Anda di halaman 1dari 13

RISK OF POSTOPERATIVE BLEEDING FOLLOWING DENTAL

EXTRACTIONS IN PATIENTS ON ANTITHROMBOTIC


TREATMENT

MAKALAH JOURNAL READING

Dibuat untuk memenuhi syarat kepaniteraan Departemen Bedah Mulut

Oleh:
Nadia Fauzia
(20/472544/KG/12291)

Dosen Pembimbing:
drg. Agus Mulato, Sp.BM(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
IDENTITAS JURNAL

Judul : Risk of postoperative bleeding following dental extractions in patients


on antithrombotic treatment
Penulis : Mohammed AlSheef, Jenny Gray, AbdulSalam AlShammari
Jurnal : Saudi Dental Journal
Volume : -
Nomor : -
Tahun : 2020
BAB I
PENDAHULUAN
Hemostasis setelah ekstraksi gigi dicapai melalui proses koagulasi darah. Pasien
dengan kondisi seperti fibrilasi atrium (AF), katup jantung prostetik, gagal jantung kongestif,
atau tromboemboli vena (VTE) umumnya diberi terapi antikoagulan untuk menghindari
komplikasi kardiovaskuler (contoh, fibrilasi) dengan insidensi yang meningkat. Sekitar 75%
pasien dengan AF di Saudi Arabia dirawat dengan medikasi antitrombotik. Pasien-pasien
tersebut memiliki peningkatan risiko perdarahan pasca ekstraksi.
Berdasarkan beberapa penelitian meta-analisis terkini, telah dibuktikan bahwa NOAC
(new oral anticoagulants) atau obat-obatan antikoagulan oral baru (contoh: rivaroxaban dan
dabigatran) berpotensi lebih aman daripada antikoagulan konvensional bagi pasien yang akan
menjalani bedah implan gigi. Meskipun begitu, faktor risiko seperti International Normalized
Ratio (INR) tidak dikontrol dalam beberapa analisis tersebut, sehingga diperlukan penelitian
klinis lebih jauh. Panduan praktik klinis berbasis bukti (evidence-based clinical practice) dari
American College of Chest Physicians merekomendasikan bahwa seluruh prosedur dental,
termasuk ekstraksi, skaling, dan perawatan restoratif, harus berjalan tanpa menginterupsi
terapi warfarin apabila agen hemostatik lokal telah diberikan dan nilai INR masih dalam
batas terapeutik yang direkomendasikan.
Survei terkini pada dokter dan dokter gigi di Saudi menunjukkan bahwa 64,6%
dokter gigi di Saudi berkonsultasi sebelum merawat pasien dalam terapi medikasi
antitrombotik. Para praktisi dental tersebut merasa bimbang dalam merawat pasien yang
sedang menjalani medikasi antitrombotik. Meskipun sudah ada beberapa panduan
internasional, risiko perdarahan pasca tindakan (post-op) ekstrasi gigi secara umum masih
belum bisa dipastikan, sementara pasien dalam terapi antitrombotik banyak membutuhkan
tindakan ekstraksi gigi. Oleh karena itu, kami mencoba untuk mengevaluasi hubungan
perdarahan pasca ekstraksi pada pasien yang menjalani terapi antitrombotik berdasarkan
panduan khusus kami.
BAB II
BAHAN DAN METODE

Kriteria eligibilitas pasien untuk penelitian ini yaitu (1) sedang menerima medikasi
antitrombotik dan (2) menjalani tindakan ekstraksi gigi dengan anestesi lokal di klinik rawat
jalan gigi King Fahad Medical City di Saudi Arabia antara Januari 2012 dan Juni 2016.

Medikasi antitrombotik yang diterima pasien-pasien tersebut sudah sesuai dengan


protocol dan panduan institusional kami: warfarin (antagonis vitamin K), clopidogrel
(inhibitor antiplatelet P2Y12), heparin, dan low molecular weight heparin/LMWH
[enoxaparin] (antikoagulan), atau antikoagulan oral baru (NOAC) [dabigatran (inhibitor
thrombin langsung) dan/atau rivaroxaban (inhibitor langsung selektif faktor Xa)] (Tabel 1).

Tabel 1. Modifikasi dosis medikasi antitrombotik

Sejumlah 43 pasien dieliminasi dari subjek penelitian karena berbagai alasan, yaitu:

 berumur kurang dari 18 tahun


 pasien dalam terapi warfarin dengan hasil uji INR >3,5 (saat kunjungan)
 tidak mengikuti protokol medikasi
 menerima medikasi antitrombotik dari institusi lain
 memiliki komorbiditias sampingan yang mempengaruhi perdarahan (disfungsi
hati, gagal ginjal, trombositopenia, atau hemofilia)
 menjalani ektraksi gigi dengan anestesi umum
 pasien kembali dengan keluhan perdarahan tanpa adanya bukti perderahan
yang terdeteksi pada saat pemeriksaan klinis. (Tabel 2)
Tabel 2. Profil pasien

Medikasi antitrombotik rutin dilanjutkan pada setiap kunjungan ke dokter gigi untuk
meminimalisir risiko trombosis, sesuai dengan panduan intitusional kami. Ditentukan bahwa
pasien dengan peningkatan risiko perdarahan adalah mereka yang menjalani ekstraksi ≥5 gigi
dalam satu kunjungan. Pasien yang menerima medikasi warfarin menjalani uji INR 24 jam
sebelum tindakan, dan mereka yang memiliki INR >3,5 dirujuk ke klinik antikoagulan agar
mendapat penyesuaian dosis. Hanya 2 pasien yang membutuhkan modifikasi dosis warfarin
sebelum ektstraksi, dan tidak ada dari keduanya yang mengalami perdarahan post-op.

Pasien yang menerima medikasi warfarin (dengan INR ≤3,5), clopidogrel, atau aspirin
diarahkan untuk melanjutkan ekstraksi gigi tanpa penggantian medikasi. Pasien yang
menerima enoxaparin, rivaroxaban, dan dabigatran mendapat modifikasi dosis jika
diindikasikan, menyesuaikan dengan risiko perdarahan selama bedah dan fungsi ginjal.

Semua pasien menjalani tindakan dengan anestesi lokal di klinik rawat jalan dan
diminta datang kembali pada kunjungan berikutnya untuk follow-up. Sebagian besar pasien
yang menerima medikasi enoxaparin merupakan pasien rawat inap (89,4% n = 236/264).
Pasien-pasien tersebut dirujuk untuk ekstraksi gigi sambil menjalani terapi antitrombotik dan
dirawat karena penyebab di luar tindakan dental. Pasien yang dirawat inap mendapat
medikasi antitrombotik secara rutin karena tingginya prevalensi tromboemboli vena (VTE) di
antara pasien rumah sakit.
Diagnosis perdarahan post-op didasarkan dari Lockhart et al (2003) dengan
modifikasi minor; kami mendefinisikannya sebagai berikut:

 perdarahan terus-terusan >5 jam


 mengharuskan pasien datang kembali ke dokter gigi atau fasilitas kesehatan
untuk ditangani
 menyebabkan hematoma atau ekimosis besar pada jaringan lunak mulut, atau
 perdarahan yang mengharuskan adanya transfusi darah.

Semua pasien diarahkan untuk berkunjung kembali untuk follow-up. Dilakukan


review rekam medis pasien sebagai bukti perdarahan post-op sesuai definisi kami. Rekam
medis pasien yang tidak ditemui di klinik diperiksa untuk mengidentifikasi adanya follow-up
di Instalasi Gawat Darurat atau klinik lain. Kunjungan dari 32 pasien tidak terdokumentasi
sehingga dihubungi melalui telepon untuk memastikan jika mereka mengalami perdarahan
post-op. Sejumlah 2 pasien (0,23%) tidak dapat dihubungi sehingga tidak bisa dipastikan
follow-up-nya.

Analisis Statistik

Karakterisitik baseline ditampilkan dengan rerata ± standar deviasi sebagai variabel


kontinyu dan persentase untuk variabel kategorik. Variabel kategorik dianalisis dengan Uji
Chi-Square. Semua uji statistik bersifat two-tailed. Nilai P < 0,05 dianggap signifikan secara
statistik. Data dianalisa menggunakan perangkat lunak Excel 2010.
BAB III
HASIL
Sejumlah 539 pasien dengan rerata umur 51,3 ± 15,2 menjalani 840 kunjungan untuk
ekstraksi gigi. Sebanyak 1066 gigi diekstraksi dari pasien laki-laki (mean = 2,4 gigi per
pasien) dari pasien perempuan diekstraksi 914 gigi (mean = 2,31) (P > 0,05). Beberapa
kondisi medis pasien yang membutuhkan medikasi antitrombotik yaitu penyakit jantung
(57,1%, n = 480), riwayat tromboemboli vena (VTE) (17,9%, n = 150), kanker (10,2%, n =
86), riwayat kecelakaan serebrovaskular (CVA) (3,8%, n = 32), adanya sindrom
antifosfolipid (APS) (1,1%, n = 9), dan penyakit lain (9,9%, n = 83). Tidak ada perbedaan
pada frekuensi pasien yang dirawat untuk penyakit jantung, VTE< kanker, atau stroke (P >
0,05, uji Chi-Square).

Terdapat perubahan frekuensi medikasi yang digunakan per tahun (Grafik 1) (uji Chi-
square, P < 0,0001). Penggunaan clopidogrel berkurang setelah 2012, penggunaan warfarin
berkurang setelah 2013, dan penggunaan enoxaparin meningkat setelah 2013. Penggunaan
dabigatran dan rivaroxaban dimulai di tahun 2014; sejak itu rivaroxaban menjadi obat paling
banyak digunakan setelah enoxaparin dan clopidogrel. NOAC menyumbang sekitar 25%
medikasi antitrombotik yang diresepkan untuk kelompok pasien ini di tahun 2016.

Grafik 1. Tren medikasi antitrombotik

Total 1980 gigi diekstraksi. Rata-rata terdapat 2,4 ± 2,01 (range: 1-15) gigi diekstraksi
per kunjungan pasien. Sebanyak 461 kunjungan (54,9%) berujung pada ekstraksi satu gigi per
sesi. Hanya dalam 62 (7,4%) kunjungan terjadi ekstraksi 5 atau lebih gigi (merepresentasikan
risiko perdarahan lebih tinggi). Usaha hemostatis perioperatif lokal hanya dilakukan pada
setengah dari jumlah kasus (Grafik 2)
Grafik 2. Agen hemostatis lokal yang digunakan untuk seluruh pasien vs pasien dengan perdarahan

Perdarahan paling sering terjadi pada pencabutan gigi molar atas, khususnya molar
satu dan dua (Grafik 3). Dua gigi tersebut kemungkinan adalah gigi-gigi yang paling
berkaitan dengan perdarahan, sementara molar bawah lebih berkaitan dengan dry sockets.

Grafik 3. Gigi yang diekstraksi dalam kasus perdarahan


Rerata periode follow-up pada pasien rawat jalan yaitu 2,5 hari (mode 7 hari). Hanya
14 (1,7%) kasus yang melibatkan perdarahan (Tabel 3). Sejumlah 6 pasien lain kembali
dengan keluhan utama perdarahan namun tidak terdapat bukti perdarahan pada pemeriksaan
klinis sehingga tidak membutuhkan penanganan apapun. Pasien dengan perdarahan rata-rata
diekstraksi sebanyak 2,4 ± 2,03 (range: 1-7) gigi, sama dengan pasien yang tidak mengalami
perdarahan. Tidak ada perubahan tingkat perdarahan per tahun (P = 0,263), meskipun tingkat
perdarahan di tahun 2013 mendekati signifikansi (P = 0,067).

Tabel 3. Distribusi 14 pasien dengan perdarahan

Perdarahan tidak terdistribusi normal antara obat-obatan yang diberikan (p = 0,009).


Warfarin diasosiasikan dengan tingkat perdarahan yang lebih tinggi (uji Chi-square dengan
komparasi multipel, p < 0,0001), sementara clopidogrel diasosiasikan dengan tingkat
perdarahan yang lebih rendah (p = 0,011) dibandingkan obat-obatan lain. Hampir 85,7% (n =
12/14) perdarahan terjadi pada pasien wanita (p = 0,001). Semua pasien yang kembali
ditindak sebagai pasien rawat jalan dengan usaha hemostatis lokal. Tidak ada satupun pasien
yang diberikan atau membutuhkan transfusi darah untuk kondisi ini. Tidak ada komplikasi
yang berkaitan dengan trombosis atau emboli yang ditemukan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada studi kali ini, hanya 1,7% kunjungan yang berujung pada perdarahan post-op.
Pasien dengan medikasi warfarin lebih berisiko terhadap perdarahan (3,88%), sementara
pasien dengan medikasi clopidogrel memiliki risiko perdarahan mendekati nol ketika
dibandingkan dengan obat-obatan lain. Wanita disimpulkan memiliki risiko lebih besar
terhadap perdarahan post-op pasca ekstraksi dibandingkan laki-laki. Kesimpulan tersebut
perlu digarisbawahi sebab jumlah laki-laki dan perempuan hampir sama pada studi kali ini
(53,1% [laki-laki] banding 46,9% [perempuan]). Sebuah meta-analisis terhadap faktor risiko
mendukung perbedaan berbasis jenis kelamin dalam perdarahan selama tindakan dengan
NOAC. Hal ini juga konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan
bahwa wanita secara umum lebih cenderung mengalami komplikasi perdarahan daripada laki-
laki, kemungkinan karena beberapa faktor yang terlibat seperti BMI, kreatinin clearance, dan
perbedaan anatomis. Berkaitan dengan hal tersebut, sangat diperlukan adanya penelitian
klinis lebih luas pada wanita dalam terapi antikoagulan serta identifikasi faktor utama bagi
pasien yang mengalami perdarahan pasca prosedur dental invasif.

Peninjauan ulang terhadap tindakan ekstraksi gigi pada pasien dalam terapi
antitrombotik dikomparasikan dengan populasi studi kami dan disimpulkan bahwa meski
merupakan risiko yang berkaitan, namun perdarahan dianggap tidak mengkhawatirkan
dibandingkan dengan komplikasi tromboemboli. Mengubah dosis antitrombotik tidak
direkomendasikan kecuali dengan persetujuan dokter yang meresepkan. Sesuai panduan yang
ada, memastikan pasien memiliki INR dalam kisaran yang direkomendasikan sebelum bedah
minor dental sangat direkomendasikan. Usaha hemostatis lokal ditemukan sudah cukup untuk
mengontrol perdarahan. Kurang lebih setengah dari total pasien pada peninjauan ulang ini
mendapatkan agen hemostatis segera setelah ekstraksi (51,9%); hanya saja, penggunaan agen
hemostatik lokal sebagai rekomendasi umum kepada seluruh dokter gigi yang mengekstraksi
gigi dari pasien yang menerima medikasi antitrombotik lebih disarankan.

Pasien yang menjalani ekstraksi sembari menerima medikasi warfarin memiliki INR <
3,5 dan hanya 2 (0,86%) pasien yang membutuhkan penyesuaian medikasi untuk mencapai
nilai ini. Panduan dari Amerika Utara, Inggris, dan Australia merekomendasikan pasien
dalam terapi warfarin untuk memiliki INR terapeutik 2 - 3 untuk sebagian besar indikasi atau
2,5 - 3 untuk pasien dengan katup jantung mekanis spesifik. Konsensus antara British
Committee for Standards in Haematology, British Society for Haematology Committee,
British Dental Association, dan National Patient Safety Agency menyatakan bahwa INR 2 – 4
tidak memerlukan penyesuaian dan berisiko sangat rendah terdahap perdarahan pada pasien
yang menjalani bedah dental rawat jalan.

Obat antikoagulan oral baru (NOAC) semakin banyak digunakan sebagai langkah
preventif penyakit tromboemboli pada pasien dengan fibrilasi atrium non-valvular. Obat-
obatan tersebut tidak membutuhkan pengawasan rutin koagulasi atau penyesuaian dosis
berdasarkan uji laboratorium, meskipun pendosisan berkaitan dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR). Beberapa interaksi antar-obat dapat mempengaruhi aktivitas NOAC dan risiko yang
berkaitan dengan perdarahan, sepertil verapamil, quinidine, amiodarone, dronedarone, dan
ketoconazole dengan dabigatran; begitu juga quinidine, quinidine, ketoconazole, HIV
protease inhibitor dan erythromycin dengan rivaroxaban. Pasien yang diresepkan obat-obatan
tersebut kemungkinan menghadapi peningkatan risiko perdarahan selama ekstraksi gigi.
Evaluasi efek antikoagulan dengan obat-obatan tersebut tidak tersedia secara rutin dan
membutuhkan uji khusus.

Beberapa variasi yang berkaitan dengan apa yang dianggap sebagai faktor risiko
perdarahan telah dilaporka. Beberapa menganggap ekstraksi gigi secara bedah (i.e.
melibatkan elevasi flap mukoperiosteal) dan ekstraksi gigi multipel sebagai risiko tinggi
terhadap perdarahan. Meskipun begitu, jumlah gigi yang kami ekstraksi pada pasien dengan
perdarahan sebanding dengan jumlah yang diekstraksi pada pasien tanpa perdarahan.

Pada rumah sakit tersier, dokter gigi yang melakukan prosedur bedah minor pada
pasien dengan medikasi warfarin dan clopidogrel umumnya memiliki pengalaman yang
mendalam dengan medikasi tersebut. Hanya saja, dengan pengenalan NOAC terkini pada
pasien relatif sedikit dibandingkan dengan medikasi lama dan hal ini menjadi tantangan
tersendiri di dunia kedokteran gigi. Survei sebelumnya menemukan bahwa 27% dokter
spesialis bedah mulut di Amerika Serikat secara rutin menghentikan warfarin sebelum
prosedur risiko-rendah. Komplikasi serius seperti emboli dan mortalitas telah dilaporkan pada
0,8% dari 3.500 pasien dengan penghentian warfarin. Tim yang sama menemukan bahwa
<1,3% dari 950 pasien yang menjalani 2400 prosedur bedah mulut mengalami perdarahan.

Di Saudi Arabia, dokter gigi umumnya telah menjalani pelatihan spesialis


pascasarjana. Spesialisasi atau fokus ini mengantarkan pada peran yang lebih pasif terhadap
tatalaksana pasien dengan antikoagulan. Secara khusus, hanya sedikit dokter gigi (17,8%) dan
praktisi medis (28,8%) yang mengikuti panduan yang dikembangkan untuk tatalaksana
pasien dengan medikasi antikoagulan di klinik gigi. Statistik ini mengindikasikan bahwa
kedua profesi harus diedukasi lebih jauh dan dianjurkan untuk mengikuti panduan berbasis
bukti yang dikembangkan untuk tatalaksana pasien seperti di atas.

Terdapat beberapa batasan untuk studi kali ini. Penerimaan data terbatasi oleh
informasi yang didokumentasikan pad rekam medis pasien. Oleh karena populasi studi yang
sedikit, tatalaksana dengan medikasi NOAC membuat deteksi peningkatan atau penurunan
risiko perdarahan menjadi sulit; sehingga studi lebih jauh tentang NOAC dan perdarahan
sangat direkomendasikan. Spesialis bedah mulut memiliki tingkat pelatihan dan keterampilan
yang berbeda-beda; sehingga ekstraksi dilaksanakan berdasarkan pelatihan dan teknik yang
dipelajari. Variasi tersebut dapat berpengaruh terhadap insidensi komplikasi perdarahan.
Lebih jauh, riwayat suplemen herbal dan makanan dapat memiliki efek yang berlawanan
terhadap perdarahan, dan informasi ini tidak dikumpulkan.
BAB V
KESIMPULAN
Ekstraksi gigi tunggal dan multipel dilaksanakan dengan aman tanpa interupsi atau
dengan interupsi minimal terhadap terapi antitrombotik. Risiko komplikasi perdarahan sangat
rendah dan mudah diatasi dengan agen hemostatis pada setengah dari kasus ekstraksi.
Penggunaan rutin terhadap agen hemostatis dapat dilaksanakan secara mudah pada praktek
umum oleh selain spesialis bedah mulut. Risiko yang lebih besar terhadap komplikasi
perdarahan pada wanita ditemukan, dan dokter gigi harus lebih berhati-hati ketika
melaksanakan ekstraksi gigi pada wanita, terlebih pada mereka yang menerima medikasi
antikoagulan. Dokter gigi dapat mempertimbangkan menggunakan agen hemostatis lokal
secara preemtif. Penelitian klinis yang didesain dengan baik dibutuhkan untuk menjelaskan
risiko perdarahan spesifik pada wanita dalam bedah mulut. Pembentukan panduan standar
untuk tatalaksana pasien dengan medikasi NOAC bersama dengan edukasi profesional yang
mendorong dokter gigi dan dokter umum untuk mengikuti panduan-panduan tersebut akan
mengurangi risiko komplikasi perdarahan yang berkaitan dengan ekstraksi gigi.

Anda mungkin juga menyukai