Mengapa Indonesia bisa mengatasi gerakan radikalisme yang ada, sedangkan negara Somalia yang juga menganut paham wahabi salafi tidak bisa mengatasinya. Padahal mereka mahad nya sama ijtihad nya sama kitab kitab tafsirnya sama tapi kesalahannya mereka saling mengkafirkan satu sama lain inilah yang disebut gus islah bahrahi sebagai efek paham alwara wal baraq yang dicetuskan ibnu taimiyah. Ibnu taimiyah orang yang hidup pada masa keruntuhan bani abassiyah dari serbuan bangsa mongol tahun 1928 dan ketika itu ibnu taimiyah hidup pada masa peperangan orang eropa dengan orang arab islam untuk merebutkan yerussalem, maka dari itu semua kitab yang ditulis oleh ibnu taimiyah selalu mengunggah keterpurukan islam pada masanya. Menurut gus islah bahrawi kita itu sebenarnya bukan penganut agama tetapi penganit tafsir-tafsir agama yang hal itu menyebabkan semua umat islam memiliki kondisi yang berbeda-beda, karena tafsirnya berbeda. Maka dari itu ibnu salawiyah berkata janganlah kita mengklaim kebenaran- kebenaran itu karena allah itu betul betul menekankan cetak tebal dalam al-quran bahwa saya menciptakan manusia dengan segala perbedaaannnya baik bersuku suku, berbangsa-bangsa dengan tafsir-tafsirnya beragama yang berbeda dengan konsep yang berbeda karena perbedaan itu sunatullah dan kita dituntut untuk litaarofu (saling mengenal) . Takdir-takdir kelahiran itu tidak dapat dipisah ada anak yang lahir dari orang tua yang berstatus agama hindhu maka dia akan beragama hindhu , ada juga anak yang lahir dari orang tua yang beragama islam maka dia akan beragama islam. Kalian yang selalu mengklaim merasa paling benar dan merasa kebenaran itu selalu di pihak saya kalian akan belajar akan kebencian dan perbedaan itu dan kalian melawan sunatullah. Dan Inilah yang saat ini harus kita gugah atau luruskan saat ini karena semua kebenaran-kebenaran atau hegemoni kebenaran itu kemudian datang berlipat- lipat brlapis-lapis dengan kepentingan-kepentingan politik makanya kemudian ajaran-ajaran ibnu taimiyah itu di implementasikan dalam gerakan kemerdekaaan Saudi dari cengkraman kekaisaran Otoman pada zamannya, lalu keterpurukan politik islam di Mesir dijadikan acuan-acuan oleh said kutub dalam jailiyatul kornil dari situ kemudian berkembang dan ditulis oleh muhammad kutub dengan jailiyatul korin kemudian ditulis ulang oleh alkarodowi aiyman aljawahiri diimplementasikan oleh osamah bin ladesh kemudian semua bergulung-gulung dslam kebencian dan brutalitas itu yang menyebbkan teror itu. Lalu sering kali kita menemukan pertanyaaan bahwa wahabi salafi tidak mengajarkan kita tentang kekerasan. Memang wahabi salafi tidak mengajarkan kekerasan tetapi produk akhir yang dihasilkan sama unshul fikihnya dengan orang orang yang diyakini oleh wahabis. Jika kita mengharamkan musik maka kalian sama dengan orang -orang wahabi teroris yang ditangkap sama pemahaman fikihnya sama, Jika kalian tidak mau menyanyikan lagu Indonesia raya hormat bendera mengharamkan wayang paham kalian sama dengan teroris yang ada di penjara. Ini kisah yang sama dengan Somalia. Somalia saaat ini tidak berhasil menentramkan rakyatnya kaerna saling mengkafirkan satu sama lain dengan tafsir yang sama. Apa kemudian kita mau mengimplementasikan gerakan seperti ini? Yang namanya al sabab berasal dari 32 orang yang aktif dalam pengajian islam di dalam ketentaraaan Somalia namanya pengajian islam al ijtihad al islamiyah yang dipimpin oleh muhammad hasan. Setelah dia berkembang di dalam pengajian itu jumlahnya makin banyak dian merekrut penjahat di jalanan dan bajak laut di Somalia sehingga entitas mereka membesar lalu dia mengambil senjata-senjata di gudang senjata lalu mereka berdiri menjadi kekuatan besar yang namanya al sabab dan mereka sulit dikendalikan hari ini mereka berkembang ke Soamlia, Tanzania, dan negara tanduk Afrika atas nama agama. Bahkan agama diciptakan bukan untuk membenci atau untuk saling mengkafirkan, fungsi agama adalah u tuk menertibkan manusia jika da orang yang memeluk agam tiba-tiba dia tidak tentram gelisah dengan keimanan orang lain ingin mengkafirkan orng lain bukan salah agamanya melainkan salah tafsirannya. Lantas sikap kita untuk dikatakan orang yang beragama yaitu jangan karena agama kita menjadi membneci orang lain mengkafirkan orang lain lalu kemydian jika orang tersebut berbeda dengan kalian nerakakan, setelah kalian merasakan tidak punya dosa lalu kalian menghitung dosa orang lain. Seperti musisi yang bermain musik jika saat hijrah mereka mengkafirkan musik dan mengajak teman-temannya untuk tidak bermain musik den mengkafirkannya. Maka awalah agama islam ke arah kedamaian anti kebencian anti kekerasan itulah yang dinamakan beragama.