Anda di halaman 1dari 5

Ada Kalanya Cinta Datang Dan Menghilang

Oleh: Nur Laila Maghfiroh

Kalian tahu? Pada awalnya cinta datang karena sebuah pertemuan yang berakhir
menjadi kebersamaan, entah itu selamanya atau hanya sesaat hanya kita yang bisa
menentukan. Aku tahu bahwa semua orang berhak mendapatkan sebuah cinta yang tulus dan
murni, tapi apakah kalian tahu apa sebenarnya arti cinta?. Menurut ku Cinta mempunyai arti
yang berbeda beda, bagiku cinta adalah sebuah kenyamanan sesaat yang membuat kita lupa
bahwa kita pernah merasakan rasa sakit yang tak pernah kita lupakan, tapi sekarang tidak.
Karena dia aku mengubah sudut pandang yang berbeda dari arti sebuah kata cinta. Cinta
adalah sebuah ketulusan, kenyamanan, dan kebahagiaan yang membuat kita tak ingin lepas
dari cinta. Bertahan walau tak sanggup membuat cinta dipenuhi oleh banyak perjuangan. Dan
kini karena dia sosok yang kucintai, aku mengalami hal yang di sebut dengan makna kata
cinta yang sesungguhnya.

Malam yang dingin aku berjalan di tepi jalan, jalanan yang padat dan bising itu tak
membuatku untuk memperhatikan sorot lampu kendaraan dan kelap kelip bintang di malam
hari. Berjalan saja rasanya berat seperti sedang berjalan dengan borgol rantai besi yang di
pasang di pergelangan kakiku. Mengingat kejadian tadi, rasanya ingin mati saja.

Hari itu hari di mana aku terlalu bahagia karena mendapatkan kerja paruh waktu
sebagai guru mengajar seni untuk anak-anak yang di buka setiap hari Minggu, cocok untuk
aku yang mempunyai banyak waktu luang di hari Minggu. sontak aku langsung menemui
kekasihku Tio di apartemennya yang letaknya tak jauh dari kampusku, aku langsung masuk
ke dalam apartemen dan memasukkan kode sandi apartemen yang sudah aku hafalkan. karena
aku kekasihnya, aku jadi tahu kode sandi apartemennya dan bisa masuk kapan saja.
Menurutku Tio adalah tipe kekasih yang di idamkan banyak wanita. Selain tajir dan tampan
dia juga termasuk mahasiswa yang pintar, bahkan bisa dibilang lebih pintar dariku. Aku
memasuki apartemen dan menutup pintu kembali rapat. Melihat sosok wanita lain yang
dirangkul Tio itu sedang tertawa duduk manis di depan televisi membuat ku marah. Karena
Tio pernah berjanji akan selalu ada di sampingku meskipun aku memang memiliki banyak
kekurangan. Aku berjalan dan menghampiri mereka dan menampar wajah Tio dengan keras.
Pandanganku ter-alihkan oleh sosok wanita berparas cantik ini membuatku tak percaya diri
dengan aku yang biasa-biasa saja, tapi tetap saja aku ini kekasihnya, aku berhak untuk marah
saat Tio sedang berselingkuh.
"Ini apa! Kamu selingkuh?!" Ucapku dengan penuh amarah.

"Apa sih, main tampar-tampar aja, ngomong itu yang baik-baik sopan gitu." Jawab
Tio. Jawaban Tio membuatku berfikiran lain tentang Tio, mungkin wanita yang di samping
Tio itu bukan selingkuhannya tapi adiknya atau sepupunya bisa jadi kan.

"Dia siapa?" Tanya ku dengan lembut berharap jawaban Tio adalah jawaban yang aku
harapkan.

"Oh.. kenalin dia pacar baru aku." Hati ku hancur berkeping keping, rasanya Tio
memang sengaja memperlihatkan dia sedang berselingkuh di depanku. Melihat aku yang tak
berdaya ini tanpa berhenti meneteskan air mata meski aku berusaha untuk menahannya. Aku
meninggalkan apartemen dengan perasaan campur aduk. Kenapa sekarang ini terjadi, padahal
aku baru saja bahagia dan senang karena mendapatkan pekerjaan paruh waktu.

Dimalam yang sama aku berjalan di tepi jalan yang ramai dan padat oleh
kendaraan. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan aku hanya berjalan lurus seperti
tidak mempunyai tempat tujuan. Meskipun melangkah saja rasanya berat, tapi tak seberat apa
yang aku rasakan tadi, karena merasa di khianati oleh kekasihku sendiri. Padahal aku sudah
sepenuhnya percaya dengan Tio yang kukenali sejak aku SMA dulu. Melihat disana ada
tempat duduk, aku langsung duduk melamun dan menangis tersedu sendu, meski banyak
orang yang melihatku heran, aku tetap tak peduli dan lebih memilih untuk diam dan
menangis. Sudah cukup ditinggalkan orang tua tapi kenapa harus ditinggalkan Tio orang
yang sangat aku percayai.

"Jangan menangis." Aku yang masih menangis ini langsung mengalihkan


pandanganku ke arah orang yang ada di sampingku ini, bahkan aku tak sadar orang itu datang
dan duduk di bangku bersamaku. Mungkin karena terlalu lama melamun dan menangis
membuatku tak memperhatikan sekitar. Aku menghapus air mata ku dan melihatnya.
Meskipun tampan tapi wajahnya terlihat sangat pucat, wajar kalau pucat tangan ku saja
terlihat pucat karena kedinginan, mungkin pria ini merasakan hal yang sama.

"Hal seperti itu wajar untuk kita, Tuhan ingin kita mendapatkan seseorang yang lebih
baik meski kita tak tahu apa rencana tuhan, tuhan tahu apa yang terbaik untuk kita." Ucap
pria tadi dengan serius. Aku masih saja menangis layaknya orang cengeng yang sedang
mengadu kepada ibunya.
"Ya menangis memang membuat kita lega, tapi itu tidak akan menyelesaikan
semuanya." Setelah lama kita berbincang aku memberanikan diri untuk menanyakan
namanya karena aku sangat penasaran dengan dia yang membuatku merasa lebih baik.
Akhirnya aku memberitahukan namaku lebih dulu dan menjulurkan tanganku.

"Oh iya namaku Cia, namamu?"

"Teren."

Hari semakin gelap sebentar lagi tengah malam, aku dan Teren masih saja berbincang tentang
kehidupanku dan dia. Entah kenapa aku merasa sangat nyaman dengan keberadaan Teren
disisiku, padahal aku baru saja kenal dengan sosok bernama Teren ini. Rasanya seperti Teren
ditakdirkan untuk menghiburku hari ini.

Aku masih teringat sosok Teren dalam benakku. Mengingat kejadian tadi aku ingin
segera bertemu Teren lagi dan berbincang lagi. Di jam dan tempat yang sama aku melihat
Teren yang duduk di bangku yang sama pula, memandang lampu kuning terang terlilitkan
bunga membuat lampu itu tampak hidup meski tiangnya yang sudah berkarat dan bengkok.
Aku heran setiap kali aku melihat Teren, Teren selalu melamun menatap tiang lampu itu
dengan mata penuh kesedihan. Teren yang bisa menghiburku tapi tidak bisa menghibur
dirinya sendiri membuat ku ingin membantu menghiburnya. Aku pun menghampiri Teren
dan duduk di sampingnya bertanya sedang apa.

"Dulu kekasihku pernah kecelakaan di sini." Tatapan kosong itu membuat bulu
kudukku berdiri, pantas saja setiap aku jalan di sana tengah malam hawanya terasa begitu
mistis, bisa jadi arwah kekasih Teren masih gentayangan di sana. Teren yang tengah duduk
itu masih menatap tiang lampu tua itu. Ingin sekali mengajak bicara aku langsung
menanyakan alamat rumah Teren, Teren yang ragu untuk memberitahukan alamat rumahnya
akhirnya Teren memberitahu alamat rumahnya. Rumahnya tak jauh dari sini, aku langsung
menarik tangan Teren dan langsung pergi ke rumah Teren. Aku ingin menghibur Teren yang
masih saja tidak bisa melupakan kekasihnya. Suasana rumah Teren terasa angker karena
bangunan tua ini. Meski begitu Teren tetap bisa tinggal di sini, berarti tidak akan terjadi apa-
apa. Tapi tetap saja bulu kudukku masih merinding. Aku dan Teren bermain tebak tebakan
dan tertawa bersama, melihat Teren yang sedang tertawa itu membuat jantungku berdebar
dengan kencang. Aku tak bisa mengendalikan ekspresi ku, dan mukaku rasanya sudah
memerah lebam. Malu melihat Teren yang terlihat seperti orang bodoh saat melihat ku.
Karena malu, aku Langsung pamit pulang dan bergegas pergi dengan degupan jantung yang
berdebar seiring dengan langkah ku berlari.

Hari ini hari Minggu, aku mengajar anak-anak menggambar dan melukis, melihat
anak-anak sangat gembira, aku turut bahagia. Dengan sekejap aku langsung teringat dengan
sosok Teren. Aku berencana pergi ke rumah Teren nanti malam. Waktu yang kutunggu
tunggu untuk menemui Teren. Sepulang mengajar aku Langsung mandi dan pergi ke rumah
Teren. Aku tak sabar ingin melihat senyumnya yang indah itu. Sungguh aku tak pernah
merasakan hal yang seperti kepada orang yang belum lama aku kenal.

Di rumah Teren seperti biasa aku dan Teren bergurau dan bercanda, dan iya itu
membuat jantung ku berdetak di atas normal. Mulutku yang tak bisa ku kontrol mengucapkan
kata-kata yang seharusnya tidak diucapkan sekarang.

“Aku menyukaimu Teren.” Suasana tiba-tiba terasa hening dan tajam. Aku tak berani
menatap wajah Teren. Akhirnya aku memberanikan untuk mengangkat kepalaku dan
menatapnya. Kaget ada sosok wanita di pojok tembok ruangan melihat aku dan Teren sedang
berbincang. Rasanya ingin teriak. Rasa takut menguasai tubuhku dibandingkan rasa berdebar
saat bersama Teren. Teren yang menyadari bahwa aku sedang ketakutan itu langsung
memegang kepalaku dan membuatku kembali menatap matanya.

“jadilah pacarku Cia.” Sudah kuduga, rasa takut ku bisa hilang ketika ada Teren
disisiku. Teren langsung memelukku dan mengusap punggungku dengan lembut. Aku masih
tidak percaya bahwa Teren juga punya perasaan yang sama denganku. Apakah ini yang
dinamakan cinta pandangan pertama?.

Di hari pertama kami jadian aku berencana untuk menemuinya sore hari, tapi
sayangnya pintu rumahnya terkunci rapat, mungkin Teren belum pulang. Aku
mengunjunginya lagi di malam hari dan ternyata Teren masih saja tidak ada. Aku panik dan
sangat gelisah, tak ingin Teren mengalami hal buruk aku mengunjunginya besok pagi-pagi
sekali. Matahari baru saja terbit beberapa menit yang lalu, aku mengunjungi rumahnya dan
berteriak memanggil nama Teren. Teren tidak ada kabar sama sekali setelah malam yang
mendebarkan itu. Seorang ibu rumah tangga keluar dari rumahnya.

“Neng, tuan rumahnya sudah meninggal.” Kaki ku terasa lemas. Aku tidak bisa
mengatur nafasku. Rasanya hidupku dipermainkan seperti layaknya boneka. Setelah apa yang
terjadi tentang Tio sekarang harus Teren juga. Aku bertanya lebih rinci kepada ibu rumah
tangga tadi, mengenai Teren.

“begini neng tuan rumah ini meninggal gantung diri kira-kira 2 tahun yang lalu.
Karena kekasihnya yang meninggal sangat tragis di jalan depan tiang lampu kuning tua itu.
Pasti neng tahu kalau di sana banyak rumor yang beredar tentang sosok hantu yang sering
menampakkan dirinya.” Aku masih tidak percaya dengan apa yang di katakan ibu tadi. Baru
kemarin lusa aku bertemu dengan Teren tapi kenyataannya Teren meninggal 2 tahun lalu.
Apakah ini Cuma mimpi.

Di rumah, aku mencoba untuk tidur menenangkan pikiranku. Mungkin saja ini hanya
imajinasiku. Tidak mungkin Teren mati begitu saja. Aku terlelap dalam tidur di waktu yang
panjang. Aku terbangun di malam hari kaget dengan memori yang masih aku ingat tentang
Teren. Melihat baju yang ku kenakan berbeda dengan saat aku ke rumah Teren membuatku
berfikir bahwa itu hanyalah sebuah mimpi yang panjang, bagaimana sebuah mimpi bisa
membuat luka yang membekas dan aku masih saja merasakannya. Aku turun dari ranjangku
dan ingin mengambil segelas teh hangat untuk membantu meredakan pusing di kepalaku.
Tanpa ku sadari ada sosok laki-laki berwajah pucat terpantul dari cermin kamar ku yang bola
matanya mengikuti gerak langkah kaki ku. Aku merasakan rasa rindu yang aku sendiri tak
tahu sedang merindukan siapa disertai dengan hawa seram di belakang punggungku. Saatku
melihat ke belakang ternyata tak ada siapa-siapa.

***

Nama: Nur Laila Maghfiroh


Alamat: Tunggul Pandean RT4 RW1
No.hp : 085742125548
No.WA: 081215021928
E-mail: Afiyahn298@gmail.com
Instagram: @Kaohuening14

Anda mungkin juga menyukai