Anda di halaman 1dari 6

TEORI LINGUISTIK

Nama : Yesayas Palimau Laratmase

NIM : 22206251013

Jurusan: S2 Linguistik Terapan

Terjemahan Sastra Anak: Implementasi Penerjemahan Buku Cerita Bergambar Bagi


Pengembangan Kreatifitas Anak

Penerjemahan adalah proses sederhana untuk memindahkan bahasa sumber (red. BSu)
ke bahasa sasaran (red. BSa) dengan memperhatikan berbagai proses yang membarengi
penerjemahan itu sendiri. Nida (2001, dalam Junining 2018: 26) memperjelas bahwa,
penerjemahan adalah suatu proses pengalihan dan pemerataan bahasa sumber beserta seluruh
konteks yan ada dalam bahasa sumber tersebut ke bahasa sasaran dengan tetap
mempertahankan makna dan tujuan teks bahasa sumber (Junining, 2018).

Dewasa ini, penerjemahan telah banyak mengalami penyelerasan yang berkembang


sesuai dengan tuntutan jaman dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip dasar yang juga
disesuaikan dengan kebutuhan tiap jenis teks terjemahan. Menurut Nuniek (2015 dalam
Junining 2018: 37) prinsip-prinsip penerjemahan diekstraksi oleh beberapa pakar, sebagai
berikut; menurut Martin Luther, penerjemahan harus mempunyai, 1. kemampuan pengubahan
peraturan kata-kata, 2. kemampuan menggunakan kata kerja bantu, 3. kemampuan
penggunaan kata penghubung (jika diperlukan), 4. Kemampuan tidak menggunakan kata-kata
atau istilah yang tidak ada padanan dalam BSa, 5. kemampuan menggunakan frasa-frasa atau
ungkapan-ungkapan tertentu jika salah satu kata bahasa sumber tidak ditemukan padanan
terjemahannya dalam BSa, serta 6. kemampuan melihat jenis dan gaya bahasa sumber.
Selanjutnya, Dollet (dalam Junining 2018:37) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip seperti, 1.
tujuan konten penulisan BSu, 2. pemahaman linguistik yang baik (dalam BSu dan BSa), 3.
penerjemahan dilakukan tidak secara 'kata per kata' untuk menghindari ekspresi asli dari BSa, 3.

1
Adaptasi ungkapan sehari-hari yang bisa mempermudah pemahaman pembaca dalambahasa
target, dan yang ke 4. kemampuan penerjemah untuk menampilkan 'nada' dan 'warna' Bahasa
sumber pada bahasa sasaran (Junining, 2018).

Saat ini, penerjemahan sastra anak menjadi salah satu yang cukup berkembang pesat,
dimana penerjemahan sastra anak dirasa perlu untuk memberikan tidak hanya untuk hiburan
semata tetapi juga untuk pengembangan belajar anak yang kreatif dan edukatif. Kurniawan
(2013: 23) menjelaskan bahwa, sastra anak adalah sebuah wadah dimana karya sastra ditulis
untukanak dengan tujuan mengintegrasikan dunia anak-anak dan kebahasaan yang digunakan
oleh anak-anak untuk tujuan pengembangan intelektual anak dan emosional anak, sehingga
dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan sastra anak, seorang penulis sastra anak haruslah
memahami dunia anak dengan baik dan mendetail, pengetahuan akan psikologis dunia anak
dan pendekatan yang diperlukan disana pun dirasa sangat penting. Salah satu bentuk sastra
anak yang paling sering dijumpai adalah buku bergambar, buku bergambar adalah kumpulan
cerita anak yang memiliki konten kata yang terkadang sedikit namun dibarengi dengan
kumpulan gambar-gambar yang menarik, tujuan dari buku bergambar pun adalah
untukmenjadi stimulus bagi tumbuh kembang dan pemicu kreatifitas berpikir anak itu sendiri.

Penggunaan bahasa menjadi sorotan yang paling diperhatikan dalam melakukan


penerjemahan sastra anak, hal ini dikarenakan dalam proses penerjemahan selalu dibutuhkan
bahasa sumber dan bahasa sasaran yang saling memiliki padanan. Seperti disebutkan
sebelumnya bahwa penerjemahan dikatakan baik bilamana memperhatikan aspek kebahasaan
dengan tepat dan jeli, lantas apakah yang bisa dilihat ketika melakukan penerjemahan sastra
anak dalam bentuk buku bergambar sehingga seorang penerjemah kemudian dikatakan
berhasil dalam menghantarkan pesan edukatif dan kreatif kepada anak dalam bahasa sasaran?
menjawab pertanyaan ini, maka dapat dilihat dari; pemahaman psikologis bahasa dan sastra
anak, pemahaman fungsi karya sastra anak, pemahaman aspek-aspek linguistik yang memadai,
serta kemampuan meramu terjemahan (pemahaman BSu dan BSa)

Pemahaman psikologis bahasa dan sastra anak oleh seorang penerjemah adalah kunci
awal untuk memulai terjemahan yang berintegrasi pada nilai-nilai anak, psikologis bahasa yang

2
dimaksud adalah bagaimana seorang penerjemah lantas bisa memahami cara dan pola pikir
serta perilaku anak, hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri,dikarenakan dalam memahami
psikologis bahasa dan sastra anak,seorang penerjemah harus mampu meninggalkan ideologi
'kedewasaannya' dan harus mampu mengidentifikasi pola yang berlaku dari sudut pandang
anak, hal ini melibatkan bagaimana seorang penerjemah menempatkan dirinya sebagai citra
'anak' untuk menyelami dan mencari tahu bagaimana anak berkomunikasi dan berekspresi,
harus mengerti betul apa yang berada dalam koridor anak, selanjutnya pengetahuan seperti
bagaimana anak memperoleh bahasanya juga akan sangat membantu, pemerolehan bahasa
anak dalam sudut pandang alamiah dan stimulus sosial seperti apa yang didapatkan oleh anak,
unsur-unsur fonetik bahasa anak turut menjadi perhatian seorang penerjemah. Sehingga
kemudian tahapan pemerolehan bahasa anak secara psikologis seperti, bahasa awal (gerakan
tubuh anak untukmerespon rasa dan ekspresi) pengucapan kata-kata seperti "ba ba ba" pada
umur 0-1 tahun (Condon & Sander,1974., Fogel, 2009., Sachs, 1976., dan Crain, 2003) , kalimat
satukata/ halofrastik (respon ketataan kata dan kalimat yang masih belum lengkap) seperti
"kue" yang memungkinkan "ada kue!" atau "mau kue!" pada umur 1-1,5 tahun (Sach, 1976),
sampai pada transformasi tahapan perkembangan bahasa anak menjelang dewasa,mulai dari
pemahaman struktur kalimat sederhana yang semakin membaik seperti "aku mau makan kue!"
sudah bukan lagi "kue!" dan bahkan sampai memahami kata-kata abstrak seperti "buku itu!"
yang bisa saja mengisyaratkan "ambil buku itu!", atau pun "Pahami isi buku itu!" dan lain-lain
(Smith, 1979., Chomsky, 1969).

Karya sastra anak memiliki fungsi yang jika diterapkan haruslah berdampak pada
perkembangan anak, baik secara personal maupun sosial. Beberapa fungsi karya sastra anak
menurut Munaris ( 2020: 5-6) meliputi, yang pertama keidahan, dimana fungsi ini diajarkan
kepada anak untuk mengapresiasi keragaman penyampaian bentuk sastra yang haruslah
diapresiasi sebagai seni seorang penerjemah lantas harus mampu mengaplikasikan hasil
terjemahan yang dapat menggiring pendapat anak akan keestetikaan suatu karya sastra anak
dari suatu bahasa sumber yang bertujuan bukan hanya untuk membuat anak kagum, tetapi
juga membuat anak termotifasi untuk membuat suatu karya milik mereka juga, yang kedua
adalah edukasi yang menambah wawasan, sebuah karya sastra anak penting untuk memiliki

3
unsur edukasi, dalam rangka melatih kepekaan anak akan akhlak budi dan pengetahuan,dengan
kata lain adanya unsur edukasi dalam karya anak memberikan kesempatan bagi seorang
penerjemah juga untuk mengarahkan nilai-nilai edukasi dari TSu ke TSa dengan tepat sasaran,
sehingga anak tidak hanya melihat penggambaran ilmu pengetahuan dalamkarya sasatra anak
pada teks sumber, tetapi juga memiliki wawasan untuk mengembangkan khasanh yang
didapatkannya ke kehidupan sehari-hari , dan yang ketiga adalah kepekaan batin dan sosial
untuk mengebangkan kejiwaan, sederhananya, seorang penerjemah latas harus mampu
menyampaikan ekspresi kepekaan terhadap batin dan sosial dalam karya sastra pada teks
sumber kepada anak, hal ini menjadi harapan untuk melihat 'kebersentuhan' anak dengan nilai
batin dan sosial (memiliki rasa kemanusiaan dan empati) yang ada pada teks sumber dan
kemudian mengadaptasinya ke perilaku kesehariannya (Munaris, 2020).

Peranan aspek-aspek linguistik penerjemahan adalah kunci keberhasilan proses


penrjemahan itu sendiri, hal ini dikarenakan dalam melakukan penerjemahan, seorang
penerjemah dituntut untuk memperhatikan cara kerja linguistik itu sendiri secara mendalam
dan jelas. Baik memahami struktur dan aspek linguistik dalam bahasa sumber hingga
pemahaman struktur dan aspek kesepadanan linguistik dalam bahasa target keduanya adalah
hal penting yang diharapkan dapat dipahami oleh seorang penerjemah. Sehingga aspek-aspek
seperti, mengetahui fonetik bahasa sumber dan penggubahannya (baik bentuk pun padanan)
seperti nada pengucapan kata atau kalimat, tinggi rendahnya nada dan pemaknaan yang
mengikuti haruslah diketahui betul oleh seorang penerjemah contoh, "president" dalam bahasa
Inggris dan "presiden" dalam bahasa Indonesia, apakah dalam pengucapan kata tersebut ada
penekanan atau tidak, selanjutnya, mengetahui morfologi dalam bahasa sumber dan bahasa
sasaran, sebagaimana pentingnya aspek fonologi dalam penerjemahan. Aspek morfologipun
menjadi salah satu aspek linguistik yang sangat diperhatikan, ini melihat bagaimana teks
sumber (red. TSu) dan teks sasaran (red. TSa) diperhatikan dari sudut pandang morologi,
bagaimana kata dan padanan kata dalam terjemahan terbentuk, penggunaan seperti
pengulangan atau reduplikasi kemudian dirasa sangat penting, contohnya, "children" yang
semula adalah bentukan jamak dalam bahasa inggris kemudian diterjemahkan "anak-anak"
dalam bahasa Indonesia yang juga berkedudukan jamak. Aspek selanjutnya dalam linguistik

4
yang diperhatiakan dalam penerjemahan oleh seorang penerjemah adalah aspek sintaksis,
unsur ketataan bahasa sintaksis dinilai perlu untuk dan tak terhindarkan dikarenakan hal ini
mempengaruhi pembentukan frasa, kalusa dan bahkan kalimat yang memerlukan
kesepadanaan dala TSu maupun TSa, Radford (2003:2) sintaksis berperan memberikan sebuah
peluang bagi kata untuk berkaitan dengan frasa dan klausa. Aspek semantis, penggunaan aspek
semantis merujuk pada karena berkenaan dengan pengungkapan makna, perlunya aspek
linguistik semantis bukan hanya untuk melakukan pembedaan secara makna denotasi pun
makna konotasi, sehingga satuan leksikal dalam seharusnya dipahami dari berbagai perspektif
yang bertujuan untuk mendapatkan konsep dan istilah pada TSu dan Tsa (Sriyono, 2018).

Kemampuan seorang penerjemah dalam meramu terjemahan pada karya sastra anak
dalam hal ini penerjemahan buku bergambar dapatkah menjawab pertanyaan judul, yakni
untuk mengembangkan kreatifitas anak, apakah bisa? Kreatifitas anak adalah bentukan dan
cerminan yang muncul karena diasah, penggunaan buku cerita bergambar sebagai salah satu
karya sastra anak adalah contoh yang bagus untuk menumbuhkan rasa ingin tau anak akan
dunia imajinasi. Penerjemahan buku cerita bergambar anak saat ini menghadapi tantangan,
akankah hasil penerjemahan karya sastra anak berupa buku cerita bergambar berhasil
menumbuhkan kreatifitas anak?, jawabannya adalah, ya, namun untuk memenuhi jawaban 'iya'
seorang penerjemah benar-benar dituntut untuk bisa mengekplorasi lebih dalam tentang
khasanah pandangan anak baik dalam teks sumber (red. TSu) maupun teks sasaran (red. TSa),
bagaimana caranya?, dengan cara memahami budaya anak pada TSu dan budaya anak pada
TSa, memahami unsur-unsur linguistik (baik mikro maupun terapan), pemahaman edukasi anak
sedini mungkin, dan mempelajari psikologi anak (dengan cara mempelajari tingkah dan pola
pikir anak) maka sangat mungkin terjemahan karya satra anak dalam hal ini penerjemahan
buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk mengembangkan kreatifitas mereka.

Referensi
Junining, E. (2018). Strategi Dan Kiat Praktis Penerjemahan. Malang: UB Press.

Munaris. (2020). Sastra Anak Sebagai Sebagai Sarana Pendidikan Karakter Di Sekolah. Jurna KATA
(Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya), 1-10.

Sriyono. (2018). Aspek Linguistik Dalam Terjemahan . Prosodi, 275-280.

5
6

Anda mungkin juga menyukai