FAKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-
Nya kita dapat menyusun Naskah Akademik yang membahas tentang Badan Usaha milik
Desa (BUMDes) di Kabupaten Sukoharjo dengan selesai tepat waktu. Penyusunan naskah
akademik ini dilaksanakan dengan tujuan tujuan sebagai salah satu bahan pertimbangan
dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) di Kabupaten Sukoharjo
Akhir kata, semoga Naskah Akademik yang kami susun dapat memberi manfaat
positif serta menambah pengetahuan bagi pembaca dan tentunya dapat menjadi referensi
dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah di Kabupaten Sukoharjo
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di beberapa kabupaten rata-rata sudah memiliki Badan Usaha Milik Desa, baik
yang atas inisiatif desa tersebut untuk mengembangkan potensi yang dimiliki desa ada
juga yang didorong pemerintah setempat untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa
dengan memberi modal awal dengan APBD Kabupaten melalui dana hibah dengan status
dana milik masyarakat desa dan menjadi saham dalam Badan Usaha Milik Desa.
Di beberapa kabupaten telah banyak desa yang mempunyai Badan Usaha Milik
Desa, ada yang secara mandiri mengembangkan potensi ekonomi desa yang ada, ada juga
yang didorong oleh pemerintah kabupaten setempat dengan diberikan stimulan
permodalan awal dari APBD kabupaten 2 melalui dana hibah dengan status dana milik
masyarakat desa dan menjadi saham dalam Badan Usaha Milik Desa. Saat ini belum
banyak Badan Usaha Milik Desa yang berkembang dengan baik. Penyebab utamanya
antara lain adalah tidak dikelolanya Badan Usaha Milik Desa secara profesional.
Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan langkah strategis dan taktis guna
mengintegrasikan potensi, kebutuhan pasar, dan penyusunan lembaga tersebut ke dalam
suatu perencanaan. Disamping itu, perlu memperhatikan potensi lokalistik serta dukungan
kebijakan (goodwill) dari pemerintahan di atasnya (supra desa) untuk mengeliminir
rendahnya surplus kegiatan ekonomi desa disebabkan kemungkinan tidak berkembangnya
sektor ekonomi di wilayah pedesaan. Sehingga integrasi sistem dan struktur pertanian
dalam arti luas, usaha perdagangan, dan jasa yang terpadu akan dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam tata kelola lembaga.
Oleh karena itu, dalam rangka memberikan pedoman dan arahan bagi pemerintah
Kabupaten Sukoharjo dan Pemerintah Desa dalam melaksanakan pendirian,
pengembangan dan kemandirian Badan Usaha Milik Desa diperlukan Peraturan Daerah
tentang Badan Usaha Milik Daerah.
B. Identifikasi Masalah
Membahas Perubahan tatanan hukum tentang desa serta penataan Badan Usaha
Milik Desa yang diikuti dengan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat di
Kabupaten Sukoharjo merupakan kondisi masyarakat yang mengalami berbagai 7
pergeseran tatanan kehidupan sosial politik, konsekuensi yang harus dihadapi yaitu
terjadinya perubahan pola pikir, pola tindak sehingga kondisi masyarakat menjadi
semakin rentan terhadap konflik, maka yang perlu diidentifikasi dalam kajian ini adalah
bagaimana upaya Pemerintah Daerah untuk mewujudkan masyarakat desa yang sejahtera
melalui pengaturan hukum terhadap Badan Usaha Milik Desa.
2. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus
ada dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Badan Usaha Milik Desa di
kabupaten Sukoharjo.
D. Metode
Pekerjaan penyusunan Naskah Akademik ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian dalam memecahkan persoalan akademik terkait dengan topik perda ini.
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif
yang diorientasikan untuk menemukan dasar yuridis, filosofis, dan politis dari
rancangan peraturan daerah yang akan dibuat. Secara teknis, proses
identifikasi hukum positif akan dilakukan melalui tiga prosedur sebagai
berikut:
1. Penetapan kriteria identifikasi untuk melakukan seleksi norma-norma mana
yang harus dimasukkan sebagai norma hukum positif dan norma mana yang
harus dianggap norma sosial yang bukan norma hukum;
2. Mengoleksi norma-norma yang telah diidentifikasi sebagai norma hukum; dan
3. Melakukan pengorganisasian norma-norma yang telah diidentifikasi ke dalam
suatu sistem yang komprehensif.
BAB 2
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teoritis Tentang Desa
1. Pengertian Desa
Pengertian Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014
tentang Desa, Desa adalah kesatuan masyarakat Hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2014 Tentang
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia(Emi Haryati, Pelan Kepala Desa.Desa
aadalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan beberapa ribu orang,hamper
semuanya salling mengenang,kebanyakan hidup dari pertanian,perikanan dan
sebagainya.
Didalam Pasal 2 UU No 6 Tahun 2014 tentang desa, desa yaitu Desa
adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
A.W Wijaya mengartikan desa adalah suatu wilayah yang ditempati
oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di bawah camat dan berhak menjalankan rumah tangganya
sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ciri-ciri desa secara umum antara lain
a. Desa umumnya terletak sangat dekat dengan pusta wilayah usaha tani
(sudut panadang ekonomi);
b. Dalam wilayahnya itu perekonomian merupakan kegiatan ekonomi
dominan;
c. Faktor-faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupam
masyarakatnya;
d. Tidak seperti dikota ataupun kota besar yang penduduknya merupakan
pendatang populasi penduduk desa lebih bersifat “terganti oleh
sendirinya;
e. Kontrol sosial lebih bersifat informal dan interaksi antar warga desa
lebih bersifat personal dalam bentuk tatap muka; dan
f. Mempunyai tingkat homogenitas yang realtif tinggi dan ikatan sosial
yang relatif lebih ketat dari pada kota(Wasistiono, Sadu, dan tahir, M.
Irawan, Prospek Pengembangan Desa, (Bandung: Fokusmedia, 2006),
hlm.16).
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
A. Prinsip Hierarkis dan Sinkronisasi
Prinsip hirarkis dan harmonisasi dalam penyusunan peraturanperundang-
undangan, termasuk dalam hal ini RancanganPeraturan Daerah tentang Badan Usaha
Milik Desa di kabupatenSukoharjo, dimaksudkan untuk mencapai ketertiban hukum,
baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikaldimaksudkan untuk mel
ihat konsistensinya secara hierarkissesuai dengan beberapa asas hukum sebagai beriku
t :
a. Lex superior derogat legi inferiori : Undang-undang yang lebih tinggi
mengenyampingkan undang-undang yang rendah tingkatannya ;
b. Lex specialis derogat legi generali : Undang-undang yang khusus didahulukan
berlakunya daripada undang-undang yang umum ;
c. Lex posterior derogat legi priori atau lex posterior derogat legianteriori :
Undang-undang yang lebih baru mengenyampingkan undang-undang yang
lama.
Sementara itu, secara horizontal sinkronisasi dimaksudkanuntuk menganalisis sejauh
mana perundangundangan yang mengatur Badan Usaha Milik Desa di kabupaten Suk
oharjo dalam perundang-undangan yang mengatur Badan Usaha Milik Desa di
Kabupaten Sukoharjo dalam
Berkenaan dengan hal tersebut, maka pengaturan dalamPerda dihadapkan pada persoalan bag
aimana agar Perda dapatmengatur urusan kewenangan sesuai dengan karakteristikdaerahnya,
namun tidak bertentangan dengan peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini m
enjadikanpemaknaan terhadap sinkronisasi dan harmonisasi peraturanmenjadi sangat penting.
B. Keterkaitan Secara Vertikal
Dalam rangka pelaksanaan pemberdayaan desa sebagaiorganisasi pemerintahan terkecil dala
m negara gunamempercepat pembangunan bangsa yang merata disetiappelosok nusantara ma
ka terbitlah peraturan baru berkenaandengan desa. Dengan terbitnya peraturan baru ini maka
secaraotomatis regulasi lokal yang telah ada perlu untuk dilakukanpenyesuaian sehingga pera
turan yang ada dibawah tidakbertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Badan Usaha Milik
Desa di kabupaten Sukoharjodilakukan untuk mengetahui kondisi hukum yang ada, keterkait
an undang-undang dan peraturan daerah baru denganperaturan perundang-undangan lain, har
monisasi secara vertikaldan horisontal, serta status dari peraturan perundang-undanganyang a
da. Kajian terhadap peraturan perundang-undangan inidimaksudkan untuk mengetahui peratu
ran perundang-undanganyang mengatur mengenai substansi atau materi yang akan diatur. Dal
am kajian ini akan diketahui posisi dari undang-undang atauperaturan daerah yang baru. Anal
isis ini dapat menggambarkantingkat sinkronisasi, harmonisasi peraturan perundang-
undanganyang ada serta posisi dari undang-undang dan peraturan daerahuntuk menghindari t
erjadinya tumpang tindih pengaturan. Hasildari penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi
penyusunanlandasan filosofis dan yuridis dari pembentukan PeraturanDaerah tentang Badan
Usaha Milik Desa di kabupatenSukoharjo yang akan dibentuk.
Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentangPembentukan Peraturan Perundang
-undangan point
39 menyebutkan bahwa “Dasar hukum pembentukan PeraturanDaerah adalah Pasal 18 ayat (
6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UndangUndang tentangPe
mbentukan Daerah dan Undang-Undang TentangPemerintahan Daerah. Selanjutnya di dalam
point 40 menyebutkan bahwa: “Jika terdapat Peraturan Perundang-
undangan di bawah Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945
yang memerintahkan secara langsungpembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan
Perundangundangan tersebut dimuat di dalam dasar hukum. Memperhatikan hal tersebut, ma
ka beberapa peraturanperundang-undangan yang menjadi dasar perlunya dibentukPeraturan d
aerah tentang Badan Usaha Milik Desa di kabupatenSukoharjo adalah sebagai berikut :
1. Analisis Relevansi dan Korelasi Terhadap UUD 1945 Sejumlah isu yang terkandung UUD
1945 tentu membutuhkanpenjabaran lebih lanjut dalam bentuk Undang-Undang.Termasuk Pa
sal 18
yang mengatur keberadaan daerah besar dankecil. Pasal 18 itu berbunyi : “Pembagian daerah
Indonesia atasdaerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannyaditetapkan den
gan Undang-Undang, dengan memandang danmengingat dasar permusyawaratan dalam siste
m pemerintahannegara, dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifatistimewa. De
sa sebenarnya termasuk daerah-daerah kecil yang mempunyai hak-hak asal-usul dan bersifat i
stimewa. Dalampenjelasan juga ditegaskan : “Daerah
Indonesia akan dibagidalam daerah Provinsi dan Daerah Provinsi akan dibagi pula dalam dae
rah yang lebih kecil”. Ini berarti bahwa daerah yang lebih kecil mencakup Kabupaten/Kota da
n Desa, atau setidaknyaUndang-Undang juga harus memberi kedudukan yang tepatkeberadaa
n desa yang telah ada jauh sebelum NKRI lahir.Negara juga mengakui kewenangan Pemerint
ah Daerah untukmenjalankan otonomi, untuk itu Pemerintah Daerah berhakmenetapkan Perat
uran untuk melaksanakannya. Dalam hal iniBUMDes merupakan tugas otonomi yang harus d
iberikankepastian hukum berupa peraturan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pasal 87
(1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa. (2)
BUM Desa dikeloladengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. (3)
BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomidan/atau pelayanan umum sesuai den
gan ketentuan peraturanperundangundangan. Pasal 88
(1) Pendirian BUM Desadisepakati melalui Musyawarah Desa. (2) Pendirian BUM Desaseba
gaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan denganPeraturan Desa. Pasal 89 Hasil usaha BU
M Desa dimanfaatkanuntuk:
a. pengembangan usaha; dan
b.
Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, danpemberian bantuan untuk masyarak
at miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkandalam An
ggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pasal 90 Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, PemerintahDaerah Kabupaten/Kota, dan P
emerintah Desa mendorongperkembangan BUM Desa dengan:
a. Memberikan hibah dan/atau akses permodalan;
b. Melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan
c. Memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber dayaalam di Desa.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
. Dalam melaksanakan urusanpemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, Kepala Daera
h dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Peraturan daerah sebagai
dasar hukum bagi daerahdalam menyelanggarakan otonomi daerah sesuai dengan kondisidan
aspirasi masyarakat serta kekhasan dari daerah tersebut. Peraturan daerah yang dibuat oleh da
erah hanya berlaku dalambatas-batas yurisdiksi daerah yang bersangkutan. Walaupundemikia
n Peraturan daerah yang ditetapkan oleh daerah tidakboleh bertentangan dengan ketentuan pe
raturan Perundang- undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarkiperaturan
Perundang-undangan. Disamping itu Peraturan daerahsebagai bagian dari sistem peraturan pe
rundang-undangan tidakboleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimanadiatur da
lam kaidah penyusunan Peraturan Daerah. Daerah melaksanakan otonomi daerah yang berasa
l dari kewenanganPresiden yang memegang kekuasaan pemerintahan. Mengingattanggung ja
wab akhir penyelenggaraan pemerintahan ada di tangan Presiden, maka konsekuensi logisnya
kewenangan untukmembatalkan Peraturan daerah ada di tangan Presiden. Adalahtidak efisien
apabila Presiden yang langsung membatalkanPeraturan Daerah. Presiden melimpahkan kewe
nanganpembatalan Peraturan daerah Propinsi kepada Menteri sebagaipembantu Presiden yan
g bertanggung jawab atas OtonomiDaerah. Sedangkan untuk membatalkan Peraturan daerah
Kabupaten/Kota, Presiden melimpahkan kewenangannya kepadaGubernur selaku Wakil Pem
erintah Pusat di Daerah.
C. Keterkaitan Secara Horizontal
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa PengaturanBadan Usaha milik Desa di kab
upaten Sukoharjo merupakansalah satu wujud dari pelaksanaan otonomi daerah dan desadala
m sektor urusan ekonomi yang menjadi kewenangan daerah.Terbitnya Undang-Undang Desa
yang baru beserta aturanpelaksananya, maka berdasarkan ketentuan Pasal 120 ayat (1) Undan
g-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa“Semua peraturan pelaksanaan tentang
Desa yang selama ini adatetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang
ini”. Sehingga regulasi terkait dengan urusan desa harusbersumber pada Undang-Undang Des
a.