Anda di halaman 1dari 3

Ujian Akhir Semester Geologi Minyak dan Gas Bumi

Teknik Geofisika
Universitas Lampung

ELEMEN-ELEMEN DAN PROSES PETROLEUM SISTEM PADA LAPANGAN


BAMPO-PEUTU, CEKUNGAN SUMATRA UTARA, INDONESIA

Oleh

Astri Yunita
2015051028
Kelas A

Indonesia memiliki sistem perminyakan Bampo-Peutu di Sumatera Utara, dimana


letaknya di dekat ujung barat laut kepulauan Indonesia dan memanjang dari daratan
Sumatera ke Laut Andaman. Sistem Bampo-Peutu mewakili pengakhiran utara dari rantai
sistem perminyakan produktif yang membentang di sepanjang sisi timur laut pulau
Sumatera. Sejarah awal eksplorasi minyak bumi di Sumatera Utara penuh warna di ahir
abad kesembilan belas. Eksplorasi awal dimulai pada tahun 1880-an, pengeboran eksplorasi
dimulai si tahun 1883, dengan penemuan pertama di Telaga Tunggal tahun 1885 (Van
Bemmelen, 1970). Pada abad ini ditemukan ladang tambahan, dan dari keberhasilan ini,
maka lahir industri perminyakan lokal dan awal yang kemudian menjadi salah satu
perusahaan minyal terbesar di dunia, Royal Dutch Shell.
Pada Bampo-Peutu sistem perminyakan terkandung dalam depresi tektonik besar
atau cekungan Sumatera Utara. Cekungannya di batasi oleh Punggungan Mergui di barat,
Peron Malaka di timur, Pegunungan Barisan di selatan, dan pertemuan punggungan Mergui
dan Peron Malaka di utara, Adapun cekungannya membentang hamper 300.000 km2 dan
memiliki isi lebih dari 6 km dari Sebagian besar batuan sedimen tersier berbutir halus di
beberapa depocenter terdalam. Strata tersier mencatat sejarah awal rifting ekstensional
membentuk cekungan, dan diikuti oleh periode sedimentasi yang stabil, dan terakhir, periode
kompresi yang dimulai pada waktu Miosen tengan, tetapi berpuncak pada Plio-Pleistosen
yang mengangkat Pegunungan Barisan. Bagian cekungan Sumatera Utara yang berisi system
perminyakan Bampo-Peutu.
Pada cekungan Sumatera Utara kita bisa mengetahuinya dengan melihat ciri-cirinya,
yaitu adanya serangkaian struktur tinggi dan dalam yang berselang-seling dengan orientasi
utara-selatan yang kira-kira sama. Penampang skematik timur-barat memiliki beberapa fitur
penting, termasuk Arun dan Alur Siwah highs, Jawa dan Lho Sukon deeps, dan paparan
malaka. Penampangnya didasarkan pada interpretasi yang terintegrasi dari seismic refleksi
dan data sumur. Konfigurasi struktur sekungan diartikan sebagai serangkaian horst (tinggi)
dan graben (dalam) berarah utara-selatan yang orientasinya terkait dengan butiran structural
basement yang sudah ada sebelumnya (Ascope, 1985).
Sedimentasi pada awal kedalaman dipengaruhi oleh butiran struktural utara-selatan,
karena unit sedimen basal umumnya terbatas pada paleodepresi. Sedimentasi dan subsidensi
berlangsung tanpa henti di kedalaman dari Oligosen awal sampai Holosen. Pada tempat lain,
sedimentasi diganggu oleh pengangkatan lokal, jeda pengendapan, atau erosi regional,
karena beberapa ketidakselarasan sudut ada pada beberapa ketinggian struktural. Sesar-sesar
bawah tanah yang mengikat tinggi-tinggi secara lokal meluas ke atas ke dalam strata Pliosen
yang menunjukkan pergerakan setidaknya sampai waktu Pliosen. Selama waktu Tersier
akhir, cekungan Sumatera Utara didominasi dengan peristiwa kompresi yang dapat menjadi
penyebab pengangkatan batas barat daya cekungan dan peninggian Pegunungan Barisan.
Ujian Akhir Semester Geologi Minyak dan Gas Bumi
Teknik Geofisika
Universitas Lampung

Deformasi ini adalah terkait dengan pengaturan tektonik Sumatera di margin tenggara
lempeng Eurasia. Palung Sunda atau Jawa dimana lempeng India secara aktif menunjam di
bawah lempeng Eurasia merupakan penanda dari Batas Lempeng. Konvergensi dan
Subduksi lempeng yang ada di sepanjang batas ini sudah dikaitkan dengan pengangkatan
dan busur magmatik yang terkait, Pegunungan Barisan. Pada cekungan Sumatera Utara
ditemukan banyak fitur kompresional yang dihasilkan dari pengaruh pola sedimen dari
kompresi yang membentuk front gunung.

Gambar 1. Luas Geografis Sistem Perminyakan Bampo-Peutu


Berdasarkan gambar diatas, yaitu luas geografis perminyakan Bampo-Peutu dimana
menunjukkan lokasi penemuan lapangan kondensat gas. Bagian putus-putus dari garis batas
mencerminkan ketidekpastian penempatannya akumulasi minyak yang berada di system
perminyakan Sumatera Utara lainnya, Adapun pada gambar diatas dapat dilihat penampang
AA’.
Serpih cekungan Bampo di sebelah barat tinggian Arun. Foraminifera num mulitik
disertai dengan alga dan puing-puing koral menunjukkan perairan yang jernih dan hangat
serta lingkungan tepian yang dangkal. Formasi Bampo terdiri dari strata berbutir halus
Oligosen atas (batulempung, batulempung, dan serpih hitam) yang secara selaras melapisi
dan berselaput dengan klastik basal yang lebih kasar dari Formasi Bruksah. Mendiagnosis
fosil di Bampo tidak sering terjadi, tetapi jika ada, menunjukkan sedimentasi laut dalam
yang mungkin kekurangan oksigen. Namun, bukti geokimia menunjukkan bahwa Bampo
sebagai sumber utama sebagian besar hidrokarbon dalam sistem Bampo-Peutu. Serpih
Bampo yang terlalu bertekanan dapat memberikan impermeable segel bawah untuk reservoir
Peutu di atasnya batu. Formasi Bampo dan di beberapa tempat, Formasi Bruksah dibatasi di
atas oleh ketidakselarasan regional yang merupakan sudut lokal, menunjukkan bahwa lebih
dari100 m bagian sudah terangkat dan terkikis. Contohnya adalah, bagian yang hilang di
bawah ladang gas Arun. Peristiwa erosi ini diikuti oleh transgresi Miosen awal dan
pengendapan Formasi Peutu. Serpih dan napal Formasi Peutu yang tebal terendapkan di
dalam. Litologi ini bersinggungan dengan karbonat platform dan dengan karbonat terumbu
lokal atau penumpukan bioklastik di mana ruang bawah tanah metamorf tinggi. Fasies
karbonat terumbu karang ini terdiri dari reservoir utama untuk akumulasi minyak Bampo-
Peutu seperti ladang gas Arun, sedangkan serpih Peutu yang mengapit menyediakan segel
lateral bertekanan berlebih. Serpih cekungan Peutu juga dapat mewakili sumber hidrokarbon
sekunder secara lokal.
Ujian Akhir Semester Geologi Minyak dan Gas Bumi
Teknik Geofisika
Universitas Lampung

Sebagian besar terumbu Peutu yang tidak memiliki porositas sekunder tidak memiliki
porositas primer yang cukup untuk menjadi reservoir minyak bumi yang memadai. Dalam
sistem perminyakan ini, litologi memberikan segel atas yang sangat baik untuk akumulasi
gas-kondensat di bawah batuan reservoir Peutu. Jika secara lokal, batupasir terdapat pada
Formasi Baong di sepanjang tepi selatan cekungan Sumatera Utara. Namun, di sebelah
tenggara, strata Baong diperkirakan sebagian besar merupakan batuan sedimen delta dengan
fasies berbutir halus lokal sebagai batuan induk untuk akumulasi minyak ringan dari sistem
minyak Baong-Keutapang atau Seurula yang ditemukan di bagian cekungan ini. Sistem
perminyakan mendefinisikan semua elemen geologi dan proses yang penting untuk
akumulasi minyak bumi (Magoon,1989). Memahami hubungan temporal dari proses ini
diperlukan untuk sepenuhnya mengevaluasi sistem perminyakan dan perkembangan
historisnya. Hidrokarbon di Sumatera Utara berasal dari beberapa satuan batuan induk,
termasuk serpih dan batulempung dalam Formasi Bampo, serpih cekungan dan napal dalam
Formasi Peutu, dan serpih dalam Formasi Baong.
Pemodelan maturasi horizon sumber Bampo dan Peutu dilakukan dengan sistem
pemodelan maturasi terkomputerisasi yang dikembangkan secara internal. Batas-batas untuk
jendela minyak dan gas berlabel diinterpretasikan dari interpretasi reflektansi vitrinit dan
hasil pemodelan cekungan yang memperkirakan fraksi sumber kerogen yang dikonversi
menjadi hidrokarbon melalui waktu, menggunakan asumsi sebelumnya. Hasil eksplorasi dan
pemodelan menunjukkan bahwa hidrokarbon gas-kondensat merupakan produk migrasi
(pengusiran) utama dari dekomposisi termal tipe Bampo dan Peutu. Volume hidrokarbon
yang berpotensi cair yang dihasilkan dari batuan induk yang kurus dan rawan gas tersebut
diperkirakan cukup terbatas sehingga terlarut dalam fase gas yang dominan volumenya
untuk dilakukan dari batuan induk sebagai bagian bawahan dari fase gas-kondensat.
Identifikasi fasies cekungan berbutir halus pada Formasi Bampo dan Peutu sebagai
batuan induk untuk akumulasi gas-kondensat di Sumatera Utara didasarkan pada bukti
geokimia dan geologi. Perbandingan kimia dan isotop antara gas-kondensat Arun dan bahan
organik yang diekstraksi dari batuan induk Bampo-Peutu konsisten dengan kemungkinan
hubungan genetik. Selain itu, kurangnya unit batuan organik lain yang mengandung karbon
dengan ketebalan yang signifikan di daerah terdekat mendukung korelasi ini dengan proses
eliminasi. Hasil pemodelan cekungan tiga dimensi menunjukkan bahwa sedimentasi Tersier
akhir yang substansial dan gradien panas bumi yang luar biasa tinggi menyebabkan konversi
kerogen yang cepat dan denyut singkat migrasi hidrokarbon. Estimasi efisiensi trapping
menunjukkan bahwa muatan hidrokarbon bukan merupakan faktor pembatas terjadinya
akumulasi besar dalam sistem, tetapi sebaliknya, reservoir yang memadai dan atau
mekanisme trapping adalah parameter kritis yang membatasi efisiensi Bampo-Peutu secara
keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai