Anda di halaman 1dari 5

NAMA : MUHAMMAD FAREL ZULI ATMAJA

KELAS : IX D
NO. : 17
BIOGRAFI SUNAN DRAJAT

Sunan Drajat

Menurut buku-buku sejarah walisongo, nama asli Sunan Drajat yaitu


Raden Qosim. Beliau lahir sekitar tahun 1470 M, dan merupakan putra
dari Sunan Ampel bersama Nyai Ageng Manila atau Dewi Condrowati.
Sunan Drajat merupakan anak kedua dari lima bersaudara, bersama
dengan Sunan Bonang, Siti Muntisiyah (istri dari Sunan Giri), Nyai Ageng
Maloka (istri dari Raden Patah), dan istri dari Sunan Kalijaga.
Dari silsilah Sunan Ampel, maka Sunan Drajat termasuk cucu dari Syekh
Maulana Malik Ibrahim, seorang perintis dan pelopor pertama yang
membawa Islam di tanah Jawa.
Sementara itu, Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Asmarakandi
merupakan anak dari seorang ulama besar dari Persia, yakni Syekh
Jamaludin Akbar atau Jumadil Kubro yang dipercaya sebagai keturunan
ke-10 Sayidina Husein, cucu dari Nabi Muhammad SAW.
Ibu dari Sunan Drajat merupakan putri dari adipati Tuban yaitu Arya Teja
IV, dan masih memiliki nasab dengan Ronggolawe. Ketika masih muda
Sunan Drajat sering dipanggil dengan nama Raden Syarifuddin.
Selain itu beliau juga memiliki gelar Sunan Mayang Madu yang diberikan
oleh Sultan Demak pertama (Raden Patah), dan masih banyak gelar
lainnya seperti Sunan Muryapada, Maulana Hasyim, dan Syekh Masakeh.

SEJARAH RIYADHOH DAN ISTRI ISTRI


SUNAN DRAJAT

Sunan Drajat
Sama halnya Sunan Bonang, Sunan Drajat juga dibekali dengan ilmu
agama oleh ayahnya secara teratur di pondok pesantren Ampel Denta
Surabaya. Selain itu, beliau juga pernah berguru agama Islam pada
Sunan Gunung Jati yang berada di Cirebon.
Meskipun sebelumnya Sunan Gunung Jati atau yang memiliki nama asli
Syarif Hidayatullah adalah murid dari Sunan Ampel sendiri yang
ditugaskan di daerah Cirebon.
Saat di daerah Cirebon, Sunan Drajat sering disebut dengan Syekh
Syarifuddin. Di sana beliau turut membantu Sunan Gunung Jati dalam
menyebarkan dakwah agama Islam. Beliau kemudian menikah dengan
Dewi Sufiyah yang merupakan putri dari Sunan Gunung Jati, dan
dikaruniai anak bernama Pangeran Trenggana, Pangeran Sandi, dan
Dewi Wuryan.
Selain itu, beliau juga menikah dengan Nyai Kemuning dan Nyai Retno
Ayu Candrawati. Nyai Kemuning merupakan putri dari Mbah Mayang
Madu yang merupakan seorang tetua desa Jelak.
Beliau merupakan orang yang telah menolong Sunan Drajat disaat
terdampar dalam perjalanan dakwahnya menuju ke pesisir Gresik. Di lain
sisi, Sunan Drajat juga menikahi Nyai Retno Ayu Candrawati yang
merupakan putri dari Raden Suryadilaga, seorang adipati di kawasan
Kediri.

PERJALANAN DAKWAH SUNAN DRAJAT

Sunan Drajat
Sunan Drajat merupakan salah satu dari anggota walisongo yang terkenal
akan kecerdasannya. Setelah beliau selesai dengan riyadhoh dan
menguasai pelajaran agama Islam, beliau kemudian diperintahkan untuk
menyebarkan ajaran agama di sebelah barat Surabaya khususnya pesisir
Gresik.
Namun, dalam perjalanannya mengarungi lautan, perahu yang ditumpangi
beliau mengalami musibah ombak besar hingga akhirnya tenggelam dan
menyebabkan beliau terdampar di daerah pesisir Lamongan.
1. PERJALANAN DI TENGAH LAUT
Alkisah setelah belajar di Ampel Denta, Sunan Drajat memperoleh tugas
dakwah pertama dari Sunan Ampel untuk memusatkan penyebaran Islam
di daerah pesisir Gresik. Namun di tengah perjalanan dari Surabaya
menggunakan perahu, beliau dihantam oleh ombak yang cukup besar
sehingga membuat perahunya tenggelam.
Beliau bertahan dengan berpegangan pada dayung perahu, yang pada
akhirnya diselamatkan oleh ikan cucut dan ikan talang (cakalang).
2. PERTOLONGAN IKAN DAN HIKMAH DI
DALAMNYA
Jika melihat ke belakang sejarah, maka peristiwa Sunan Drajat ini hampir
mirip dengan kisah Nabi Yunus dan juga kisah Sri Tanjung. Yang mana
ketika Nabi Yunus dilempar ke tengah laut, beliau kemudian diselamatkan
oleh ikan hiu yang sangat besar.
Jika kita mengambil hikmah dari ketiga kisah tersebut maka harusnya kita
belajar dari ikan yang tidak pernah terlepas dari lingkungannya (air).
Sama seperti ikan yang hidup di air maka manusia juga tidak boleh
terlepas dari tanggung jawabnya di lingkungan masyarakat. Ia harusnya
menolong dan membantu bilamana dalam lingkungan tersebut mengalami
keterbelakangan, bodoh, miskin, atau sebagainya.
Dan sebagaimana ikan yang memasuki lorong-lorong bebatuan untuk
mencari kebaikan, maka manusia juga harus bisa membaca,
mendengarkan, dan mencari tahu apa yang tengah diinginkan oleh
masyarakat
3. TERDAMPAR DI PESISIR JELAK, BANJARWATI
Dengan menaiki kedua ikan tersebut, akhirnya Sunan Drajat berhasil
mendarat di sebuah pesisir yang dikenal sebagai desa Jelak, Banjarwati.
Menurut beberapa sumber, kejadian tersebut terjadi sekitar tahun 1485 M.
Di desa Jelak tersebut, beliau mendapat sambutan yang hangat oleh tetua
kampung yaitu Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar yang diyakini sudah
masuk Islam dengan bantuan pendakwah yang berasal dari Surabaya.
4.MENETAP DI DESA JELAK
Sunan Drajat kemudian menetap di desa Jelak dan menikah dengan putri
dari Mbah Mayang Madu yaitu Nyai Kemuning. Beliau kemudian
mendirikan surau yang akhirnya berkembang menjadi sebuah pesantren
untuk mengaji ratusan penduduk disana.
Sunan Drajat berhasil mengubah desa Jelak yang tadinya hanyalah
kampung kecil dan terpencil menjadi desa yang berkembang dan ramai.
Nama desa tersebut akhirnya diubah menjadi desa Banjaranyar.
5. BABAT ALAS WILAYAH YANG BARU
Setelah lebih dari setahun di Jelak, Sunan Drajat akhirnya memutuskan
untuk mencari tempat dakwah lain yang lebih strategis. Beliau kemudian
berpindah sekitar satu kilometer ke arah selatan dan membuka lahan baru
yang masih berupa hutan belantara.
Untuk menempati lahan tersebut, beliau bersama dengan Sunan Bonang
meminta izin kepada Sultan Demak I dan mendapatkan ketetapan
pemberian tanah tersebut tahun 1486 M.
Hutan yang berada di pegunungan tersebut dianggap sangat strategis
karena jauh dari banjir saat musim hujan. Selain itu, pemilihan gunung
juga dipercaya dekat dengan Allah sebagaimana Nabi Musa dan Nabi
Muhammad yang mendapatkan wahyu untuk pertama kalinya.
Menurut beberapa kisah, selama pembukaan lahan, banyak sekali
makhluk halus yang marah, meneror warga, serta menyebarkan penyakit,
namun bisa diatasi oleh Sunan Drajat.
6. MENDIRIKAN PESANTREN DI PERBUKITAN
SELATAN (NDALEM DUWUR)
Setelah proses pembukaan lahan selesai, Sunan Drajat beserta
pengikutnya mendirikan pemukiman seluas 9 hektar. Berdasarkan
petunjuk yang disampaikan Sunan Giri lewat mimpi, beliau menempati
daerah sisi selatan perbukitan dan dinamai Ndalem Duwur (kini menjadi
komplek pemakaman).
Sunan Drajat juga mendirikan masjid agak jauh di bagian barat tempat
tinggalnya, untuk dijadikan sebagai pusat dakwah dan menghabiskan sisa
hidupnya di daerah tersebut.
Berkat kecerdasannya, beliau mampu memegang kendali otonomi atas
wilayah perdikan Drajat melalui kerajaan Demak selama 36 tahun. Atas
kesuksesannya tersebut maka orang-orang menyebut beliau dengan
nama “Kadrajat” yang artinya terangkat derajatnya.
Dari sebutan itulah akhirnya muncul nama Sunan Drajat. Selain itu, beliau
juga mendapatkan gelar Sunan Mayang Madu (1520 M) dari Sultan
Demak I, atas keberhasilannya dalam mensejahterakan kehidupan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai