Anda di halaman 1dari 32

BAB 5

HASIL

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar dan pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 28

September sampai 28 Oktober 2016. Proses pengambilan data dilakukan

dengan melihat data sekunder rekam medik pasien stroke iskemik rawat inap di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dalam kurun waktu Januari hingga Desember

2015 dengan metode total sampling.

Data yang diperoleh dari bagian rekam medic RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

tercatat sebanyak 341 pasien stroke iskemik yang rawat inap selama periode 1

tahun. Dari jumlah data yang tercatat tersebut, ternyata ada 366 pasien stroke

iskemik yang berhasil didapatkan rekam mediknya. Kemudian setelah

disesuaikan dengan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi maka didapatkan

sebanyak 327 rekam medic pasien stroke iskemik yang memenuhi kriteria

inklusi dan dapat dijadikan sampel pada penelitian ini.

Data yang terkumpul kemudian diolah sesuai dengan tujuan penelitian dan

disajikan dalam bentuk table lengkap dengan narasi sebagai berikut :

1
5.2 Hasil Analisis Univariat

Analisis Univariat adalah analisis untuk mendeskrisikan masing-masing

karakteristik variabel yang diteliti. Data univariat ini terdiri atas umur, jenis

kelamin, suku, riwayat penyakit keluarga, tekanan darah, kadar gula darah

sewaktu, kolesterol total, kadar LDL, kadar HDL, indeks massa tubuh

berdasarkan BB/TB dan LILA serta riwayat merokok.

5.2.3 Distribusi Frekuensi Kejadian Stroke Berdasarkan Jenis Stroke

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stroke Iskemik Berdasarkan Jenis

Kelamin Pasien Stroke Iskemik di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo

Tahun 2015

Jenis kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-laki 187 57.2

Perempuan 140 42.8

Total 327 100.0


Sumber : Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 327 pasien stroke iskemik di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2015, sebanyak 187 pasien

berjenis kelamin laki-laki dengan persentase 57,2%. Sedangkan

sisanya sebanyak 140 pasien berjenis kelamin perempuan dengan

persentase 42,8%.

2
5.2.4 Gambaran Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Tidak Dapat

Dimodifikasi

Tabel 5.2 Gambaran Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Tidak Dapat

Dimodifikasi pada Pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun

2015

Variabel Jumlah(n) Persentase(%)


Umur
3 9
Kanak-Kanak (5-11 tahun)
Remaja Awal (12-16 tahun) 1 3
Remaja Akhir (17-25 tahun) 1 3
Masa dewasa awal < 36 tahun 4 1.2
Masa dewasa akhir (36-45 tahun) 23 7.0
Masa lansia awal (46-55 tahun) 76 23.2
Masa lansia akhir (56-65 tahun) 99 30.3
Masa manula 65 tahun ke atas 120 36.7
Suku
Suku Bugis 180 55.0
Suku Makassar 62 19.0
Suku Toraja 25 7.6
Suku Mandar 17 5.2
Suku Lain-Lain 43 13.1
Riwayat Penyakit Keluarga
Ada riwayat 7 2.1
Tidak ada riwayat 54 16.5
Missing 266 81.3
Sumber : Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 327 pasien stroke iskemik

di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2015, didapatkan bahwa

pasien stroke iskemik paling banyak berumur diatas 65 tahun yaitu

sebanyak 120 orang dengan persentase 36,7%. Sedangkan sisanya

3
sebanyak 3 pasien (9%) berumur 5-11 tahun, 1 pasien (3%) berumur

12-16 tahun, 1 pasien (35) berumur 17-25 tahun, 4 pasien (1,2%)

berumur <36 tahun, 23 pasien (7%) berumur 36-45 tahun, 99 pasien

(30,3%) berumur 56-65 tahun.

Dari hasil penelitian ini, didapatkan pasien stroke iskemik

dengan suku terbanyak yaitu Suku Bugis sebanyak 180 pasien dengan

persentase 55%. Sedangkan sisanya adalah 62 pasien (19%) memiliki

Suku Makassar, 25 pasien (7,6%) memiliki Suku Toraja, 17 pasien

(5,25) memiliki suku Mandar dan 43 pasien (13,1%) memiliki suku

lain-lain.

Pada hasil penelitian berdasarkan riwayat penyakit keluarga,

didapatkan sebagian besar pasien stroke iskemik tidak memiliki

riwayat penyakit keluarga. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 327

pasien stroke iskemik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun

2015, sebanyak 54 pasien (16,5%) tidak memiliki riwayat penyakit

keluarga. Sedangkan 7 pasien (2,1%) memiliki riwayat penyakit

keluarga.

5.2.5 Gambaran Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Dapat Dimodifikasi

4
Tabel 5.3 Gambaran Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Dapat

Dimodifikasi pada Pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun

2015

Variabel Jumlah Persentase

(n) (%)

Tekanan Darah
Normal (sistolik < 120 dan diastolic < 80 28 8.6
mmHg)
Pre Hipertensi (sistolik 120 - 139 atau
37 11.3
diastolic 80-89 mmHg)
Hipertensi stage 1 (sistolik 140-159 atau
93 28.4
diastolic 90-99 mmHg)
Hipertensi stage 2 (sistolik > 159 dan
169 51.7
diastolic >99 mmHg)
Gula Darah Sewaktu
Bukan DM (< 90 mg/dl) 24 7.3
Belum pasti DM (90-199 mg/dl) 228 69.7
DM (≥200 mg/dl) 49 15.0
Missing 26 8
Kolesterol Total
Rendah (< 200 mg/dl) 57 17.4
Sedang (200-239 mg/dl) 17 5.2
Tinggi (> 239 mg/dl) 19 5.8
Missing 234 71.6
LDL
Optimal (< 100) 32 9.8
Mendekati optimal (100-129) 20 6.1
Batas tinggi (130-159) 11 3.4
Tinggi (160-189) 11 3.4
Sangat tinggi (> 189) 17 5.2
Missing 236 72.2
HDL
Tinggi (≥60 mg/dl) 2 0.6
Sedang (40-59 mg/dl) 29 8.9
Rendah (<40 mg/dl) 59 18

5
Missing 237 72.5
Indeks Massa Tubuh (BB/TB)
Kurang (< 18.50 kg/m2) 14 4.3
Normal (18.50-24.99 kg/m2) 71 21.7
Lebih (>24.50 kg/m2) 14 4.3
Indeks Massa Tubuh (LILA)
Underweight (<90%) 93 28.4
Normal (90-110%) 77 23.5
Overweight (110-120%) 9 2.8
Obesitas (>120%) 4 1.2

Riwayat Merokok
Merokok 51 15.6
Tidak merokok 77 23.5
Missing 199 60.9
Sumber : Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Pada hasil penelitian berdasarkan tekanan darah, pasien stroke

iskemik terbanyak memiliki tekanan darah yang tergolong dalam

kategori hipertensi stage 2. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 327

pasien stroke iskemik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2015,

sebanyak 169 pasien (51,7%) memiliki tekanan darah yang tergolong

hipertensi stage 2. Sedangkan sebanyak 93 pasien (28,4%) memiliki

tekanan darah yang tergolong hipertensi stage 1, lalu diikuti dengan

golongan tekanan darah pre hipertensi sebanyak 37 pasien (11,3%),

kemudian tekanan darah normal sebanyak 28 pasien (8,6%).

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 301 pasien stroke iskemik

yang diperiksa kadar gula darah sewaktu, didapatkan sebanyak 228

pasien (69,7%) memiliki kadar gula darah yang tergolong belum pasti

DM. kemudian diikuti dengan kadar gula darah yang tergolong DM

6
sebanyak 49 pasien (15%), sedangkan yang tergolong bukan DM

sebanyak 24 pasien (7,3%).

Dari hasil penelitian berdasarkan kolesterol total, sebanyak 93

pasien stroke iskemik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2015

yang diperiksa kolesterol totalnya, terbanyak memiliki kadar kolesterol

total yang tergolong rendah sebanyak 57 pasien (17,4%), sedangkan

yang memiliki kolesterol total yang tergolong sedang sebanyak 17

pasien (5,2%), dan yang memiliki kolesterol total tergolong tinggi

sebanyak 19 pasien (5,8%).

Berdasarkan kadar LDL, dari hasil penelitian ini didapatkan

bahwa dari 91 pasien yang diperiksa LDL nya sebanyak 32 pasien

(9,8%) memiliki kadar LDL yang tergolong optimal. Sisanya adalah

yang tergolong mendekati optimal sebanyak 20 pasien (6,1%), kadar

LDL yang tergolong batas tinggi sebanyak 11 pasien (3,4%), yang

tergolong tinggi sebanyak 11 pasien (3,4%), dan yang tergolong sangat

tinggi sebanyak 17 pasien (5,2%).

Pada hasil penelitian berdasarkan kadar HDL, didapatkan

bahwa pasien stroke iskemik terbanyak memiliki kadar HDL yang

tergolong rendah yaitu sebanyak 59 pasien (18%) dari 90 pasien yang

diperiksa kadar HDLnya. Kemudian diikuti dengan pasien yang

7
memiliki kadar HDL sedang sebanyak 29 pasien (8,9%) dan yang

memiliki kadar HDL yang tinggi hanya 2 pasien (4,9%).

Tabel 5.3 menunjukkan pengukuran indeks massa tubuh

berdasarkan BB/TB dan LILA. Berdasarkan indeks massa tubuh

menurut BB/TB pasien stroke iskemik terbanyak mempunyai IMT

yang normal sebanyak 71 pasien (21,7%). Kemudian berdasarkan

pengukuran LILA, pasien stroke iskemik terbanyak memiliki IMT

underweight yaitu sebanyak 93 pasien (28,4%), kemudian diikuti

dengan IMT kategori normal sebanyak 77 pasien (23,5%), selanjutnya

IMT dengan kategori overweight sebanyak 9 pasien (2,8%). Dan

pasien dengan IMT kategori obesitas sebanyak 4 pasien (1,2%).

Dari 128 pasien stroke iskemik yang diperiksa riwayat

merokok, sekitar 77 pasien (23,5%) yang tidak memiliki riwayat

merokok sedangkan sisanya sebanyak 51 pasien (15,6%) memiliki

riwayat merokok

5.3 Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas

yaitu karakteristik sampel terhadap jenis kelamin pasien stroke iskemik RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2015. Uji Statistik yang digunakan adalah

Chi-Square. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah α = 0,05. Jika P-

8
value < 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna (signifikan). Jika p-

value > 0,05 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kedua

variabel yang diteliti.

5.3.1 Hubungan Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Tidak Dapat Dimodifikasi

dengan Jenis Kelamin

Tabel 5.4 Hubungan Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi dengan

Jenis Kelamin Pada Pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2015

Jenis Kelamin
Variabel Laki-laki Perempuan p
n % n %
Umur          
Kanak-Kanak (5-11 tahun) 2 1.10% 1 7%
Remaja Awal (12-16 tahun) 1 5% 0 0%
Remaja Akhir (17-25 tahun) 1 5% 0 0%
Masa dewasa awal < 36 tahun 3 1.60% 1 7%
1
Masa dewasa akhir (36-45 tahun) 10 5.30% 13 9.30%
Masa lansia awal (46-55 tahun) 45 24.10% 31 22.10%
Masa lansia akhir (56-65 tahun) 55 29.40% 50 35.70%
Masa manula 65 tahun ke atas 70 37.40% 50 35.70%
Suku          
Suku Bugis 101 54.00% 79 56.40%
Suku Makassar 38 20.30% 24 17.10%
Suku Toraja 13 7.00% 12 8.60% 1
Suku Mandar 11 5.90% 6 4.30%
Suku Lain-Lain 24 12.80% 19 13.60%
Riwayat Penyakit Keluarga          
Ada riwayat 5 13.90% 2 8%
1
Tidak ada riwayat 31 86.10% 23 92.00%

9
Sumber : Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.4 diatas menunjukkan hubungan antara variabel umur dengan

jenis kelamin, proporsi umur dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa

manula 65 tahun keatas yang berjenis kelamin laki-laki 70 pasien (37.40%),

sedangkan yang berjenis kelamin perempuan 50 pasien (35,70%).

Berdasarkan hasil uji analisa bivariat antara variabel umur dengan jenis

kelamin didapatkan p = 1,000 lebih besar dari α = 0,05 yang dapat diartikan

bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur dan jenis kelamin terhadap

kejadian stroke iskemik.

Proporsi hubungan antara variabel suku dengan jenis kelamin,

proporsi suku dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa Suku Bugis yang

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 101 pasien (54%), dan yang berjenis

kelamin perempuan yaitu 79 pasien (56,40%). Berdasarkan hasil uji analisa

bivariat antara variabel suku dengan jenis kelamin didapatkan p = 1,000 lebih

besar dari α = 0,05 yang dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan bermakna

antara suku dan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik.

Hubungan antara variabel riwayat penyakit keluarga dengan jenis

kelamin menunjukkan bahwa pasien laki-laki yang mempunyai riwayat

penyakit keluarga sebanyak 5 pasien (13,50%) dan yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 2 pasien (8%). hasil uji analisa bivariat antara variabel

riwayat penyakit keluarga dengan jenis kelamin didapatkan p = 1,000 lebih

10
besar dari α = 0,05 yang dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan bermakna

antara riwayat penyakit keluarga dan jenis kelamin terhadap kejadian stroke

iskemik.

5.3.2 Hubungan Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Dapat Dimodifikasi dengan

Jenis Kelamin

Tabel 5.5 Hubungan Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi dengan Jenis

Kelamin Pada Pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2015.

Jenis Kelamin
Variabel Laki-laki Perempuan p
n % n %
Tekanan Darah        
Normal (sistolik < 120 dan diastolic <
80 mmHg) 17 9.10% 13 9.30%
Pre Hipertensi (sistolik 120 - 139 atau 17.60
diastolic 80-89 mmHg) 33 % 27 19.30% 1
Hipertensi stage 1 (sistolik 140-159 31.00
atau diastolic 90-99 mmHg) 58 % 40 28.60%
Hipertensi stage 2 (sistolik > 159 dan 42.20
diastolic >99 mmHg) 79 % 60 42.90%
Gula Darah Sewaktu
Bukan DM (< 90 mg/dl) 15 8.70% 9 7.00%
1
Belum pasti DM (90-199 mg/dl) 130 75.1% 98 76.6%
DM (≥200 mg/dl) 28 16.2% 21 16.4%
Kolesterol Total
62.30
Rendah (< 200 mg/dl) 33 % 24 60.00%
18.90 1
Sedang (200-239 mg/dl) 10 % 7 17.50%
18.90
Tinggi (> 239 mg/dl) 10 % 9 22.50%
LDL 0.566
Optimal (< 100) 22 42.30 10 25.60%

11
%
17.30
Mendekati optimal (100-129) 9 % 11 28.20%
11.50
Batas tinggi (130-159) 6 % 5 12.80%
11.50
Tinggi (160-189) 6 % 5 12.80%
17.30
Sangat tinggi (> 189) 9 % 8 20.50%
HDL
Tinggi (≥60 mg/dl) 1 2.00% 1 2.60%
33.30 1
Sedang (40-59 mg/dl) 17 % 12 30.80%
64.70
Rendah (<40 mg/dl) 33 % 26 66.70%
Indeks Massa Tubuh (BB/TB)
25.00
Kurang (< 18.50 kg/m2) 9 % 5 7.90%
0.517
69.40
Normal (18.50-24.99 kg/m2) 25 % 46 73.00%
Lebih (>24.50 kg/m2) 2 5.60% 12 19.00%
Indeks Massa Tubuh (LILA)
Underweight (<90%) 48.10
51 % 42 54.50%
Normal (90-110%) 43.40 0.993
46 % 31 40.30%
Overweight (110-120%) 6 5.70% 3 3.90%
Obesitas (>120%) 3 2.80% 1 1.30%
Riwayat Merokok
Merokok 47 48.1% 4 5.3% 0.994
Tidak merokok 21 23.2% 56 73.8%
Sumber : Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.5 menunjukkan hubungan antara variabel tekanan

darah dengan jenis kelamin, proporsi tekanan darah dengan jenis kelamin

menunjukkan bahwa pasien yang berjenis kelamin laki-laki mempynyai

riwayat hipertensi stage 2 sebanyak 79 pasein (42,20%), sedangkan yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 60 pasien (42,90%). Berdasarkan hasil

12
uji analisa bivariat antara variabel tekanan darah dengan jenis kelamin

didapatkan p = 1,000 lebih besar dari α = 0,05 yang dapat diartikan bahwa

tidak ada hubungan bermakna antara tekanan darah dan jenis kelamin

terhadap kejadian stroke iskemik.

Berdasarkan hasil uji analisa bivariat antara variabel kadar gula darah

sewaktu dengan jenis kelamin didapatkan p = 1,000 lebih besar dari α = 0,05

yang dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kadar gula

darah sewaktu dan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik.

Pada penelitian ini dari hasil uji analisa bivariat antara variabel

kolesterol total dengan jenis kelamin didapatkan p = 1,000 lebih besar dari α =

0,05 yang dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kadar

kolesterol total dan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik.

Untuk variabel kadar LDL, Berdasarkan hasil uji analisa bivariat

antara variabel kadar LDL dengan jenis kelamin didapatkan p = 0,566 lebih

besar dari α = 0,05 yang dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan bermakna

antara kadar LDL dan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik

Dari hasil uji analisa bivariat antara variabel kadar HDL dengan jenis

kelamin didapatkan p = 1,000 lebih besar dari α = 0,05 yang dapat diartikan

bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kadar LDL dan jenis kelamin

terhadap kejadian stroke iskemik

13
Hasil Uji Bivariat untuk variabel indeks massa tubuh dibagi menjadi

dua, yaitu berdasarkan BB/TB dan LILA. Dari hasil uji analisa bivariat antara

variabel indeks massa tubuh berdasarkan BB/TB dengan jenis kelamin

didapatkan p = 0,517 lebih besar dari α = 0,05 yang dapat diartikan bahwa

tidak ada hubungan bermakna antara indeks massa tubuh berdasarkan BB/TB

dan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik. Untuk vaiabel indeks

massa tubuh (LILA) dengan jenis kelamin didapatkan p = 0,993 lebih besar

dari α = 0,05 yang dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara

indeks massa tubuh berdasarkan LILA dan jenis kelamin terhadap kejadian

stroke iskemik

Berdasarkan hasil uji analisa bivariat antara variabel riwayat merokok

dengan jenis kelamin didapatkan p = 0,994 lebih besar dari α = 0,05 yang

dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara riwayat merokok

dan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik.

14
BAB 6

PEMBAHASAN

6.2 Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Dimodifikasi

6.2.1 Umur

Pasien stroke iskemik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2015

lebih banyak berada pada golongan manusia usia lanjut (manula). Dari

hasil penelitian didapatkan bahwa dari 327 pasien stroke iskemik

sekitar 120 pasien (36,7%) yang masuk dalam kategori manusia usia

lanjut (manula) 65 tahun keatas dan sisanya berada pada usia dibawah

dari 65 tahun. Penelitian ini didukung oleh Aini (2016) di RSUD Dr.

Moewardi yang menunjukkan bahwa pasien stroke iskemik yang

berusia >65 tahun adalah terbanyak diantara semua kategori umur

yaitu 8 pasien (26,7%) dari 30 sampel. Menurut Koelhoffer (2013)

risiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini dapat

disebabkan adanya proses penuaan, dimana seluruh organ tubuh

mengalami kemunduran fungsi, terutama pada pembuluh darah otak.

Berdasarkan data yang diambil dari studi framengham, insidensi stroke

15
meningkat sesuai dengan peningkatan umurnya. Meningkat dua kali

lipat pada setiap dekade mulai dari usia 55 tahun (Soler dan Ruiz,

2010). Teori ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kabi

dkk (2015) yang menyatakan bahwa penderita stroke iskemik yang

berusia 55 tahun keatas menunjukan persentase tertinggi yaitu 41,6%.

Hasil analisa karakteristik sampel berdasarkan umur terhadap jenis

kelamin mendapatkan kecenderungan laki-laki usia lanjut lebih banyak

menderita stroke daripada perempuan usia lanjut. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa sebanyak 70 pasien laki-laki (37,40%) dan 50

pasien perempuan (35,70%) menderita stroke iskemik. Dimana

dinyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dan jenis

kelamin (p-value = 1,000). Hubungan tidak bermakna antara umur dan

jenis kelamin dapat dijelaskan dengan kemungkinan kecenderungan

seseorang menderita stroke iskemik berkaitan dengan berbagai faktor

terkait.

6.2.2 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 187 pasien (57,2%) stroke

iskemik berjenis kelamin laki-laki, dan terdapat 140 pasien (42,8%)

berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Rau dan Koto (2011) yang menunjukkan bahwa

sampel pasien stroke berjenis kelamin laki-laki terbanyak yaitu sebesar

52,9% sedangkan perempuan yang terendah yaitu sebanyak 47,1%.

16
Hasil yang sama juga dilakukan oleh Petrea et al (2009) yang

menyatakan bahwa secara analisis statistic ada hubungan antara jenis

kelamin dengan risiko terjadinya stroke iskemik, dimana kejadian

stroke iskemik rentang usia 45-84 tahun lebih sering terjadi pada laki-

laki dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dikarenakan lebih

tingginya angka kejadian faktor risiko stroke (misalnya merokok) pada

laki-laki. Metanalisis terbaru menunjukkan kejadian stroke 33% lebih

banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan (Soler dan Ruiz,

2010).

6.2.3 Suku

Secara teoritis dikatakan bahwa kejadian stroke lebih tinggi pada

orang berkulit hitam. Sekitar 2 kali lipat dibanding pasien lain nya.

Studi yang dilakukan di manhatan oleh Sacco et al menemukan bahwa

kejadian stroke pada orang berkulit hitam 2,4 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan orang berkulit putih, dan orang suku hispanik

lebih tinggi 1,6 dibandingkan kulit putih. Teori tersebut nampaknya

tidak terlalu berpengaruh pada Negara tropis seperti di Indonesia

dikarenakan penduduk di Indonesia mayoritas berkulit sawo matang

khususnya di Sulawesi Selatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan

pada pasien stroke iskemik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun

2015 menunjukkan bahwa sebanyak 180 pasien (55%) adalah Suku

Bugis. Sedangkan Suku Makassar yaitu 62 pasien (19%), Suku Toraja


17
yaitu 25 (7,6%), Suku Mandar yaitu 17 (5,2%), dan Suku lain-lain

yaitu 43 (13,1%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara suku dan

jenis kelamin didapatkan hasil bahwa pasien yang bersuku bugis dan

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 101 pasien (54%), dan yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 79 pasien (56,40%). Hasil

penelitian ini menggambarkan tidak adanya hubungan antara suku dan

jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik (p-value = 1,000). Dari

hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian stroke

iskemik tidak menutup kemungkinan bisa terjadi pada semua jenis

suku, selain faktor internal, faktor eksternal juga berpengaruh

tentunya.

6.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan

bahwa dari 327 pasien stroke iskemik yang menjadi sampel penelitian,

hanya sekitar 61 pasien yang mempunyai keterangan tentang riwayat

penyakit stroke keluarga. Sebanyak 7 pasien (2,1%) yang mempunyai

riwayat penyakit stroke keluarga dan sisanya sebanyak 54 pasien

(16,5%) tidak ada riwayat penyakit stroke keluarga. Hal ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Kabi dkk (2015) dimana

jumlah sampel tertinggi pada pasien yang mempunyai riwayat

penyakit stroke keluarga yaitu 37 pasien (61,6%) dibandingkan

dengan yang tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga yaitu 23


18
pasien (38,4%). Adanya riwayat keluarga stroke meningkatkan risiko

stroke sebelum 55 tahun untuk laki-laki, dan 65 tahun untuk

perempuan (Meschia, 2011). Proporsi pasien stroke iskemik yang

berjenis kelamin laki-laki yang tidak mempunyai riwayat penyakit

keluarga sebanyak 31 pasien (86,10%), sedangkan yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 2 pasien (8%). Dimana penelitian ini

menggambarkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara

riwayat penyakit keluarga dengan jenis kelamin (p-value = 1,000).

Hubungan tidak bermakna antara riwayat penyakit keluarga dengan

jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik dapat dijelaskan

dengan kemungkinan karena data dari sampel tidak lengkap

menyebabkan jumlah sampel yang missing berjumlah 266 sehingga

hal ini tidak dapat menggambarkan hubungan yang signifikan.

6.3 Faktor Risiko Stroke yang Dapat Dimodifikasi

6.3.1 Tekanan Darah

Penyakit hipertensi merupakan faktor risiko utama pada penyakit

stroke, baik tekanan sistolik maupun tekanan diastoliknya yang tinggi

(Lumbantobing SM, 2011). Basjiruddin (2012) mendapatkan bahwa

hipertensi berpengaruh terhadap 49% kasus stroke. Risiko terjadinya

stroke pada penderita hipertensi 2-3 kali dibandingkan bukan

penderita. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien stroke

iskemik terbanyak menderita hipertensi stage 2 (sistolik > 159 dan


19
diastolic > 99 mmHg) yaitu sebanyak 169 pasien (51.7%) sedangkan

pasien stroke iskemik yang menderita hipertensi stage 1 (sistolik 140-

159 atau diastolik 90-99 mmHg) jumlahnya lebih rendah yaitu 93

pasien (28,4%). penelitian yang sama juga dilakukan oleh Nastiti

(2012) yang menunjukkan bahwa penderita stroke pada pasien rawat

inap di RSKM terbanyak mengalami hipertensi stage 2 yaitu 70

pasien (46%). Penelitian yang sama juga menunjukkan hal serupa, dari

655 penderita stroke di RSSN Bukittinggi tahun 2010 juga didaptkan

sebanyak sebanyak 559 orang (85,3%) merupakan pasien stroke

dengan hipertensi (Mailisafitri, 2011). Pada suatu penelitian studi

kohort mengatakan bahwa tekanan darah 140-160/90-94

meningkatkan risiko stroke 1,5 kali. Sedangkan tekanan darah >160/95

meningkatkan risiko stroke 3-4 kali lebih tinggi (Soler dan Ruiz,

2010). Berdasarkan hasil analisis bivariat antara tekanan darah dengan

jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik, didapatkan

kecenderungan pasien stroke iskemik yang berjenis kelamin laki-laki

mengalami hipertensi stage 2 yaitu 79 pasien (42,20%) daripada yang

berjenis kelamin perempuan yaitu 60 pasien (42,90%). Dari hasil

penelitian ini dinyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara

tekanan darah dan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik (p-

value = 1,000). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sukmawati dkk di bangsal Neurologi RSUP Dr. Kariadi, pada hasil uji

chi-square didapatkan p-value = 0,001 yang berarti bahwa terdapat


20
hubungan yang signifikan berdasarkan karakteristik tekanan darah.

Penelitian lain juga yang dilakukan oleh Sofyan dkk (2012) di RSU

Sulawesi Tenggara memperoleh hasil yang sama yaitu terdapat

hubungan yang signifikan antara tekanan darah dengan kejadian stroke

dengan nilai p = 0,000. Tidak adanya hubungan antara tekanan darah

dengan jenis kelamin secara signifikan, menunjukkan hal ini tidak

sesuai dengan teori dimana tekanan darah merupakan salah satu faktor

risiko utama terjadinya stroke iskemik yang dapat mengakibatkan

infark otak karena aterotrombotik. Hal ini dikarenakan kurangnya

informasi yang dibutuhkan dari data sampel penelitian serta masih

banyak faktor lain yang mempengaruhi stroke.

6.3.2 Gula Darah Sewaktu

Pada penelitian ini untuk mengetahui kadar gula darah pasien

digunakan gula darah sewaktu. Dari 327 sampel, yang mempunyai

kadar gula darah sewaktu sebanyak 301 sampel. Hasilnya

menunjukkan pasien stroke iskemik terbanyak masuk dalam kategori

belum pasti DM yaitu sebanyak 228 pasien (69,7%), yang masuk

dalam kategori DM jumlahnya lebih kecil yaitu 49 pasien (15%). Hasil

penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Christanto

dkk (2014) pada pasien stroke rawat inap di RSUP Dr. Kandou

Manado yang menunjukkan bahwa sebanyak 196 pasien (83,8%)

tergolong dengan penderita stroke tanpa diabetes mellitus sedangkan


21
yang tergolong stroke dengan diabetes mellitus hanya sekitar 38 pasien

(16,2%). dari hasil uji bivariat antara kadar gula darah sewaktu dengan

jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik didapatkan hasil bahwa

sebanyak 130 pasien (75,1%) yang berjenis kelamin laki-laki

mempunyai kadar gula darah sewaktu yang tergolong dalam belum

pasti DM, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sekitar 98

pasien (76,6%). Berdasarkan nilai p-value = 1,000 dapat dikatakan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gula darah sewaktu

dengan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik. Hal ini sesuai

dengan penelitian oleh Sukmawati dkk (2011) yang mengatakan

bahwa hubungan diabetes mellitus dengan stroke tidak signifikan (p-

value = 1,000). Penelitian lain juga menemukan hal serupa, dikatakan

bahwa berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa kondisi

hiperglikemia saat masuk RS tidak ada hubungan signifikan dengan

luaran fungsional pasien stroke iskemik (Karunawan dkk, 2016). Dari

berbagai penelitian ditemukan bahwa orang dengan diabetes mellitus

memiliki risiko untuk menderita stroke lebih besar dibandingkan orang

yang tidak memiliki riwayat diabetes mellitus karna dapat memicu

terjadinya atherosclerosis lebih cepat. Akan tetapi pada penelitian ini

menunjukkan bahwa proporsi pasien stroke dengan diabetes mellitus

lebih kecil dibandingkan pasien stroke tanpa diabetes mellitus. hal ini

menunjukkan bahwa proporsi orang terkena stroke akibat diabetes

22
mellitus tidak banyak, artinya sebagian besar pasien mendapatkan

serangan stroke bukan karena memiliki diabetes mellitus.

6.3.3 Kolesterol Total

Kadar kolesterol total berhubungan dengan kejadian stroke. Kadar

kolesterol total yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

aterosklerosis yang berperan dalam terjadinya stroke iskemik (Gofir,

2009 ; American Heart Association, 2014). Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa dari 93 pasien

stroke iskemik yang memiliki hasil pemeriksaan kolesterol total,

penderita stroke iskemik memiliki kadar kolesterol total terbanyak

dalam kategori rendah atau normal yaitu sebanyak 57 pasien (17,4%).

Sedangkan pasien yang kadar kolesterol totalnya masuk dalam

kategori tinggi lebih kecil nilainya yaitu 19 pasien (5,8%). Hasil yang

sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono

(2014) pada pasien stroke iskemik di RSUD Sukoharjo bahwa kadar

kolesterol total kategori normal pada pasien stroke iskemik sebanyak

30 pasien (78,95%) , ini merupakan hasil tertinggi dibandingkan

dengan kadar kolesterol total kategori tinggi pada pasien stroke

iskemik sebanyak 8 pasien (21,05%). Dari hasil analisis bivariat antara

kolesterol total dengan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik


23
diketahui bahwa pasien stroke iskemik yang berjenis kelamin laki-laki

mempunyai kadar kolesterol total kategori rendah sebanyak 33 pasien

(62,30%), sedangkan jenis kelamin perempuan sekitar 24 pasien

(60%). Dimana penelitian ini bermakna tidak ada hubungan yang

signifikan antara kadar kolesterol total dengan jenis kelamin terhadap

kejadian stroke iskemik (p-value = 1,000). Hal ini tidak sesuai dengan

hasil yang dicapai oleh Aini (2016) pada pasien stroke di RSUD Dr.

Moewardi yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara kadar

kolesterol total dengan kejadian stroke dengan nilai signifikansi p =

0,005. Wang et al (2013) mengatakan bahwa kadar kolesterol total

yang tinggi merupakan salah satu faktor risiko yang dapat

menyebabkan stroke iskemik. Hasil dari penelitian ini tidak sesuai

dengan teori dimana peningkatan kolesterol total yang tinggi

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke iskemik. Namun

harus disadari bahwa banyaknya sampel yang tidak mempunyai hasil

pemeriksaan kolesterol total turut mempengaruhi hasil dari analisis

kedua faktor tersebut.

6.3.4 LDL

Studi terdahulu menemukan bahwa peningkatan kadar LDL dan kadar

HDL yang rendah meningkatkan risiko stroke. Peningkatan kadar

kolesterol total dan LDL serta kadar HDL yang rendah berhubungan

dengan pembentukan plak ateroma di arteri serebral dan meningkatkan


24
risiko stroke iskemik (Caplan, 2009). Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, menunjukkan bahwa penderita stroke iskemik terbanyak

mempunyai kadar LDL optimal (<100) yaitu sebanyak 32 pasien

(9,8%) sedangkan pasien stroke iskemik dengan kadar LDL kategori

tinggi hanya sebanyak 11 pasien (3,4%). Hasil ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Soebroto (2010) pada pasien stroke

iskemik rawat inap di RSUD Dr.Moewardi bahwa distribusi kadar

LDL kategori tinggi hanya sekitar 14 pasien (46,7%) dan yang

terbanyak adalah LDL dengan kategori rendah yaitu sebanyak 16

pasien (53,3%). Setelah dilakukan analisis bivariat, didapatkan hasil

bahwa pasien yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai kadar LDL

optimal sebanyak 22 pasien (42,30%), sedangkan yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 10 pasien (25,60%). uji Chi-Square

dengan α = 0,05 didapatkan nilai p-value = 0,566 sehingga dapat

disimpulkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan antara

kadar LDL dengan jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik.

Hasil yang sama juga ditemukan oleh Hasibuan dkk (2015) yang

dilakukan pada pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan dengan

nilai p-value = 0,271 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara kadar LDL dengan stroke iskemik. Penelitian yang

dilakukan oleh Setyawati (2013) juga menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara kadar LDL dengan kejadian stroke iskemik dengan

nilai p-value = 0,162. Hasil penelitian ini tidak signifikan


25
kemungkinan disebabkan oleh karena populasi yang diambil slektif,

terkhusus untuk daerah tertentu atau tidak universal dan tentu saja

faktor risiko lain seperti indeks masaa tubuh (IMT), tekana darah,

kadar gula darah, riwayat merokok juga berpengaruh.

6.3.5 HDL

Berdasarkan distribusi kadar HDL dalam penelitian ini, didapatkan

hasil bahwa dari 90 sampel penelitian yang mempunyai hasil

pemeriksaan HDL Terdapat sebanyak 59 pasien (18%) yang

mempunyai kadar HDL kategori rendah, sedangkan kategori sedang

yaitu 29 pasien (8,9%) dan kategori tinggi sebanyak 2 pasien (0,6%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa serum

kolesterol HDL yang rendah juga dikaitkan dengan risiko stroke

iskemik (American Heart/Stroke Association, 2013). Penelitian ini

sesuai dengan hasil yang dicapai oleh Azmi dkk (2011) pada pasien

stroke di RSUD Arifin Achmad yang mengatakan bahwa terbanyak

pasien stroke memiliki kadar HDL yang rendah yaitu sebanyak 45

pasien (42,05%). Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh Sohail

et al (2013) yang menyatakan pasien stroke dengan kadar HDL yang

rendah memiliki keparahan stroke yang besar dan luaran klinis yang

buruk. Setelah dilakukan uji Chi-Square antara kadar HDL dan jenis

kelamin terhadap kejadian stroke iskemik, menunjukkan bahwa pasien

laki-laki yang mempunyai kadar HDL kategori rendah sebanyak 33


26
pasien (64,70%) sedangkan pasien yang berjenis kelamin perempuan

sebanyak 26 pasien (66,70%). Berdasarkan uji kolmogrov-smirnov,

didapatkan nilai p-value = 1,000 sehingga dapat dikatakan tidak ada

hubungan yang signifikan antara kadar HDL dengan jenis kelamin

terhadap kejadian stroke iskemik. Hasil yang sama juga didapatkan

oleh Florence dkk (2015) pada pasien stroke iskemik di RS Bethesda

Yogyakarta dengan nilai p-value = 0,276 yang berarti bahwa tidak

terdapat hubungan antara kadar HDL dengan klinis pasien stroke

iskemik. Penelitian yang dilakukan oleh Qodriani (2010) di RSUD Dr.

Moewardi menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara kadar HDL

dengan kejadian stroke iskemik dengan nilai p-value = 0,822. Hasil ini

sesuai dengan hasil penelitian Pamungkas (2013) yang mengatakan

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan kadar HDL

saat masuk rumah sakit dengan gangguan kemampuan ADL yang

dinilai dengan indeks barthel pada pasien stroke iskemik di RSUP Dr.

Sardjito. Adanya hubungan yang tidak signifikan ini disebabkan oleh

karena metode penelitian yang digunakan dari penelitian-penelitian

sebelumnya adalah kohort dengan follow up yang langsung selama

bertehun-tahun, sementara penelitian ini yang digunakan adalah data

rekam medis yang diamati dalam kurun waktu tertentu.

6.3.6 Indeks Massa Tubuh

27
Seseorang dengan berat badan berlebih memiliki risiko yang tinggi

untuk menderita stroke (Pinzon dan Asanti, 2010). Pengukuran indeks

massa tubuh pada pasien stroke iskemik di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo tahun 2015 ditentukan berdasarkan berat badan per

tinggi badan (BB/TB) dan juga berdasarkan pengukuran lingkar

lengan atas (LILA). Dari hasil penelitian yang dilakukan, terdapat 99

pasien yang mempunyai berat badan dan tinggi badan. Sedangkan

yang mempunyai LILA sebanyak 183 pasien. Menurut BB/TB, Pasien

stroke iskemik terbanyak memiliki indeks massa tubuh kategori

normal yaitu sebanyak 71 pasien (21,7%). Sedangkan menurut LILA,

pasien stroke iskemik terbanyak memiliki indeks massa tubuh kategori

underweight sebanyak 93 pasien (28,4%). Dari hasil analisis secara

univariat diatas tentunya berbeda dengan teori yang ada selama ini

bahwa obesitas dan overweight meningkatkan komorbiditas stroke dan

penyakit jantung (Soler dan Ruiz, 2010). Hal ini disebabkan oleh

masih adanya faktor lain yang mempengaruhi serta masih banyaknya

cara untuk mengatasi berat badan yang berlebih yang dilakukan oleh

masyarakat seperti diet rendah lemak dan olahraga ditambah lagi

konsumsi suplemen yang bisa menurunkan berat badan. Berdasarkan

hasil analisis bivariat, menurut BB/TB, pasien laki-laki terbanyak

memiliki indeks massa tubuh kategori normal yaitu sebanyak 25

pasien (69,40%) dan untuk pasien perempuan sebanyak 46 pasien

(73%). Menurut LILA, pasien stroke laki-laki terbanyak memiliki


28
indeks massa tubuh kategori underweight yaitu sebanyak 51 pasien

(48,10%) dan untuk perempuan sebanyak 42 pasien (54,50%). Hasil

analisis kolmogrov dan smirnov diperoleh nilai p untuk BB/TB dan

LILA masing-masing adalah p = 0,517 dan p = 0,993. Dimana

penelitian ini bermakna tidak ada hubungan yang signifikan antara

indeks massa tubuh dan jenis kelamin terhadap kejadian stroke

iskemik. Penelitian ini didukung oleh sukmawati dkk (2011) pada

pasien stroke di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang menjelaskan bahwa

tidak ada hubungan antara obesitas dengan stroke dengan nilai p-value

= 1,000. Hubungan yang tidak signifikan ini disebabkan karena

obesitas tidak secara langsung menyebabkan stroke karena penderita

obesitas biasanya akan terlebih dahulu mengalami diabetes mellitus

diikuti dengan munculnya hipertensi kronis barulah akan

menimbulkan stroke, serta kemungkinan masih ada faktor lain yang

masih berpengaruh terhadap stroke (Sukmawati dkk, 2011).

6.3.7 Riwayat Merokok

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 128

pasien stroke iskemik yang mempunyai data riwayat merokok, ada 51

pasien (15,6%) yang mempunyai riwayat merokok, sedangkan yang

tidak merokok memiliki jumlah terbanyak yaitu 77 pasien (23,5%).

Hasil yang sama juga diperoleh Pane (2014) pada penelitian nya yang

dilakukan pada pasien stroke iskemik di RSJ Harapan Kita yang


29
menunjukkan bahwa terbanyak pasien stroke tidak mempunyai riwayat

merokok yaitu 102 pasien (62,6%) sedangkan yang merokok

berjumlah 61 pasien (37,4%). Hasil tersebut berbeda dengan teori-teori

yang dikemukakan sebelumnya bahwa merokok merupakan salah satu

faktor pencetus timbulnya stroke. Merokok berhubungan dengan

terjadinya stroke melalui proses aterosklerosis yang disebabkan oleh

efek dari zat-zat kimia berbahaya yang terkandung didalam rokok

terutama nikotin, tar, dan karbonmonoksida (Suanprasert, 2011). Dari

hasil uji bivariat, menunjukkan hasil bahwa sebanyak 21 pasien laki-

laki (48,1%) tidak mempunyai riwayat merokok, dan untuk pasien

perempuan jumlahnya lebih banyak yaitu 56 pasien (73,8%) dimana

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat merokok dan

jenis kelamin terhadap kejadian stroke iskemik (p-value = 0,994).

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Marisa (2014) pada pasien

di RSU Dr. Soedarso Pontianak yang menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara riwayat merokok dengan kejadian stroke dengan nilai

p = 0,094. Hasil yang sesuai juga dilakukan oleh Deoke dkk (2012)

bahwa nilai p = 0,12 yang berarti tidak ada keterkaitan antara merokok

dengan kejadian stroke. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Yuliaji di RS Dr. Kariadi semarang

secara case control diperoleh nilai p = 0,68. Hal ini mungkin

disebabkan karena orang yang telah terkena stroke atau mempunyai

30
faktor risiko biasanya akan mengurangi konsumsi rokok atau bahkan

menghentikan nya (Brainin, 2010)

6.3 Keterbatasan Sampel

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional sehingga hanya bisa

menjelaskan ada tidaknya perbedaan antara variabel penelitian dengan kejadian

penyakit stroke iskemik tanpa menjelaskan hubungan sebab akibat..

Penggunaan data rekam medik pasien stroke rawat inap memiliki berbagai

keterbatasan, diantaranya yaitu ketidaklengkapan data rekam medic, sehingga

ada sebagian variabel yang tidak tercatat dan menyebabkan missing value.

Perolehan data dengan menggunakan data sekunder berupa status rekam medis

juga berpotensi untuk menyebabkan bias informasi dan sampel pada penelitian

ini.penelitian yang semata-mata mengandalkan data sekunder dari rekam medis

tidak mampu mengontrol kualitas pengukuran terhadap variabel yang diteliti.

Beberapa variabel juga dapat berubah dengan cepat seperti tekanan darah dan

gula darah, sehingga tidak dapat mengetahui hubungan temporal antara kadar

gula darah dengan kejadian stroke.

31
32

Anda mungkin juga menyukai