Anda di halaman 1dari 65

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN

KEPUASAN PERKAWINAN PADA


PASANGAN MUSLIM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Oleh :
Andika Susilo AP
009114146

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
Karya ini saya persembahkan untuk :

Orang tuaku .papa dan mama Toto


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang merupakan energi yang memberti
kekuatan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sampai selesai. Dalam
penyusunan karya ilmiah ini, penulis banyak menemukan hambatan dan kesulitan. Namun,
dengan adanya bantuan dan dukungan dari pihak-pihak tertentu, penulis berhasil melalui itu
semua. Karena dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Tuhanku, energiku
2. Orangtuaku, papa dan mama Toto, yang selalu tegar dalam menjalani cobaan-
cobaan yang tak henti-hentinya menerjang kita.
3. Istri dan anakku, Dinar Roos dan Aaliyah Diaz, energi itu selalu ada dan tetap ada
besertaku, karena kalianlah energi itu.
4. Saudara-saudaraku, Angga gendut, Mas Anton dan Mba Ita, Arlin,
5. Rekan-rekanku seperjuangan: Rio dan keluarga, gendut dan banyak teman
wanitanya, mas Erik dan keluarga.
6. temen-temen 2001.
7. dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan karya ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat positif bagi semua
pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Yogyakarta,…..2007

Andika Susilo A.P.


ABSTRAK

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Perkawinan


pada Pasangan Muslim

Universitas Sanata Dharma


Fakultas Psikologi
2007

Penelitian ini adalah penelitian korelasional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada pasangan muslim. Variabel
dalam penelitian ini adalah Religiusitas dan Kepuasan Perkawinan. Semua variabel diukur
dengan menggunakan skala. Koefisien reliabilitas skala Religiusitas adalah sebesar 0,9438
sedangkan koefisien reliabilitas kepuasan perkawinan adalah sebesar 0,9296 Validitas skala
Religiusitas dan skala kepuasan perkawinan diperoleh lewat penilaian ahli dan berdasarkan pada
kriteria yaitu yang memiliki indeks daya beda 0,30.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara religiusitas dengan
kepuasan perkawinan pada pasangan muslim, semakin tinggi tingkat religiusitas subyek
penelitian maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan perkawinannya. Hipotesis penelitian
dianalisa dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson.
Subyek penelitian ini adalah pasangan muslim yang telah menikah dan minimal
berpendidikan sarjana (S1), sebanyak 60 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi r =
0,738 dengan taraf signifikansi 0,000 Hal ini berarti hipotesis penelitian diterima atau ada
hubungan positif antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan.
ABSTRACT

Correlation between Religiosity with Marriage Satisfaction


For the couple Moslem

Sanata Dharma University


Psychology Faculty
2007

This research is correlation study. The aim of this research was to know the correlation
between Religiosity with marriage satisfaction.
The variable in this research were Religiosity and marriage satisfaction. Both variables
were measured using scale. The reliability coefficient of Religiosity scale was 0,9438 while the
reliability coefficient of marriage satisfaction scale was 0,9296. The validities of Religiosity
scale and marriage satisfaction scale were obtained through evaluation and based on criteria with
item differentiability index of 0,30.
The hypotesis of this research was that there is positive correlation between Religiosity
and marriage satisfaction. The higher of Religiosity, the higher marriage satisfaction was. The
hypotesis was analyzed by correlation of Pearson’s Product Moment.
Subject of this research were couple with Moslem’s religion and the education degree
minimal on university and lived in Yogyakarta, total 60 people. The result of this research
showed the correlation of r=0,7388 with the significance level of 0,000. It’s meant that the
hyphotesis was accepted or there was positive correlation between the Religiosity with marriage
satisfaction.
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….i.

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………………...ii

HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………………………..iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………………………...iv

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….…v

ABSTRAK………………………………..………………………………………….............vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………….1


B. Rumusan Masalah………………………………………………………………...6
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………………7
D. Manfaat Peneltian………………………………………………………………...7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kepuasan Perkawinan
1. Pengertian……………………………………………………..………….8
2. Aspek-aspek dalam Kepuasan Perkawinan……………………..………10
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Perkawinan………..…….14
B. Religiusitas
1. Pengertian…………………………………………………………..…...15
2. Aspek-aspek Religiusitas…………………………………………..……18
3. Fungsi Religiusitas………………………………………………..……..21
C. Hubungan antara Religiusitas dengan Kepuasan Perkawinan pada Pasangan
Muslim……………………………………………………………………..…… 22
D. Hipotesis……………………………………………………………………..…. 25

BAB III. METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian
1. Desain………………………………………………………………….…..26
2. Identifikasi Variabel…………………………………………………….…26
B. Subyek Penelitian ………………………………………………………………....27
C. Alat Pengumpulan Data
1. Definisi Operasional
a. Religiusitas…………………………………………………………27
b. Kepuasan Perkawinan……………………………………………...29
2. Jenis Skala………………………………………………………………….31
a. Skala Pengukuran Religiusitas…………………………………......31
b. Skala Pengukuran Kepuasan Perkawinan………………………….34
3. Validitas dan Religiusitas
a. Validitas………………………………………………………………..…..38
b. Seleksi Aitem……………………………………….……………..39
c. Reliabilitas…………………………………………..……………..44
D. Teknik Analisis Data………………………………………………..………….....44
E. Prosedur Penelitian………………………………………………..……………....45

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Deskripsi Data……………………………………………...………………47
2. Pengujian Hipotesis…………………………………………………...…....48
a. Uji Prasyarat
a.1. Uji Normalitas………………………… ………………48
a.2. Uji Linearitas…………………………………… ……..48
b. Hasil Uji Hipotesis……………………………………… ……....49
B. Pembahasan………………………………………………………… …………..49

BAB. V PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………… …………….54
B. Saran…………………………………………………………… ……………...54

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… ……………..55

LAMPIRAN…………………………………………………………… …… …………….58
DAFTAR TABEL

Tabel I (Distribusi Aitem Religiusitas untuk uji coba)…………………… …….34


Tabel II (Distribusi Aitem Kepuasan Perkawinan untuk uji coba)…………..........37
Tabel III (Distribusi Aitem Kepuasan Perkawinan setelah uji coba)……………....41
Tabel IV (Distribusi Aitem Kepuasan Perkawinan untuk penelitian)……………...42
Tabel V (Distribusi Aitem Religiusitas setelah uji coba)…………………………43
Tabel VI (Distribusi Aitem Religiusitas untuk Penelitian)………………..............43
Tabel VII Deskripsi Data……………………...…………………………………....47

LAMPIRAN

LAMPIRAN I
A. Data Uji Coba
LAMPIRAN II
A. Uji Validitas dan Reliabilitas
B. Skala Kepuasan Perkawinan
C. Skala Religiusitas
LAMPIRAN III
A. Data Penelitian Kepuasan Perkawinan
B. Data Penelitian Religiusitas
C. Total Data Penelitian
LAMPIRAN IV
A. Uji Normalitas
B. Uji Linearitas
LAMPIRAN V
Hasil Analisis Korelasi Product Moment
LAMPIRAN VI
A. Skala Kepuasan Perkawinan Uji Coba
B. Skala Kepuasan Perkawinan untuk Penelitian
C. Skala Religiusitas Uji Coba
D. Skala Religiusitas untuk Penelitian
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan dalam menjalin suatu hubungan cinta kasih antar manusia ditandai

dengan ikatan tali perkawinan. Perkawinan adalah bentuk ikatan resmi antara dua

manusia yang telah disahkan secara hukum dan agama. dengan tali perkawinan

diharapkan suatu pasangan dapat lebih mencapai kepuasan ataupun kebahagiaan

dibandingkan saat mereka berpacaran. Kepuasan serta kebahagiaan yang dirasakan oleh

pasangan menentukan keberhasilan dalam perkawinan.

Di dalam agama Islam, untuk mencapai kebahagiaan ataupun kepuasan dalam

rumah tangga, suatu keluarga harus mampu menjadi keluarga yang sakinah, maksudnya

adalah terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga. Karena dalam agama terdapat

nilai-nilai moral atau etika kehidupan. Landasan utama dalam kehidupan keluarga

berdasarkan ajaran agama adalah kasih sayang, cinta mencintai, kasih mengasihi

(Ensiklopedia Dakwah,TIM LPPAI, 2004). Islam sangat tegas menyinggung tentang efek

dari ketidakpuasan dalam perkawinan, bahwa setelah seluruh usaha dan cara tidak

berhasil. Maka disaat itu seorang suami diperkenankan memasuki jalan terakhir yang

dibenarkan Islam, sebagai suatu usaha memenuhi panggilan kenyataan dan menyambut

panggilan darurat serta jalan memecahkan problema yang tidak dapat teratasi kecuali

dengan berpisah, cara ini disebut “Thalaq”.

Islam sekalipun memperkenankan menggunakan cara ini, tetapi membencinya,

tidak menyunahkan dan tidak menganggap satu hal yang baik (El Qardlawi,1978).

Perkataan halal namun dibenci Allah memberikan suatu pengertian, bahwa talaq itu suatu
rukhshah yang diadakan semata-mata karena darurat ketika suatu hubungan suami istri

semakin memburuk.

Data yang berhasil diperoleh dari hasil kerjasama Badan Pusat Statistik Kota

Yogyakarta dengan Pemerintah kota Yogyakarta tentang kasus talak dan perceraian di

Yogyakarta sejak tahun 2003 hingga 2004 menunjukkan peningkatan yang cukup

signifikan. Angka kuantitatif ini adalah sebagai saksi bisu banyak pasangan suami istri

yang tidak merasa puas dengan pernikahannya dan memilih jalan perceraian sebagai jalan

terakhir dalam menyelesaikan masalahnya. Pada tahun 2003 jumlah pernikahan 2897

dengan jumlah perceraian 54 kasus (1,86%). Sedang pada tahun 2004 jumlah perkawinan

3029 dengan jumlah perceraian 79 (2,6%). Peningkatan persentase perceraian ini

menunjukkan bahwa ada peningkatan ketidakpuasan yang dirasakan pasangan dalam

memandang pernikahannya.

Semua pasangan sebenarnya berharap mendapat keberhasilan dalam

perkawinannya, namun tidaklah semudah membalikkan tangan, banyak yang harus

dipenuhi agar sebuah pasangan dapat mencapai keberhasilan dalam berumah tangga,

seperti; awetnya suatu pernikahan, kebahagiaan suami istri, kepuasan perkawinan,

penyesuaian seksual, penyesuaian perkawinan, kesatuan pasangan (Burgess &

Locke,1960). Disini kepuasan perkawinan menjadi salah satu faktor penting dalam

keberhasilan suatu perkawinan. Kepuasan dihasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi

dengan yang diharapkan. Kepuasan dalam perkawinan merupakan persepsi terhadap

kehidupan perkawinan yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam

jangka waktu tertentu. Ini berarti bahwa kepuasan membina rumah tangga atau

perkawinan tidak hanya tercermin dari lamanya suatu pasangan dalam menjalin hubungan

saja namun adanya aspek-aspek kesenangan yang mampu dicapai oleh pasangan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi agar terjadi kepuasan perkawinan

seperti adanya daya tarik fisik, jenis pekerjaan, emosi kemudian adanya kemampuan

berkomunikasi suami istri serta adanya kekuatan emosional yang ada pada pasangan

(Goleman,1999). Selain itu, Rahmah,1997 menyatakan bahwa pendidikan

mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan

aspirasinya. Semakin tinggi pendidikan individu makin jelas pula wawasannya, sehingga

persepsi terhadap diri dan kehidupan perkawinannya menjadi semakin baik, berdasar hal

tersebut peneliti menjadikan pendidikan sebagai kriteria subyek penelitian.

Walgito (1984), menyatakan bahwa faktor terpenting dalam pencapaian kepuasan

perkawinan adalah kemampuan untuk dapat saling mengerti, menerima, menghargai,

percaya, menyayangi dan kerjasama antara kedua belah pihak. Selain itu yang patut untuk

dipikirkan adalah adanya persamaan prinsip dan dasar dalam keluarga saat perkawinan.

Salah satu hal yang prinsip dan dasar tersebut adalah religi atau agama. Dengan

keyakinan, penghayatan, perlakuan, pengalaman dan pengetahuan yang baik dan tepat

mengenai agama diharapkan dapat menumbuhkan rasa sabar, tidak mementingkan diri

sendiri, pasrah dan tawakal pada kenyataan hidup hingga menimbulkan ketabahan dalam

kehidupan rumah tangga.

Penelitian yang dilakukan (Ancok 1994, Rahmah 1997) tentang keluarga,

menghasilkan kesimpulan bahwa keluarga yang tidak religius, komitmen agamanya

lemah dan keluarga yang tidak memiliki komitmen sama sekali mempunyai resiko empat

kali lipat untuk tidak dapat mencapai kepuasan ataupun kebahagiaan dalam keluarganya.

Bahkan berakhir dengan broken home, perselingkuhan, kecanduan alkohol dan lain

sebagainya (Ensiklopedia Dakwah,TIM LPPAI, 2004).

Dister (1982), menyebutkan bahwa religi atau agama merupakan suatu sistem

credo (tata keyakinan manusia yang mutlak di luar manusia) dan sistem ritus (tata
peribadatan) manusia yang mutlak tersebut, serta merupakan suatu sistem norma (tata

kaidah) yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, dengan alam semesta

sesuai dengan sejarah tata keimanan dan tata peribadatannya. Ada tiga unsur pokok dalam

agama yaitu tata keyakinan, tata peribadatan dan tata kaidah yang merupakan norma

perilaku manusia.

Glock dan Stark (dalam Ancok, 1994), membagi religiusitas ke dalam lima aspek,

yaitu: religious belief (the ideological dimension), religious practise (the ritualistic

dimension), religious feeling (the experiental dimension), religious knowledge (the

intellectual dimension) dan religious effect (the consequential dimension).

Religious belief adalah tingkatan sejauhmana seseorang menerima hal-hal

dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan adanya Tuhan, malaikat, surga, neraka

dan sebagainya.

Religious practice merupakan tingkatan sejauhmana seseorang mengerjakan

kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Misalnya bagi orang Islam menjalankan

sholat, zakat, puasa; bagi orang Kristiani berdoa, pergi ke Gereja.

Religious feeling merupakan perasaan-perasaan atau pengalaman-pengalaman

yang pernah dialami dan dirasakan, misalnya dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat

dosa, merasa doa dikabulkan, diselamatkan Tuhan dan sebagainya.

Religious knowledge adalah seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran

agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci maupun yang lainnya.

Religious effect merupakan aspek yang berkaitan dengan sejauhmana perilaku

seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial, misalnya apakah

dia mengunjungi tetangganya yang sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan

harta dan sebagainya.


Glock dan Stark (dalam Ancok 1994) mengatakan bahwa keberagamaan

seseorang menunjuk pada ketaatan dan komitmen seseorang terhadap agamanya.

Keberagamaan seseorang pada dasarnya lebih menunjuk pada pelaksanaan keagamaan

yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses

internalisasi nilai-nilai agama, untuk kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari.

Sikap tersebut akan menimbulkan perasaan sabar, tidak mementingkan diri sendiri, sikap

pasrah dan tawakal pada kenyataan hidup hingga pada akhirnya akan menimbulkan

ketabahan dalam rumah tangga, serta penerimaan diri yang baik.

Kepuasan Perkawinan dapat tercapai apabila pasangan suami istri memiliki

perasaan bahagia, memiliki penerimaan diri yang baik, tidak memiliki pertentangan diri

dalam batin, adanya keseimbangan antara kebutuhan dan harapan, dan memiliki evaluasi

subyektif yang baik terhadap kualitas kehidupan perkawinan.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa religiusitas menyebabkan

ketabahan dalam rumah tangga, yang secara konkrit terdapat dalam sikap tawakal dan

kepasrahan, serta tumbuhnya rasa sabar, sedangkan kepuasan perkawinan terwujud bila

terdapat sikap saling pengertian, penerimaan diri yang baik, saling menghargai,

kepercayaan pada pasangan, sikap saling menyanyangi, adanya kerjasama, maka

munculah permasalahan apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kepuasan

perkawinan.

B. Rumusan Masalah

Dari berbagai hal yang telah dikemukakan di atas, terdapat sebuah permasalahan

yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada

pasangan muslim
C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti di sini ingin memperoleh gambaran mengenai

hubungan antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada pasangan muslim.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sebuah pengetahuan atau pandangan

baru dalam perkembangan dunia psikologi sosial, terutama tentang hubungan religiusitas

dengan kepuasan perkawinan pada pasangan muslim .

2. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan penjelasan dan penggambaran baru

kepada masyarakat tentang pentingnya religiusitas yang dimiliki pasangan suami istri

dalam mempengaruhi kepuasan perkawinan.


BAB II

Landasan Teori

A. Kepuasan Perkawinan

1. Pengertian

Dalam agama Islam pencapaian kebahagiaan ataupun kepuasan dalam rumah

tangga, suatu keluarga harus mampu menjadi keluarga yang sakinah, maksudnya adalah

terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga. Karena dalam agama terdapat nilai-

nilai moral atau etika kehidupan. Landasan utama dalam kehidupan keluarga

berdasarkan ajaran agama adalah kasih sayang, cinta mencintai, kasih mengasihi

(Ensiklopedia Dakwah,TIM LPPAI, 2004).

Kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal

yang berhubungan dengan kondisi perkawinan (Clayton,1975) atau evaluasi suami istri

terhadap seluruh kualitas kehidupan perkawinan (Snyder,1979).

Sedang menurut Barh dkk (dalam Tarigan, 2001) kepuasan perkawinan

merupakan evaluasi subyektif terhadap kualitas perkawinan secara keseluruhan. Ia juga

menambahkan perkawinan berarti persepsi terhadap terpenuhinya kebutuhan, harapan

dan keinginan dalam perkawinan.

Kepuasan perkawinan dapat dicapai melalui seberapa baik pasangan suami istri

dapat memenuhi kebutuhannya serta seberapa besar kebebasan yang diberikan oleh

masing-masing pihak untuk memenuhi kebutuhannya, Laswel & Laswel (1987).

Maksudnya keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan dan harapan dari pasangannya

maupun dirinya sendiri merupakan faktor penting dalam kepuasan perkawinan.

Kemudian, menurut (Staub, 1978) kepuasan bukan hanya hasil upaya terhadap

diri seseorang namun apa yang dilakukan seseorang terhadap orang lain juga dapat
mendatangkan kepuasan bagi orang itu. Artinya kepuasan perkawinan suami istri

berasal dari apa yang dilakukan pasangannya terhadap dirinya, maupun apa yang

dilakukan bagi pasangannya.

Liang Gie (1996) menyebutkan kepuasan dalam perkawinan adalah perasaan

bahagia dalam diri seseorang tanpa adanya kerisauan, ketakutan atau pertentangan

dalam batinnya, juga penerimaan diri yang baik pada hidupnya sebagai hal yang indah,

dan orang tersebut mencapai kepuasan hidup. Kepuasan perkawinan suami istri dapat

tercapai bila kedua belah pihak berbagi kebahagiaan yang setara karena perkawinan

adalah suatu penyatuan antara dua minat pribadi yang berbeda untuk mengarah suatu

tujuan dan keseimbangan .

Dapat disimpulkan kepuasan perkawinan sebagai perasaan bahagia, kepemilikan

penerimaan diri yang baik, tidak memiliki pertentangan dalam batin yang dapat

diperoleh karena keberhasilannya dalam memenuhi kebutuhan dan harapan diri

pasangan maupun dirinya sendiri yang merupakan evaluasi subyektif terhadap seluruh

kualitas kehidupan perkawinan.

2. Aspek-aspek dalam Kepuasan Perkawinan

Untuk menentukan kepuasan pernikahan seseorang digunakan aspek-aspek yang

akan dievaluasi oleh seorang istri atau seorang suami terhadap pasangan dan terhadap

pernikahannya. Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori

yang dikemukakan Clayton (dalam, Tarigan 2001), yaitu:

a. Kemampuan sosial suami istri (marriage sociability)

Kemampuan suami dan istri dalam bergaul dan bersosialisasi dengan

orang lain yang meliputi pergaulan dengan masyarakat serta kemampuan

menjalin hubungan dengan jaringan sosial pasangannya. Kemampuan dalam


menjalin hubungan harmonis dengan lingkungan tempat tinggal adalah salah

satu bentuk indikator kepuasan, sebaliknya kekurangmampuan dalam menjalin

hubungan dengan lingkungan akan menyebabkan perasaan terkucilkan dan

ketidaknyamanan. Kemampuan sosial pasangan juga mencakup bagaimana

sikap seorang pasangan terhadap jaringan sosial pasangannya sendiri.

Pasangan yang mampu menerima sahabat-sahabat pasangannya sebagai

bagian dalam kehidupan mereka akan lebih bahagia dan puas dibanding

pasangan yang memusuhi sahabat-sahabat pasangannya.

b. Persahabatan dalam perkawinan (marriage companionship)

Kebermilikan perasaan persahabatan dalam perkawinan, yang meliputi,

kemampuan berkomunikasi dengan pasangan, merasakan kegembiraan serta

pergaulan yang menyenangkan antara suami istri, selain itu mencakup juga,

keterbukaan, empati, rasa kebersamaan. Pasangan yang mampu terbuka dan

memahami pasangannya serta mampu menciptakan kebersamaan akan lebih

dapat merasakan kepuasan dalam perkawinan.

c. Urusan ekonomi (economic affair)

Segala kepentingan/ kebutuhan dalam perkawinan yang berkenaan dengan

penggunaan uang, seperti pemenuhan kebutuhan keluarga, rekreasi maupun

kepentingan individu. Adanya kepercayaan untuk mengurus keuangan dalam

keluarga merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap pasangan suami istri.

d. Kekuatan perkawinan (marriage power)

Kelekatan antara suami istri yang meliputi, sikap terhadap perkawinan,

adanya saling ketertarikan, ekspresi penghargaan antara suami istri. Kekuatan

perkawinan juga menyangkut pembagian kekuasaan dalam rumah tangga

berkaitan dengan kewenangan mengambil keputusan, bagaimana maupun


proses pengambilan keputusan. Sikap positif dalam perkawinan dapat

mempengaruhi kepuasan dalam perkawinan karena dengan demikian pasangan

mampu memandang perkawinannya sebagai sesuatu yang menyenangkan.

e. Hubungan dengan keluarga besar (extra family relationship)

Hubungan dengan keluarga selain dengan keluarga inti yang meliputi

hubungan dengan mertua, saudara ipar, maupun keluarga besar kedua belah

pihak. Seorang suami ataupun istri yang memiliki hubungan baik dan akrab

dengan keluarga besar terutama mertua dan saudara ipar akan merasa lebih

bahagia dan merasa lebih puas terhadap perkawinannya.

f. Persamaan ideology (ideological congruence)

Adanya persamaan pandangan hidup dan kesamaan pandangan tentang

perilaku benar dan salah. Pasangan yang memiliki pandangan hidup sama

akan lebih mudah mencapai kepuasan perkawinan. Sikap toleransi antara

suami dan istri dalam memandang perbedaan pandangan antara mereka juga

dapat membantu dalam pencapaian kepuasan perkawinan.

g. Keintiman pernikahan (marriage intimacy)

Adanya keintiman antara suami istri yang meliputi ekspresi kasih sayang

dan hubungan seksual. Selain itu keintiman perkawinan juga meliputi motivasi

dalam mengekpresikan kasih sayang, penilaian terhadap pasangan, serta

penilaian suami istri terhadap hubungan seksual mereka.

h. Taktik interaksi (interaction tactics)

Cara pasangan dalam berinteraksi dan menyelesaikan konflik, termasuk

adanya kerjasama dalam penyatuan pendapat, serta cara komunikasi antara

suami istri. Setiap penyelesaian masalah dalam keluarga dibutuhkan

kerjasama / saling membantu agar setiap masalah dalam perkawinan dapat


terselesaikan. Setiap pasangan yang selalu memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan masalahnya dengan baik akan mencapai kepuasan dalam

perkawinan mereka.

Aspek kepuasan perkawinan adalah segala sesuatu yang merupakan unsur

pembentuk dalam mencapai kepuasan perkawinan, sedang tingkat kepuasan perkawinan

tiap pasangan tergantung pada penilaian suami istri terhadap penyesuaian

perkawinannya. Setiap pasangan suami istri dapat saja hanya merasa puas pada

beberapa aspek tertentu saja dan tidak puas dengan aspek yang lain, apabila ini terjadi

maka pasangan dapat menggantikan ketidakpuasan pada aspek tertentu dengan

mengusahakan kepuasan pada aspek yang lain sehingga dapat memperoleh kepuasan

dalam perkawinan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Perkawinan

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Perkawinan suami istri meliputi:

a. Kepuasan sangat dipengaruhi oleh besarnya keuntungan yang diperoleh dari

suatu hubungan dengan tingkat perbandingan. Perbandingan disini erat

hubungannya dengan persepsi tentang keadilan.(Sears,1999)

b. Klemer (1970), kepuasan dalam perkawinan dipengaruhi oleh harapan

pasangan itu sendiri terhadap pernikahannya, harapan yang terlalu besar,

harapan terhadap nilai-nilai pernikahan, harapan yang tidak jelas dan harapan

yang berbeda.

c. Penyesuaian diri yang baik sangat mempengaruhi kepuasan perkawinan

(Hurlock ,1953). Kepuasan perkawinan berpuncak pada 5 tahun pertama

pernikahan kemudian menurun sampai periode ketika anak-anak sudah

menginjak dewasa/ remaja. Setelah anak meninggalkan rumah, kepuasan


pernikahan meningkat tetapi tidak mencapai tahap seperti 5 tahun awal

perkawinan.

d. Hurlock (1953), kepuasan sangat dipengaruhi oleh religiusitas, kepuasan

perkawinan akan lebih tinggi diantara orang-orang religius daripada orang-

orang dengan religius rendah. Hal ini terutama berlaku untuk perempuan.

Agama seringkali menjadi kompensasi rendahnya kepuasan seksual. Bagi

wanita, religiusitas membuat pernikahan lebih memuaskan, namun tidak

sepenuhnya benar untuk laki-laki. Hal ini didukung Mahoney (dalam

Bradburry, 2000), yang menyatakan adanya korelasi positif antara kepuasan

perkawinan dengan partisipasi religius.

e. Glen dan Weaver (dalam Rahmah,1997) mengatakan perbedaan tingkat

pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan,

keinginan dan aspirasinya. Semakin tinggi pendidikan individu makin jelas

pula wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan

perkawinannya menjadi semakin baik.

f. Kepuasan Perkawinan sangat dipengaruhi oleh masa perkenalan (masa

pacaran). Pacaran merupakan proses pematangan untuk hidup berkeluarga

(Ardianitha dan Andayani, Desember 2005). Dalam masa pacaran

dimungkinkan akan lebih mengenal karakter masing-masing pribadi.

B. Religiusitas

1. Pengertian

Mahmud Syaltut (dalam Shihab,1992) mengatakan bahwa agama adalah

ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup

manusia. Sementara Shihab (1992) menyimpulkan bahwa agama adalah hubungan


antara makhluk dengan khaliqnya, yang terwujud dalam sikap batinnya serta tampak

dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula pada sikap kesehariaanya.

Daradjat (1970), mengemukakan bahwa agama membantu menyeimbangkan

mental seseorang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik primer maupun

rohaniah. Pada dasarnya manusia memiliki dorongan-dorongan untuk memenuhi

keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan yang dirasakannya, karena jika tidak

ia akan merasa tidak enak, gelisah dan kecewa. Senada dengan Darajat, Heerjan

(1987), mengatakan bahwa agama merupakan unsur utama yang sepanjang masa

dijadikan pegangan oleh umatnya untuk mendapatkan dan menjaga ketenangan dan

kesejahteraan khususnya dalam keadaan kesulitan. Dari dulu hingga sekarang, agama

tetap merupakan salah satu unsur utama dalam pembinaan kesehatan jiwa, karena

nilai-nilainya yang bersifat abadi dan menyentuh semua masyarakat.

Di samping istilah agama, juga terdapat istilah religi (religion, bahasa Inggris)

Dalam Islam, Syafa’tun Almirzanah (1997), menyatakan bahwa istilah yang yang

paling dekat dengan istilah agama dalam bahasa Arab adalah”al-Din . Al-Din

menurut para ahli tata bahasa arab (nahwu) berasal dari kata al-dayn, yang berarti

hutang. Oleh karenanya al-din adalah pembayaran hutang kita kepada Allah dan

melibatkan seluruh hidup kita, karena kita berhutang kepada-Nya bukan karena

pemberian ini itu tetapi juga karena keberadaan kita sendiri. Walaupun secara

etimologis memiliki arti sendiri-sendiri, namun secara terminologis dan teknis istilah

di atas bermakna sama.

Menurut asal katanya, religi berasal dari bahasa Latin ‘religio’ yang akar

katanya adalah ‘religare’ dan berarti ‘mengikat’. Makna dari mengikat disini adalah

religi (agama) pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban itu

berfungsi untuk mengikat dan mengutuhkan diri seseorang atau sekelompok orang
dalam hubungannya terhadap Tuhan, sesama manusia serta alam sekitarnya,

(Driyarkara,1978).

Mangunwijaya (1982), membedakan antara istilah religi dengan religiusitas.

Agama menunjuk pada aspek formal, yang berkaitan dengan aturan-aturan dan

kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah

dihayati oleh individu di dalam hati. Didukung oleh Dister (1982) yang menyatakan

bahwa religiusitas sebagai keberagaman yang berarti adanya unsur internalisasi

agama itu dalam diri sesorang.

Jadi, religiusitas menunjuk pada bagaimana individu menghayati dan

mengamalkan unsur-unsur agamanya. Tidak hanya membaca kitab suci namun juga

meyakini dogma-dogmanya, ataupun tidak hanya mengakui ajaran cinta kasih tetapi

juga mengamalkannya pada sesama dalam kehidupan keseharian.

2. Aspek-aspek Religiusitas

Spinks (dalam Subandi,1988), menyebutkan bahwa agama mencakup adanya

keyakinan-keyakinan, adat, tradisi, ritus-ritus dan juga pengalaman-pengalaman

individual. A.M.Hardjana (1993), mengemukakan empat segi pokok yang ada pada

agama sebagai sistem/ struktur yang lengkap ataupun tidak. Empat segi pokok itu

antara lain segi eksistensial, segi intelektual, segi institusional dan segi etikal., yang

mengungkapkan dua gejala dalam religi yaitu iman (faith) yang merupakan

pengalaman batin pribadi tentang yang Ilahi, cara seseorang merasakan dan

menghayati “Yang Transenden”, dan juga tradisi kumulatif yang merupakan

ungkapan-ungkapan eksternal dari religi seperti: kredo, hukum-hukum, dan ritual.


Glock dan Stark (dalam Ancok, 1994) membagi religiusitas ke dalam lima

aspek/ dimensi sebagai berikut:

a Religious Belief (The Ideological Dimension) yaitu menunjuk pada tingkatan

sejauhmana seseorang menerima, ataupun keyakinan akan kebenaran hal-hal

fundamental dan dogmatik dalam agamanya. Dalam keberislaman isi

dimensi ideologis ini menyangkut tentang keyakinan akan Allah, para

malaikat, para nabi/ rasul, Al Quran/ kitab-kitab Allah, surga, neraka, qadha

dan qadhar (percaya pada hari akhir dan takdir Allah).

b Religious Practice (The Ritualistic Dimension) yaitu sejauhmana tingkat

kepatuhan seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam

agamanya. Di dalam keberislaman menyangkut pelaksanaan sholat, zakat,

puasa, zakat, ibadah haji, pembacaan Al Quran, berdoa.

c Religious Feeling (The Experiental Dimension) yaitu perasaan-perasaan atau

pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan. Di

dalam keberislaman isi dimensi ini meliputi merasa dekat dengan Allah,

perasaan dicintai oleh Allah, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan

tentram dan bahagia karena menuhankan Allah, perasaan bertawakal pada

Allah, tergetar hatinya mendengar ayat-ayat Allah, perasaan bersyukur pada

Allah.

d Religious Knowledge (The Intelectual Dimension) yaitu seberapa jauh

seseorang mengetahui maupun memahami tentang ajaran agamanya, terutama

yang ada di dalam kitab suci. Dalam keberislaman dimensi ini menyangkut

pengetahuan tentang isi Al Quran, pokok ajaran yang diimani dan

dilaksanakan (rukun iman dan rukun Islam), hukum Islam, sejarah Islam.
e Religious Effect (The Consequencetial Dimension) yaitu mengukur

sejauhmana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam

kehidupan sosial. Di dalam keislaman dimensi ini meliputi perilaku suka

menolong, berderma, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur,

memaafkan, menjaga amanat, menjaga lingkungan, tidak mencuri, tidak

berjudi, tidak menipu, mematuhi norma-norma Islam, berjuang untuk hidup

sukses menurut ukuran Islam.

Lima aspek religiusitas tersebut memiliki persamaan dengan hasil

penelitian dari Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup

tahun 1987 tentang lima aspek di dalam pelaksanaan ajaran Islam. Lima aspek

pelaksanaan ajaran agama Islam tersebut adalah sebagai berikut.

a Aspek Iman yaitu menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan

Tuhan, malaikat, para nabi dan sebagainya.

b Aspek Islam yaitu menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah

yang telah ditetapkan, misalnya sholat, puasa, zakat, haji.

c Aspek Ikhsan yaitu menyangkut pengalaman dan perasaan tentang

kehadiran Tuhan, takut melanggar larangan dan sebagainya.

d Aspek Ilmu yaitu menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran

agamanya, misalnya pengetahuan tantang Figh, Tauhid dan sebagainya.

e Aspek Amal yaitu menyangkut bagaimana tingkah laku seseorang dalam

kehidupan bermasyarakat.

Kelima aspek tersebut sejajar dengan kelima aspek religiusitas yang

dikemukakan Glock dan Stark. Aspek iman sejajar dengan religious belief, aspek

Islam sejajar dengan religious practice, aspek ikhsan sejajar dengan religious feeling,
aspek ilmu sejajar dengan religious knowledge,aspek amal sejajar dengan religious

effect.

3. Fungsi Religiusitas

Fungsi Religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi agama (Dester

dalam Tallaut,2004) mengemukakan 4 fungsi agama, yakni:

a Emosional-Efektif yakni memandang agama sebagai sarana untuk mengatasi

frustasi.

b Sosio-Moral yakni mengartikan agama sebagai sarana untuk menjaga

kesusilaan dan tata tertib masyarakat.

c Intelektual-Kognitif yakni membatasi agama sebagai sarana untuk membatasi

intelek yang ingin diketahui.

d Psikologis yakni memandang agama sebagai sarana untuk mengatasi

ketakutan.

Wach (dalamTallaut,2004) juga mengemukakan fungsi sosial agama yakni

sebagai pengintegrasian kekuatan doktrin yang dapat berupa dogma (ajaran agama)

dan reed (Syahadat atau Iman kepercayaan dan pengintegrasian kegiatan agama

atau ibadat melalui penggunaan ritual, kurban serta simbol. Dalam hal ini agama

dipandang sebagai kultus atau pemujaan.

C. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kepuasan Perkawinan pada

Pasangan Muslim

Glock dan Stark (dalam Ancok,1994) mengatakan bahwa keberagamaan

seseorang menunjuk pada ketataan dan komitmen seseorang terhadap agamanya.

Keberagamaan seseorang pada dasarnya lebih menunjuk pada pelaksanaan keagamaan


yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses

internalisasi nilai-nilai agama, untuk kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari.

Keyakinan, penghayatan, perlakuan, pengalaman dan pengetahuan yang baik dan tepat

mengenai agama diharapkan akan dapat menumbuhkan rasa sabar, tidak mementingkan

diri sendiri, pasrah dan tawakal pada kenyataan hidup hingga menimbulkan ketabahan

dalam kehidupan rumah tangga (Rahmah, 1997).

Muttahari (dalam Uyun, 1999) menyatakan bahwa tanpa memiliki keyakinan-

keyakinan, ideal-ideal, dan keimanan, manusia tidak dapat menjalani kehidupan dengan

baik atau mencapai sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan peradaban. Manusia

yang tidak memiliki keyakinan-keyakinan, ideal-ideal dan keimanan, akan menjadi

pemalas, tidak memiliki tujuan dan cita-cita hidup, serta tidak memiliki gairah untuk

selalu berusaha menjadi lebih baik.

Dalam ajaran Islam diyakini bahwa manusia diciptakan dengan maksud-maksud

tertentu. Salah satu yang utama adalah menjadi khalifah di bumi, hal ini sesuai dengan

firman Allah, Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi (QS 2:30).

Khalifah adalah fungsi manusia yang mengemban amanat dari Tuhan (QS : 33:72).

Amanat ini adalah memberi pelayanan kepada sesama makhluk dengan cara menebarkan

kasih sayang (rahmatan lil alamin) serta melakukan amar ma ruf nahi munkar (

mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran). Dalam tugas

kekhalifahannya, manusia diharapkan berbuat segala sesuatu yang memberi manfaat bagi

dirinya, sesama manusia dan alam semesta.

Menurut ajaran Islam, hasil yang akan dicapai tergantung seberapa besar usaha

yang dilakukan orang tersebut. Firman Allah dalam surat An-Najm ayat 39: “Dan

manusia tidak akan mendapatkan sesuatu melainkan apa yang diusahakannya . Ayat ini

mendorong manusia untuk selalu berusaha semaksimal mungkin agar mencapai hasil
sebaik-baiknya, karena hanya dengan usaha yang keras suatu cita-cita akan diraih dan

keberhasilan akan dicapai sesuai dengan jerih payahnya. Firman Allah yang lain

dinyatakan dalam surat Al-Balad ayat 4 artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan

manusia supaya mengatasi kesukaran. Dapat ditafsirkan sebagai setiap kemenangan

(keberhasilan) yang dicapai oleh manusia adalah hasil kerja keras yang dilakukan dengan

susah payah. Hanya dengan perjuangan keras yang akan mampu membuat kemajuan

dalam berbagai bidang. Kesukaran tersebut merupakan cobaan dari Allah untuk menguji

ketabahan manusia dalam menghadapi permasalahan. Orang yang memiliki tingkat

keberagamaan (religiusitas) yang tinggi senantiasa melaksanakan perintah agamanya,

sehingga perintah-perintah di atas juga akan dilaksanakan sebaik-baiknya. Dengan kata

lain berarti orang yang memiliki religiusitas tinggi, yang tercakup diantaranya keyakinan,

penghayatan, perlakuan, pengalaman dan pengetahuan yang baik dan tepat mengenai

agama diharapkan akan dapat menumbuhkan rasa sabar, tidak mementingkan diri sendiri,

pasrah dan tawakal pada kenyataan hidup hingga menimbulkan ketabahan dalam

kehidupan rumah tangga.

Perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi

kebutuhan, keinginan dan aspirasinya. Semakin tinggi pendidikan individu makin jelas

pula wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan perkawinannya menjadi

semakin baik,Glen dan Weaver (dalam Rahmah,1997). Pernyataan diatas menguatkan

peneliti untuk menjadikannya sebagai kriteria subyek.

Hurlock (1953), secara umum menyatakan bahwa kepuasan perkawinan akan lebih

tinggi diantara orang-orang yang cenderung memiliki religiusitas yang tinggi daripada

orang-orang dengan religiusitas rendah. Hal ini terutama berlaku untuk perempuan.

Agama seringkali menjadi kompensasi rendahnya kepuasan seksual. Bagi wanita,

religiusitas membuat pernikahan lebih memuaskan, namun tidak sepenuhnya benar untuk
laki-laki. Hal ini didukung Mahoney (dalam Bradburry, 2000), yang menyatakan adanya

korelasi positif antara kepuasan perkawinan dengan partisipasi religius. Kepuasan

perkawinan akan semakin dirasakan pasangan bilamana dalam rumah tangga terdapat

kehidupan beragama sehingga nilai-nilai moral atau etika kehidupan dapat muncul.

D. Hipotesis

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan, diajukan hipotesis sebagai berikut :

Ada hubungan positif antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada pasangan

muslim. Semakin tinggi tingkat religiusitas subyek penelitian maka semakin tinggi pula

tingkat kepuasan perkawinannya, sebaliknya semakin rendah tingkat religiusitas subyek

penelitian maka akan semakin rendah pula tingkat kepuasan perkawinannya.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Desain

Penelitian ini berguna untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu

Religiusitas dengan Kepuasan Perkawinan, dan disusun dengan berdasar pada ketentuan

yang ada dalam penelitian kuantitatif, dimana peneliti membaca dari hasil perhitungan

statistik yang diperoleh dari skala kedua variable. Penelitian ini adalah penelitian

korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki kaitan antara variasi pada suatu variabel

dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasar atas koefisien korelasi (Azwar,

1998)

2. Identifikasi Variabel

Variabel merupakan segala sesuatu yang dapat menjadi objek penelitian atau

faktor-faktor yang berperan atau gejala-gejala yang diteliti.

Variabel pada penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas : Religiusitas

2. Variabel Tergantung : Kepuasan Perkawinan

3. Variabel Kontrol : tingkat Pendidikan yang sama (S1)

B. Subjek Penelitian

Azwar (1998), subyek penelitian adalah sumber utama penelitian yaitu yang

memiliki data mengenai variabel-variabel yang akan diteliti dan yang akan dikenai
kesimpulan hasil penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri,

beragama Islam, dan memiliki tingkat pendidikan yang sama (S1), serta berdomisili di

Kodya Yogyakarta.

C. Alat Pengumpulan Data

1. Definisi Operasional

a. Religiusitas

Religiusitas menunjuk pada bagaimana individu menghayati dan mengamalkan

unsur-unsur agamanya. Tidak hanya membaca kitab suci namun juga meyakini dogma-

dogmanya, ataupun tidak hanya mengakui ajaran cinta kasih tetapi juga mengamalkannya

pada sesama dalam kehidupan keseharian.

Ada lima dimensi dalam religiusitas yakni :

(The Ideological Dimension) yaitu menunjuk pada tingkatan sejauhmana

seseorang menerima, ataupun keyakinan akan kebenaran hal-hal fundamental dan

dogmatic dalam agamanya. Konkritisasi dimensi ideologi adalah keyakinan akan Allah,

para malaikat, para nabi/ rasul, Al Quran/ kitab-kitab Allah, surga, neraka, qadha dan

qadhar (percaya pada hari akhir dan takdir Allah).

(The Ritualistic Dimension) yaitu sejauhmana tingkat kepatuhan seseorang

mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya, menyangkut pelaksanaan

sholat, zakat, puasa, zakat, ibadah haji, pembacaan Al Quran, berdoa.

(The Experiental Dimension) yaitu perasaan-perasaan atau pengalaman-

pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan, menyangkut akan perasaan

dekat dengan Allah, perasaan dicintai oleh Allah, perasaan doa-doanya sering terkabul,

perasaan tentram dan bahagia karena menuhankan Allah, perasaan bertawakal pada

Allah, tergetar hatinya mendengar ayat-ayat Allah, perasaan bersyukur pada Allah.
(The Intelectual Dimension) yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui maupun

memahami tentang ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci, dimensi ini

menyangkut pengetahuan tentang isi Al-Quran, pokok ajaran yang diimani dan

dilaksanakan (rukun iman dan rukun Islam), hukum Islam, sejarah Islam.

(The Consequencetial Dimension) yaitu mengukur sejauhmana prilaku seseorang

dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial, dimensi ini meliputi perilaku

suka menolong, berderma, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur,

memaafkan, menjaga amanat, menjaga lingkungan, tidak mencuri, tidak berjudi, tidak

menipu, mematuhi norma-norma Islam , berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran

Islam.

b. Kepuasan Perkawinan

Kepuasan perkawinan sebagai perasaan bahagia, kepemilikan penerimaan diri

yang baik, tidak memiliki pertentangan dalam batin yang dapat diperoleh karena

keberhasilannya dalam memenuhi kebutuhan dan harapan diri pasangan maupun

dirinya sendiri yang merupakan evaluasi terhadap seluruh kualitas kehidupan

perkawinan. Clayton (dalam, Tarigan 2001), menyatakan untuk menentukan kepuasan

pernikahan seseorang digunakan aspek-aspek yang akan dievaluasi oleh seorang istri

atau seorang suami terhadap pasangan dan terhadap pernikahannya. Aspek-aspek

tersebut adalah:

a. Kemampuan sosial suami istri (marriage sociability):

yaitu kemampuan dalam bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain.

Meliputi kemampuan menjalin hubungan harmonis dengan lingkungan tempat

tinggal, Kemampuan pasangan terhadap jaringan sosial pasangannya sendiri.

Serta kemampuan pasangan menerima sahabat-sahabat pasangannya sebagai

bagian dalam kehidupan mereka sebagai indikator kepuasan


b. Persahabatan dalam perkawinan (marriage companionship):

Adamya sikap keterbukaan dan kebersamaan diantara suami istri, saling

memahami antara suami istri, adanya komunikasi yang baik.

c. Urusan ekonomi (economic affair)

Adamya kepusan dengan penghasilan pasangan, kesepakatan suami istri

dalam mengelola keuangan keluarga, kesesuaiam antara kebutuhan dengan

penghasilan

d. Kekuatan perkawinan (marriage power)

Menjaga hubungan saling tertarik antar pasangan, pembagian kekuasaan

dalam rumah tangga berkaitan dengan kewenangan mengambil keputusan,,

kemampuan dalam mengatasi godaan maupun ancaman dalam berumah

tangga

e. Hubungan dengan keluarga besar (extra family relationship)

Kemampuan dalam menjalin hubungan baik dengan mertua, kemampuan

dalam menjalin hubungan baik dengan keluarga besar pasangan, kemampuan

dalam menjalin hubungan baik dengan saudara ipar

f. Persamaan ideologi (ideological congruence)

Persamaan pandangan tentang prinsip prilaku benar/ salah dalam berumah

tangga, memiliki pandangan serta cita-cita hidup yang sama, persamaan dalam

mengatur aturan dalam rumah tangga

g. Keintiman pernikahan (marriage intimacy)

Penilaian yang baik akan hubungan seksual yang dilakukan, penilaian

yang baik (positif) terhadap diri pasangan, kepemilikan sikap ketulusan dalam

mengekspresikan kasih sayang pada pasangan


h. Taktik interaksi (interaction tactics)

Dapat menghargai pendapat pasangannya, kesediaan dalam membantu

pasangan, kemampuan menyelesaikan konflik yang dihadapi

2. Jenis Skala

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah dengan penyebaran skala/ kuesioner untuk diisi oleh subyek penelitian. Alat

pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua (2) buah

skala. Skala yang pertama adalah Skala Pengukuran Religiusitas, dan skala yang

kedua adalah Skala Pengukuran Kepuasan Perkawinan.

Sebelum pengambilan data, dilakukan uji coba alat ukur terhadap subjek yang

memiliki ciri sama dengan subjek penelitian yang sesungguhnya. Tujuan uji coba

adalah guna meminimalisir kelemahan alat pengumpulan data. Hasil uji coba ini,

menunjukkan kualitas alat, dilihat dari pemahaman subjek terhadap susunan kalimat

dalam aitem skala serta diketahui nilai validitas dan reliabilitas.

a. Skala Pengukuran Religiusitas

Skala ini bertujuan untuk mengukur religiusitas, skala ini disusun berdasarkan

teori Glock dan Stark, tentang lima aspek religiusitas yang memiliki persamaan

dengan hasil penelitian dari Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan

Hidup di tahun 1987 tentang lima aspek di dalam pelaksanaan ajaran Islam. Pada

penelitian ini peneliti mereduksi aspek knowledge (pengetahuan) karena subyek yang

diteliti bukanlah orang-orang yang tidak secara khusus mempelajari tentang agama,
subyek penelitian adalah pasangan suami istri yang berpendidikan sarjana dan tidak

melihat latar belakang pendidikannya secara khusus. Semakin tinggi skor yang

diperoleh maka semakin baik religiusitas yang dimiliki oleh individu, namun

sebaliknya semakin rendah skor menunjukkan kualitas religiusitas yang juga rendah.

Empat aspek pelaksanaan ajaran agama Islam yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. The Ideological Dimension Konkritisasi dimensi ideologi adalah keyakinan

akan Allah, para malaikat, para nabi/ rasul, Al Quran/ kitab-kitab Allah, surga,

neraka, qadha dan qadhar (percaya pada hari akhir dan takdir Allah).

2. The Ritualistic Dimension menyangkut pelaksanaan sholat, zakat, puasa,

zakat, ibadah haji, pembacaan Al Quran, berdoa.

3. The Experiental Dimension menyangkut akan perasaan dekat dengan Allah,

perasaan dicintai oleh Allah, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan

tentram dan bahagia karena menuhankan Allah, perasaan bertawakal pada

Allah, tergetar hatinya mendengar ayat-ayat Allah, perasaan bersyukur pada

Allah.

4. The Consequencetial Dimension yaitu dimensi ini meliputi prilaku suka

menolong, berderma, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur,

memaafkan, menjaga amanat, menjaga lingkungan, tidak mencuri, tidak

berjudi, tidak menipu, mematuhi norma-norma Islam , berjuang untuk hidup

sukses menurut ukuran Islam.

Skala religiusitas dalam penelitian ini meliputi Ideological Dimension, The

Ritualistic Dimension, The Experiental Dimension, The Consequencetial Dimension..

Keempat dimensi tersebut pada intinya sama dimaksudkan untuk mengukur sikap
dan perilaku keagamaan seseorang. Distribusi aitem skala religiusitas dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1
Distribusi Aitem Religiusitas untuk Uji Coba
No. Nomor Aitem Jml.
Aspek Favorabel Unfavorabel
1 The Ideological Dimension 1,5,10,15,20,25 2,4,8,47,24,30 12

2 The Ritualistic Dimension 6,9,16,28,31,34, 3,46,22,26,36,48 12

3 The Experiental Dimension 7,18,21,32,35,41 12,14,43,19,23,45 12

4 The Consequencetial Dimension 11,13,17,44,37,39 27,29,33,38,40,42 12


Jumlah 24 24 48

b. Skala Pengukuran Kepuasan Perkawinan

Penelitian yang dilakukan Clayton (1975), menyebutkan beberapa aspek yang

harus menjadi penilaian bagi suami istri tentang kepuasan perkawinan mereka. Apabila

pasangan suami istri tersebut mampu memenuhi aspek-aspek tersebut maka mereka akan

mencapai kepuasan perkawinan, ada delapan aspek yang dikemukakan Clayton, semakin

tinggi skor yang diperoleh maka kepuasan perkawinan semakin tinggi, sebaliknya

semakin rendah skor total yang diperoleh menunjukkan kepuasan perkawinan yang

rendah.

Clayton (1975), menyebutkan 8 aspek yang harus menjadi penilaian bagi suami

istri tentang kepuasan perkawinan. Apabila suami istri mampu memenuhi aspek-aspek

tersebut maka akan mencapai kepuasan perkawinan. Kedelapan aspek yang dikemukakan

Clayton adalah :
1. Kemampuan sosial suami istri (marriage sociability)

Konkritisasi aspek ini adalah kemampuan pasangan beradaptasi dengan

lingkungan tempat tinggal, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial, serta

kemampuan untuk menerima dan menjalin hubungan baik dengan sahabat

pasangannya.

2. Persahabatan dalam perkawinan (marriage companionship)

Aspek ini meliputi sikap keterbukaan dan kebersamaan diantara suami istri,

kemampuan saling memahami serta adanya komunikasi yang baik pada

pasangan.

3. Urusan ekonomi (economic affair)

Aspek ini meliputi kepuasan dengan penghasilan pasangannya, kemudian

memiliki kesepakatan antara suami dan istri dalam mengelola keuangan

keluarga, serta kesesuaian antara kebutuhan dengan penghasilan pasangan.

4. Kekuatan perkawinan (marriage power)

Aspek ini meliputi, kemampuan untuk menjaga hubungan saling ketertarikan

dengan pasangannya, kemudian pembagian kekuasaan dalam rumah tangga

berkaitan dengan kewenangan mengambil keputusan, serta kemampuan dalam

mengatasi godaan maupun ancaman dalam berumah tangga.

5. Hubungan dengan keluarga besar (extra family relationship)

Secara konkrit aspek ini meliputi kemampuan menjalin hubungan baik dengan

mertua, saudara ipar, maupun keluarga besar kedua belah pihak.


6. Persamaan ideology (ideological congruence)

Aspek ini secara konkrit meliputi persamaan pandangan tentang prinsip

perilaku benar dan salah dalam rumah tangga, memiliki pandangan dan cita-

cita hidup yang sama, serta memiliki persamaan dalam mengatur aturan dalam

rumah tangganya.

7. Keintiman pernikahan (marriage intimacy)

Konkritisasi aspek ini meliputi, penilaian yang baik akan hubungan seksual

yang dilakukan pasangan, memiliki penilaian yang baik terhadap diri

pasangan serta kepemilikan sikap ketulusan dalam mengekspresikan kasih

sayang pada pasangannya.

8. Taktik interaksi (interaction tactics)

Secara konkrit aspek ini meliputi, kemampuan dalam menghargai pendapat

pasangannya, kesediaan dalam membantu pasangan, serta kemampuan

menyelesaikan konflik yang dihadapi secara bersama.


Distribusi aitem skala Kepuasan Perkawinan untuk uji coba dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2
No item non
dikator No item favorable Total
favorable item
I. Kemampuan sosial suami istri (marriage sociability)
• Dapat beradaptasi dengan lingkugan tempat tinggal
14
45
11
31
2
2
• Ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial
• Kemamapuan untuk menerima dan menjalin hubungan baik dengan sahabat
16,53 56,59 4
pasangannya

II.Persahabatan dalam perkawinan (marriage companionship)

• Adamya sikap keterbukaan dan kebersamaan diantara suami istri 4,49 2, 55 4


• Saling memahami antara suami istri 28 47 2
• Adanya komunikasi yang baik 42 23 2

III. Urusan ekonomi (economic affair)


3 34 2
• Adamya kepuasan dengan penghasilan pasangan 37,17 46,50 4
• Kesepakatan suami istri dalam mengelola keuangan keluarga 22 35 2
• Kesesuaiam antara kebutuhan dengan penghasilan
IV. Kekuatan perkawinan (marriage power)
5 30 2
• Menjaga hubungan saling tertarik antar pasangan 2
• pembagian kekuasaan dalam rumah tangga berkaitan dengan kewenangan
29 48
2
mengambil keputusan, 20 7
• Kemampuan dalam mengatasi godaan maupun ancaman dalam berumah
tangga
V.Hubungan dengan keluarga besar (extra family relationship)
40 24 2
• Kemampuan dalam menjalin hubungan baik dengan mertua
• Kemampuan dalam menjalin hubungan baik dengan keluarga besar
27 9 2
pasangan 8 44 2
• Kemampuan dalam menjalin hubungan baik dengan saudara ipar

VI. Persamaan ideology (ideological congruence)


1 13 2
• Persamaan pandangan tentang prinsip prilaku benar/ salah dalam berumah
tangga. 26,51 41,57 4
• Memiliki pandangan serta cita-cita hidup yang sama 15 32 2
• Persamaan dalam mengatur aturan dalam rumah tangga

VII. Keintiman pernikahan (marriage intimacy)


10 36 2
• Penilaian yang baik akan hubungan seksual yang dilakukan
• Penilaian yang baik (positif) terhadap diri pasangan
58 52 4

• Kepemilikan sikap ketulusan dalam mengekspresikan kasih sayang pada 6,39 19,25 2
pasangan
VIII. Taktik interaksi (interaction tactics)
• Dapat menghargai pendapat pasangannya
12
33
18
43
2
2
• Kesediaan dalam membantu pasangan 21,38 54,60 4
• Kemampuan menyelesaikan konflik yang dihadapi

Total aitem 60
Kedua skala, Religiusitas dan Kepuasan Perkawinan disusun menggunakan skala

Likert. Aitem pada skala ini ditulis dalam bentuk yang bersifat favorable, yaitu aitem

yang isinya mendukung dan menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur, dan aitem

yang bersifat unfavorable yaitu aitem yang isinya tidak mendukung dan tidak

menggambarkan ciri atribut yang diukur (Azwar,1999). Pada setiap aitem terdapat 5

alternatif pilihan jawaban yaitu (1) SS = Sangat Setuju, (2) S = Setuju, (3)R=Ragu-ragu,

(4) TS = Tidak Setuju, (5) STS = Sangat Tidak Setuju. Penilaian untuk aitem yang

favorable adalah 0 untuk jawaban STS, 1 untuk jawaban TS, 2 untuk jawaban R, dan 3

untuk jawaban S, dan 4 untuk jawaban SS. Sedangkan untuk aitem yang unfavorable, 0

untuk jawaban SS, 1 untuk jawaban S, 2 untuk jawaban R, 3 untuk jawaban TS,dan 4

untuk jawaban STS.

3. Validitas dan Reliabilitas

a. Validitas

Validitas memiliki arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen alat ukur dikatakan

memiliki validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau

memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran

tersebut (Azwar,2001). Untuk mengetahui validitas skala religiusitas dan skala

kepuasan perkawinan adalah dengan validitas isi (content validity). Validitas isi

adalah validitas yang menanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan

tujuan dan deskripsi masalah yang akan diteliti. Kesesuaian antara kedua hal tersebut

akan terwujud apabila penyusunan instrumen didasarkan pada blue print yang telah

dibuat terlebih dahulu. Blue print berisi aspek, indikator dan jumlah pertanyaan pada

tiap indikator. Setelah butir pertanyaan disusun, kemudian butir-butir pertanyaan akan
ditelaah oleh orang yang berkompeten dibidang ini, yang dikenal dengan profesional

judgement.

b. Seleksi Aitem

Sebelum skala digunakan dalam penelitian perlu dilakukan seleksi pada aitem-

aitem dalam skala. Aitem-aitem yang tidak memiliki syarat kualitas tidak boleh

diikutkan menjadi bagian tes. Hanya aitem yang memliki kualitas tinggi saja yang

boleh digunakan dalam tes, kualitas yang dimaksudkan adalah keselarasan atau

konsistensi antara aitem dengan tes secara keseluruhan atau yang disebut juga dengan

konsistensi aitem total, dimana pengujian konsistensi aitem-total akan menghasilkan

koeifisien korelasi aitem total ( r ix ) yang umum dikenal dengan sebutan indeks daya

beda aitem (Azwar,2001). Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu

membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak

memiliki atribut yang diukur. Pada skala sikap, aitem yang berdaya beda tinggi adalah

aitem yang mampu membedakan sejauhmana subyek yang bersikap positif dan mana

subyek yang bersikap negatif.

Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan

batasan rix ≥ 0,30. Aitem-aitem yang mencapai koefisien korelasinya minimal 0,30

dianggap memiliki daya beda yang memuaskan (Azwar, 1999). Semakin tinggi

koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor tes berarti makin tinggi

konsistensi antara aitem tersebut dengan tes keseluruhan yang berarti semakin tinggi

daya bedanya. Bila koefisien korelasinya rendah mendekati nol berarti fungsi aitem

tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur tes dan daya bedanya tidak baik. Bila

korelasi berharga negatif, artinya terdapat cacat serius pada aitem yang bersangkutan

(Azwar,2001).
Berdasarkan hasil uji coba skala Kepuasan Perkawinan diperoleh aitem valid

sebanyak 43 aitem. Jadi terdapat 17 aitem yang gugur yaitu aitem no; 1, 14, 18, 19,

20, 21, 22, 24, 31, 34, 35, 40, 42, 49, 53, 54, 58. Koefisien aitem valid tersebut

berkisar antara 0,3107 sampai dengan 0,7204. Distribusi aitem skala Kepuasan

Perkawinan setelah uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3
Distribusi Aitem Kepuasan Perkawinan setelah Uji Coba

No. Aspek Nomor Aitem Jml.


Favorabel Unfavorabel
1 Kemampuan sosial suami istri (marriage 14*,16,45,53* 11,31*,56,59 8
sociability)
2 Persahabatan dalam perkawinan (marriage 4,28,42*,49* 2,23,47,55 8
companionship)
3 Urusan ekonomi (economic affair) 3,17,22*,37 34*,35*,46,50 8
4 Kekuatan perkawinan (marriage power) 5,20*,29 7,30,48 6
5 Hubungan dengan keluarga besar (extra 8,27,40* 9,24*,44 6
family relationship)
6 Persamaan ideology (ideological 1*,15,26,51 13,32,41,57 8
congruence)
7 Keintiman pernikahan (marriage intimacy) 6,10,39,58* 19*,25,36,52 8
8 Taktik interaksi (interaction tactics) 12,21*,33,38 18*,43,54*,60 8
60

Keterangan : *aitem gugur

Aitem yang sudah diperoleh dari hasil uji coba, nantinya akan diacak kembali

dalam pembuatan skala penelitian. Berikut ini distribusi aitem yang akan

digunakan dalam skala penelitian :


Tabel 4

Distribusi Aitem Kepuasan Perkawinan untuk Penelitian

No. Aspek Nomor Aitem Jml.


Favorabel Unfavorabel
1 Kemampuan sosial suami istri (marriage 14,32 10,40,42 5
sociability)
2 Persahabatan dalam perkawinan (marriage 3,20 1,16,34,39 6
companionship)
3 Urusan ekonomi (economic affair) 2,15,26 33,36 5
4 Kekuatan perkawinan (marriage power) 4,21 6,22,35 5
5 Hubungan dengan keluarga besar (extra 7,19 8,31 4
family relationship)
6 Persamaan ideology (ideological 13,18,37 12,23,29,41 7
congruence)
7 Keintiman pernikahan (marriage intimacy) 9,28,5 17,25,38 6
8 Taktik interaksi (interaction tactics) 11,24,27 30,43 5
43

Berdasarkan hasil uji coba skala Religiusitas yang meliputi Ideological

Dimension, The Ritualistic Dimension, The Experiental Dimension, The Consequencetial

Dimension diperoleh aitem valid sebanyak 43 aitem, dengan demikian terdapat 5 aitem yang

gugur, yaitu aitem no 3, 10, 26, 31, 46. Koefisien aitem valid bergerak antara 0,3069 samapai

dengan 0,7766. Distribusi aitem skala Religiusitas setelah uji coba dapat dilihat tabel 5.
Tabel 5
Distribusi Aitem Religiusitas setelah Uji Coba

No. Aspek Nomor Aitem Jml.


Favorabel Unfavorabel
1 The Ideological Dimension 1,5,10*,15,20,25 2,4,8,47,24,30 12
2 The Ritualistic Dimension 6,9,16,28,31*,34 3*,46*,22,26*,36,48 12
3 The Experiental Dimension 7,18,21,32,35,41 12,14,43,19,23,45 12
4 The Consequencetial Dimension 11,13,17,44,37,39 27,29,33,38,40,42 12
48

Keterangan : * aitem gugur

Aitem yang sudah diperoleh dari hasil uji coba, nantinya akan diacak kembali

dalam pembuatan skala penelitian. Berikut ini distribusi aitem yang akan

digunakan dalam skala penelitian :

Tabel 6

Distribusi Aitem Religiusitas untuk Penelitian

No. Aspek Nomor Aitem Jml.


Favorabel Unfavorabel
1 The Ideological Dimension 1,4,13,18,23 2,3,7,14,22,27 11
2 The Ritualistic Dimension 5,8,25,30,38 20,32,43 8
3 The Experiental Dimension 6,16,19,28,34,37 10,12,17,21,39,41 12
4 The Consequencetial Dimension 9,11,15,33,35,40 24,26,29,34,36,38 12
43
c. Reliabilitas

Alat ukur dikatakan memiliki realibilitas tinggi jika skala tersebut mampu

memberikan hasil ukur yang terpercaya dan reliabel. Hasil pengukuran dapat

dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok

subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek yang diukur dalam

diri subjek relatif tidak berubah (Azwar, 2001). Reliabilitas skala dalam penelitian ini

diuji dengan pendekatan konsistensi internal melalui prosedur Alpha Cronbach.

Pendekatan ini memiliki nilai praktis dan efisiensi tinggi karena hanya didasarkan

pada pengukuran satu kali dari sekelompok individu sebagai subjek atau single trial

administration . Prinsip metode pengujian tunggal adalah pengujian konsistensi di

antara komponen-komponen yang membentuk tes secara keseluruhan (Azwar, 2001).

Dari penelitian di atas diperoleh Reliabilitas Kepuasan Perkawinan sebesar

0,9296, dan untuk reliabilitas skala Religiusitas adalah 0,9438.

D. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah:

1. Uji Asumsi

Uji asumsi ini dilakukan dengan menggunakan uji normalitas dan uji lineritas.

Uji normalitas dilakukan dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari program

SPSS for windows versi 11.00. Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah

hubungan kedua variabel merupakan garis lurus atau tidak. Uji linearitas ini dilakukan

dengan menggunakan bantuan program SPSS for windows versi 11.00.

2. Uji Korelasi

Uji korelasi Product Moment dari Pearson. Uji hipotesis penelitian ini

dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS for windows versi 11.00.
E. Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah-langkah penelitian yang ditempuh terdiri dari dua

tahap. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan:

a. Mempersiapkan alat ukur. Alat ukur yang digunakan adalah skala untuk mengukur

Kepuasan Perkawinan dan skala Religiusitas

b. Melakukan uji coba skala kepada subyek penelitian. Subyek penelitian harus sesuai

dengan kriteria subyek penelitian yaitu pasangan suami istri yang beragama Islam dan

memiliki gelar S1 (sarjana).

c. Menganalisis aitem-aitem skala.

d. Mengolah data hasil uji coba.

e. Menganalisis data dan menentukan aitem-aitem yang gugur.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan untuk penelitian.

b. Melakukan pengumpulan data.

c. Menganalisis data penelitian dengan korelasi Product Moment dari Pearson.

d. Membuat pembahasan berdasarkan analisis.

e. Membuat kesimpulan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Deskripsi Data

Data yang diperoleh dari skala kepuasan perkawinan dan skala religiusitas

digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis. Skala kepuasan perkawinan terdiri dari 43

butir dan untuk setiap butirnya diberi skor minimal 0 dan maksimal 4, sehingga diperoleh

total skor minimal hipotetik adalah 0 x 43 = 0 dan total skor maksimal hipotetik adalah 4

x 43= 172. Jarak sebaran skor hipotetik adalah 172 – 0 = 172 dan standar deviasinya

bernilai 172 : 6 = 28,67. Rerata hipotetiknya adalah (0 + 172) : 2 = 86. Skala religiusitas

terdiri dari 43 butir dan untuk setiap butirnya diberi skor minimal 0 dan maksimal 4,

sehingga diperoleh total skor minimal hipotetik adalah 0 x 43 = 0 dan total skor maksimal

hipotetik adalah 4 x 43 = 172. Jarak sebaran skor hipotetik adalah 172 – 0 = 172 dan

standar deviasinya bernilai 172 : 6 = 28,67. Rerata hipotetiknya adalah (172 + 0) : 2 = 86.

Deskripsi data dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7
Deskripsi Data
N = 60

Data Hipotetik Data Empirik


Variabel
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
Religiusitas 0 172 86 28,67 55 157 102,90 23,84
Kepuasan
0 172 86 28,67 58 150 113,33 22,25
Perkawinan

Berdasarkan deskripsi data di atas dapat diketahui mean empirik yang

menunjukkan rata-rata skor yang berhasil dicapai subjek. Melalui mean empirik ini dapat
diketahui mean religiusitas dan kepuasan perkawinan subjek secara keseluruhan. Subjek

dalam penelitian ini memiliki mean religiusitas di atas mean hipotetik (102,9 > 86), dan

mean kepuasan perkawinan juga berada di atas mean hipotetik (113,33 > 86). Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata tingkat religiusitas dan tingkat kepuasan perkawinan subjek

penelitian baik (tinggi).

2. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian kemudian dilakukan analisis

statistik untuk menguji hipotesis penelitian. Semua data yang telah diperoleh, dilakukan

uji prasyarat yang meliputi uji normalitas sebaran dan uji linieritas hubungan.

a. Uji prasyarat

1) Uji normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan program uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov. Hasil dari pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa skor

religiusitas memiliki sebaran normal dengan K-S = 0,409 dan p = 0,996 (p > 0,05). Skor

kepuasan perkawinan memiliki sebaran normal dengan K-S = 1,198 dan p = 0,113 (p >

0,05).

2) Uji linieritas

Hasil uji linieritas menunjukkan hubungan yang linier antara religiusitas dengan

kepuasan perkawinan dengan nilai F = 73,784 dan p = 0,000 (p < 0,05). Dari uji

normalitas dan uji linieritas menunjukkan bahwa syarat untuk melakukan uji analisis

korelasi Product Moment telah terpenuhi.

b. Hasil Uji Hipotesis

Hasil uji korelasi Product Moment menunjukkan adanya hubungan positif yang

sangat signifikan antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan yang ditunjukkan


dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,738 dan p = 0,000. Dengan demikian maka

hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara religiusitas

dengan kepuasan perkawinan diterima.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teknik Product Moment, diketahui

bahwa religiusitas memiliki hubungan positif yang sangat signifikan dengan kepuasan

perkawinan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,738 (p < 0,01). Hal

ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat religiusitas maka kepuasan perkawinannya

semakin tinggi pula. Sebaliknya, jika semakin rendah religiusitas maka semakin rendah

pula tingkat kepuasan perkawinannya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Jane (1999) yang menyatakan bahwa

komitmen terhadap agama dapat memberi struktur kehidupan keluarga yang sehat serta

memberikan kepuasan dalam perkawinan. Karena agama meletakkan dasar dan konsep

pada diri seseorang baik dalam menentukan sistem kepercayaan maupun dalam

pembentukan sikap, termasuk dalam masalah perkawinan (Azhar, 1992).

Stinnet dan De Frain (dalam Hawari, 1996) mengemukakan bahwa syarat suatu

perkawinan agar bisa disebut bahagia dan sehat apabila terpenuhi enam kriteria, yaitu : 1)

adanya kehidupan bergama dalam keluarga, 2) tersedianya waktu untuk bersama, 3)

komunikasi yang baik antar anggota keluarga, 4) sikap saling menghormati, 5) ada

keterkaitan antar anggota keluarga, dan 6) adanya kesepakatan untuk menyelesaikan

masalah secara positif dan konstruktif. Selanjutnya Hawari (1996) mengatakan bahwa

religiusitas sebagai faktor utama mengandung nilai-nilai moral yang bersifat abadi,

sehingga senantiasa akan mampu membimbing manusia dalam kehidupan, terutama

dalam kehidupan rumah tangga.


Pernikahan dalam semua agama secara umum dan dalam Islam khususnya, jika

dikaji lebih lanjut adalah suatu ikatan antara dua insan yang bersifat keagamaan daripada

suatu ikatan yang bersifat keduniawian. Pernikahan adalah suatu ibadah sehingga apapun

yang terjadi didalamnya juga merupakan suatu ibadah. Niat yang teguh dan perilaku yang

mengikuti niat tersebut akan mampu memberi kepuasan yang pada akhirnya membawa

kebahagiaan pada rumah tangga tersebut (Hawari, 1996).

Adanya hubungan yang sangat signifikan antara religiusitas dengan kepuasan

perkawinan juga sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sanusi (1993) bahwa

pada pribadi yang matang dan religius merupakan faktor pendorong yang kuat untuk

berperilaku baik. Unsur ketentraman batin (inner security) yang dimiliki membuat

pasangan suami istri menjadi yakin akan pentingnya hidup ini. Apapun yang terjadi

adalah kehendak Allah SWT. Masing-masing pasangan akan percaya bahwa jalan hidup

apapun yang ditentukan Allah untuknya adalah yang terbaik, sehingga kebahagiaan dan

kesengsaraan senantiasa diterima apa adanya dan tawakal serta pasrah.

Selanjutnya Sanusi mengatakan bahwa religiusitas yang dimiliki oleh pasangan

suami istri akan menjadikannya saling percaya satu sama lain. Kekhawatiran dan

kecurigaan terhadap suami/ istri berkurang sehingga muncul ketentraman dalam

kehidupan perkawinannya serta perasaan puas dengan apa yang diperolehnya.

Subjek dalam penelitian ini diketahui bahwa rata-rata memiliki tingkat religiusitas

yang baik. Hal ini menunandakan bahwa sikap dan pemahaman subjek tentang agama

yang dianutnya relatif baik. Subjek dalam penelitian ini rata-rata memiliki tingkat

kepuasan perkawinan yang baik (tinggi). Hal ini dapat disebabkan karena tingkat

pendidikan yang relatif tinggi yaitu sarjana dan masing-masing pasangan (suami istri)

memiliki tingkat pendidikan yang setara. Hal lain yang dapat dikatakan sebagai penyebab

tingginya kepuasan perkawinan subjek karena adanya kecukupan dibidang ekonomi.


Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan seseorang. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2005) membuktikan bahwa usia perkawinan dan

penyebab infertilitas memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan perkawinan.

Usia perkawinan memberi gambaran lamanya seseorang hidup sebagai suami istri.

Pasangan yang baru beberapa tahun menikah mengalami kepuasan perkawinan yang

relatif lebih tinggi. Faktor lain seperti, persepsi keadilan, usia perkawinan, masa

perkenalan atau pacaran dan sebagainya turut menentukan puas tidaknya suatu

perkawinan.

Hal lain yang mendukung tingginya kepuasan perkawinan ini berkaitan juga

dengan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Skala yang digunakan untuk

mengukur kepuasan perkawinan ini masih memiliki kelemahan yaitu social desirability

yang tinggi, sehingga subjek penelitian berusaha untuk menunjukkan yang terbaik dari

dirinya.

Crapp (1994) mengemukakan bahwa keberagamanan berfungsi mengendalikan

rasa atau emosionalitas dan dorongan-dorongan yang timbul. Maka pasangan suami istri

yang telah tertanam nilai-nilai agamanya akan senantiasa mempertimbangkan setiap

tindakannya, apakah bertentangan dengan ajaran agama atau tidak. Pendapat tersebut

sangat mendukung hasil penelitian yang menyatakan ada hubungan yang signifikan

antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan.

Clayton (1975) mengatakan bahwa adanya kesamaan ideologi yaitu prinsip,

agama, atau cara beribadah merupakan salah satu faktor timbulnya kepuasan perkawinan.

Cole (1963) menjelaskan bahwa religiusitas mampu untuk meningkatkan rasa aman dan

mencegah panik pada individu. Religiusitas dapat memberi pemantapan pada waktu

individu mengalami kebimbangan. Religiusitas dalam diri seseorang juga berperan


mengurangi konflik yang terjadi terutama yang berkaitan dengan ketidakpuasan dirinya

sendiri dan lingkungan sosial (Powell dalam Hidayah, 2005).

Beberapa ahli sepakat bahwa religiusitas sangat potensial untuk mendorong dan

sekaligus mengarahkan hidup manusia pada perubahan-perubahan di tingkat mikro

individual dan makro sosial ke arah yang baik dan benar. Religiusitas dapat memantapkan

kembali jiwa yang sedang mengalami kebimbangan (Daradjat, 1997).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya

dapat ditarik kesimpulan ada hubungan positif antara religiusitas dengan kepuasan

perkawinan sehingga, dapat dikatakan semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin

tinggi pula tingkat kepuasan perkawinan dan semakin rendah tingkat religiusitas maka

semakin rendah pula tingkat kepuasan perkawinan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran dapat peneliti berikan sebagai berikut :

1. Kepada Subjek Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki

tingkat religiusitas yang tinggi. Meskipun demikian religiusitas diharapkan dapat

lebih ditingkatkan lagi, dan untuk meningkatkannya dapat dilakukan dengan jalan

sering menjalankan sholat berjamaah, sering berpuasa, banyak membantu orang

lain, sering berinfak, sering mengunjungi majelis-majelis taklim dan masih

banyak lagi peribadatan yang dapat dilakukan dengan lebih intensif, sehingga

diharapkan kepuasan perkawinan menjadi lebih tinggi

2. Kepada Peneliti Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melihat faktor lain dari

individu yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan, sehingga dapat lebih

memperkaya hasil-hasil penelitian yang ada.


3. Kelemahan Penelitian

Penelitian ini hanya membatasi pada tinjauan hubungan antara religiusitas

dengan kepuasan perkawinan dengan subjek penelitian berpendidikan sarjana.

Karena keterbatasan waktu, penelitian ini tidak dapat melakukan kajian empiris

sebab-sebab atau faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat kepuasan

perkawinan dengan menggunakan subjek penelitian yang lebih heterogen. Dengan

demikian penelitian selanjutnya perlu memperbanyak subjek penelitian, yaitu

subjek dari berbagai tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, serta usia

perkawinan yang lebih bervariasi.


DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin (1994): Psikologi Islam; Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi.
Yogyakarta; Pustaka Pelajar

Ardhianita, & Andayani, B (2005). Kepuasan Pernikahan ditinjau dari Berpacaran dan tidak
berpacaran. Jurnal Psikologi . UGM volume 32, no.2, 101-111

Azwar, A. 1992. Problem Pernikahan Pada Pernikahan Masa Kini dan Cara-cara
Penanggulangannya. Makalah Dalam Seminar Dampak Globalisasi Pada Institusi
Perkawinan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM

Azwar,S. 1999. Penyususnan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar,S. 1999. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Basri, H (1995). Keluarga Sakinah, Tinjauan Psikologi dan Agama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Bradburry,T.N, Finchan, & F.D, Beach, S.R.H (2000). Research on the Nature and Determinants
of Marital Satisfaction: A Decade in Review. Journal of Marriage and the Family 62:
964-980

Burgess, E.W & Locke, H.J. (1960). The Family from Institution to Companionship second
edition. New York : American Book Company

Clayton, R.R. 1975. The Family, Marriage And Social Change. Massachusetts : DC Health
Company.

Cole, L. 1963. Psychology of Adolescence. 5thed. New York : Holt Rinehart abd Winston.

Crapp, R.W. 1994. Dialog Psikologi dan Agama : Sejak William James hingga Bordor Allport.
Alih Bahasa : A.M. Hardjana. Yogyakarta : Kanisius.

Darajdat, Z. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta. Penerbit Bulan Bintang

Daradjat, Z. 1997. Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental. Jakarta : Bulan Bintang.

Dister, NS. 1982. Pengalaman dan Motivasi Beragama Pengantar Psikologi Agama. Jakarta :
Lembaga Penunjang Nasional (LAPPENAS)

Driyakarya, N. 1978. Percikan Filsafat. Jakarta: PT. Pembangunan

El Qardawawi, Syekh (1978), Halal dan Haram dalam Pandangan Islam. Surabaya-Jakarta. Pt.
Bina Ilmu
Gie, Liang (1996). Strategi Hidup Sukses. Yogyakarta: Penerbit Liberty

Goleman, Daniel (1999). Emotional Intelegence (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Gunarsa, Singgih D (1990) Psikologi untuk Keluarga. Jakarta: BPK. Gunung Mulia

Hawari, D. 1996. Al Qur an : dalam Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Dana
Bhakti prima Yasa.

Hidayah, N. 2005. Perbedaan Kepuasan Perkawinan Antara Wanita Yang Mengalami


Intertilitas Primer dan Intertilitas Sekunder. Thesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta :
Program Pasca Sarjana Fakultas Psikologi UGM.

Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta: Erlangga

Jane, R. 1999. Improving Your Marital Satisfaction.


http:/www.dr.Jane.com/Chapters/satisfaction.htm.4/10/03.

Klemer, R. (1970). Marriage and the Family. New York: Harper and Row Publisher

Lailatushifah,F. 2003. Kesadaran Akan Kesetaraan Gender dan Kepuasan Perkawinan pada
Suami Istri Pekerja Ganda. Jurnal Ilmiah Psikologi volume 1, nomor 2, Agustus 2003.

Laswell, M & Laswell, T (1987). Marriage and the Family.second edition. California Publishing
Company.

Mangunwijaya, Y.B.2003. Sikap Religius Berawal Dari Teladan. Http://www.religiusitas.com


28/5/06

Rahim Faqih, A. H. Munadir, Ir. (2004). Ensiklopedia Dakwah, TIM LPPAI UII

Rahmah, L. (1997). Kepuasan Pernikahan dalam Kaitannya dengan Management konflik.


Skripsi.(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM

Sanusi. 1993. Kumpulan-kumpulan Nasihat Perkawinan dan Keluarga BP4. Apa Dan
Bagaimana Mengatasi Problema Keluarga. Jakarta : Pustaka Antara.

Sears, D.O., Fredman,J.L., & Peplau, L.A. (1999). Psikologi sosial. Edisi ke 5. Jakarta: Erlangga

Schulltz,D1991.Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius


Sembiring, G.T. 2003. Hubungan antara Kepuasan Perkawinan dengan Komunikasi Pada
Pasangan Suami Istri. Sripsi (tidak diterbitkan), Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma.

Shepard,J.M & Voss, H.L (1978) Open Marriage. New York: Mac Millan Publishing Co.Inc.

Snyder, D.K.1979. Multidimentional Assesment of Marriage and the Family, November 813-823

Spinks,G.S. 1963.Psychology and Religion (Terjemahan). London: Methuen and Co.Ltd

Staub, E.1978. Positive Social Behavior and Morality: Social and personal influence. New York
Academic Press
Strong, B & Devault, C. (1989). The Marriage and Family Experience. New York: West
Publishing Company

Subandi 1997.Tema-Tema Pengalaman Beragama Pengamal Dzikir. Dalam Jurnal Pemikiran


dan Penelitian Psikologi PSIKOLOGIKA. Nomor 3 Volume II

Tallaut, R. 2004. Hubungan antara Religiusitas dengan Ketakutan terhadap Kematian pada
Guru Agama Katholik. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta. Universitas Sanata
Dharma

Uyun, Q.1998. Kompetensi Manusia Pada Milenium Ketiga. Jurnal Pemikiran Dan Penelitian
Psikologi Psikologika,6, (III), 45-54

Walgito, Bimo (1984). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan
Fakultas Psikologi UGM.
PETUNJUK :
Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan. Pilihlah dan jawab yang paling sesuai dengan diri
anda yang sebenarnya dengan cara menyilang salah satu dari 5 alternatif jawaban .

SS : Sangat Setuju
S : Setuju
R : Ragu-ragu
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju

Pernyataan SS S R KS TS
Saya merasa tidak nyaman bila bersama dengan pasangan saya
1 karena saya merasa ada hal yang disembunyikan oleh pasangan
saya.
Penghasilan yang ada sekarang dapat memenuhi kebutuhan
2 keluarga kami dengan cukup.
Saya dan pasangan selalu menjaga kebersamaan dan saling terbuka
3 dalam berbagai hal.
Saya dan pasangan selalu menjaga kondisi saling mencintai sampai
4 kakek, nenek seperti ketika kami masih berpacaran.

Saya memberikan pujian pada pasangan karena ia pantas


5 mendapatkannya.
6 Saya merasa iri apabila kawan saya membawa pasangan yang lebih
ganteng/ cantik dari pasangan saya.
7 Saya merasa senang dengan cara pasangan memperlakukan
saudara-saudara saya
8 Hubungan pasangan saya dengan keluarga saya sering membuat
kami bertengkar
9 Saya merasa puas dengan hubungan seksual yang telah kami
lakukan
Saya dan pasangan merasa hampa dan kesepian karena kami
10 kesulitan menjalin persahabatan dengan orang-orang di sekitar
lingkungan sosial kami.
11 Ketika berdikusi, saya dapat menghargai dan menerima perbedaan
pendapat yang terjadi diantara saya dan pasangan.
Kami seringkali kesulitan menentukan perilaku benar salah dalam
12 rumah tangga seperti yang tersirat dalam ajaran agama, karena kami
merasa kurang memahami ajaran agama kami.
Saya dan pasangan memiliki kesepakatan bersama mengenai
13 aturan-aturan yang berlaku dalam rumah tangga kami, yakni berdasar
pada apa yang tersurat dalam ajaran agama kami.
Pasangan saya dapat menerima keberadaan sahabat-sahabat saya
14 di tengah-tengah kehidupan perkawinan kami
Saya dan pasangan selalu membuat rencana pengeluaran uang
15 keluarga bersama-sama, sehingga lebih terkontrol.
16 Saya merasa kurang bisa mengungkapkan perasaan-perasaan saya
pada pasangan
Saya sering merasa suami tidak mencintai saya dengan tulu karena
17 saya merasa selalu ada udang dibalik batu ketika sedang
berdiskusi.
18 Saya dan pasangan memiliki pandangan serta cita-cita hidup yang
sama, seperti masalah pendidikan pada anak-anak kami.
19 Pasangan saya dapat menerima keberadaan keluarga saya dengan
baik
20 Pasangan saya selalu berusaha memahami ketika saya sedang ada
masalah dan berusaha untuk ,memberikan solusi terbaik.
21 Dalam mengambil setiap keputusan, kami selalu membicarakan
terlebih dahulu untuk mendapaykan hasil terbaik.
22 Hubungan ketertarikan yang saya rasakan saat ini saat ini sangat
jauh berbeda dengan saat awal kami menikah.
23 Saya dan pasangan merasa kesulitan mencocokkan aturan-aturan
yang harus diterapkan dalam keluarga, karena campur tangan
orangtua yang besar.
24 Saya merasa tidak sendirian ketika menghadapi masalah dalam
keluarga karena pasangan selalu berusaha membantu saya.
25 Saya merasa tidak puas ketika melakukan hubungan seksual
denagan pasangan.
26 Saya dan pasangan sudah puas dengan pengelolaan penghasilan
yang telah kami buat.
27 Saya dan pasangan selalu menyelesaikan masalah dengan cara
musyawarah.
28 Saya merasa senang ketika pasangan memberikan belaian atau
bentuk kasih sayang lainnya.
29 Saya merasa kesulitan untuk menyamakan pandangan hidup dengan
pasangan saya, karena campur tangan keluarga yang besar.
30 Saya merasa kurang memiliki waktu yang cukup apabila harus
membantu pasangan,
31 Saya merasa, pasangan saya kurang menghargai saudara kandung
saya.
32 Saya bangga akan kemampuan pasangan dalam bersosialisasi
dengan masyarakat luas, karena pasangan selau aktif berperan serta
mengikuti kegiatan di lingkungan sekitar rumah.
33 Saya dan pasangan mengalami kesulitan untuk menentukan
pengeluaran/ mengelola uang/ yang harus kami dahulukan.
34 Saya merasa pasangan tidak pernah memahami saya, ketika saya
sedang menghadapi suatu masalah.
35 Saya merasa kurang dilibatkan dalam mengambil keputusan
sehingga saya merasa seperti tidak memiliki kewenangan dalam
rumah tangga ini.
36 Pasangan saya selalu mengeluh tentang pengelolaan keuangan
kami.
37 Saya dan pasangan memiliki pandangan yang sama bahwa
perkawinan adalah sesuatu yang sakral, dan akan membawa kami
pada kebahagiaan.
38 Pasangan saya tidak pernah peduli dengan keberadaan saya dan
terkadang saya seperti terabaikan.
39 Saya kadang-kadang merasa bosan jika bersama pasangan karena
saya merasa ada rahasia diantara kami.
40 Pasangan saya seringkali bersikap tidak ramah terhadap teman-
teman saya, baik perempuan maupun laki-laki.
41 Saya dan pasangan memiliki pandangan yang berbeda tentang suatu
perkawinan yang ideal, mengakibatkan kami sering berselisih paham.
42 Saya merasa kesal apabila kawan-kawan suami / istri saya datang
dan menginap.
43 Saya dan pasangan sering bertengkar karena sering kali tidak
mampu menyelesaikan masalah yang terjadi dalam perkawinan kami.
PETUNJUK :
Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan. Pilihlah dan jawab yang paling sesuai dengan diri
anda yang sebenarnya dengan cara menyilang salah satu dari 5 alternatif jawaban .

SS : Sangat Setuju
S : Setuju
R : Ragu-ragu
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju

E. Pernyataan SS S R KS TS
1 Saya selalu ingat kepada Allah dalam setiap langkah hidup ini
2 Setiap ada kesulitan saya merasa Allah tidak membantu saya, dan mengabaikan
saya sebagai umatNya
3 Saya ragu akan adanya hari pembalasan nanti, karena setelah mati maka selesai
sudah tugas kita di dunia.
4 Saya sangat yakin, apabila setelah kehidupan dunia nanti ada kehidupan akherat
5 Saya merasa ragu akan kehidupan akherat.
6 Tugas yang utama manusia di dunia ini adalah selalauberibadah kepada Allah
SWT
7 Saya merasa tidak yakin, dan selalu menanyakan akan kebenaran ayat Al-Quran
8 Setelah berusaha, pada akhirnya nanti saya akan selalu berserah diri kepada
Allah SWT
9 Saya yakin pada hari akhirnya nanti akan ada hari pembalasan
10 Saya merasa doa saya banyak yang tidak didengarNa maupun dikabulkannya,
sehingga saya ragu akan sifat Allah Yang Maha Penyanyang
11 Setiap selesai sholat, saya selalu mendoakan kedua orangtua, karena merekalah
yang saya menjadi ada.
12 Saya kadang bangun kesiangan sehingga tidak sholat subuh
13 Setelah selesai mengerjakan sesuatu, selalu saya akhiri dengan membaca
Alhamdulilah
14 Saya kadang lupa berdoa setelah selesai sholat wajib
15 Saya rajin menjalankan puasa sunat, karena dapat membuat saya merasa selalu
dekat dengan Allah SWT
16 Saya tidak biasa melakukan ibadah puasa sunat, karena saya sering lupa
17 Tiap hari saya selalu menjalankan sholat wajib 5 waktu, karena sholat dapat
menentramkan hati saya
18 Jika terpaksa tidak menjalankan puasa di bulan Ramadhan, saya merasa tidak
perlu untuk menggantinya di bulan lain, karena toh tidak ada orang yang tahu.
19 Saya selalu menjalankan puasa wajib bulan Ramadan, karena saya itu adalah
suatu kewajiban kita sebagai umat muslim.
20 Saya belum pernah menjalankan sholat tahajjud, karena saya sering lupa dan
saya kurang memiliki waktu.
21 Setiap memulai mengerjakan sesuatu, saya awali dengan membaca Basmalah,
itu akan memberikan semangat baru bagi saya.
22 Saya merasa berat untuk berpuasa di bulan Ramadhan, karena hanya menyiksa
diri kita sendiri.
23 Saya tidak ragu mengucap salam ketika bertemu teman yang beragama Islam,
Karena akan membuat kita selalu dekat dengan sesame umat muslim
24 Saya tidak suka membicarakan kejelekan orang lain, karena hanya buang-buang
waktu saja
25 Tidak ada masalah bagi saya menolak untuk menjenguk orang yang sedang
sakit
26 Saya tidak mau menerima uang tidak halal walaupun banyak jumlahnya, karena
hanya akan membuat pikiran tidak tenang.
27 Bila musuh diberi cobaan hidup, saya merasa gembira dan tidak ada kewajiban
untulk menolongnya
28 Saya enggan menyingkirkan batu ditengah jalan yang bisa mencelakai orang,
karena saya tidak memiliki waktu untuk menmyingkirkanya
29 Saya selalu berupaya menolong orang yang kesusahan secara tulus, dan dengan
batas kemampuan saya
30 Saya merasa tidak perlu bersaedekah, karena semua ini adalah hasil kerja keras
saya.
31 Ajaran Islam selalu menjadi tuntunan dalam setiap kegiatan keluarga, karena
dengan menerapkan ajaran agama akan mempermudah bagi kita untuk
menentukan langkah kita berikutnya.
32 Saya sering berkata kasar pada orangtua, bahkan menyakitinya,
33 Ketika pikiran kacau saya menjadi lebih tenang dengan membaca ayat-ayat suci
Al Quran
34 Saya tidak berminat untuk melaksanakan perintah agama, karena hanya akan
mengekang segala usaha saya.
35 Saya merasa tenang ketika mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, karena akan
selalu mengingkatkan saya akan kebesaran Allah
36 Saya merasa acuh tak acuh dengan larangan agama, karena saya tidak ada
waktu memikirkannya
37 Ketika saya mendengar ceramah tentang kenikmatan di surga, saya ingin
berbuat yang lebih baik dan mengabdi pada Allah semata.
38 Perbuatan buruk yang pernah saya lakukan tidak pernah saya pikirkan, karena
hanya akan membuat pikiran berat.
39 Saya merasa Allah selalu menolong hidup saya, dan selalu mendampingi saya
dalam setiap kesulitan maupun kesenangan
40 Saya tidak yakin Allah akan membalas perbuatan baik saya
41 Pada waktu sholat saya merasa sangat kecil dihadapan Allah SWT
42 Ketika sedang marah, hati saya merasa lebih tenang setelah berwudhu
43 Saya merasa tidak butuh dekat dengan Allah SWT, karena saya merasa doa
sayapun tidak pernah dikabulkan.

Anda mungkin juga menyukai