Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SUCCESSFULL AGING
MATA KULIAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA

Oleh :
Nosten Saputra Sitorus : 210701501021
Nurpadilla : 210701500068
Rabiatul Adawiah : 210701502113
Rahma putri : 210701502169

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pertumbuhan lanjut usia di Indonesia pada saat ini sangat pesat bahkan tidak hanya di
Indonesia melaikan mendunia. Predisksi jumlah penduduk lansia di Indonesia hingga
tahun 2100 akan menunjukan angka kelipatan yang luar biasa, 5 kali lebih tinggi
dibandingkan tahun 2013 (8,9% menjadi 41%), bahkan melebihi prediksi jumlah lansia
dunia yang hanya 35,1%. Dari gambaran tersebut jumlah lanjut usia di indonesia
dibandingkan jumlah lanjut usia dunia masih lebih rendah 4,5%, demikian pula ditahun
2050 prediksi lansia di Indonesia masih 3,9% lebih rendah dibandingkan lanjut usia
didunia.
Menurut Undang-undang No. 13 Ayat 1-2 Tahun 1998 dinyatakan bahwa yang dimaksud
dengan lanjut usia adalah seorang yang berumur 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu
penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi pada
masa lanjut usia dalam mempersiapkan lingkungannya, kemungkinan yang pertama
rangsangan-rangsangan yang dipersiapkan akan berada dalam batasan-batasan optimal
sehingga timbulnya kondisi keseimbangan (homeostatis). Kemungkinan yang kedua
adalah rangsangan-rangsangan itu berada diatas batasan optimal (overtsimulation) atau
dibawahnya (understimulation) akibat dari kemungkinan kedua ini adalah stress dan
manusia harus melakukan perilaku penyesuain diri (coping behavior).
Lanjut usia yang meraih successful again adalah tipe lanjut usia yang berhasil. Banyak
kriterianya untuk dikatakan sebagai lanjut usia (lansia) yang berhasil, dapat dilihat dari
sudut pandang misalnya: fungsi jantung, fungsi kognitif, kesehatan mental dan ada juga
yang dilihat dari produktifitas, kondisi ekonomi, yang memiliki arti penting bagi kondisi
kesehatan lanjut usia. Selain itu, ada yang melihat dari panjangnya umur, sebagai tanda
kesehatan fisik dan mental seseorang (Suardiman, 2011).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah ”Bagaimanakah
identifikasi successful aging pada lansia.

C. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah memahami gambaran dan konsep successful aging pada
lansia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Successful Aging


Aging (lansia) merupakan istilah tahapan paling akhir dari proses penuaan. Hurlock (1999),
menyatakan bahwa lansia merupakan periode terakhir atau periode penutup dalam rentang
hidup seseorang.Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-
efek tersebut menentukan lansia dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk,
akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang
buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya
mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia madya (Firlianda, 2017).
Winn (dalam Firlianda,2017) mengatakan bahwa Successful Aging adalah sesuatu yang
menggambarkan seseorang merasakan kondisinya terbebas dari penurunan kesehatan fisik,
kognitif, dan social. Sedangkan Dorris berpendapat bahwa Successful Aging adalah kondisi
yang tidak ada penyakit, artinya sehat secara fisik, aman secara finansial, hidupnya masih
produktif dan mempunyai pekerjaan, mandiri dalam hidupnya, mampu berpikir optimis dan
positif, dan masih mampu terlibat aktif dengan orang lain yang berikan makna dan dukungan
secara social dan Psikologis.
Hamidah & Aryani (2012) (dalam Firlianda, 2017) berpendapat successful aging adalah
kondisi yang seimbang antara aspek lingkungan, emosi, spiritual, social, fisik, psikologis
dan budaya.
Hurlock (dalam Firlianda, 2017) mengatakan bahwa Successful Aging adalah mereka secara
fisik dan mental tetap aktif dimasa tua tidak terlampau menunjukkan kemunduran fisik dan
mental dibanding dengan mereka yang menganut filsafat “kursi goyang” terhadap masalah
usia tua dan menjadi tidak aktif karena kemampuan-kemampuan fisik dan mental mereka
sedikit sekali memperoleh rangsangan”.

B. Faktor – Faktor Successful Aging


Beberapa pakar lain merumuskan beberapa Faktor-faktor yang Berperan Mencapai
Successful Aging , yaitu :
1. Faktor Internal Diri
Kemerdekaan dalam melakukan aktivitas sehari-hari hidup dan otonomi, sertakepuasan
dengan hubungan keluarga dan persahabatan, merupakan faktor prediktif independen
penuaan sukses bagi laki-laki dan perempuan. Bagi wanita khususnya, ada berbagai
faktor prediktif: kenyamanan materi; merasa secara fisik baik; citra tubuh dan
penampilan; harga diri; perasaan positif; hubungan interpersonal; dukungan sosial;
partisipasi dalam kegiatan rekreasi; seks; kerohanian; dan keyakinan. Orang tua
menjaga hubungan dengan diri mereka sendiri, dengan orang lain dan dengan keyakinan
mereka. Keluarga adalah utama sistem dukungan sosial (dalam Firlianda, 2017)
2. Faktor Dukungan Sosial
Sedangkan faktor fisik dan psikologis mungkinlebih menunjukkan penuaan baik dari
faktor-faktor sosial,ada beberapa variabel sosial yang seringdikutip sebagai membantu
dalam memberikan kontribusi terhadap penuaan berhasil (Vailiant, 2001). Faktor sosial
yang paling dikutip sebagai prediksi penuaan sukses adalah studi bahagia
jugamengidentifikasi kekurangan zatabuse sebagai faktor prediktif terbesar
penuaanpada usia 50 (Depp & Jeste, 2006).
Faktor penuaan sukses dukungan yang cukup dari keluarga, anak, dan orang-orang yang
tinggal berdekatan.telah ditemukan untuk latihan sebagai prediksi faktor penuaan juga,
bersama dengan lebih baik selfratedkesehatan, dan lebih mengurangukondisi kesehatan
yang dikhawatirkan (yaitu arthritis, diabetes, hipertensi,dan lain-lain) . Sementara
menjadi sakit dengan fisik tertentumungkin di luar kendali lansia itu sendiri. (dalam
Firlianda, 2017)

C. Aspek-aspek Successful Aging


Successful aging yaitu keadaan lansia yang tercegah dari berbagai penyakit serta tetap
berperan aktif dalam kehidupan dan memelihara fungsi fisik dan kognitif yang tinggi.
Artinya, para lansia masih dapat bekerja aktif terutama pada ocial informal (productive
aging), berbagai pengalaman dalam kebijaksanaan pendalaman spiritual dan kehidupan
(consious aging) serta mengoptimalkan kesempatan dalam keikutsertaan program ocialn dan
kesejahteraan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia (active aging). Mac
Arthur Foundation Research Network on USA telah mengidentifikasi tiga komponen utama
dalam successful aging, yaitu terhindar dari penyakit ataupun penyakit-penyakit yang
menghalangi kemampuan ataupun kemandirian, terpeliharanya fungsi fisik dan psikologis
yang tinggi, dan aktif dalam kehidupan social dan aktivitas yang produktif (yang dibayar
ataupun tidak) yang dapat menciptakan nilai-nilai ocial (Papalia, 2004).

Aspek-aspek Successful Aging Lawton (dalam Weiner, 2003) memaparkan successful aging
dalam 4 (empat) aspek yaitu meliputi :
a. Functional well (berfungsi dengan baik), Functional well disini didefinisikan sebagai
keadaan lansia yang masih memiliki fungsi baik fungsi fisik, psikis maupun kognitif yang
masih tetap terjaga dan mampu bekerja dengan optimal di dalamnya temasuk juga
kemungkinan tercegah dari berbagai penyakit, kapasitas fungsional fisik dan kognitif
yang tinggi dan terlibat aktif dalam kehidupan.
b. Psychological well-being (kesejahteraan psikologi). Kondisi individu yang ditandai
dengan adanya perasaan ocial, mempunyai kepuasaan hidup dan tidak ada gejala-gejala
depresi.
c. Selection optimatization compensation (kompensasi pengoptimalan pemilihan). Model
SOC merupakan model pengembangan yang mendefinisikan proses universal regulasi
perkembangan. Proses ini bervariasi fenotipe biasanya, tergantung pada konteks sosio-
historis dan budaya, domain fungsi (misalnya, hubungan ocial fungsi kognitif), serta pada
tingkat analisis (misalnya, masyarakat, kelompok, atau tingkat individu). Mengambil
perspektif aksi-teoretis, seleksi, optimasi, dan kompensasi mengacu pada proses
pengaturan, mengejar, dan memelihara tujuan pribadi.
d. Primary and Secondary Contro (kontrol primer dan sekunder). Dalam semua kegiatan
yang relevan untuk kelangsungan hidup dan prokreasi, seperti mencari makan, bersaing
dengan saingan, atau menarik pasangan, organisme berjuang untuk ocial dalam hal
mewujudkan hasil yang diinginkan dan mencegah yang tidak diinginkan.Kecenderungan
motivasi paling mendasar dan universal berhubungan dengan dasar ini berusaha untuk
mengendalikan lingkungan, atau dalam istilah yang lebih spesifik, untuk menghasilkan
konsistensi antara perilaku dan peristiwa di lingkungan.Hal ini disebut sebagai primary
control.Sedangkan secondary control merujuk kepada kemampuan seseorang untuk
mengatur keadaan mental, emosi dan motivasi.
D. Teori Tentang Successful Aging
Teori-teori Tentang Successful Aging menjadi tua dengan berhasil (successful aging)
merupakan tujuan (goal) dari perkembangan tahap akhir lansia, terdapat 3 teori yang
mendeskripsikan tentang usia lanjut berhasil yang dikemukakan oleh beberapa ahli :
1. Teori yang pertama adalah teori disengangement yang diajukan oleh Cumming dan
Henry (dalam Ouwehand, 2007) semakin tinggi usia manusia akan diikuti secara
berangsur-angsur oleh semakin mundurnya interaksi ocial, fisik dan emosi dengan
kehidupan dunia. Terdapat satu proses saling menarik diri atau pelepasan diri, baik
individu dari masyarakat maupun masyarakat dari individu. Individu mengundurkan diri
karena kesadarannya akan berkurangnya kemampuan fisik maupun mental yang dialami,
yang membawanya secara berangsur-angsur kepada konsisi fisik tergantung, baik fisik
maupun mental. Sebaliknya masyarakat menarik diri karena lansia memerlukan orang
yang lebih muda, yang lebih mandiri untuk mengganti bekas jejak orang yang lebih tua.
Teori ini berpendapat bahwa adalah hal yang normal dan bahkan dirasa perlu bagi
seseorang untuk mengundurkan diri dari masyarakat ocial usia lanjut.

2. Teori yang kedua adalah teori activity, yang dikemukakan oleh Havighurst (dalam
Ouwehand et al, 2007) teori ini menyatakan bahwa semakin tua seseorang akan semakin
memelihara hubungan ocial, fisik atau emosionalnya. Teori ini berpendapat, bahwa
kegiatan adalah esensi hidup sepanjang hidup dan sepanjang umur. Seseorang yang tetap
aktif, baik secara fisik, mental maupun ocial akan melakukan penyesuaian yang lebih
baik seiring dengan bertambahnya usianya.

3. Teori lain yang menjelaskan usia lanjut berhasil adalah teori kesinambungan (continuity)
yang dikemukakan oleh Atchley (dalam Suardiman, 2010). Seseorang yang sukses saat
lansia adalah yang mampu mengatur beberapa kontinuitas, atau hubungan dengan masa
lalu atau masa sebelumnya dalam struktur kehidupan mereka baik internal atau eksternal.
Struktur internal termasuk di dalamnya adalah pengetahuan, harga diri, dan perasaannya
tentang sejarah personal oleh Erikson hal ini disebut “ego integrity” struktur eksternal
termasuk di dalamnya adalah peran, hubungan dengan orang lain, aktivitas dan sumber-
sumber dukungan ocial atau lingkungan fisik.

E. Lansia Pria VS Lansia Wanita


Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan penulis di kantor perwakilan PWRI
(Persatuan Wredatama Republik Indonesia) Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati,
terhadap 20 lansia pria dan wanita menunjukkan ada perbedaan kecenderungan pencapaian
successful aging antara lansia pria dan wanita. Lansia pria menunjukkan kecenderungan
aspek functional well yang lebih tinggi yakni sebanyak 60%, sedangkan pada aspek ini
lansia wanita yang memiliki kecenderungan functional well yang tinggi sebesar 40%;
kemudian pada aspek psychological well-being menunjukkan kecenderungan hasil yang
lebih tinggi juga dimiliki oleh lansia pria yakni sebesar 60%, dan pada lansia wanita hanya
sebesar 40%
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyoardi (dalam Agus & Andromeda, 2014)
bahwa kualitas hidup lansia pria lebih tinggi dibandingkan dengan lansia wanita, dilaporkan
bahwa lansia pria secara signifikan lebih memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi terutama
pada aspek hubungan sosial, keadaan ekonomi kondisi kehidupan dan kesehatan, sedangkan
wanita lansia memiliki nilai lebih tinggi pada aspek kesepian, ekonomi yang rendah dan
kekhawatiran terhadap masa depan.

F. Gaya Hidup Lansia

Canêdo et al., (2018) yang menyatakan bahwa determinan/faktor gaya hidup memiliki
dampak besar terhadap successful aging. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati &
Saidiyah (2016) menjelaskan bahwa pola hidup yang sehat dapat membuat keadaan fisik dan
kesehatan lansia tetap terjaga. Menurut WHO (2002), melakukan aktivitas fisik, makan
makanan yang sehat, tidak merokok dan menggunakan alkohol, serta menggunakan obat
secara bijak di usia lanjut dapat mencegah penyakit dan penurunan fungsi, memperpanjang
umur dan meningkatkan kualitas hidup. Komponen gaya hidup yang digunakan adalah
periksa kesehatan, pola makan dan asupan makanan, merokok, dan olahraga.

Menerapkan gaya hidup sehat dan berpartisipasi aktif dalam satu perawatan sangat penting
untuk dilakukan. Menerapkan gaya hidup yang sehat dapat menjadi bentuk upaya dalam
menghindari penyakit dan kecacatan. Menghindari penyakit dan kecacatan merupakan salah
satu dari tiga kunci karakteristik atau perilaku yang mempengaruhi successful aging menurut
Rowe and Khan (Canêdo et al., 2018). Disabilitas menyebabkan lansia tidak dapat mencapai
tujuan menjadi tua yang sehat (healthy aging) dan menjadi tua yang aktif (active aging)
(Nurhayati & Cahyati, 2016). Lansia perlu menjaga pola makan dan mengkonsumsi
makanan yang sehat dan seimbang. Menurut Munawirah, Masrul, & Martini (2017), Status
nutrisi memiliki dampak utama timbulnya penyakit pada usia lanjut. Olin (2005) dalam
Munawirah et al. (2017), menjelaskan bahwa malnutrisi mempengaruhi status fungsional
pada usia lanjut. Lansia juga perlu menghindari kebiasaan merokok. Menurut Ibrahim
(2012), merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah,
selain itu pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam
gejala klinisnya. Penyakit dan penurunan status fungsonal menghambat tercapainnya
successful aging pada lansia.

G. Aktifitas fisik

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa aktivitas fisik mengurangi banyak risiko


penyakit kronis dan memeperpanjang umur (Gopinath et al., 2018). Selain itu aktivitas fisik
juga diketahui dapat mencegah penurunan fungsi kognitif lansia. Hal ini didukung oleh
Kirk-Sanchez & McGough (2013) dalam Sauliyusta & Rekawati (2016) bahwa saat
melakukan aktivitas fisik, otak akan distimulasi sehingga dapat meningkatkan protein di
otak yang disebut Brain Derived Neutrophic Factor (BDNF). Protein BDNF ini berperan
penting menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat. Ketika lansia berada pada kondisi yang
sehat baik fisik atau mental maka lansia akan merasa puas dan bahagia dengan hidupnya,
sehingga akan berpengaruh terhadap successful aging. Aktivitas fisik yang tinggi memang
meningkatkan kemungkinan successful aging lansia, namun aktivitas tetap harus disesuaikan
dengan kemampuan lansia. Karena aktivitas yang melebihi batas kemampuan lansia justru
akan berakibat buruk terhadap kesehatan lansia. Jeffry Tenggara (2009) dalam Suryanto
(2010) menyatakan bahwa aktivitas fisik memiliki dampak yang baik bagi kesehatan, namun
aktivitas fisik yang salah akan menimbulkan resiko yang lebih besar dari manfaat yang
diperoleh.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Lansia yang memiliki gaya hidup baik, melakukan aktivitas fisik, memiliki psikologis
baik, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, dan lansia yang memiliki Spiritual baik
cenderung memiliki successful aging yang tinggi pada lansia petani di Lamongan. Lansia
perlu mengetahui upaya apa yang harus dilakukan dalam mencapai successful aging.
Lansia dapat memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan dalam berbagai penyuluhan
dan aktif dalam memperoleh informasi. Selain itu lansia juga harus mengoptimalkan
segala aspek yang ada pada dirinya dalam mencapai successful aging melalui
menerapkan gaya hidup sehat, melakukan aktivitas fisik, memiliki sikap positif dalam
memaknai hidup, aktif dalam kehidupan sosial, dan meyakini campur tangan tuhan dalam
kehidupan.

B. SARAN
Diharapakan agar terus memberi dukungan untuk keluarga yang memasuki usia lanjut,
supaya tidak merasa sedih dengan kemunduran-kemunduran yang dialami serta
Melibatkan lansia dalam setiap kegiatan keluarga, supaya lansia tidak merasa bahwa
dirinya tidak berguna lagi karena kemunduran- kemunduran yang dialami.
DAFTAR PUSTAKA

Rowe, J. W., & Kahn, R. L. (1997). Successful aging. The gerontologist, 37(4), 433-440.

Agus D. A, Andromeda. (2014). Perbedaan Successful Aging Pada Lansia Ditinjau Dari Jenis
Kelamin. Jurnal Ilmiah Psikologi, 6(2), 86-91

Khairat, M. (2017). Successful Aging: Anak Yang Berhasil dan Berbakti. Jurnal Psikologi Islam,
9(1), 18-28.

Firlianda, A. (2017). Studi Deskriptif Successful Aging Pada Lansia Yang Tinggal Di
Lingkungan Perumahan Dan Perkampungan Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru,
Malang (Doctoral Dissertation, University Of Muhammadiyah Malang).

Agus, A. D., & Andromeda, A. (2018). Perbedaan Successful Aging Pada Lansia Ditinjau Dari
Jenis Kelamin. Intuisi: Jurnal Psikologi Ilmiah, 6(2), 85-91.

Suryani Wandari Putri Pertiwi. 2020. Tahun ini, jumlah lansia 10,6% dari populasi indonesia.
Media Indonesia. diakses dari https://mediaindonesia.com/humaniora/346598/tahun-ini-
jumlah-lansia-106-dari-populasi-indonesia

Riris Medawati. 2019. ANALISIS FAKTOR SUCCESSFUL AGING PADA LANSIA YANG

BEKERJA SEBAGAI PETANI. Surabaya : Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga,

Surabaya, Indonesia.

Wayan Nandia Sari. 2020.HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN

SUCCESSFUL AGING PADA LANSIA DI RW 06 DESA BULU KECAMATAN


AGROMULYO

SALATIGA. Jurnal Psikologi Konseling Vol. 16 No 1. Universitas Kristen Satya Wacana.

Anda mungkin juga menyukai