Anda di halaman 1dari 2

Rasa Malu

Hadits nomor 20, yaitu hadits:

‫ “ِإ َّن ِم َّما َأ ْد َركَ النَّاسُ ِم ْن َكالَ ِم النُّبُ َّو ِة‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫ع َْن َأبِي َم ْسعُوْ ٍد البَ ْد ِري – َر‬
َ َ‫ ق‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ – قَا َل‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬
َ‫ ِإ َذا لَ ْم تَ ْستَحْ ِي فَاصْ نَ ْع َما ِشْئت‬:‫ا وْ لَى‬. ‫ُأل‬

Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badri Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa beliau berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sungguh diantara perkara yang diketahui oleh manusia
dari perkataan kenabian terdahulu adalah: Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu”
(HR. Bukhari)

Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu

Dalam hadits ini beliau mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: “Sungguh diantara perkara yang diketahui oleh manusia dari perkataan kenabian
terdahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu'”

Awal hadits ini menjelaskan bahwasanya apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini sudah diketahui oleh orang-orang dari masa ke masa, sudah
dipahami oleh orang-orang lintas generasi. Dan ajaran ini merupakan warisan dari Nabi-Nabi
terdahulu. Hal ini tidaklah mengherankan, karena agamanya para Nabi adalah sama; agama
samawi/agama langit yang diturunkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka saling
menegaskan, mereka saling menguatkan, mungkin berbeda syariat dalam beberapa hal tapi
pokok ajaran agamanya sama dan tidak berbeda. 0

Ajaran Untuk Memiliki Rasa Malu

Juga diantara ajaran yang diajarkan oleh Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam kemudian dikuatkan dan ditegaskan lagi oleh Islam adalah ajaran untuk
memiliki rasa malu, seperti yang disebutkan dalam hadits ini. Maka awal hadits ini menjelaskan
bahwasannya ajaran untuk memiliki sifat malu, ajaran untuk menumbuhkan rasa malu dalam diri
kita, ini adalah ajaran yang sudah diajarkan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ajaran ini tidak dihapuskan oleh Islam. Artinya ajaran ini masih relevan, ajaran ini justru malah
ditegaskan oleh Islam melalui sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam
hadits ini.

َ‫ِإ َذا لَ ْم تَ ْستَحْ ِي فَاصْ نَ ْع َما ِشْئت‬

“Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.”


Perintah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di sini untuk berbuatlah sesukamu. Ini
memiliki beberapa penafsiran:

Penafsiran hadits yang pertama adalah bahwasanya perintah dalam hadits ini adalah perintah
sebagaimana mestinya. Jadi Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Sallam
memerintahkan kita untuk berbuat sesuka jika perbuatan yang kita lakukan itu bukanlah sebuah
perbuatan yang kita pantas malu darinya. Jika itu bukan maksiat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, jika itu bukan sesuatu yang menghilangkan wibawa kita dihadapan manusia meskipun
barangkali dibolehkan secara agama, maka itu boleh kita lakukan.

Jadi, kalau perbuatan itu bukan berupa maksiat yang dilarang, bukan sesuatu yang membuat
wibawa kita jatuh, bukan termasuk ‫خوارم المروءة‬, maka kita boleh melakukan hal itu. Jangan ragu-
ragu, jangan malu, silahkan lakukan.

Ada redaksi perintah, “Berbuatlah sesuka hatimu” yang artinya adalah perintah sebagaimana
mestinya. Perintah dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kita agar berbuat
sesuka. Tapi kapan? Yaitu ketika yang kita lakukan adalah sesuatu yang kita tidak perlu
malu darinya. Dan Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad menjelaskan dalam karya beliau: ‫فتح القوي‬
‫المتين في شرح األربعين‬, beliau menjelaskan bahwasannya makna perintah di sini artinya adalah
pembolehan, jika engkau tidak malu maka engkau boleh berbuat sesukamu. Dan ini tidak
membuat perintah keluar dari babnya.

Jadi redaksinya perintah dan maknanya juga perintah. Meskipun perintah bisa kadang-kadang
berarti wajib, bisa berarti sunnah, bisa berlatih boleh. Tapi ini tidak keluar dari bab perintah.

Penafsiran hadits yang kedua bahwasanya ini perintah tapi maknanya adalah ancaman. Jadi
seolah-olah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengancam kita, “Kalau engkau
tidak punya rasa malu lagi, maka berbuatlah sesuka hatimu, terserah”. Ini makna hadits yang
kedua. Redaksinya perintah tapi artinya adalah ancaman. Dan ini keluar dari bab perintah.

Hal seperti ini juga ada dalam hadits-hadits yang lain. Bahkan juga ada dalam ayat-ayat Al-
Qur’an. Diantaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ِ َ‫﴾ا ْع َملُوا َما ِشْئتُ ْم ۖ ِإنَّهُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬


…٤٠﴿ ‫صي ٌر‬

“Berbuatlah sesuka kalian, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Melihat apa yang
kalian lakukan.” (QS. Fussilat[41]: 40)

Ini adalah tahdid (ancaman). Jangan sampai kemudian seorang diantara kita memahami bahwa
“Ya sudah, kalau begitu saya akan berbuat sesuka hati saya karena Allah perintahkan kita untuk
berbuat sesuka hati kita.” Tidak ada orang Arab yang memahami demikian saat mereka
mendengar ayat ini. Ini bukan perintah untuk berbuat semau mereka, tapi ini adalah ancaman
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Anda mungkin juga menyukai