PENDAHULUAN
A. KOMPETENSI
Kompetensi yang diharapkan dari materi ini adalah peserta diklat
dapat memahami etika dan karakter pendidik PAUD.
B. INDIKATOR
1. Peserta dapat menjelaskan konsep etika dan etika pendidik PAUD
2. Peserta dapat menjelaskan pentingnya etika pendidik dalam proses
pembelajaran di PAUD
3. Peserta dapat menjelaskan konsep karakter dan karakter pendidik
PAUD
4. Peserta dapat mengaplikasikan etika dan karakter dalam
pembelajaran di PAUD.
C. MATERI/SUBMATERI
Materi yang akan dibahas dalam modul ini adalah :
1) Etika
a. Definisi etika
b. Manfaat Etika Bagi Pendidik PAUD
c. Kode Etik dan Etika Pendidik PAUD
2) Karakter
a. Definisi karakter
b. Faktor-Faktor Yang Membentuk Karakter
c. Karakter dan Citra Diri Pendidik
1
BAB II
MATERI
A. URAIAN MATERI
1. ETIKA
a. Pengertian
Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos”, yang berarti
“timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standard dan penilaian moral. Etika berhubungan erat dengan
konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran
atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan. Etika
biasanya sering diasumsikan bersinonim atau memiliki
kesamaan dengan moral. Moral atau moralitas biasanya
dikaitkan dengan sistem nilai tentang bagaimana kita harus
hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung
dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasehat, peraturan,
perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun-
temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang
bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-
benar menjadi manusia yang baik.
2
b. Manfaat Etika Bagi Pendidik
Menurut Suseno, ada empat alasan mengapa manusia perlu
beretika: Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin
pluralistik. Perlu kesatuan tatanan normatif. Kedua, kita hidup
dalam masa transformasi masyarakat yang sangat cepat. Dalam
transformasi ekonomi, sosial, intelektual, dan budaya itu nilai
budaya tradisional tertantang. Perubahan-perubahan budaya
terjadi begitu cepat akibat modernisasi. Dalam situasi seperti ini,
etika membantu kita agar jangan kehilangan orientasi, dapat
membedakan antara yang hakiki dan apa yang boleh berubah
dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga, dengan etika kita dapat menghadapi ideologi-ideologi
baru dengan kritis dan objektif untuk membentuk penilaian
sendiri, agar kita tidak mudah terpancing. Etika juga membantu
agar kita jangan naif atau ekstrem, tidak cepat bereaksi,
terhadap suatu pandangan baru, menolak nilai-nilai hanya
karena baru dan belum biasa. Keempat, etika juga perlu oleh
agama untuk memantabkan pemeluknya dalam keyakinan dan
keimanan.
Dengan memperhatikan manfaat etika, diharapkan peran
pendidik di manapun, dalam situasi apapun keberadaannya
tetaplah sebagai pembimbing, pembina perilaku, dan sekaligus
model berperilaku manusia beretika. Karena ini bagian dari
tanggung jawab sebagai pendidik.
Pendidik yang sukses adalah guru yang tidak hanya kaya
secara materi namun juga kaya dalam nilai-nilai moral dan
spiritualnya. Pendidik yang cerdas mampu memberdayakan
14
segala kualitas positif dalam dirinya berhak untuk mengukirkan
nasibnya sesuai dengan yang diimpikan.
15
Kode etik disusun biasanya menyesuaikan konteks lokal
dimana setiap region biasanya memodifikasi kode etik profesi
mereka sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di region
tersebut walaupun tetap ada prinsip-prinsip umum yang teguh
dipegang dan berlaku universal di berbagai wilayah. Pada
umumnya, kode etik pendidik bersumber dari:
1) nilai-nilai agama dan Pancasila
2) nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
3) nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi
perkembangan jasmaniah, emosional, sosial, dan spiritual.
16
6) secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat prosesinya.
17
Ilustrasi Kasus :
Tasya mengolok-olok temannya, Sita, yang mengenakan
jilbab ke sekolah. Tasya mengatakan Sita seperti nenek-
nenek karena mengenakan jilbab. Kebetulan saat itu Pak
Wawan, salah seorang guru, melihat kejadian tersebut. Pak
Wawan pun menghampiri Sita dan Tasya lalu menjelaskan
kepada Tasya mengenai jilbab secara sederhana serta
meminta Tasya untuk minta maaf pada Sita.
18
Ilustrasi kasus :
Di kelas Ibu Rosa, ada seorang murid bernama Afika yang
sangat menyukai musik namun membenci berhitung. Untuk
mengakali Afika agar senang berhitung akhirnya Ibu Rosa
memperkenalkan angka dan mengajari berhitung kepada
Afika melalui nyanyian dan permainan alat musik sehingga
akhirnya Afika mulai menguasai materi berhitung.
Bagaimana pendapat Anda terhadap sikap Ibu Rosa?
Apakah Anda pernah memiliki pengalaman serupa?
19
Ilustrasi kasus :
Nanda akhir-akhir ini tidak bersemangat untuk mengikuti
kegiatan belajar dan bermain dengan teman-temannya. Bahkan
dalam satu minggu ini Nanda sudah tiga kali tidak masuk
sekolah. Ibu Mirna, sebagai guru di PAUD tempat Nanda
bersekolah, alih-alih melakukan pendekatan dan menanyakan
masalah kepada Nanda, Ibu Mirna malah mengatakan Nanda
sebagai siswa pemalas dan sombong.
20
dengan individu lainnya atau dikenal juga dengan karakter.
Karakter, jika dikaitkan dengan etika, merupakan kecakapan
khusus yang didukung oleh kesadaran moral, perasaan moral, dan
tindakan moral.
2. KATAKTER
a. Pengertian
Karakter adalah evaluasi kualitas tahan lama individu
tertentu. Konsep karakter dapat menyiratkan berbagai atribut
termasuk keberadaan atau kurangnya kebajikan seperti perilaku
integritas, keberanian, ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan.
Karakter terutama mengacu pada kumpulan kualitas yang
membedakan satu orang dari yang lain. Menurut Pusat Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
karakter didefinisikan sebagai bawaan hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, temperamen, watak.
Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak. Karakter mengacu kepada serangkaian
sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations),
dan keterampilan (skills). Selain itu, karakter, khususnya
karakter yang baik, tidak berdiri sendiri melainkan merupakan
suatu rangkaian dari perbuatan yang tidak hanya ditujukan
kepada diri sendiri melainkan juga perbuatan yang berhubungan
dengan orang lain seperti yang dikatakan Aristoteles, seorang
filsuf Yunani :
21
Individu yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berperilaku
negatif akan digolongkan sebagai individu yang memiliki
karakter buruk atau negatif. Sebaliknya, individu yang
berperilaku sesuai kaidah moral digolongkan sebagai individu
dengan karakter positif. Individu yang berkarakter baik atau
positif adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang
terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya sendiri, sesama manusia,
dan lingkungannya dengan mengoptimalkan potensi dirinya dan
disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya
(perasaannya). Karakter positif berarti individu memiliki
pengetahuan tentang potensi dirinya yang ditandai dengan nilai-
nilai seperti reflektif, percaya diri, kreatif dan inovatif, mandiri,
bertanggung jawab, jujur, pemaaf, menepati janji, dan kualitas
positif lainnya.
22
Karakter juga menentukan sikap, perkataan, dan tindakan
seseorang dimana hal-hal tersebut dapat membantu untuk
mencapai kesuksesan. Pembentukan karakter individu pada
umumnya melalui berbagai proses dimana banyak faktor yang
berperan selama proses pembentukan karakter berlangsung.
Karakter terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan
(virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan
terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani
bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter
masyarakat dan karakter bangsa.
23
individu untuk memiliki karakter positif tertentu. Misalnya saja
sebagai pendidik (guru) dalam suatu komunitas pendidikan,
seperti PAUD, dibutuhkan karakter seperti jujur, perhatian,
sabar, dan karakter positif lain sebab pendidik dalam komunitas
pendidikan berperan sebagai teladan dan model bagi anak
didiknya.
24
upaya membangun karakter positif, khususnya karakter dalam
diri pendidik, disusunlah 16 pilar pembangun karakter :
1) Kasih sayang
2) Penghargaan
3) Pemberian ruang untuk pengembangan diri
4) Kepercayaan
5) Kerja sama
6) Saling berbagi
7) Saling memotivasi
8) Saling mendengarkan
9) Saling berinteraksi secara positif
10)Saling menanamkan nilai-nilai moral
11)Saling mengingatkan dengan ketulusan hati
12)Saling menularkan antusiasme
13)Saling menggali potensi diri
14)Saling mengajari dengan kerendahan hati
15)Saling menginspirasi
16)Saling menghormati perbedaan
25
c. Karakter dan Citra Diri Pendidik
26
Seorang pendidik anak usia dini, menurut Megawangi
(2005), perlu memiliki karakteristik sebagai berikut :
27
Alkisah ada seorang bernama Johny yang senang berkelana.
Ia selalu mengantongi segenggam biji apel dikantongnya.
Kemanapun ia pergi, ia selalu menebar biji apel, sehingga ia
terkenal dengan Johny Appleseed. Ia tidak berpikir apakah
benih yang ditebarkan akan tumbuh dan ia juga tidak berniat
menikmati buahnya, atau berteduh di bawahnya. Apa yang
dilakukan Johny the Appleseed ternyata menumbuhkan beribu-
ribu pohon apel yang mana Johny tidak bisa melihat hasilnya.
28
Psikolog Sigmud Freud, Ekonom Loudwig atau negara
Singapura bebas korupsi, atau warga Korea di Seoul yang
turun ke jalan berpesta pora merayakan kemenangan tim
sepak bolanya masuk ke final, tetapi tidak membuat satu
pohonpun patah, tidak ada satu pot bungapun rusak, dan
tidak ada satu pun botol minuman yang tergeletak di jalan.
29
tidak baik, begitu pula sebaliknya, karena disebut teori chaos
atau teori kekacauan.
30
2. Membangun Citra Diri Positif Anak
Banyak perilaku guru yang dapat membunuh karakter
anak, yaitu dengan membuat anak merasa rendah diri.
Seorang guru yang tidak pernah memberi pujian atau kata-
kata positif, kecuali cemoohan dan kata-kata negatif akan
memuat muridnya menjadi tidak percaya diri. Rasa tidak
percaya diri yang telah terbentuk sejak anak usia dini akan
terbawa sampai dewasa.
31
selesai guru akan menempelkan stiker di lembaran bukunya.
Dalam memeriksa hasil kerja, guru tidak mencoretr hasil
kerja anak yang salah, tetapi dengan membetulkannya
dengan cara menuliskan jawaban yang benar di samping
hasil kerja anak yang salah.
32
salah, kamu pasti tidak belajar ya?“ atau “lihat anak-anak,
betul tidak jawaban Rika?”. Seharusnya reaksi guru adalah
“jawabannya belum lengkap, mungkin ada jawaban yang
lain?” atau “jalannya sudah hampir benar, tetapi coba kamu
ulangi lagi, mungkin ada jawaban yang kamu lupakan” atau
“Ana, nanti kamu duduk sama Shella dan kamu berdua
dapat memecahkan soal itu ?”
33
Di dalam ilustrasi ini, dikandung bahwa seorang guru
perlu menampilkan etika membangun citra positif anak
melalui perilaku-perilaku : santun, tulus, mencintai anak,
memberikan pujian dan menciptakan kesenangan anak
dengan melabel atau memberi cap negatif anak.
34
saja diri kamu dulu, nanti dengan sendirinya anak kamu
akan menjadi baik “.Thomas Lickona mengatakan bahwa
“values are caught“, nilai-nilai yang ditangkap anak adalah
melalui contoh dari guru dan orang tuanya. Nilai-nilai adalah
yang diterangkan langsung oleh gurunya.
35
diri sebagai tokoh panutan, maka diri kita sendiri harus
diperbaiki dulu.
36
yang menyebabkan banyak manusia yang tidak konsisten
antara kata dan tindakannya.
37
Citra diri guru dapat dimaksudkan sebagai gambaran
tentang diri pribadi guru yang diberikan appresiasi oleh
masyarakat. Penilaian yang diberikan oleh masyarakat
terhadap guru bisa positif atau negatif tergantung kepada
kepribadian maupun karakter yang muncul sebagai wujud
profesi guru secara utuh. Citra Diri Positif (positive self-
image) dapat membangun dan mempermudah karir
seseorang, karena dia memandang positif kepada
kemampuan diri, melihat kelebihan diri, bukan
kekurangannya. Dengan berpikir positif pada diri, membuat
dirinya berharga.
38
untuk meraih keberuntungan. Citra diri yang positif
mendorong guru untuk menjadi pemenang dalam segala hal.
Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan,
kegagalan, kesulitan dan hambatan sifatnya hanya
sementara. Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju
kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut,
melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar.
Seringkali kita memandang pada pintu yang tertutup terlalu
lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada pintu-pintu
kesempatan lain yang terbuka untuk kita.
39
DAFTAR PUSTAKA
Ronnie M., Dani. Seni Mengajar dengan Hati. Jakarta : Elex Media
Komputindo, 2005
Tim Penyusun Naskah PLPG PGSD FIP UNJ. Modul Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru Sekolah Dasar. Jakarta : Universitas Negeri
Jakarta, 2011.
40