Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul
tanggung jawab untuk membimbing”. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab
pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang
tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar
memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang
pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid
saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Sekarang ini, kebanyakan orang-orang yang telah menjadi seorang guru dalam
menjalankan profesinya tersebut  tidak jarang melakukan penyimpangan atau pun
pelanggaran terhadap norma-norma menjadi seorang guru, sehingga pemerintah
menetapkan suatu aturan atau norma-norma yang harus dipatuhi oleh para guru di
Indonesia yang dikenal dengan “Kode Etik Guru”.

B.  Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Kode Etik Guru?
2. Apakah tujuan kode etik guru?
3. Apakah fungsi kode etik guru?
4. Apa saja kode etik guru di Indonesia?
5. Apakah nilai-nilai dasar dan nilai operasional kode etik guru?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kode etik guru.
2. Untuk mengetahui tujuan kode etik guru.
3. Untuk mengetahui fungsi kode etik guru.
4. Untuk mengetahui kode etik guru di Indonesia.
5. Untuk mengetahui nilai-nilai dasar dan operasional kode etik guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kode Etik Guru
Istilah “kode etik” berasal dari dua kata, yakni “kode” dan “etik”. Perkataan “etik”
berasal dari bahasa Yunani, ethos  yang berarti watak, adab atau cara hidup. Sedangkan
“kode etik” secara harfiah berarti sumber etik. Etika artinya tata susila (etika) atau hal-hal
yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Kode etik suatu
profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan dan dipatuhi oleh setiap anggota
profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Jika
lebih diperinci lagi, Maksud kode etik adalah norma-norma yang mengatur hubungan
kemanusiaan (relationship) antara guru dan lembaga pendidikan (sekolah),   guru dan
sesama guru, guru dan peserta didik, guru dan lingkungannya.

 Seorang guru sebagai tenaga pendidik yang  profesional perlu memiliki “kode etik
guru” dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam
pengabdian. Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan
perbuatan guru. Bila guru telah melakukan perbuatan asusila dan amoral berarti guru telah
melanggar “kode etik guru”. Sebab, kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus
ada pada profesi guru itu sendiri. Maksud kode etik adalah norma-norma yang mengatur
hubungan kemanusiaan (relationship) antara guru dan lembaga pendidikan (sekolah); guru
dan sesama guru; guru dan peserta didik; guru dan lingkungannya.
Dalam buku lain, istilah etik (ethica) mengandung makna nilai-nilai yang mendasari
perilaku manusia. Terma etik berasal dari bahasa filsafat, bahkan menjadi salah satu
cabangnya. Etik juga disepadankan dengan istilah adab, moral, ataupun akhlak. Etik
berasal dari perkataan ethos, yang berarti watak. Sementara adab adalah keluhuran budi,
yang berarti menimbulkan kehalusan budi atau kesusilaan, baik yang menyangkut batin
maupun lahir. Etika (ethic)  bermakna sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan
kewajiban yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Etika, pada hakikatnya
merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam
interaksi dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin
filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan
memutuskan pola-pola perilaku yang sebaikbaiknya berdasarkan timbangan moral-moral
yang berlaku.
Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi
undang-undang. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan
norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi,
organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial,
etika dan kemanusiaan.      Dalam buku lain, Kata “etik” berasal dari bahasa Yunani,
“ethos” yang berarti watak, adab atau cara hidup. Dapat diartikan bahwa etik itu
menunjukkan “cara berbuat yang menjadi adat, karena persetujuan dari kelompok
manusia”. Atau secara harfiah kode etik berarti sumber etik. Jadi kode etik guru itu dapat
diartikan sebagai aturan tata susila keguruan.[[4]] 
 Bisa ditarik kesimpulan bahwa kode etik guru indonesia adalah himpunan nilai-nilai
dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu
sistem yang utuh dan bulat. Kode etik guru indonesia berfungsi sebagai landasan moral
dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdianya
sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari hari di
masyarakat. Dengan demikian , kode etik guru indonesia merupakan alat yang amat
penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.[[3]]
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)  dalam temu karya pendidikan III dan
rakornas di Bandung Tahun 1991 mengemukakan kode etik sarjana pendidikan Indonesia
sebagai berikut:
a. Bartakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan jujur berdasarkan Pancasila dan
UUD 45.
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik.
c. Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
d. Selalu menjalankan tugas dengan berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan
Ilmu Pendidikan.
e. Selalu melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru
yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat
fisiknya  Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara
mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh  dan teladan bagi
para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik
dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Guru semestinya dipilih dari sekian banyak orang yang mencalonkan diri, dan
diambil yang memenuhi syarat. Inilah guru yang mulia, sebagai pewaris Nabi.Tugas guru
bukan sebatas penyampai mata pelajaran ke sana kemari, dari satu sekolah ke sekolah yang
lain. Semestinya kita harus jujur, jika bangsa Indonesia yang saat ini belum bangkit, dan
bahkan justru bertambah bebannya adalah sebagai akibat dari mempercayakan guru kepada
orang-orang yang bukan semestinya. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas
guru. Sebagai contoh sederhana, kita harus pahami bahwa jika siswa tidak pintar ilmu
fiqih, bukan kemudian hanya menyalahkan para siswanya sulit diajari ilmu fiqih, atau
referensi yang kurang lengkap, tetapi hal itu disebabkan, salah dalam memilih guru, karena
dia bukan bidangnya.
B.     Tujuan Etik Guru
Dalam setiap profesi tentunya memiliki kode etik masing-masing yang harus
dipatuhi oleh segenap jajaran yang ada pada profesi tersebut, termasuk profesi guru.
Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan
kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau
masyarakat, agar mereka jangan sampai memendang rendah atau remeh terhadap suatu
profesi. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai tindakan
yang dapat mencemarkan nama baik tprofesi terhadap masyarakat.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya/
Kesejahteraan dalam konteks ini meliputi kesejahteraan yang bersifat lahir
(material) ataupun kesejahteraan yang bersifat batin (spiritual atau mental).
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan
pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.
Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para
anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Untuk meningkatkan mutu profesi, kode etik juga memuat norma-norma dan
anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian
para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap
anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan
kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.

C.    Fungsi Kode Etik Guru


Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan oleh
1. Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai
pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai
seorang professional.
2. Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu :
3. (1). Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. (2). Mencegah
terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. (3). Melindungi para praktisi
dari kesalahan praktik suatu profesi.
4. Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya
difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan
misi dalam mendidik peserta didik.
5. Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik
guru bagi guru itu sendiri, antara lain :
1.      Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
2.      Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan
pemerintah.
3.      Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab
pada profesinya.
4.      Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan
profesinya dalam melaksanakan tugas.
Ketaatan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai
dengan  norma- norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh
etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan
tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat.
Dengan demikian, aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan
pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan beretika akan terwujud.
Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru.  PGRI misalnya,
telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI).
KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus II/XIX/2006 tanggal
25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI No.
07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi
Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang menyandang profesi guru di Indonesia atau
menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI untuk
merumuskan Kode Etik bagi anggotanya.
KEGI versi PGRI seperti disebutkan di atas telah diterbitkan Departemen
Pendidikan Nasional bersama Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-
PGRI) tahun 2008. Dalam kata pengantar penerbitan publikasi KEGI dari pihak
kementerian disebutkan bahwa “semua guru di Indonesia dapat memahami,
menginternalisasi, dan menunjukkan perilaku keseharian sesuai dengan norma dan etika
yang tertuang dalam KEGI ini”.
Dengan demikian akan terciptanya suasana yang harmonis dan semua anggota akan
merasakan adanya perlindungan dan rasa aman dalam melakukan tugas-tugasnya.
[6] Secara umum, kode etik ini diperlukan dengan beberapa alasan, antara lain:
1. Untuk melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah
ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
2. Untuk mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan persengketaan dari para pelaksana,
sehingga dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal pekerjaan.
3. Melindungi para praktisi di masyarakat, terutama dalam hal adanya kasus-kasus
penyimpangan tindakan.
4. Melindungi anggota masyarakat dari praktek-praktek yang menyimpang dari ketentuan
yang berlaku.
            Di dalam Pasal 28 undang-undang nomor 8 tahun 1974 menjelaskan tentang
pentingnya kode etik guru  dengan jelas menyatakan bahwa" pegawai negeri sipil memiliki
kode etik sebagai pedoman sikap, sikap tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar
kedinasan." Dalam penjelasan undang undang. Tersebut dinyatakan Bahwa dengan adanya
kode etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi
masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanan
tugasnya dan dalam pergaulan sehari hari. Selanjutnya dalam kode etik pegawai negeri
sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab pegawai negeri .

5.      Kode Etik Guru Indonesia


Berikut akan dikemukakan kode etik guru Indonesia sebagai hasil rumusan Kongres
PGRI XIII pada tanggal 21 -25 November 1973 di Jakarta, yang terdiri dari sembilan item
sebagai berikut :
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia
pembangun yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing-masing.
3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak
didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang
tua murid sebaik-baiknya bagikepentingan anak didik.
5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun
masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan
meningkatkan mutu Profesinya.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan
lingkungan maupun didalamhubungan keseluruhan.
8. Guru bersama-sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru
Profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah
dalam bidang Pendidikan.[[8]]
Kode etik guru merupakan suatu yang harus dilaksanakan sebagai barometer dari
semua sikap dan perbuatan guru dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam keluarga ,
sekolah maupun masyarakat.[[9]]
Upaya meningkatkan pelaksanaan kode etik pendidik tersebut,dalam garis besarnya
dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Para pendidik diberi kesempatan seluas-luasnya,selama mereka mampu, untuk studi
lebih lanjut. Dengan menimba ilmu lebih banyak serta meningkatkan sikap dan
pribadinya sebagai pendidik, diharapkan kode etik pendidik itu lebih disadari
keharusannya untuk ditaati dan dilaksanakan.
2. Membangun pustakawan pendidik di lembaga-lembaga pendidikan yang belum
memiliki perpustakaan seperti itu.
3. Meningkatkan kesejahteraan para pendidik.
4. Kerja sama lembaga pendidikan dengan orang tua dan dengan tokoh-tokoh masyarakat
perlu ditingkatkan.
5. Fungsi DP3 perlu di benahi dan ditingkatkan.
6. Pelaksanaan etika pendidik dapat juga ditingkatkan dengan mengintensifkan
pengawasan.
7. Kalau pendidik melanggar kode etik pendidik tidak mempan dinasehati atau dihimbau
oleh pemimpin lembaga, maka para pemimpin itu dapat mengenakan sanksi kepada
mereka sesuai dengan aturan yang berlaku atau sesuai dengan peraturan lembaga
bersangkutan yang sudah disepakati bersama.[[10]]
6.      Nilai-nilai Dasar dan Nilai Operasional kode etik guru
Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :
1). Nilai-nilai agama dan Pancasila
2). Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
3). Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan
kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Pasal 6
Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar,
membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan
hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual
dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa:
e. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan
Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
f. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai
perkembangan peserta didik.
g. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya.
h. Hubungan Guru dengan Masyarakat:
i. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan
masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
j. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
k. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
l. Hubungan Guru dengan Sekolah:
m. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
n. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan
proses pendidikan.
Hubungan Guru dengan Profesi: 
a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang
studi yang diajarkan
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya

7.      Pelaksanaan, dan Sanksi Pelanggaran Guru.


Dalam upaya meningkatkan pelaksanaan kode etik pendidik, dalam garis besarnya
dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Para pendidik diberi kesempatan seluas-luasnya, selama mereka mampu, untuk studi
lebih lanjut ke S1, S2 atau S. Dengan menimba ilmu lebih banyak serta meningkatkan
sikap pribadinya sebagai pendidik, diharapkan kode etik pendidik lebih disadari
keharusannya untuk ditaati dan dilaksanakan.
b. Membangun perpustakaan pendidik di lembaga-lembaga pendidikan yang belum
memiliki perpustakaan seperti itu. Guna perpustakaan ini disiapkan bagi pendidik
yang tidak sempat studi lebih lanjut.
c. Meningkatkan kesejahteraan para pendidik.
d. Sejalan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan para pendidik, kerjasama lembaga
pendidikan dengan orang tua, dan dengan tokoh-tokoh masyarakat juga perlu
ditingkatkan.[[11]]
Pendidikan akan berhasil menciptakan manusia yang “benar-benar manusia” di
masyarakat serta tidak menyusahkan orang lain.
Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur
pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dibuatkan ke dalam bentuk
aturan atau kode tertulis yang secara sistematik dan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-
prinsip moral yang ada serta pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat
untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common
sense) di nilai menyimpang dari kode etik. Sedangkan secara umum etika dapat diartikan
sebagai disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam
memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan
moral-moral yang berlaku.
Dengan adanya etika profesi guru, guru dapat memilih dan memutuskan perilaku yang
paling baik sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan demikian akan
terciptanya suatu pola-pola hubungan antar guru-murid, juga dalam hubungannya guru
dengan masyarakat yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati, saling
menghargai, tolong menolong dan sebagainya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bila mana dalam elit profesional tersebut ada kesadaran yang
kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian
profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.[[13]]
Sering kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga
hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat
meningkatkan menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila demikian, aturan
yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi
aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi
perdata maupun sanksi pidana.[[14]]
Contoh kasus pelanggaran yang dilakukan guru, diantaranya sebagai berikut:
a. Guru memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan sanksi dan mengancam
murid apabila melanggar peraturan  atau tidak mengikuti kehendak guru.
b. Guru tidak memahami sifat - sifat yang khas / karakteristik pada anak didiknya.
c. Guru memperlakukan peserta didiknya secara tidak tepat sehingga membentuk prilaku
yang menyimpang.
Adapun sanksi yang dikenakan kode etik guru tersebut adalah guru dapat diberhentikan
tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru, karena :
a. Melanggar sumpah dan janji jabatan.
b. Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
c. Melalaikan kewajiban  dalam melaksanakan tugas selama 1 bulan atau lebih secara
terus menerus.
Sanksi terhadap guru dapat juga berupa :
a. Teguran
b. Peringatan tertulis
c. Penundaan pemberian hak guru
d. Penurunan Pangkat
e. Pemberhentian dengan hormat
f. Pemberhentian tidak dengan hormat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
            Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna maka masih banyak
kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat penulis harapkan untuk perbaikan pembuatan makalah kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Didaktik Metodik, Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1982.
_________, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, Cet. II, 1998
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta, Rineka
Cipta, 2000, hlm. 49
Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta : Balai
Pustaka. hal. 112
Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta :
PT. Rineka Cipta. hal. 49
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan, Jakarta : PT. Rineka Cipta. hal.31
Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan dan Konsep Aplikasinya, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 112
Thomas Gardon dan Mudjito, Guru yang Efektif, (Jakarta: CV Rajawali, 1990), hlm. 105
Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012, hlm. 26-29
Syaiful bahri djamarah , Op Cit, hlm.49-50
Made Pidarta , Landasan Kependidikan , (Jakarta : PT Rineka Cipta , 1997 ) , hlm.276
Made pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia,
Jakarta, PT Rineka Cipta, 1997, hlm. 271-273.
Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1999, hlm. 32
Manpan Drajat dan Ridwan Effendi,  Etika Profesi Guru, Bandung, Alfabeta, 2014, hlm.
110-113
Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, hlm. 33

[[1] ] Ramayulis, Didaktik Metodik, Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1982.


_________, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, Cet. II, 1998
[[2] ] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta,
Rineka Cipta, 2000, hlm. 49
[[3]]Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu.
Jakarta : Balai Pustaka. hal. 112
[[4]]Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta : PT. Rineka Cipta. hal. 49
[[5]]Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
hal.31
[[6] ] Thomas Gardon dan Mudjito, Guru yang Efektif, (Jakarta: CV Rajawali, 1990),
hlm. 105
[[7]]Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan dan Konsep Aplikasinya,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 112
[[8] ] Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012,
hlm. 26-29
[[9] ] Syaiful bahri djamarah , Op Cit, hlm.49-50
[[10] ] Made Pidarta , Landasan Kependidikan , (Jakarta : PT Rineka Cipta , 1997 ) ,
hlm.276
[[11]]Made pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1997, hlm. 271-273.
[[12]]Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1999,
hlm. 32
[[13] ] Manpan Drajat dan Ridwan Effendi,  Etika Profesi Guru, Bandung, Alfabeta,
2014, hlm. 110-113
[[14] ] Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, hlm. 33

Anda mungkin juga menyukai