Laporan Praktikum O1
Laporan Praktikum O1
Disusun Oleh :
Agan Afdholi
Yusi Ramadani
Yeniati Kabonu
Misnawati
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul
“Pembuatan Kompos Menggunakan Bahan Organik Dengan Menggunakan Mol” Dapat
di selesaikan dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari laporan praktikum ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Pengelolaan Sampah II. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang pembuatan kompos bagi mahasiswa dan masyarakat yang ingin mleihat
proses pebuatannya.
Kemudian, kami menyadari bahwa tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran perlu kami harapkan demi sempurnanya laporan
praktikum yang kami buat.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi dan prilaku gaya hidup
masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis dan keberagaman
karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan
pokok dan kebutuhan hidup sehari-hari serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang
pertumbuhan ekonomi juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan
kualitas sampah yang dihasilkan. Meningkatnya volume timbulan sampah menimbulkan
berbagai permasalahan yang dihadapi dalam menangani masalah sampah.
Semakin banyak penduduk maka semakin besar pula produksi sampah yang
dihasilkan. Dalam hal ini yang banyak dihadapi oleh masyarakat sekitar adalah masalah
sampah. Bioteknologi merupakan salah satu alternatif solusi untuk menyelesaikan
permasalahan sampah. Pemanfaatan Bioteknologi bagi kehidupan manusia dintaranya
digunakan dalam berbagai bidang, seperti bidang Pertanian, Kesehatan, Lingkungan, dan
Peternakan. Bioteknologi lingkungan adalah bioteknologi yang penggunaannya banyak
melibatkan mikroorganisme untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup manusia dan
alam sekitarnya. Bioteknologi lingkungan dimanfaatkan untuk perbaikan lingkungan.
1.3 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-
bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik. Sedangkan pengomposan
adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh
mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat
kompos adlah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk
lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang pemberian air
cukup, pengaturan aerasi, penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian yaitu bagian organik dan anorganik. Rat-rata
presentase bahan organik sampah mencapai 80%, sehingga pemngomposan merupakan
alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sanagat berpotensi untuk dikembangkan
mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan
akhir dan menyebabkna terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah
untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi
bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara.
Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk
kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki
sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi.
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan
struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali
tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca
penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih
tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Aspek Ekonomi :
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari
sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan
sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Dalam proses pemantauan kami bahwa, pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses,
oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula
akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o -
70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini
adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos
dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan
panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur
mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan
volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari
volume/bobot awal bahan.
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan
bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan
bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai
atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan
mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan
keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
a. Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk
sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C
untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba
akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama
jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa
gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan
perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman,
1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung
banyak senyawa nitrogen.
b. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara.
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan
bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga
menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
c. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu
yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air
bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang
akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
d. Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen
untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen
akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
e. Kelembapan (Moisture content) Kelembapan memegang peranan yang sangat
penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh
pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila
bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas
mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan
15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
f. Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung
antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi.
Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur
yang berkisar antara 30 – 60 C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu
yang lebih tinggi dari 60 C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba
thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan
membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
g. pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak
umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan.
pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
h. Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan
yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung
dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
BAB III
a. Pisau
b. Terpal
c. Timbangan
d. Gelas aqua bekas
e. Gelas ukur
f. Tempat sampah
g. Gunting
Bahan;
a. Daun Kering
b. Bonggol Pisang
b. EM (Efektif Mikroorganisme) 4
c. Air
d. Mol
e. Kotoran Hewan
4.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel diatas dapat kami rangkum dibawah ini mengenai pembuatan
kompos itu sendiri sebenarnya meniru proses terbentuknya humus dialam. Melalui rekayasa
kondisi lingkungan, kompos dapat dibuat serta dipercepat prosesnya hanya dalam beberapa
minggu. Waktu melebihi kecepatan pembentukan humus secara alami. Oleh karena itu,
kompos dapat tersedia dalam waktu yang relatif singkat. Pengomposan juga bertujuan untuk
menurunkan rasio C/N dan tergantung jenis tanamannya. Rasio C/N sisa tanaman yang masih
segar umumnya tinggi sehingga tidak mendekati rasio C/N tanah. Bila rasio bahan organik
yang memiliki rasio C/N tinggi tidak dikomposkan terlebih dahulu, maka proses
penguraiannya akan terjadi di tanah . Ini tentu kurang baik karena proses penguraian bahan
segar dalam tanah biasanya berjalan cepat karena kandungan air dan udaranya cukup.
Akibatnya, CO2 dalam tanah akan meningkat sehingga dapat berpengaruh buruk bagi
pertumbuhan tanaman. Bahkan, untuk tanah ringan dapat mengakibatkan daya ikatnya
terhadap air menjadi kecil serta struktur tanahnya menjadi kasar dan berserat.
BAB V
PENUTUP
5.1 kesimpulan
Berdasarkan hasil data praktikum yang telah didapatkan, maka dapat kami simpulkan
bahwa, Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-
bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik. Secara alami bahan-bahan
organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah
lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat.
5.2 Saran
Sebaiknya untuk prsaktikum selanjutnya praktikan harus lebih serius dalam
melakukan kegiatan praktikum. Kebanyakan dari praktikan banyak yang bergurau sendiri
saat dijelaskan oleh pemteri, sehingga ilmu yang diberikan belum sepenuhnya. Asisten
seharusnya lebih tegas dalam mengontrol praltikan, sehingga prasktikum berjalan
sebagaimana mestinya
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2004. RENTEC Renewable Energy Technologies Inc, www. rentec.
ca, California, Amerika Serikat, diakses 16 September 2006.
Gunam, w. 2007. Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Pupuk Kompos dengan Bantuan
Mikroorganisme di Desa Sibetan Karangasem. Teknologi industri pertanian –
fakultas teknologi pertanian. Universitas udayana.
Handayani, Mutia. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan
Bibit Salam, sebuah skripsi. Dalam IPB Information Resource Centerdiunduh 13 Juni
2010.
Kusumaningwarti,R.2009. Tanah,Lingkungan, dan Pertanian. http://tjimpolo.blogg.com /?
p=79. Diposkan pada 16 November 2009.
Lilis Sulistyorini. 2005. Pengelolaan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli 2005: 77-84.
Pramatmaja, W. A. 2008 Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Di Dusun Karangbendo
Banguntapan Bantul Yogyakarta. UUI. Jogyakarta.