan dosis tambahan sebesar 10% total dosis insulin per hari secara
subkutan dalam bentuk insulin rapid-acting lalu monitor kadar gula darah dan keton tiap 1-2
jam. Dosis ini dapat diulangi setelah 2-4 jam bila kadar keton darah masih di atas 1,0 mmol/L.
Self Monitoring
Pasien yang akan diberikan terapi insulin harus diedukasi untuk dapat memonitor dan mencatat
kadar gula darah harian, mengenali gejala ketoasidosis diabetik dini dan melakukan tes urin
keton, serta mengenali tanda hipoglikemia.
Follow Up
Follow up dilakukan terhadap kadar gula darah menggunakan pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan
sekali sampai gula darah terkontrol dengan baik, lalu dilanjutkan setiap 6 bulan sekali. Follow
up juga harus dilakukan terhadap kemungkinan komplikasi, berupa pemeriksaan funduskopi,
pemeriksaan neurologis, dan cek kadar kolesterol darah serta fungsi ginjal.[4,6]
Alat Pompa Insulin (Insulin Pump)

Desain dan model alat pompa insulin sudah berganti-ganti diperbaiki sejak dibuat pertama kali di
tahun 1963 oleh Dr. Arnold Kadish, yang besarnya dan dibawa seperti tas ransel. Sekarang ini,
insulin pump dirancang berbentuk kecil dan diprogram guna memompa rapid-acting insulin
yang tersimpan dalam cartridge plastik ke kanula melalui selang plastik yang fleksibel, dengan
dua cara:
1. Dosis tetap dan kontinu, disebut sebagai basal insulin
2. Dosis yang diatur sesuai dengan kebutuhan, disebut sebagai bolus diberikan pada waktu sekitar
makan
Dosis insulin di atas disalurkan masuk ke jaringan lemak bawah kulit melalui kanula dengan
bantuan jarum kecil, kemudian tempat masuk kanula difiksasi di permukaan kulit. Keuntungan
penggunaan pompa insulin adalah alat ini dapat dibawa ke mana saja, mudah dan nyaman
digunakan, bisa disesuaikan dan akurat. Namun, alat ini mahal harganya, pompa bisa tidak
berfungsi bila batere lemah, kanula dapat terpelintir dalam tubuh, insulin dapat bocor
bila cartridge kosong dan selang menjadi kendur, lokasi masuknya kanula dapat terinfeksi.
Karenanya, monitoring kadar gula darah harian mesti dilakukan secara ketat bilamana
menggunakan alat pompa insulin ini.[18-20]
Hiperglikemia dan Ketosis akibat Sumbatan pada Pompa Insulin
Hiperglikemia dan ketosis dengan pH darah normal pada pasien yang mendapat pompa insulin
dapat ditangani sebagai berikut:
 Berikan 20% dari total dosis insulin per hari secara sub kutan yang rapid-acting
 Posisikan kembali kanula pada alat pompa insulin dan mulai lagi dosis insulin sebagaimana
biasanya
 Monitor kadar gula darah dan keton darah tiap 1-2 jam
 Zat keton darah seharusnya turun < 0,6 mmol/L
Rujukan ke Rumah Sakit

Pasien diabetes mellitus tipe 1 memerlukan perawatan di rumah sakit jika pasien mengalami
kejadian hiperglikemia berulang, komplikasi seperti gangren kaki, atau mengalami penurunan
kesadaran baik akibat terjadinya ketoasidosis maupun akibat kejadian hipoglikemia berat.
Jika dibutuhkan tindakan operasi, penting bagi dokter untuk memastikan stabilisasi kadar gula
darah dan terapi insulin pasien saat puasa preoperatif.
Terapi Nonfarmakologis
Selain terapi insulin, pasien diabetes mellitus tipe 1 juga memerlukan penanganan
nonfarmakologis berupa diet dan olah raga. Untuk diet, pasien dan keluarga harus mengerti
mengenai jumlah kalori, karbohidrat, protein, dan lemak yang harus dikonsumsi, serta cara
membaginya antara makan pagi, siang, malam, dan juga cemilan.

BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang menimbulkan gangguan multisistem dan

mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin

yang tidak adekuat.

2.      Pengkajian data penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan hasil bervariasi antara pasien satu

dengan yang lain. Pada umumnya data dan gejala yang ditemukan timbul sebagai akibat

terjadinya kekurangan insulin sehingga glukosa tidak masuk ke dalam sel.

3.      Perawatan dan pengobatan Diabetes Mellitus terdiri dari diet, yang merupakan hal yang sangat

berperan, latihan fisik yang tepat, obat-obatan dan juga pendidikan kesehatan mengenai penyakit

tersebut.

Untuk klien dan keluarga


1.   

Setelah mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus serta komplikasi yang ada maka klien

perlu menyadari keadaan dirinya, sehingga perlu melakukan kontrol yang efektif mungkin untuk

mencegah terjadinya peningkatan gula darah dan diharapkan keluarga dapat bekerja sama dalam

hal ini.

2.      Untuk petugas di ruangan

Harus ada kerjasama dan komunikasi yang baik antara perawat dengan perawat, perawat dengan

klien dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebab dengan adanya kerjasama dan komunikasi

yang baik, dengan memandang individu sebagai makhluk biopsiko sosial dan spiritual.
3.      Untuk masa yang akan datang, penulis mengusulkan jika memungkinkan bahwa dalam

melaksanakan asuhan keperawatan untuk penulisan karya tulis ini perlu diberi waktu agak lama

agar memudahkan dalam melakukan evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA
Ernawati.(2013).penatalaksanan keperawatan diabetes mellitus terpadu dengan penerapan teori
keperawatan self care orem.jakarta:mitra wacana media.
Williams,L.S, dan HOPPER,P.D.(2011).understanding medical surgical nursing .unitess states of
America:F.A.Davis company.

Anda mungkin juga menyukai