Lasaba
Nim : C01420122
Kelas : C Keperawatan 2020
Tugas IDK 2
Semua orang memiliki risiko tertular hepatitis B. Penyakit yang disebabkan oleh
virus hepatitis B ini menyerang organ hati dan dapat ditularkan melalui darah,
sperma, cairan vagina, dan air liur.
Ada dua cara penularan hepatitis B. Pertama, penyebaran vertikal, yaitu dari ibu
pengidap virus hepatitis B kepada bayi saat persalinan. Kedua, penyebaran
horizontal melalui tindakan yang memungkinkan perpindahan cairan tubuh (darah
atau air mani) dari orang yang terinfeksi ke tubuh orang yang sehat.
Beberapa perilaku yang dapat memperbesar risiko penyebaran horizontal, antara
lain:
Risiko menjadi kronis ini sangat berhubungan dengan usia saat tertular.
Sekitar 90% bayi akan memasuki kondisi kronis jika tertular hepatitis B,
namun hanya sekitar 2-6% orang dewasa yang kemungkinan memasuki
kondisi ini.
Gejala hepatitis B biasanya timbul setelah satu hingga empat bulan setelah
terinfeksi. Gejalanya berupa demam, sakit perut, nyeri sendi, warna urine
gelap, tidak nafsu makan, mudah lelah, mual, muntah, kulit dan mata
menguning.
Hepatitis dapat mengganggu berbagai fungsi tubuh, terutama yang berkaitan dengan
metabolisme. Ini karena hati memiliki banyak sekali peranan dalam metabolisme
tubuh, antara lain:
.PenyebabHepatitis
Hepatitis dapat disebabkan karena infeksi maupun bukan karena infeksi. Pembagian
jenis hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus adalah sebagai berikut:
Umumnya, ibu yang mengidap hepatitis B dan C dapat menularkan kepada bayinya
melalui jalan lahir. Selain disebabkan oleh virus, hepatitis juga dapat terjadi akibat
kerusakan pada hati oleh senyawa kimia, terutama alkohol. Konsumsi alkohol
berlebihan akan merusak sel-sel hati secara permanen dan dapat berkembang
menjadi gagal hati atau sirosis. Penggunaan obat-obatan melebihi dosis atau paparan
racun juga dapat menyebabkan hepatitis. Pada kasus yang jarang terjadi, hepatitis
dapat disebabkan oleh penyakit autoimun, yakni kondisi di mana sistem imun tubuh
menyerang dan merusak sel dan jaringan tubuh sendiri.
Mengalami gejala seperti flu, misalnya mual, muntah, demam, dan lemas.
Feses berwarna pucat.
Mata dan kulit berubah menjadi kekuningan.
Nyeri perut.
Berat badan turun.
Urine menjadi gelap seperti teh.
Kehilangan nafsu makan.
Diagnosis Hepatitis
Beberapa tes lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis hepatitis adalah
tes fungsi hati, tes antibodi virus hepatitis, USG perut, biopsi hati, serta tes protein
dan materi genetik virus.
Pencegahan Hepatitis
Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah hepatitis:
Melakukan vaksinasi.
Mengurangi konsumsi alkohol.
Menjaga kebersihan sumber air agar tidak terkontaminasi virus hepatitis.
Mencuci bahan makanan yang dikonsumsi, terutama kerang dan tiram, sayuran,
serta buah-buahan.
Tidak berbagi pakai sikat gigi, pisau cukur, atau jarum suntik dengan orang lain.
Tidak menyentuh darah tanpa sarung tangan pelindung.
Melakukan hubungan seksual yang aman. Misalnya, dengan menggunakan
kondom atau tidak berganti-ganti pasangan (setia pada satu pasangan).
3. Covid 19
COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus
yang baru ditemukan. Ini merupakan virus baru dan penyakit yang sebelumnya tidak
dikenal sebelum terjadi wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember
2019.Coronavirus adalah jenis virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala
ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang
diketahui dapat menyebabkan penyakit dengan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini
dinamakan Sars-CoV-2 .Coronavirus dapat menyebabkan penyakit pernapasan,
kebanyakan orang memang terinfeksi virus ini seumur hidup mereka, tetapi dalam
kasus yang parah, virus itu diketahui menjadi alasan di balik pneumonia dan
bronkitis, penyakit saluran pernapasan.
a. Asal Muasal:
Asal-usul Virus Corona SARS-Cov-2 yang menyebabkan coronavirus disease
2019 (COVID-19) mulai merebak di Wuhan, China, Desember 2019. Pada awal
kemunculannya, beredar kabar virus corona SARS-CoV-2 berasal dari hewan, yakni
kelelawar, dan belakangan, dikabarkan juga muncul dari tenggiling. Namun, tidak
hanya itu. Sempat pula beredar kabar, virus satu ini merupakan buatan manusia.
Kabar terakhir itu menjadi spekulasi yang menyedot atensi masyarakat global,
termasuk di Indonesia. Dua negara adidaya di dunia, Amerika Serikat dan China,
sempat terlibat saling tuding perihal asul-usul virus corona jenis baru ini.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyebut virus ini berasal dari
China. Sementara, sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao
Lijian, mengatakan tentara Amerika Serikat yang membawa epidemi tersebut ke
Wuhan.
c. Manifestasi Klinik
Gejala klinis COVID-19 sangat beragam, mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga
syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit
berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.
Gejala ringan berupa pasien dengan infeksi akut saluran napas atas tanpa
komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum),
anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak
membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan
diare dan muntah.
Secara umum manifestasi klinik terbagi atas:
Tanpa komplikasi. Pasien dengan infeksi pernafasan atas tanpa komplikasi,
dengan keluhan yang non spesifik seperti demam, batuk, nyeri menelan, hidung
tersumbat, lemas, nyeri kepala, nyeri otot atau lemas. Pasien usia tua dan
imunokompromais mungkin tampil dengan klinis yang tidak tipikal. Pada pasen
kelompok ini tidak didapatkan tanda dehidrasi, sesak napas ataupun sepsis
Pneumonia ringan. Pasien dengan pneumonia tanpa tanda pneumonia berat.
Diagnosis pnemonia ditegakkan berdasar terdapat infiltrat baru/ penambahan
infiltrat pada pemeriksaan foto toraks disertai dengan adanya gejala/tanda bahwa
infiltrat tersebut disebabkan oleh proses infeksi yaitu: sputum purulen,
lekositosis/ lekopeni atau demam
Pneumonia berat. Demam atau terduga infeksi pernafasan (pneumonia) dengan
ditambah salah satu dari laju respirasi >30x per menit, gangguan pernafasan
yang berat, atau SpO2 <90% tanpa pemberian suplementasi oksigen
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
o Onset: baru atau gejala pada saluran pernafasan yang memburuk dalam 1
minggu dari gejala klinis yang sudah diketahui
o Gambaran radiologi paru (foto toraks, CT scan atau USG paru): opasitas
bilateral, tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh efusi, kolaps paru atau
lobus, atau nodul
o Etiologi edema: gagal nafas yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
gagal jantung atau overload cairan. Dibutuhkan pemeriksaan ojektif seperti
ekokardiografi untuk dapat mengeksklusi penyebab hidrostatis dari edema
jika tidak ditemukan faktor risiko
o Oksigenasi pada dewasa:
ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP
atau CPAP ≥5 cmH2O atau tidak terintubasi)
ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤200 mmHg (dengan PEEP ≥5
cmH2O atau tidak terintubasi)
ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤100mmHg (dengan PEEP ≥5 cmH2O atau
tidak terintubasi)
Jika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315 menandakan ARDS
Sepsis. Disfungsi organ yang mengancam nyawa yang disebabkan oleh
dysregulated respon imun terhadap infeksi baik yang terduga ataupun sudah
terkonfirmasi. Tanda-tanda dari disfungsi organ diantaranya gangguan
kesadaran, pernafasan yang cepat atau sulit, saturasi oksigen yang rendah,
penurunan jumlah urin, denyut jantung yang cepat, nadi lemah, ekstremitas
dingin atau tekanan darah yang rendah, kulit yang lembab atau adanya
pemeriksaan lab yang menunjukan koagulopati, trombositopenia, asidosis, kadar
laktat atau bilirubin yang meningkat
Syok septik. Pasien dengan hipotensi meskipun sudah diberikan resusitasi
cairan, membutuhkan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥65 mmHg dan
serum laktat > 2mmol/L
d. Penegakan Diagnosis
Langkah awal dalam menegakkan diagnosis COVID-19 adalah dengan
anamnesis serta menilai risiko epidemiologi dan riwayat kontak pasien. Gejala
pasien COVID-19 umumnya akan timbul setelah masa inkubasi 2-14 hari. Demam,
lemas, dan batuk kering merupakan gejala COVID-19 yang paling sering ditemukan.
Selain itu, beberapa pasien juga mengalami nyeri tenggorokan, mialgia, dispnea, dan
batuk berdahak. Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare juga dapat
timbul pada pasien COVID-19. Namun, pada beberapa pasien bisa saja
asimptomatik. Beberapa kasus menunjukkan gejala berat, seperti pneumonia dan
acute respiratory syndrome distress.
Gejala virus corona menyerupai keluhan infeksi saluran pernapasan atas
lainnya. Untuk mendeteksinya dengan segera, telah tersedia tes cepat atau rapid
test corona. Tes ini merupakan skrining awal infeksi virus corona pada orang yang
berisiko tinggi mengalaminya.
Orang yang memiliki hasil positif dari tes cepat corona akan direkomendasikan ke
rumah sakit rujukan COVID-19 guna menjalani tes PCR atau swab test corona. Tes
ini dilakukan dengan swab pada tenggorokan, dan akan menjadi tes konfirmasi
dalam mendeteksi corona.
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan RT-PCR
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mendeteksi kandungan genetik yang
spesifik terdapat di dalam virus tersebut. Bergantung dari jenis PCR yang tersedia,
umumnya ahli medis akan menyeka bagian belakang tenggorokan dan mengambil
sampel air liur. Selain itu, sampel cairan yang berasal dari saluran pernapasan hingga
tinja mungkin akan dibutuhkan.
Setibanya sampel tersebut di lab, ahli medis akan mengekstrak asam nukleat
yang terkandung genom virus. Setelah itu, akan dilakukan reaksi berantai transkripsi
polymerase terbalik yang berguna untuk memperkuat daerah genom tertentu. Hal ini
berguna untuk mendeteksi sampel tersebut dan membandingkannya dengan virus
corona yang sudah ada.
2) Rapid Test (Pemeriksaan Serologis)
Cara ini juga dapat dilakukan sebagai salah satu pemeriksaan terkait virus
corona. Metode ini dilakukan dengan mencari antibodi tertentu yang diproduksi
tubuh untuk melawan virus. Pemeriksaan yang disebut juga dengan rapid test ini
telah dikembangkan di Singapura dan juga Cina terkait pemeriksaan antibodi yang
efektif untuk mengetahui seseorang terserang COVID-19 atau tidak.
Rapid test dilakukan dengan pemeriksaan pada darah, meski virus tersebut
tidak dapat hidup di darah. Namun, seseorang yang terinfeksi akan membentuk
antibodi yang disebut juga Imunoglobulin. Zat antibodi tersebut yang dapat
dipastikan oleh ahli medis agar dapat deteksi virus corona secara tepat dan cepat.
Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan ini hanya 15-20 menit untuk
mendapatkan hasil.
Keunggulan dari tes serologis, yaitu dapat mendeteksi antibodi bahkan jika
orang tersebut telah pulih dari virus corona. Sedangkan, pada pemeriksaan PCR
dapat mendeteksi virus hanya jika orang tersebut sedang sakit. Namun, kedua
metode tersebut akan sulit dideteksi jika sampel yang diambil terlalu dini.
Hal ini dapat terjadi karena virus masih sedikit atau tubuh orang tersebut
belum menghasilkan antibodi terhadap virus tersebut. Untuk pemeriksaan serologis
yang berguna mendeteksi virus corona, dibutuhkan waktu sekitar satu minggu
sebelum tubuh memproduksi lebih banyak antibodi.
g. Pencegahan
1. Bersihkan tangan Anda secara rutin. Gunakan sabun dan air, atau cairan
pembersih tangan berbahan alkohol.
2. Selalu jaga jarak yang aman dengan orang yang batuk atau bersin.
3. Jangan sentuh mata, hidung, atau mulut Anda.
4. Saat Anda batuk atau bersin, tutup mulut dan hidung dengan lengan Anda atau
tisu.
5. Tetaplah di rumah jika Anda merasa tidak enak badan.
6. Jika Anda demam, batuk, atau kesulitan bernapas segera cari bantuan medis.
Hubungi terlebih dahulu.
7. Ikuti arahan otoritas kesehatan lokal Anda.